Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Part 10b
Tag:
Lesbianism, Strap-on



----------

13d48c1354932284.jpg

Arsella Hasna Hilyani

Aku dan Ustadzah ngobrol ngalor ngidul sembari menunggu sahabat-sahabatku yang lain. Tentunya kami sudah berganti kostum dari pakaian tertutup kami sebelumnya. Aku mengenakan pakaian renang yang panjang menutupi tangan dan kakiku. Kepalaku sendiri tak tertutup apapun. Hanya ikat rambut yang menggulung rambut panjangku. Aku memang terbiasa tak mengenakan penutup rambut saat renang. Toh di kolam renang ini isinya akhwat semua.

Tempat renang ini berkonsep private pool. Ada tiga kolam yang masing-masing harus disewa oleh peminjam, tidak seperti kolam renang pada umumnya. Kolamnya pun tidak seluas kolam Olimpic, hanya berukuran 15 meter kali 8 meter. Cukup untuk satu grup kecil yang menyewa kolam ini.

Yang saat ini kami gunakan adalah kolam nomor tiga yang biasa kami pakai. Letaknya paling ujung dari bangunan ini, sehingga cukup memberi privasi bagi kami yang isinya kaum hawa semua ini. Slot booking kolam renang ini adalah tiap tiga jam.

Masing-masing kolam memiliki akses yang tertutup oleh pintu dan pagar tinggi yang mengelilingi kolam. Di dalamnya ada fasilitas kamar ganti, kamar mandi, dan ruang tunggu yang dimana saat ini tempatku sedang menunggu teman-teman liqo' ku.

Di tengah obrolanku dan Ustadzah Azizah lalu mulai berdatanganlah sahabatku yang lain. Fani muncul duluan, tak lama disusul oleh Kania, kemudian Adinda dan sahabatku-sahabatku yang lain. Mereka langsung berganti kostum dan menyusulku.

Obrolan dengan Ustadzah Azizah pun kini sudah beralih menjadi materi kajian yang disampaikan oleh Ustadzah Azizah seperti yang biasa kami dapatkan saat taklim mingguan. Kali ini Ustadzah membagi ilmu soal pentingnya menjaga kebugaran bagi perempuan, salah satunya dengan berolahraga. Terlebih lagi renang adalah salah satu aktivitas yang disunnahkan. Dengan duduk melingkar, kami mendengarkan dengan seksama tausyiah dan wejangan dari Ustadzah Azizah, meskipun kadang juga diselingi humor dan gojegan.

Ustadzah Azizah tak berlama-lama memberikan materi liqo' nya dan kamipun lanjut berdiri dan melakukan pemanasan selama beberapa menit, sebelum masing-masingi dari kami mulai turun ke kolam satu per satu. Kami pun mulai memanfaatkan kolam renang ini selama tiga jam kedepan.

Sebelum turun, Ustadzah Azizah sempat memberitahu bahwa kita mendapatkan satu voucher gratis untuk menyewa kolam renang ini, jadi mungkin dalam waktu dekat, agenda liqo' mingguan akan kembali diisi dengan renang bareng lagi.

Kami langsung mulai renang dengan gaya kami masing-masing. Di kelompok kami, yang paling jago adalah Kania, maklum dulu dia pernah ikutan olimpiade renang sewaktu SMA. Jadi dulu awalnya dialah yang ngajari kita semua soal teknik-teknik renang yang benar.

Kami memang sudah lama rutin mengagendakan renang bareng seperti. Aku sampai lupa kapan pertama kali waktu itu. Yang jelas, saking rutinnya, semua anggota kelompok liqo' ini tak ada yang canggung soal kemampuan renangnya, meskipun masing-masing dari kami memiliki gaya favorit.

Aku sendiri paling suka gaya dada. Bagiku ini style paling nyaman dan membuatku bisa tahan bolak-balik di kolam ini berkali-kali tanpa kelelahan. Sahabatku Fani yang sekarang mondar-mandir di depanku ini lebih suka gaya bebas. Melihatnya kembali beraktivitas termasuk kembali liqo' seperti ini membuatku bahagia. Sepertinya, sahabatku itu sudah menemukan titik restorasi di hidupnya hingga dia kini mampu tersenyum lagi. Tinggal selangkah lagi aku akan membuatnya menjadi wanita paling sempurna.

