Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
wah di index udah disiapin 4 sub-part untuk part 11 ini..

jgn lama2 hu upload nya.. udah page 100 nih ehheehe
Hehe.. semoga lancar nulisnya.. wkwkwkwk..

Ok huu... Lesbian orgy tolong tambahin ya hu... Gw krg demen sm GB sebenarnya, klo suhu berkenan nambahin lesbian orgy, sy sgt brterima kasih haha
Wkwkwkwk...
 
Wehehehe.. nggak nyangka trit receh ane ini nyembus 100 halaman.. Terimakasih buat semua suhu yang sudah comment dan like setiap tulisan ane..

Semoga ane bisa lanjut nulis sampai tamat ceritanya.. hehehe..

:beer::beer:
Suhu....
Angkatlah hamba yang hina ini menjadi muridmu😭😭😭😭
Agar ilmu SSI ke akhwat bisa hamba kuasai Suhu🙏🙏🙏
 
Wehehehe.. nggak nyangka trit receh ane ini nyembus 100 halaman.. Terimakasih buat semua suhu yang sudah comment dan like setiap tulisan ane..

Semoga ane bisa lanjut nulis sampai tamat ceritanya.. hehehe..

:beer::beer:
Diusahan sampe TAMAT ya om, mudah-mudahan ide dan mood untuk nulis ngalir teruss
 
Suhu....
Angkatlah hamba yang hina ini menjadi muridmu😭😭😭😭
Agar ilmu SSI ke akhwat bisa hamba kuasai Suhu🙏🙏🙏
Wahahaha... Banyak suhu yang lebih jago kalau per-SSI-an, Hu...


Diusahan sampe TAMAT ya om, mudah-mudahan ide dan mood untuk nulis ngalir teruss
Njih, suhu.. Terimakasih supportnya...
✊✊
 
Part 11b
Tag:
Blackmail, Blowjob, Missionary, DoggyStyle, Wot, Cowgirl



ba3a141350878275.jpg

Arsella Hasna Hilyani

"Lepasin, Mas.." Jeritku sambil meronta-ronta untuk melepaskan lenganku dari cengkeraman lelaki ini. Tapi apalah daya perempuan sepertiku melawan tenaganya.

"Mas!! Lepasin.. Asuuu..!!" Umpatku.

Tiba-tiba, tanganku ditarik dan didorongnya tubuhku hingga aku terputar menjauhi pintu ruangan ini. Tas jinjing yang berisi pakaian basahku pun ikut terjatuh. Lelaki itu lalu berjalan untuk menutup pintu, lalu menekan saklar di dinding.

Lampu ruang ini yang barusan dinyalakannya membuatku bisa melihat jelas sosok lelaki di depanku, meski cahayanya hanya remang-remang saja. Sementara kamar ini tak memiliki jendela atau celah untuk masuknya sinar matahari sedikitpun. Kamar ini pun tak banyak berisi barang. Hanya sofa lecek di ujung ruang sebagai pengisinya.

"Apa-apaan ini, Mas?" bentakku lagi.

"Hehe.. Tenang dulu, Mbak nya.." kata si Mas penjaga kolam itu sambil tersenyum.

Senyum cabul khas lelaki yang bernafsu. Matanya lalu menatapku. Pandangannya menyapu dari ujung kepalaku hingga ujung bawah gamis yang kupakai. Mukanya yang penuh jerawat itu lama-lama membuatku makin muak. Ada sekitar beberapa saat yang dia gunakan untuk menatapku.

"Ternyata Mbaknya lebih cantik dari deket gini.. Hehehe.." katanya

"Mas.. lepasin saya, atau saya teriak..!!" kataku dengan meninggikan nadaku.

"Hehe.. Teriak aja, Mbak Jilbab.. Itu di sebelah ada genset dah saya nyalain, jadi Mbak kalau terika ya nggak akan kedengeran kok.." kata Si Mas. Aku memang mendengar suara deru mesin dari luar.

Si Mas, yang kutahu namanya Agus dari saat tadi Ummu Nida memanggilnya, itu lalu berjalan pelan mendekat ke arahku. Aku yang jijik ini lalu mengambil langkah mundur.

"Tolongg.. Tolooonggg..!!" teriakku.

"Toloongg.. Tolooonggg..!!"

Agus makin mendekat ke arahku, masih dengan langkah pelannya, masih dengan senyum cabulnya tak peduli teriakanku. Seolah membuktikan bahwa teriakanku memang tak berpengaruh apa-apa di ruang yang 'kedap' ini. Hingga langkahku tak bisa kutambahkan lagi saat kutau punggungku sudah menempel di dinding.

Mataku hampir lembab menyadari sebentar lagi lelaki di depanku ini akan bisa menjangkau tubuhku. Tidak, aku tidak mau!!

Saat posisi Agus makin dekat, tiba-tiba aku memajukan badanku, dan dengan cepat aku mendorong tubuhnya dengan dua tanganku, hingga Agus-pun kembali agak menjauh ke samping. Tubuhnya hampir jatuh. Entah darimana datangnya keberanianku itu.

Akupun dengan cepat berlari ke arah pintu. Kuraih handle pintu. Dan mataku kini benar-benar lembab berkaca-kaca saat menyadari bahwa pintu ini terkunci.

"Tolongg.. Toloooonggg..!! Hikks…." Aku berteriak sambil memukul-mukul daun pintu ini, berharap usaha terakhirku ini menghasilkan sesuatu.

"Percuma, Mbak.." kata Agus di belakangku. Akupun lalu berbalik dari daun pintu ini, menghadap Agus yang berdiri beberapa jarak di depanku.

"Kolamnya sudah sepi, tinggal Mbak sendiri di sini.." lanjutnya. Bibirnya makin tersungging, hingga menampakkan gigi kuningnya. "Nggak ada yang bisa Mbak lakuin selain nurutin yang saya mau."

"Mas mau apa, Mas?" tanyaku.

"Saya mau tubuhmu Mbak Jilbab." katanya yang langsung membuatku kaget.

Mulutnya to the point berucap seperti itu. Air mataku mengucur dari pelupuk mataku makin deras mendengar ucapannya itu.

"Nggak bisa, Mas.. Saya udah punya suami.." kataku, "Saya mohon jangan.. Ini dosa, Mas.." kataku mulai terisak.

"Oo.. Mbak dah punya suami to? Sudah tau lah ya.." lanjutnya.