"Kak.. kok ngalamun.." kata Fani yang sudah berada di sebelahku bersandar di dinding kolam mengagetkanku. "Nanti habis ini jadi main ke rumah..?"

"Eh, Iya.. jadi Fan.. Tapi cari makan dulu ya.. kayaknya udah mulai laper nih, hihi.."

"Iya, boleh Kak.. Hehe traktirin dong, kakakku yang cantikk.. Hihi.." kata Fani.

"Enak aja.. Anak sultan kok minta traktir.. kamu lah harusnya yang mbayarin.." balasku, "Kita balapan yok, yang kalah yang mbayarin.."

"Yakin,Kak? Wah aku mau makan di tempat mahal nih berarti.." kata Fani.

"Eh, kok kamu yakin kalau aku bakal kalah gitu.." kataku, "Ora sopan ni anak.."

Yang disambut Fani dengan tawa khasnya. Kamipun melanjutkan renang kami selama beberapa jam ke depan.

166e421354932297.jpg

Fani
------

"Ouuuuhhhh.. Shhhhh.."

Desahan yang keluar dari mulutku makin kencang mengisi sunyinya kamar Fani ini. Punggungku makin terrebah terbaring di empuknya kasur ini. Kedua pahaku makin lebar terbuka mempersilakan sahabatku yang sudah beberapa lama berada di selangkanganku.

Lidah basahnya itu bermain-main di vaginaku. Aku yang dirangsang seperti itu membuat makin terbakar birahi di dalam tubuhku. Keringat mulai mengucur keluar membasahi tubuhku yang hanya mengenakan jilbab ini. Lidah Fani makin intens membasahi belahan bibir vaginaku.

Benda lunak itu perlahan mencoba membelah masuk bibir vaginaku. Sisi dalam vaginaku yang sudah berdenyut-denyut itu kini kurasakan malah merespon dengan mengeluarkan lendir pelumasnya. Aku tau ini salah. Sejak awal tadi aku sudah mencoba menolak fani, tapi ternyata kini malah tubuhku terangsang makin hebat.

Fani nampak betah saja menyarangkan wajahnya di selangkanganku yang dihiasi bulu-bulu tipis di di atasnya ini. Vaginaku yang kurawat baik ini, yang seharusnya hanya boleh dinikmati oleh Mas Bagas kini sedang disantap oleh lidah seorang akhwat.

"Aiiihhh.. Shhhh.. Ffaannn.."

Aku menjerit agak keras saat lidah Fani itu menemukan biji klitorisku, dan dengan tiba-tiba mulai memainkannya. Mataku tepejam, tubuhku menggeliat pasrah dan menyerah lagi-lagi pada nafsu birahi, kali ini terhadap sesama perempuan yang merupakan sahabatku.

"Ouuhhh.. Sshhh.."

Desahanku terus keluar dari mulutku membersamai klitorisku yang kini dimainkan oleh bibir Fani. Bibir tipis itu menghisap-hisap biji kacangku yag membuat pantatku menggeliat terangkat, menyambut wajah cantik Fani yang juga masih terbalut jilbab syar'i, kontras dengan tubuhnya yang sudah telanjang.

Klitorisku memang titik tubuhku yang paling sensitif. Dimainkan seperti ini tak bisa tidak membuatku makin terangsang. Vaginaku makin lembab mengeluarkan lendir kenikmatan. Akal sehatku yang seharusnya menolak aksi haram ini kini menyerah total pada nafsu birahiku.

"Sshhh.. Ouuuhhh.. Hmmmpphhhh.."

Di bawah sana aku bisa merasakan makin banyak pelumas keluar dari celah bibir kemaluanku. Liang senggamaku terasa begitu gatal akibat rangsangan dari mulut sahabatku itu.

Fani lalu mengangkat kepalanya sedikit menjauhi selangkanganku.

"Hihi dah becek banget, Kak.. Aku mulai sekarang ya.." kata Fani.

Tubuhnya lalu digeser maju. Badannya dia tegakkan. Bergeser ke depan hingga selangkanganku tepat berada di depan selangkangannya. Bedanya selangkanganku telanjang, tapi tidak dengan selangkangan Fani.