Isak tangisku makin keras saja saat dia juga menyinggung suamiku. Apakah kali ini aku akan berkhianat pada Mas Bagas lagi? Kejadian ini seolah memanggil memori di otakku ketika aku diperkosa di toilet umum di lembah kampus waktu Sunday Morning. Kenapa ini terjadi lagi padaku, Ya Tuhan?

"Lihat nih, Mbak Jilbab.." kata Agus tiba-tiba di tengah isak tangisku.

Aku lalu membuka mataku. Entah sejak kapan, di depanku Agus sedang memegang hapenya, berusaha menunjukkan sesuatu padaku. Mataku yang sembab air mata lalu kucoba untuk fokuskan melihat hapenya.

"Mas..!! Hikkss.. Ituu.. Kok bisa.. !!" kataku terkejut.

Mataku membelalak tak percaya. Aku didera shock saat melihat apa yang ada di layar smartphone murahan milik Agus itu.

"Mas.. Tolong hapus gambar itu, Mas.." kataku.

Nadaku kini kuubah, tak lagi tinggi. Kugunakan nada mengiba kepada si Agus.

"Enak aja dihapus.." kata Agus dengan nada sedikit mengejek.

"Tolong, Mas.. Pliss hapus gambar itu.." lanjutku makin mengiba, "Mas mau uang berapa? Saya bisa bayar.."

"Ladalah, siapa yang mau uang?" jawabnya, "Dah tak bilang aku mau tubuhmu, Mbak.. Aku mau ngentotin kamu, Mbak.."

Mendengarnya, secuil hatiku seolah sudah menebak kata-katanya itu. Seolah aku tak kaget lagi jika ada lelaki untuk kesekian kalinya yang menginginkan tubuhku. Bedanya, kali ini dia memiliki gambar rekaman saat aku sedang disetubuhi oleh Pak Broto CS untuk mengancamku, yang tentu saja makin membuat nyaliku menciut.

Dan pula, Darimana dia bisa mendapatkan gambar itu? File-file itu tersimpan di rumahku, dan di laptop suamiku.

Tangisku makin deras. Akankah aku kini kembali takluk pada lelaki lain yang bukanlah seharusnya memiliku. Dengan modus yang sama saat terakhir kali ada yang mengancamku menggunakan rekaman persetubuhanku seperti yang dilakukan Pak Broto, apakah aku harus tercebur ke lubang yang sama lagi?

Tuhan, aku tak mau! Hanya kepada suamiku aku ingin memberikan tubuh dan hatiku. Nuraniku bergejolak.

"Aku..Hikks.. Aku nggak mau, Mas.."kataku pelan, "Aku sudah bersuami.. Hikss.. Ini dosa, Mas.. Saya mohon.."

"Hahaha.. Ngomong dosa, lha ini di gambar ini Mbak malah keenakan dientot banyak kontol ki lho.." jawab Agus cepat masih menunjukkan gambarnya. "Di sini Mbak kayanya nggak peduli kalau Mbak sudah punya suami, bahkan Mbak nggak peduli dosa juga lha wong ngentot kok masih jilbaban.."

Isak tangisku makin menjadi mendengar kalimat terakhir dari mulut Agus itu. Telingaku panas mendengar kata-katanya yang seolah merendahkanku sebagai seorang akhwat.

"Saya juga punya videonya lho, Mbak. Apa Mbak mau rekaman ini kesebar kemana-mana? Gimana kalau suami dan keluarga Mbak lihat ini di internet ya?"

Duarr..!! Hatiku bergemuruh mendengar ancaman terakhir Agus itu. Seolah kartu As yang dikueluarkannya itu benar-benar membuat posisiku terpojok dan tak bisa bergerak kemana-mana lagi.

"Atau kalau temen-temennya Mbak lihat ini. Temennya Bosku kan temen-temennya Mbak juga. Tinggal saya print gambar ini terus saya tempel di buletin kolam renang deh, biar temennya Mbak bisa pada lihat. Hahaha.."

"Hiksss.. Hikks.." tangisku seolah makin tak terbendung mendengar ancamannya itu.

Haruskah aku kembali takluk dan rela menjadi pemuas bagi lelaki lain selain suamiku ini. Ancamannya itu benar-benar membuatku terpojok dan menjadikanku seolah tak punya banyak pilihan lain. Tapi di sisi nuraniku yang lain masih berusaha menolak tubuhku diperbudak oleh Agus.

Sekali lagi, aku tak boleh kembali terperosok ke lubang yang sama lebih dari sekali. Aku bukanlah keledai bodoh.

"Hikss.. Mas.." aku beranikan mulutku berbicara, "Aku ijinin sekali ini, tapi Mas hapus gambar itu ya?"

Lelaki muda di depanku itu diam sesaat.

"Kenapa cuma sekali?" jawabnya, "kalau aku punya rekaman ini, aku bisa minta ke kamu berkali-kali nanti, Mbak?"

Untuk sesaat, aku berpikir. Hatiku berperang batin. Ini jalan yang menurutku paling tepat. Aku tak ingin dia memperbudakku lebih jauh. Aku rela kotor untuk sesaat, dan biar nanti kupikirkan jalan lain setelahnya.

"Aku bakalan nurutin semua maumu, Mas. Aku rela ngelakuin yang kamu inginkan." jawabku. "Kamu nggak perlu perkosa aku, aku nggak akan ngelawan. Asal kamu hapus gambar itu setelah ini.."

"Hmmm.." Agus nampak berpikir.

Tiba-tiba dia jalan ke arah pintu. Dia keluarkan kunci dari kantung celananya, lalu dia buka kunci di gagang pintu itu. Krieekk.. Pintu itu dia buka. Cahaya sinar matahari siang sedikit masuk ke dalam ruangan ini menambah terang remangnya ruangan ini.

"Oke, Mbak.. Deal.." jawabnya. "Aku ngentotin kamu. Kamu bikin aku puas, dan aku hapus rekaman ini… Atau aku ijinin kamu pergi, tapi rekaman ini kesebar ke internet."

Aku terdiam untuk sesaat. Tawaran terakhirnya itu membuatku berpikir ulang. Tapi aku menanggung resiko yang malah membuat hidupku repot di kemudian hari kalau dia masih memiliki gambar-gambar itu.

Agus lalu kembali menutup pintu itu.

"Berarti kita ngentot ya, Mbak Jilbab? Hehehe.." kata Agus sambil terkekeh.

Aku hanya mengangukkan kepala.

"Jangan nangis dong, Mbak.." kata Agus lagi, "Nggak enak kalau Mbaknya nangis.."

Aku lalu menyeka air mataku dengan handsock yang menyelimuti telapak tanganku. Agus lalu melangkah ke arah sofa panjang di tepi kamar ini, lalu dia dudukkan tubuhnya di situ. Aku masih berdiri mematung di hadapannya, bingung harus melakukan apa.

"Sekarang buka bajunya, Mbak.. Sisain jilbabnya aja, hehehe.." kata Agus "Tapi sambil goyang-goyang, Mbak.."

"Ehh.." sahutku

"Mbak kan katanya mau bikin aku puas kan." kata Agus, lalu terlihat mengutak-atik hapenya.

"Sekarang buka bajunya, Mbak.. Sambil pakai lagu ini, hehe.." kekehan Agus itu dibarengi dengan keluarnya lagu dari hapenya. Lagu dangdut koplo khas pantura terdengar keras dari speaker cempreng smartphone Agus itu.

Aku masih diam tak bergeming. Meski aku sendiri yang tadi mengajukan penawaran dan mengiyakan hal ini, hatiku masih bimbang. Aku tak rela telanjang menampakkan auratku di depan Agus, lelaki yang bukan siapa-siapa bagiku, apalagi berhubungan badan dengannya.

"Ayo, Mbak.. Gek ndang.. Cepet bikin aku puas, kamu cepet pulang lho.." kata Agus yang menyadarkanku dari lamunanku.

Aku akhirnya memantapkan hati dan jiwaku. Inilah jalan terbaik dengan resiko paling kecil yang harus aku tempuh. Mas Bagas, maafkan istrimu ini Mas. Aku harus mengkhianatimu lagi kali ini.

Perlahan aku menyibakkan jilbab syar'i yang kupakai ini ke belakang pundakku. Saat tanganku akan bergerak menuju resleting di atas dadaku, tiba-tiba Agus berkomentar.

"Mbak, harus goyang lho.. Hehe.."

Aku yang tak terbiasa mendengar lagu-lagu khas sopir truk apalagi harus bergoyang ini lalu mencoba menggerakkan pinggulku. Aku tau gerakanku ini pasti terlihat kaku. Luweh lah, yang penting aku sudah berusaha untuk bergoyang sesuai instruksinya.

Sambil pinggulku bergerak-gerak ke kanan dan ke kiri, kain pertama yang kulepas adalah handsock ku. Tangan kanan dan kiriku yang terselimuti manset ini sesaat kemudian tak lagi tertutup apapun. Kulit tangan halusku yang putih ini kini nampak oleh Agus yang sedang duduk di sofa itu.

Tanganku lalu kembali menaikkan jilbab yang sedikit turun dari pundakku, hingga kini terlihat gamisku yang berwarna merah tua, senada dengan jilbab lebar yang kupakai. Dengan perlahan sambil mengulur waktu, tanganku lalu meraih resleting gamisku. Kutarik perlahan turun resleting itu hingga mentok di rel resleting yang sebatas perutku ini.

Kini kulit tubuh atasku bisa sedikit terlihat oleh Agus. Matanya nampak mulai mendelik. Lelaki yang umurnya lebih muda dariku, yang matanya selalu nanar memandangiku selama ini, kini dua bola matanya makin melotot. Bedanya, kemarin-kemarin pandangannya hanya sebatas fantasi dan imajinasi.

Aku yakin kemarin-kemarin dia, seperti lelaki mesum lainnya, membayangkan tubuh sintalku dari tonjolan tetek besarku dan pantatku yang bulat indah ini, meskipun aku masih memakai jilbab syar'i dan gamis panjang.

Tapi kini fantasinya itu hampir pasti akan menjadi nyata, seiring dengan bagian depan gamisku yang mulai terbuka. Entah darimana dia dapat gambar-gambar yang dia bisa gunakan untuk mengancamku itu.

Sambil masih menggerakkan badanku, mencoba apa yang Agus minta dengan sebutan goyang itu, lalu perlahan aku mulai menarik turun gamisku dengan melonggarkan sisi gamis yang menempel di pundakku. Gamis berbahan halus ini pun perlahan dengan mudahnya turun jatuh. Srettt...

Kini bagian atas tubuhku hampir telanjang. Hanya ada bra warna merah yang masih kupakai. Tapi bra ini juga tak mampu menyembunyikan besarnya kedua tetekku yang membusung ini.

Dua melon putihku ini malah seolah makin menantang dengan disangga bra merahku yang makin membuatnya terlihat seksi, mengundang liur siapapun lelaki yang melihatnya. Di bawahnya, beruntung aku tadi memakai celana legging yang menutupi pinggang hingga kakiku.

Air mataku masih sedikit menetes meski kusadari tak akan ada gunanya air mata itu di depan lelaki ini, malah kini mukaku memerah saat membiarkan tubuh atasku hampir telanjang. Di depanku, Agus matanya makin melotot. Aku masih menggerak-gerakkan badanku ke kanan ke kiri, entahlah apa seperti ini yang dia inginkan.

Kalau kupikir-pikir, ini adalah kali pertama aku bergoyang seperti ini, apalagi diiringi musik dangdut macam itu. Bahkan suamiku sendiri tak pernah kuberikan goyangan seperti ini. Dididik di lingkungan yang beradab membuatku tak pernah diajari atau bersinggungan dengan hal-hal jorok macam ini. Aku tak habis pikir, hatiku seolah-olah makin tersayat menyadarinya.

Aku menggerak-gerakkan badanku dengan harapan untuk mengulur waktu. Semoga ada mukjizat yang menyelamatkanku dari keadaan ini. Agus pun nampaknya juga tak terburu-buru menyuruhku melepas langsung semua pakaianku. Entahlah, mungkin dia juga sambil menikmati momen ini dengan pelan-pelan.

"Manteb tenan.. Kapan lagi ada mbak jilbaban mau striptease kaya gini, hahaha.." komentar Agus diikuti kekehannya.

Kulihat lelaki yang sedang di depanku itu nampaknya makin terangsang. Ada tonjolan yang muncul dibalik celana yang dipakainya itu. Tanganku lalu bergerak ke arah pinggangku. Perlahan-lahan sambil tetap mengulur waktu, lalu kuturunkan celana panjang yang menutupi kaki jenjangku ini. Ada rasa ragu dan malu yang tentunya masih tertinggal di lubuk hatiku, menemani air mataku yang masih keluar. Badanku makin turun hingga aku harus menunduk untuk melepas celana panjang ini.