"Eh, pelan-pelan Fan.." kataku

Aku menundukkan kepalaku melihat ke arah selangkanganku, saat kurasakan benda tumpul menempel di celah liang senggamaku. Fani tak menunggu lama lalu memajukan pinggulnya, hingga barang mirip dildo itu perlahan berusaha masuk.

"Uuuuhhh.."

Aku melenguh saat setelah kesekian kalinya, benda tumpul itu berhasil masuk membelah bibir vaginaku. Cairan pelumasku yang keluar banyak meleleh membantu usaha penetrasi dildo itu.

Barang yang semacam dildo itu memiliki tali yang mengikat di pinggang Fani. Jadi, seolah Fani seperti punya penis-penisan sendiri di selangkangannya. Dan kini Fani perlahan mulai memajukan pinggulnya, hingga dildo itu makin masuk ke dalam vaginaku.

"Ouuuhhhh.. hhaahhh.." desahku.

Nafsuku yang sudah terbalut birahi yang meluap-luap ini makin menjadi-jadi saat dinding vaginaku kini digesek oleh dildo itu. Meskipun batang itu dingin, namun tetap saja akibat gerakan pinggul Fani mampu menstimulus rongga vaginaku dengan dildo itu.

Vaginaku berdenyut-denyut makin hebat makin meremas mainan mirip oenis itu. Dari dalam vaginaku kurasakan makin banjir lendir yang keluar. Mataku merem melek menahan nafsu. Nafsu birahi ini menghasilkan peluh demi peluh yang keluar dari sekujur lapisan kulit putihku.

Semakin lama gerakan pinggul Fani semakin intens. Dildo itu menggaruk-garuk rongga liang senggamaku membuat sensasi nikmat yang kurasakan makin menggerogotiku. Kepalaku menoleh kesana kemari membuat jilbab yang kupakai ini makin kusut saja. Rambut panjangkupun mulai tersingkap di sana sini.

Tubuh Fani yang tadinya tegak lalu dia tundukkan. Tangannya meraih dua gunung kembarku, dan mulai meremasnya. Wajahnya ikut mendekat ke arah dadaku, hingga sedetik kemudian tetekku menjadi sasaran mulutnya.

Sambil menggoyang pinggulnya, dua bulatan besar di dadaku ini diremas oleh tangan halus Fani. Mulutnya ikut menciumi sisi luar daging tetekku. Lidahnya ikut keluar menjilat-jilat hingga putihnya tetekku ini mulai nampak mengkilat basah.

"Huuuuuuuhhhh.. Ouuuhhhhhhhhh.." desahku makin keras.

Dildo yang main intens menggaruk-garuk rongga vaginaku ditambah remasan dan pijatan tangan Fani di bukit kembarku ini membuatku makin terangsang. Lidah Fani lalu makin liar bermain-main hingga tak lama lidah itu berakhir bermain-main di putingku.

"Aiissshhhhhhhh.."

Aku menjerit saat putingku yang sangat sensitif itu mulai dijilat-jilat oleh benda lunak itu. Fani yang melihatku menggeliat seperti ini lalu meremas kuat tetekku dengan dua tangannya dan menjilat putingku makin kuat. Lidahnya makin lihai bermain-main disana.

Aku tak bisa tidak terselimuti birahi yang kurasakan perlahan mulai memuncak. Keringat makin banyak keluar dari pori-pori kulitku. Kulihat Fani juga makin berkeringat dengan jilbabnya yang juga ikutan mulai kusut.

Dua orang akhwat yang sehari-harinya berpakaian syar'i dan tertutup, kini sedang terhubung oleh perbuatan asusila yang seharusnya tak boleh mereka lakukan. Keduanya telanjang dan hanya memakai jilbab syar'i yang seharusnya menjadi mahkota atas akhlak yang mulia tapi malah kini sedang berbuat mesum.

Spok.. Spokk.. Spokk..

Suara pingul Fani dan pinggulku yang saling bertumbukan seiring dengan goyangan pingul Fani yang masih dilakukannya sambil merangsang dua tetek kembarku.