"Wooww.. Gedhe juga yo susumu, Mbak..Hehehe.." komentar Agus.

Dengan posisi menunduk di depannya seperti ini, pasti kedua tetekku yang menggantung ini membuatnya sangat tergoda. Putihnya kedua tetekku disangga oleh bra seksi hasil pemberian suamiku, membuat Agus menelan ludahnya berkali-kali. Akupun berdiri lagi.

Gamis merah tua dan celana legging yang kupakai kini teronggok di bawah kakiku. Kini tubuhku hanya tertutupi oleh bra merah yang tak bisa menutupi bongkahan putih tetekku yang menyembul. Di bawah pinggulku, hanya tertutupi celana dalam kecil berwarna senada yang juga harus menampakkan bulu-bulu halus kemaluanku. Selain tentunya Jilbab syar'i yang masih membungkus kepalaku dan kaus kaki di ujung kakiku.

493e1a1362608591.gif


Bentuk pinggul dan pantatku, sesosok akhwat alim, yang sintal ini kini pasti sangat jelas terlihat oleh Agus. Perut dan paha ku yang telanjang putih mulus tak bercacat membuat birahi laki-laki macam Agus ini yang telah menggelegak sedari tadi pasti kian menggelegak.

Putihnya kulit tubuhku lagi-lagi kini harus kuumbar kepada laki-laki lain selain suamiku. Lebih parahnya, kali ini seorang remaja yang dengan mudahnya bisa melihat sintal dan halusnya tubuhku. Mataku masih juga berair, seolah tak rela dengan kondisi ini tapi tak memiliki daya upaya sedikitpun.

Lalu Agus mematikan lagu dari smartphone nya itu. Tubuhnya beranjak berdiri dari sofa itu, lalu berjalan menuju arahku. Dadaku berdegup kencang menyadari sosoknya mendekati tubuh telanjangku ini.

"Badanmu bagus banget, Mbak.. Sempurna, Hehehe.. Mbak Jilbab nggak pernah goyang kaya tadi ya? keliatan kaku banget.." kata Agus, "Beda sama biduan dangdut. hahaha.."

Kurang ajar betul Agus ini, seolah aku disamakan dengan penyanyi dangdut. Enak saja akhwat alim sepertiku dibanding-bandingkan dengan perempuan yang tak punya akhlak dan adab macam itu.

"Tapi ternyata badan Mbak buaguss.. hehehe.. Bakalan puas banget aku, Mbak.." lanjutnya, "Susumu juga gede, masih kaya gadis.. nggak kalah sama temenmu yang belum nikah itu.."

Eh, apa maksud kata-katanya itu. Temanku??? Belum sempat aku mencerna kalimatnya, tanganku sudah ditarik oleh tangannya hingga kini badanku memepet badan Agus. Bau keringat bercampur bau matahari langsung menyeruak masuk ke hidungku. Aku masih menunduk, tak sudi memandang wajah mesum penuh jerawatnya itu.

"Udah, Mas.. Lakuin apa yang mau Mas lakuin ke saya.." kataku, agar semua mimpi buruk ini cepat berakhir.

"Hehe.. Dah nggak sabar pengen kontolku ya, Mbak? Kok kayak semangat gitu." ejeknya.

Aku masih menunduk tak membalas. Telingaku panas mendengar ejekannya lagi.

"Jangan mrengut gitu dong, Mbak.." Kata Agus.

Satu tangannya memegang ujung dahuku, dan mengangkatnya hingga kini aku bisa melihat wajahnya. Rasanya jijik sekali wajahku yang putih terawat ini disentuh oleh tangan biadabnya itu. Ingin muntah rasanya.

"Tenang aja.. Kontolku juga udah nggak sabar kok, hehe.." katanya lagi.

Setelah berucap itu, tanganku lalu ditarik oleh Agus. Tubuhku diarahkan hingga mendekat ke arah sofa lusuh yang tadi diduduki Agus. Agus lalu menyuruhku untuk duduk di sofa ini sementara dia masih berdiri di depanku. Akupun lalu duduk di sofa. Kedua pahaku kurapatkan sekuat mungkin, meski kuakui ini tak bisa signifikan menyembunyikan apapun dari selangkanganku. Tanganku juga membantu menutupi selangkanganku. Setidaknya dalam hatiku aku masih menolak perlakuan ini.

Agus lalu berjongkok tepat di depan kaki jenjangku. Air mataku kembali menetes. Kisah pilu hidupku cukup bisa memberiku gambaran akan apa yang akan dilakukan remaja cabul itu.

"Nggak sabar nyicipin memekmu aku, Mbak" katanya.

Berbarengan dengan itu, kedua tangannya membuka paha yang kututup rapat. Aku yang menahan sekuat tenaga ini tak mampu menahan laju tenaga pria yang dideru nafsu yang berjongkok di depanku ini. Hingga sedetik kemudian, pahaku sudah terbuka, tanganku masih menjadi pembatas antara dirinya dan selangkanganku.

Tapi itu juga tak bertahan lama. Kedua tangannya lalu memegang tanganku. Dan lagi-lagi tenagaku kalah dengan lengannya yang gelap berotot itu yang membuka tabir yang menutupi selangkanganku. Kini tampaklah sudah selangkanganku yang masih tertutup cd merah ini.

"Hiks.. Hiks.."

Aku masih terisak pelan menjadi saksi akan diriku yang tak mampu berbuat apa-apa untuk menjaga izzahku sebagai seorang akhwat, terlebih sebagai seorang istri. Parahnya lagi, aku malah tadi menawarkan diri untuk tak melawan semua aksi mesum lelaki ini.

Mata Agus tak berkedip menyaksikan selangkanganku. Cd merah yang kupakai ini tak bisa menutupi kulit selangkanganku yang putih, begitu juga dengan gundukan apem yang menyembul di baliknya. Kedua sisinya nampak terlihat karena ukuran CD yang kubawa ini memang tak begitu lebar.

Kepala Agus makin mendekat ke selangkanganku. Reflek, aku menahan kepalanya agar tak mendekat ke selangkanganku. Ini adalah bentuk terakhir perlawananku, meski ini berarti aku mungkin melanggar kesepakatanku tadi. Kuyakin jika dia berhasil menjamahku, besar kemungkinannya kalau aku juga akan takluk pada nafsuku.