Rangsangan yang kuterima ini makin lama membuatku makin merasa keenakan dan makin mengubur akal sehatku dan hanya mengejar kepuasan birahiku. Fani lalu mengangkat kepalanya, dan menuju wajahku. Bibirnya lalu menempel ke bibirku.

Aku yang sudah dilanda birahi inipun lalu menyambut bibirnya, hingga bibir kamipun saling mengulum. Bunyi kecipak terdengar dari bibir kami akibat air liur yang ikut bertukar dari aksi ciuman ini. Kami berdua seolah menikmati ciuman seolah seperti sepasang kekasih.

"Hmmmmppphhh.." desahku

Aku merasakan badai orgasme mulai datang menghampiriku. Fani yang menggoyang pinggulnya itu lalu kusambut dengan gerakan pinggulku juga. Dildo itupun kurasakan makin nikmat merojok-rojok vaginaku. Saat-saat hampir mencapai puncak ini, tiba-tiba Fani menghentikan rangsangannya dan mencabut dildo itu.

Fani lalu memintaku untuk balik badan. Badanku sudah mulai lemas, tapi karena nafsu yang menggelayutiku, akupun mengikuti perintahnya. Aku lalu menungging membelakangi Fani. Tanganku bertumpu di kasur ini. Dari belakang kurasakan Fani menggesek-gesekkan penis mainan itu di belahan bibir vaginaku.

"Hssssshhhh.. Hhmmmmmppppphhh.."

Aku kembali mendesah merasakan bibir vaginaku dirangsang seperti itu. Tak berapa lama kemudian Fani lalu mendorong dildo itu kembali masuk membelah vaginaku.

"Houuuuuhhhhhhh.."

Aku melolong saat merasakan batang dingin itu menembus vaginaku. Beceknya vaginaku membuat batang itu tak begitu sulit menjebol gerbang liang kemaluanku. Kepalaku mendangak, mataku terpejam merasakan vaginaku yang kembali penuh.

Fani lalu kembali menggerakkan pinggulnya. Gerakannya kini maju mundur membuat batang itu timbul tenggelam di vaginaku. Dengan gaya anjing seperti ini, batang dildo itu kurasakan masuk makin dalam di vaginaku.

"Ooohhhh.. Aaahhh.. Ffaann.." desahku.

Cengkraman tanganku di sprei ini makin kencang, membuatnya makin lecek. Kepalaku yang terbungkus jilbab syar'i ini makin mendongak dengan mata terpejam diliputi birahi yang terbakar hebat.

Dua tetekku yang besar ini makin terayun-ayun indah akibat goncangan tubuhku yang makin tersentak-sentak. Fani nampaknya makin semangat melihat responku yang kesangean seperti ini. Gerakan pinggulnya makin intens hingga penis-penisan itu makin liar menggaruk-garuk dinding vaginaku.

Tak kusangka mainan itu mampu membuatku melayang keenakan. Dan yang lebih parah lagi, hal ini kudapatkan dari sahabat perempuanku sendiri. Sesuatu yang tabu yang dilarang dalam agamaku, bahkan-bahkan balasannya adalah hukuman mati.

Sudah tak terhitung berapa kali aku dan Fani saling memuaskan satu sama lain di banyak sekali kesempatan. Aku sadar bahwa ini adalah aksi terlarang. Dan kurasa Fani juga tau itu. Tapi entah mengapa ketika kami sedang berdua, hawa nafsu selalu meliputi kami.

Seperti siang ini saat kami sedang berduaan saja di kamarnya. Akalku pada awalnya menolak dan tak mau. Tapi kini aku telah menyerah oleh birahiku sendiri. Tubuhku keenakan atas rangsangan dari sahabatku, sesama jenis ini dengan bantuan dildonya. Bahkan kini kurasakan vaginaku meremas makin kuat batang itu.

Splok.. Splokk.. Splookkk..

Pinggul Fani beradu dengan bulatnya pantatku menghasilkan suara nyaring yang mengisi kamar ini seiring dengan makin cepatnya dildo itu menggagahi lubang vaginaku. Fani tiba-tiba menarik jilbabku ke belakang. Seolah seperti menjambak jilbab yang sedang kupakai hingga badanku sedikit terangkat.