Namun ternyata usahaku ini sia-sia. Kepalanya makin maju seolah dorongan tanganku ini tak berefek apa-apa. Tubuhnya yang kurus bukan berarti tak bertenaga. Bahkan tangannya lagi-lagi menahan tanganku, membuatku mati kutu seolah tak bisa melakukan apa-apa lagi untuk melindungi asetku yang paling berharga.

"Hmmmmhhhh… Memekmu wangi, Mbak.." Kata Agus sambil menyeringai mesum.

Matanya menatap ke atas melihatku yang terduduk di sofa tak bisa melakukan apa-apa. Aku hanya mengalihkan pandanganku ke sudut lain ruangan ini. Beberapa saat dari itu kurasakan nafas hangat dari Agus di selangkanganku.

Perlahan kurasakan kulit selangangkangku seolah makin lembab. Tapi ini bukanlah cairan vaginaku pastinya. Aku lalu menoleh lagi ke depanku. Dan saat kulihat ternyata agus sedang menjilati belahan vaginaku dari luar celana dalamku.

Lidahnya yang menggesek cdku turut memberi gesekan juga ke kulit vaginaku yang membuat pantatku bergetar. Lalu lidahnya kini bergerak ke kanan dan ke kiri menyapu kulit selangkanganku yang tak terlindungi cdku.

Aku mencoba menahan desisanku saat lidahnya makin liar menyapu selangkanganku. Liar permainan lidah itu membuat cdku makin basah yang membuat vaginaku ikutan basah juga. Sembari lidahnya bermain-main seperti itu, satu tangan Agus yang tadi memegang tanganku lalu dipindahkan menuju selangkanganku.

CD yang kupakai ini lalu disibakkan ke samping oleh tangannya itu. Mahkota wanita yang seharusnya hanya kupersembahkan bagi suamiku kini terpampang tak bertabir tersaji untuk remaja mesum yang sedang berjongkok ini.

"Wuiiihhh.. Apik banget memekmu.. Kaya memek prawan yo iki.." komentar cabul Agus.

Tak menunggu lama kurasakan dibawah sana ada benda lunak menyentuh vaginaku. Ternyata Agus sudah beranjak kembali dan kini memainkan vaginaku dengan lidahnya. Tubuhku seperti disetrum saat merasakan lidahnya menjilati kemaluan dan selangkanganku. Akupun reflek menggelinjang kegelian saat lidah Agus menyapu pinggiran bibir vaginaku.

"Hhhhhhhh.." suara yang keluar dari mulutku.

Sekuat tenaga aku menahan agar aku tak mendesah. Aku memang sepakat untuk tidak melawan, tapi bukan berarti aku harus menikmatinya. Aku harus mampu menjaga imej seorang akhwat dan seorang istri dengan tidak menyerah begitu saja pada nafsu.

Akan tetapi, bertolak belakang dengan tekadku, vaginaku mulai berdenyut-denyut menandakan bahwa kemaluanku juga mulai terangsang. Bahkan bisa kurasakan mulai lembabnya liang kemaluanku karena terangsang oleh lidah Agus. Tapi aku masih berusaha melawan sekuat akalku.

Baru kusadari juga bahwa hari-hari ini adalah siklus bulananku dimana aku sedang horny-horny nya. Jadi sedikit sentuhan sensitif di titik sensitifku sudah mampu membuat gairahku terbakar hebat seperti yang sedang dilakukan oleh lidah Agus ini. Tapi aku masih mencoba melawan segala birahi ini.

"Hhh.. Sudah, Maaass.. Hhh.." Kataku terengah-engah.

Agus tak peduli dan masih menjilat-jilat vaginaku dengan liarnya. Badanku mulai berkeringat hebat akibat pertarungan dalam diriku. Sisi kewanitaanku terangsang hebat akibat jilatan Agus, tapi moral dan akalku berusaha untuk tak menyerah pada nafsu lagi. Aku masih menahan agar bibirku tak mendesah keenakan.

"Hhhh.. Maasss.. Sudaahhh.. Hhh.." rengekku.

"Udah udah, lha wong aku belum puas e Mbak.." balas Agus di sela-sela permainan lidahnya itu, "Slurrppp.. Sluurpp.. Udah nikmatin aja, Mbak.. Mau tak bikin enak kok Mbak e.."

Usahaku itu berlawanan dengan reaksi tubuhku, terbukti dari cairan vaginaku yang kurasakan meleleh keluar membasahi pahaku. Keringat mengucur dari tubuhku. Jilbab yang kukenakan mulai sedikit acak-acakan, dan menutupi dadaku.

Akalku menolak perlakuan ini. Akan tetapi siapa perempuan yang tak menggelinjang saat kemaluannya dijilati seperti ini. Kurasakan vaginaku makin berdenyut-denyut. Tubuhku kini terasa terbakar, bukan oleh api tapi oleh birahi akibat rangsangan benda basah dari mulut remaja ini.

Aku mencoba menggeliat seolah menjauhkan selangkanganku dari deraan permainan lidah mautnya tapi semakin aku menggeliat malah rangsangan kenikmatan yang kudapatkan dari vaginaku. Lidahnya makin liar menjamah selangkanganku.

Permainan lidah Agus itu seolah terlalu lihai untuk kutahan dengan perisai imanku. Aku terlalu lemah hingga sangat menikmati sentuhan dan jilatan lidahnya. Umurnya yang masih muda itu tak berarti dia tak ahli, malah sebaliknya, seolah setiap jilatan di kemaluanku makin mengikis gigihnya akalku sedikit-demi sedikit.

Lalu, dengan bernafsu Agus membimbing tangannya menguakkan bibir kemaluanku yang menyembuk tembem berwarna merah jambu. Pantatku bahkan ikut terangkat dari sofa, mengejang lebih hebat lagi saat lidah lelaki itu menyeruak ke liang vaginaku. Agus tak membuang waktu dan langsung memasukkan lidahnya menjelajah sisi dalam vaginaku yang tak pelak kangsung meruntuhkan segala pertahanan akal dan imanku.

"hhhh.." erangku menahan desis kenikmatan.

Lidah Agus kurasakan makin liar bermain-main di selangkanganku. Lidahnya kadang keluar lagi, bermain di kulit luar kemaluanku. Semua permukaan vaginaku tak luput dari sapuan lidahnya.

Setiap jengkal vaginaku tak luput dari rangsangan lidahnya. Pantatku yang beberapa saat lalu berontak, kini benar-benar menyerah pasrah bahkan mulai rileks menerima kenikmatan duniawi ini. Tubuhku semakin tenggelam dalam kenikmatan seksual saat vaginaku “digeledah” oleh permainan lidah Agus.

"Huuuhhh.." desisku.

Desisanku mulai mengeras seolah-olah aku juga turut menikmati tindakan Agus ini. Aku menutup mulutku dengan satu tanganku, masih tak rela desisanku terdengar oleh Agus, yang menandakan aku telah menyerah. Mataku terpejam. Aku mencoba untuk mengacuhkan rangsangan yang kuterima di selangkanganku.

"Hhhhmmmpphh... "

Desahanku yang kututup oleh tanganku ini makin menjadi saat klitorisku dihisap-hisap oleh bibir Agus. Aku makin larut kedalam jurang nafsu birahiku. Lidah Agus begitu ahli memainkan vaginaku. Apalagi klitorisku merupakan titik paling sensitif dari tubuhku yang mau tak mau langsung membuatku seolah meloloskan setiap syaraf untuk menyerah pada kenikmatan.

Setiap sapuan dan jilatan lidahnya di vaginaku mampu membuatku melayang keenakan melupakan tragedi yang harusnya kutangisi ini. Seolah-olah di setiap jilatannya tau bagian vaginaku yang sebelah mana yang membutuhkan rangsangan. Pantatku turut bererak menyatu dengan gerakan lidah dan bibir Agus.

Dan tiba-tiba.

Crrrtt.. Crrttt.. Crrtt..

"Hhhhhhhhhhhgggggggggggghhhhhhh.." Aku mendesis keras saat orgasmeku datang secara tiba-tiba. Tanganku menutup mulutku, tapi entah apakah itu mampu menyembunyikan kilmaksku dari Agus atau tidak. Seluruh badanku seolah kaku dan menegang. Vaginaku menyemburkan cairan orgasmeku.

Agus masih memainkan biji klitorisku membuat pantatku makin blingsatan. Mataku membelalak, seolah sedang melepas beban ratusan kilo yang sedang membelengguku. Sejenak aku lemas di sofa ini. Kaki jenjangku kini terjuntai lurus lemas.

Perang di dalam batinku entah mengapa memberi sensasi pada tubuhku yang malah kini membuatku mencapai klimaks karena permainan cabul lidah remaja ini. Seluruh otot badanku serasa ingin lepas dari tubuhnya.

"Hehe.. Mbak ini ngecrot ya?" tanya Agus dengan nada merendahkanku.

Aku yang kelelahan pasca orgasme ini hanya menggeleng-gelengkan lemah kepalaku yang masih terbungkus jilbab syar'iku. Secuil akalku masih tak mau mengakui kalau aku juga ikutan menikmati permainan oral Agus. Kepalaku menggeleng, tapi dibawah sana vaginaku banjir cairan orgasme yang merupakan bukti nyata tubuhku yang menyerah pada birahi.

Agus malah makin tertawa hebat melihatku menyangkal orgasmeku tapi kelelahan seperti ini. Dia lalu berdiri dari posisinya yang sedari tadi jongkok. Mungkin capek juga setelah sejak tadi dia harus jongkok seperti itu.

"Memekmu enak, Mbak.. Gurihh.. Hehehe.." kata Agus yang berdiri di depanku itu, "Seksi banget kamu Mbak.. Habis ngecrot terus keringetan gitu, hahaha.."

Agus lalu memajukan tubuhnya. Tangannya lalu menyampirkan jilbab lebarku yang tadinya menutupi dadaku, hingga kini dua bulatan besar di dadaku yang masih terbalut bra merah bisa terlihat lagi olehnya. Tubuhku yang bersandar di sandaran sofa ini lalu ditariknya hingga kini aku terduduk tegak.

Posisi Agus yang berdiri membuat selangkangannya kini tepat segaris dengan kepalaku. Saat aku membuka mataku kulihat tonjolan di celananya yang tak mampu menyembunyikan batang lelakinya itu.

Agus lalu memintaku untuk membuka lepas celananya. Aku yang masih setengah lemas ini lalu mengikuti saja perintahnya itu. Celana kolornya itu hanya butuh satu tarikan saja untuk membuatnya turun dan menunjukkan perangkat yang dia simpan di balik celana itu.

Mataku langsung terbelalak kaget mengetahui tak ada pelindung lagi di balik celana kolor Agus itu. Penisnya yang gelap dan setengah tegang itu langsung menyembul tepat di depan mataku dan hanya berjarak beberapa senti. Untuk sesaat aku terdiam memandangi batang itu. Di sekelilingnya ditumbuhi bulu-bulu lebat tak terawat.

Batang milik lelaki yang bukan mahromku yang lagi-lagi harus tepat berada di depan wajah cantikku ini. Entah ini sudah penis keberapa yang kulihat yang sesaat lagi akan mengoyak kehormatanku. Aku sampai tak bisa menghitungnya saking sudah dalamnya aku jatuh di lembah dosa macam ini.

"Eh, jangan diliatin aja, Mbak.." kata Agus memecah lamunanku, "ayo mulai dimainin, hehe.."

Sejenak setelah berucap itu, satu tangan Agus memegang daguku dan mendongakkan kepalaku hingga mataku bertatapan melihat matanya. Sorot mata Agus memancarkan kerlingan yang membuatku menyadari bahwa aku harus menuruti perintahnya. Tangannya lalu berpindah ke belakang kepalaku yang terbungkus dan langsung mendorong kepalaku.

Hingga wajahku yang putih dan halus ini kini bertumbukkan dengan batang setengah tegang yang gelap milik Agus itu. Aroma keringat bercampur masam bercampur pesing langsung masuk ke hidungku. Aku lalu berusaha mendorong paha Agus.

"Hooeekk.. Uhukk.. Uhukk.." bau penisnya yang njijiki itu membuatku beneran muak dan muntah ke arah samping kiri.

"Hahahaha.." Tawa Agus dengan kerasnya.

Seolah bangga karena memiliki selangkangan bau dan tak terawat seperti itu. Tanganku langsung kugerakkan untuk menggenggam penis itu. Dengan menggenggam penisnya seperti ini, setidaknya penis itu tak bisa langsung bersentuhan dengan wajahku lagi.