Satu tangannya yang lain dia gunakan untuk meremas tetekku yang tadinya hanya berayun tergoncang-goncang indah tak terjamah. Putingku tak luput juga dari jepitan jari-jari halus Fani itu.

Kepalaku pun makin mendongak dan badanku menekuk ke atas. Biasanya saat melakukan aksi lesbian dengan Fani, aku menjadi sisi yang dominan. Tapi kali ini Fani mengambil peran itu sejak awal tadi. Ada sensasi lain yang kurasakan dari permainan dan rangsangannya.

Setelah sekian lama dildo itu menggenjot vaginaku, badai orgasme kurasakan mulai kembali mendekat. Aku pun ikut menggerakkan pantatku maju mundur menyambut sodokan dildo yang terikat di selangkangan Fani itu.

Splok.. Splokk.. Splookkk..

Tangan Fani yang menarik jilbabku lalu dipindahkan olehnya dan beralih ke pantatku.

Plakk..

"ouhh.."

Aku menjerit saat Fani tiba-tiba menampar pantat bulatku. Seolah seperti jeritan nikmat, Fani kembali melakukan beberapa kali tamparan sambil genjotan dildonya makin cepat keluar masuk vaginaku.

2404911359521771.gif


"ouuhhggg.. Aaahhh.. Ffaannn.."

Aku mendesah saat aku hampir mencapai klimaksku. Fani tiba-tiba memasukkan satu jarinya ke dalam lubang anusku yang membuatku kaget.

"Eh.. Diapain itu, Fann.. ouuhh.. Sshhh.."

Fani terus berusaha memasukkan jarinya ke dalam lubang anusku. Keringnya lubang duburku itu membuat usaha Fani membuat pantatku terasa perih. Akupun hanya bisa menjerit-jerit. Tapi Fani seolah tak peduli masih meneruskan usahanya menjebol anusku oleh jarinya.

Sementara pinggul Fani makin liar maju mundur, membuat dildo strap-on itu makin menyodok-nyodok vaginaku. Vaginaku berdenyut makin nikmat atas rangsangan dildo itu, di sisi lain anusku kurasakan masih perih dikobel-kobel jemari Fani.

Karena lamanya usaha untuk bisa memasukkan jarinya, Fani lalu memaksakan telunjuknya masuk ke duburku dengan sekali usaha sekuat mungkin. Jlebb..

"Ouuuuggghhh.. Ooooohhhhhhhh.." aku melolong.

Telunjuk Fani berhasil menjebol cincin duburku itu. Parahnya lagi, tangannya langsung maju mundur secara cepat hingga jemarinya keluar masuk di anusku dengan tempo tinggi.

Aku merasakan perih yang teramat sangat saat duburku yang kering itu harus dirojok-rojok. Anusku memang sudah tak perawan, tapi sempitnya anusku ditambah kurangnya pelumas, membuat ini terasa perih. Tapi anehnya aku malah merasakan sensasi yang berbeda yang beberapa lama kemudian membuat seluruh tubuhku menegang.

"Houuuggghh.. Ffann.. Piiipiiisssshhh.. Oooooooohhhhhhhhh.. Aaaaaahhhhhhh.."

Aku menjerit saat orgasme melandaku. Aku tak kuat dengan rangsangan genjotan dildo di vaginaku ditambah sensasi tusukan jari Fani di anusku. Tubuhku tersentak-sentak ke atas beberapa kali. Cairan orgasmeku keluar dibarengi cairan squirt yang tertahan dildo.

Kurasakan denyutan vaginaku makin cepat saat fase klimaks ini. Mataku terpejam menikmati sensasi puncak duniawi ini. Fani nampaknya mengerti dan mendiamkan dildo itu tertancap di vaginaku.

Setelah beberapa saat klimaksku berakhir, tubuhku terasa sangat lemas. Aku lalu ambruk tengkurap di atas kasur ini, hingga dildo di vaginaku terlepas. Banyak sekali cairan yang keluar saat aku orgasem tadi, hingga kurasakan sprei ini amat basah.

Nafasku ngos-ngosan, lalu aku membalikkan badanku hingga kini telentang agar lebih mudah menghela nafas. Keringat memenuhi sekujur tubuhku.

"Kamu dapet darimana e barang kaya gituan?" Kataku ke Fani soal dildo strap-on nya.

Fani yang kulihat juga penuh peluh itu ternyata sudah duduk di sebelahku yang masih terbaring lemas.

"Dikasih, Kak.." jawab Fani.

"Eh, dikasih? Siapa yang ngasih kamu begituan?" Tanyaku. Apakah Fani sudah punya pacar? Orang yang memberi barang begituan pastilah orang yang sudah memiliki kedekatan personal dengan Fani. Kenapa dia tak cerita apa-apa ya. Aku langsung bangkit, dan duduk di samping Fani.

"Eh anu Kak.. Maksudnya beli.." kata Fani gelagapan, "beli di ol shop.."

"Ooh.." sahutku. Seperti ada yang aneh kalau Fani gelagapan seperti itu. Apakah betul dia beli barang itu, atau ada hal lain yang dia tak ceritakan padaku. Biasanya Fani selalu terbuka padaku apalagi kalau itu soal hubungannya dengan lelaki.

"Beli kok dildo sih,Fan.. Nanti kamu kelepasan, terus perawanmu hilang pas mainin gituan lho.." kataku.

Fani tak membalas apa-apa dan hanya tersenyum saja. Kalau benar dia beli barang itu, aku merasa sangat bersalah. Akulah yang mengenalkannya pada dunia permesuman, sehingga menjadi salahku kalau Fani jadi kelewatan sampai-sampai beli sex toy seperti ini.

Awalnya aku hanya ingin agar sahabatku itu tak larut dalam kesedihannya dan menganggap seks itu hal yang memilukan. Tapi sepertinya aku kelewatan jika Fani sudah beneran sampai beli barang itu sendiri. Aku tentunya ingin agar kegadisannya dia berikan ke lelaki suaminya kelak.

Dia sudah kuanggap seperti adikku sendiri, dan aku ingin dia bahagia.

"Fan.." kataku, "maaf ya kalau terlalu ikut jauh urusin hidupmu.."

"eh.." sahut Fani yang nampak bingung.

"Kita kan dulu pernah disekap bareng sama Pak Broto. Jadi kamu terpaksa harus lihat pengalaman itu secara langsung.." kataku, "Mau gimanapun, itu kan udah terjadi, sudah takdir."

"Yang aku sesali, kamu harus melihat itu sebelum kamu halal jadi istri suamimu kelak. Dan aku nggak ingin kamu trauma atas kejadian itu." Lanjutku, "makanya dulu aku berani mesumin kamu biar kamu nggak trauma tadi.."

"Tapi aku minta maaf kalau aku udah bikin kamu kelewatan, sampai kamu harus beli Dildo gitu.." kataku.

"Hihi.. iya, Kak.. nggak bakalan buat yang aneh-aneh.. aku iseng-iseng aja, kok

"Perawanmu buat suami halalmu nanti ya?" Kataku, melaksanakan rencanaku yang sudah kusiapkan sebelumnya.

"Iya, Kak.. Itu juga kalau masih ada yang mau sama aku.. Mana ada Ikhwan yang mau, kalau tau aku pernah ngalamin kejadian pas sama Pak Broto itu.." kata Fani.

"Eh, jangan gitu" lanjutku, "Pasti ada lelaki yang mau terima kamu dengan masa lalumu. Buat dia kelak kamu harus persembahkan kegadisanmu.."

"Iya, Kak.." jawab Fani sambil tersenyum.

"Janjii..??" Kataku sambil mengangkat jari kelingkingku.

"Iyaa, kakakku yang cantik.. Janjiii.." kata Fani yang mengaitkan jari kelingkingnya melingkar di jari kelingkingku.

"Hehe.. sekarang gantian kamu yang tak bikin pipis ya.." kataku.

"Entarhhmmmppppp..." sahut Fani terpotong.

Mulutku sudah menyosor mulut Fani dan mendorong badannya hingga dia telentang di kasur ini. Jilbabku kulepas sekalian dengan jilbab Fani yang sudah lecek dan tak lagi memiliki arti apa-apa sebagai penutup aurat kami. Aku lalu merangsang Fani.