Tanganku lalu mulai meremas lembut penis Agus. Mulai kugerakkan untuk mengocok penis gelap milik Agus. Jujur aku masih setengah hati akan perbuatanku ini. Akal sehatku masih juga belum menerima kenyataan bahwa aku sedang melayani pemuda cabul ini.

Tanganku pun mengocok penisnya seadanya dan terasa kaku.

"Eh, Mbak.. Tadi kan katanya dah punya suami to?" tanya Agus tiba-tiba.

"Udah, Mas.." jawabku.

Aku berharap bahwa Agus bertanya seperti itu untuk melepaskanku dan kembali pulang ke suamiku, tapi ternyata dugaanku salah.

"Nah, berarti bisa dong mainin kontol yang bener!!" lanjut Agus bernada menyuruh, "Gimana kontolku bisa crot kalau ngocoknya kaku gitu, Mbak.."

Ada benarnya juga apa katanya itu. Sebenarnya makin cepat aku membuatnya puas, aku bisa lebih cepat pulang ke rumah. Lagi-lagi aku dihadapi dilema. Batinku berperang lagi. Arrgghh. Kenapa aku harus berada di posisi ini lagi ya, Tuhan.

Aku masih berusaha menjaga kehormatanku makanya aku tak sepenuh hati melayani lelaki ini, tapi itu tidak memberiku keuntungan apa-apa, aku makin lama berada di sini bahkan bisa jadi dia main kasar denganku. Namun, jika aku membuatnya nikmat dan cepat keluar, berarti lagi-lagi aku harus rela melayani lelaki lain yang bukan suamiku.

Lagi-lagi aku harus memantapkan kembali hatiku akan keputusan yang kupilih ini. Aku hanya ingin ini semua cepat selesai. Maafkan istrimu yang kembali ke titik nista ini, Mas Bagas. Kataku dalam hati pada sosok suamiku.

Tanganku lalu menggenggam penis gelap Agus itu. Tanpa diminta lagi aku lalu memulai lagi mengocok penisnya. Penis yang setengah tegang ini terasa kesat di tanganku.

"Cuiihh.."

Aku meludah di tanganku, kemudian kupindahkan tanganku kembali ke penisnya. Tanganku mulai memegang penisnya pelan-pelan, lalu kugerakkan naik turun mengocok penisnya. Aku remas-remas lembut kepala penisnya dengan tangan kananku, dan kukocok-kocok batang penisnya dengan tangan kiriku. Buah zakarnya tak lupa aku main-mainkan bergantian dengan tangan kiriku.

"Ughhh.. Alus banget tanganmu, Mbak.." kata Agus.

Kudengar Agus mulai mengerang keenakan. Penisnya yang berada di genggamanku itu perlahan makin membesar. Sisi-sisinya pun mulai keras menjulang. Terlihat urat-urat yang mengelilingi batang itu. Ini penis paling berurat yang pernah kulihat selain penis Mas Diki.

Agus nampak makin keenakan. Sensasi kepala penisnya yang diusap dan batangnya yang kukocok pasti membuatnya makin blingsatan. Suamiku saja sering tidak kuat dengan servis handjobku ini.

Aku masih melanjutkan kocokan penis Agus yang makin membesar sempurna itu di tanganku makin cepat. Sambil sesekali penis ini aku urut ke atas dan ke bawah.

Entah mengapa, kurasakan vaginaku mulai membasah. Melihat penisnya kukocok-kocok ini membuatku terangsang. Gila, vaginaku malah ikutan berdenyut dan mulai becek. Tapi aku tak boleh menampakkannya. Aku harus tetap jaim di depan pemuda cabul ini.

Aku masih mengocok penisnya. Kuurut-urut naik turun batang penisnya, kupijat-pijat buah zakarnya. Penis berurat Agus makin mengeras, kepala penisnya memerah mengkilap.

"Ughh.. Udah nggak kuat aku, Mbak.. Bibirmu seksi banget gitu.."

Sambil berkata seperti itu tangan Agus lalu memegang kepalaku yang berbalut jilbab merah tua ini lalu mengarahkan kepalaku ke batang penisnya. Gerakannya yang lumayan cepat itu membuatku tak berdaya langsung memajukan kepalaku ke arah celananya.

"Mass, sudah Maaa...." belum selesai kata-kataku, sedetik kemudian mulutku sudah tersumpal penis Agus. Penis itu mulai membelah bibirku yang sensual ini. Kepalaku dipegangnya, lalu digerakkan maju mundur memompa penisnya.

Batang penis yang bau itu dengan terpaksa mulai menjamah rongga dalam bibirku. Tapi entah kenapa aroma penis seperti itu malah memberi sensasi tersendiri buatku yang membuatku panas dingin. Secara refleks, bibirku langsung menyepong kepala penisnya yang memang sudah tersumpal masuk ini.

"Uggghhh.. Enak banget sedotan jilbab ugghh..." Komentar Agus.

Perlahan penisnya mulai masuk lebih dalam ke mulutku. Otot-otot mulutku sangat kesulitan menerima batang penisnya yang ukurannya cukup besar ini. Kepalaku masih dipegang oleh Agus dan makin ditekan sehingga penis ini makin masuk ke dalam mulutku.

Mulutku yang kecil ini belum juga terbiasa. Otot-otot wajahku dipaksa melebar untuk menerima semua batang penisnya agar masuk ke mulutku. Rongga mulutku serasa penuh sesak dipenuhi batang penisnya

"Ugghh, manteb tenan seponganmu, Mbak.. Seddot yang kenceng, Mbak.. Ugghhh…"

Erang Agus sambil masih memegang kepalaku. Pinggulnya maju mundur, membuat penisnya keluar masuk di dalam mulutku. Aku yang pasif ini hanya bisa pasrah sambil menyedot-nyedot batang penisnya.

Sambil penisnya menyumpal mulutku, tangan Agus dia pindahkan untuk meremas tetekku dari luar bra-ku. Karena mungkin tak puas, tangannya lalu melepas pengait braku dan menurunkan lepas braku. Tubuhku yang terduduk ini kini telanjang dada menampakkan area yang seharusnya hanya suamiku saja yang melihat. Buah dadaku yang besar dan sekal ini kini terlihat menantang bebas.

"Wuihh.. Toketnya sekel banget, Mbak Jilbab.. Tak kira gara-gara pakai beha tadi, ternyata emang masih kenceng.." komentar cabul Agus.

Tangan Agus melanjutkan remasan nya di tetekku. Tangannya yang gelap terbakar matahari itu begitu kontras dengan putihnya daging kembar di dadaku ini. Namun remasannya terasa nikmat sekali menjamah halusnya tetek sekalku.

Bulatan ranum di dadaku ini kadang diremas pelan dan lembut, lalu kadang diremas kuat-kuat sehingga menimbulkan sensasi tersendiri. Jari-jarinya juga memainkan areolaku menggesek-gesek di sekitarnya.

Clopp.. Cloppp.. Sluurrpp... Clopp.. Clopp..

Suara wajahku yang bertumbukkan dengan lebatnya selangkangannya itu memenuhi sisi-sisi ruang kamar kecil ini. Vaginaku kurasakan makin basah karena terangsang daro perlakuan tangan Agus di dadaku. Hisapanku pada penisnya juga makin menguat. Pipiku mengempot sambil terus menyedot-nyedot penisnya. Sedotan mulutku makin lama makin lihai memainkan penisnya.

Clop.. Cloopp..

"Ugghhh.. emang Jilbab lonte, doyan kontol kamu ya, Mbak.. Hhhggghhh." kata Agus

Badan kurusnya itu makin intens menggerakkan penisnya maju mundur di dalam mulutku. Penisnya makin tegang dan mengeras kurasakan memenuhi rongga mulutku. Tetekku masih terus dimainkannya.

Permainan tangan Agus kurasakan begitu nikmat di sekitar tetekku. Putingku juga tak luput dimainkan oleh tangannya. Kadang dipilin kadang ditarik ke depan, menimbulkan sensasi birahi yang menggairahkan. Sesaat aku lupa bahwa aku seharusnya tak boleh menikmati ini semua.

Putingku memang area sensitifku. Sehingga sekuat apapun aku saat ini mencoba melawan deraan birahi ini, pasti kalah jika tangan kasar Agus itu masih terus menjamah putingku yang makin mengeras ini.

Clop.. Clopp.. Cloopppp.. Glok.. Glokk..

Gesekan batang penisnya di dalam mulutkupun terasa makin lancar seiring dengan banyaknya ludah yang keluar, membantu penetrasi penis hitam menyetubuhi bibir ******* ini. Sedotan mulutku di penisnya juga makin menguat seiringi aku yang merasa nikmat akibat jamahan tangannya di putingku.

Aku yang seharusnya menjaga marwahku kini malah sedang menghisap penis lelaki yang bukan suamiku. Lebih dari itu, aku malah seolah kini ikut menikmati permainan cabul dari Agus ini.

Bahkan satu tanganku yang lain kini bermain-main di buah zakar Agus dan memijat-mijat pelan biji kembar itu, sambil mulutku menjalankan tugasnya di penis laknat ini.

"Uuurrrggghh.. Aku nnggak nyangka tenan kalau Jilbab bisa binal gini.. Urrggghh.."

Glok.. Glokk..

Sudah beberapa lama penis keras itu hilang timbul merasakan hangatnya rongga mulutku dan sedotan kuat mulutku, namun sepertinya belum ada tanda-tanda penis itu akan mencapai puncaknya. Bahkan kini setelah beberapa saat kulayani penis itu, mulutku mulai terasa pegal.

Fuuaaahhh.. aku melepas penis Agus dari mulutku, dan langsung ganti kukocok dengan tanganku.

"Masih lama, Mas?" tanyaku.

"Hehe, sebelum sama kamu tadi soalnya aku dah keluar, Mbak.. Dibantu sama temenmu itu.." kata Agus.

Apa maksud kalimatnya itu? Temanku? Temanku yang mana? Mana ada temanku yang dekat dengannya. Belum selesai kucerna kalimatnya itu, tanganku lalu ditariknya, hingga tubuhku kini berdiri. Agus lalu membuka kaosnya sebagai penutup terakhir yang melekat di tubuhnya. Terlihatlah kini tubuh kurusnya yang gelap berotot itu. Agus lalu berjongkok di depanku, dan melepas turun celana dalamku hingga lolos dari dua kakiku.

Kini aku sudah polos, telanjang bulat di hadapan lelaki bukan mahromku, lelaki yang masih remaja yang juga sudah telanjang bulat. Hanya jilbab syar'i dan kaus kaki yang melekat di tubuhku, sementara mahkota kewanitaanku tak lagi tertutupi apa-apa.

Aku yang sehari-hari berpenampilan tertutup di hadapan lawan jenis dan rajin mengikuti taklim ini kini sedang berkholwat dengan lelaki cabul tanpa ada sehelai kain yang cukup untuk menutupi daerah intimku. Sebuah perbuatan dosa yang seharusnya tak pantas untuk kulakukan.

"Kamu mau cepet selesai kan, Mbak?" tanya Agus lagi, "Sekarang servis kontolku pakai memekmu.."

Begitu selesai berucap seperti itu, Agus lalu merebahkan dirinya di sofa. Penisnya yang sudah keras sempurna itu mengacung menantang gravitasi. Urat-urat yang mengelilingi batang penisnya makin terlihat jelas. Aku bisa menebak akan apa yang dia inginkan dengan dia berbaring seperti itu.

"Ayo, Mbak.." kata Agus sambil menepuk pahanya.

Seolah memberi isyarat kepadaku untuk mulai menaiki tubuhnya. Aku masih berdiri dengan merapatkan pahaku, setidaknya tidak terlalu mengumbar selangkanganku yang sudah tak tertutup apa-apa ini. Jilbabku kini sudah menjuntai turun menutupi dadaku hingga sebatas perutku.

Sambil membuang muka, aku perlahan maju mendekati sofa yang sedang ditiduri Agus itu.

Aku lalu memosisikan tubuhku di atas badan kurus Agus itu. Pantatku kuletakkan menindih pahanya. Penisnya menjulang tinggi berada di depan pinggulku dan belum kutindih. Tanganku lalu kupindahkan menggenggam batang penisnya. Jemari halusku kini kembali membelit kerasnya batang gelap berurat itu.

"Ugggghhhhh.." Agus mengerang.

Penisnya mulai kumanjakan dengan tanganku yang pastinya membuat siapapun lelaki akan keenakan merem melek, tak terkecuali Agus. Air liurku dari aksi mulutku sebelumnya membuat penisnya lumayan masih basah dan memudahkan kerja jari-jariku untuk mengocok penisnya itu.

Dalam hatiku kembali aku berfikir kalau aku bisa membuatnya cepat keluar, akupun