Kugunakan tanganku tanpa perlu dildo tadi karena Fani yang masih perawan. Selama beberapa saat aku dan Fani saling merangsang dan saling memuaskan satu sama lain hingga tak terasa waktu menjelang sore hari.


------

"Itu tas apa, Say?" Tanyaku menunjuk Tas yang lumayan besar di samping pintu kamar Fani. Fani sedang bermain-main dengan hapenya di kursi meja riasnya saat aku bersiap-siap untuk pulang.

"Eh Anu.. Aku mau ke rumah sepupuku di Solo, Kak.. dua hari besok.." jawab Fani yang lagi-lagi dengan mimik gugup. Ada apa dengan sahabatku ini.

"Eh, Kak.. aku pipis bentar ya.." Kata Fani yang terburu-buru bangkit dan berjalan ke kamar mandi yang jadi satu di kamarnya yang luas ini. Kulihat pintu kamar mandi lalu tertutup dari dalam.

Aku yang sudah bersiap-siap selesai untuk pulang ini berdiri di depan cermin kemarin Fani. Mataku tertuju ke hape Fani yang menyala di atas meja rias di dekatku.

Entah bagaimana ceritanya, aku sudah duduk di kursi ini dan membuka-buka hape Fani. Fani yang terburu-buru tadi lupa mengunci hapenya. Aku sebetulnya bukanlah orang yang kepo tapi entah mengapa sekarang aku sudah menjelajahi hapenya dan membuka folder di galeri hapenya.

Aku terkejut kaget sekaligus bingung saat membuka satu file video di hape Fani ini. Kulihat Fani sedang menghisap penis lelaki. Penis itu nampak familiar di mataku. Fani sedang memegang hapenya sendiri dan merekam sendiri. Matanya menghadap kamera.

Tak bisa kulihat jelas penis si lelaki karena sebagian besar berada di dalam mulut Fani. Tak terlihat ada rasa keterpaksaan dari Fani yang kulihat di video itu. Malah matanya nampak menyorotkan ekspresi terangsang. Ekspresi yang sama seperti tadi saat aku rangsang Fani hingga dia orgasme. Bibirnya nampak menghisap kuat penis di video itu.

Video itu berakhir setelah sepuluh detik. Hanya ada satu video biru itu di hapenya. Video yang lain hanya video selfi khas perempuan pada umumnya.

Beberapa waktu lalu aku sempat nyemplungin Fani di adegan ranjangku dengan Mas Bagas. Dari situ dia belajar menghisap penis pertama kali. Aku jadi merasa bersalah mengingatnya saat melihat video ini. Apakah ini salahku jika Fani jadi "murahan" seperti ini?

Tapi penis yang ada di video ini penis siapa? Kenapa ada sisi yang membuatku merasa ini bukan penis yang asing? Apakah Fani sudah punya pacar atau kekasih yang tak diceritakannya padaku?

Aku lalu menutup hapenya. Tak ingin lebih jauh berjalan di alur penyesalan yang tak berujung ini. Tapi pikiranku masih terbayang satu video tadi.

Apakah seserius itu Fani dengan si pemilik penis itu? Semoga sahabatku itu nggak kebablasan yang aneh-aneh, hingga memberikan mahkota gadisnya ke sembarang pria. Aku tak ingin dia menyesal nantinya.

Fani itu anak yang baik.. Oh Tuhan, beri jalan terbaik buat sahabatku itu. Tunjukkan padanya cahaya terangMu. Cukup aku yang seperti ini, jangan biarkan dia ikut-ikutan rusak sepertiku.

Di tengah renunganku ini, Fani belum juga menyelesaikan hajatnya di kamar mandi. Aku lalu mengambil hapeku dari handbag-ku. Kubuka aplikasi pengirim pesan.

Aku: [Mas..]
Aku: [Kamu serius sama rencana lamaranmu itu??]

Beberapa saat berlalu pesanku itu masih ceklis satu saja. Saat kemudian Fani keluar dari kamar mandinya. Aku lalu bertanya ke dia. Pertanyaan yang merupakan inti dari rencanaku berkunjung ke rumahnya.

"Eh, Say.. Kalau ada Ikhwan yang mau serius sama kamu, kamunya mau kan??"



End of PART 10 "Undefined"..
 
Terakhir diubah:
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd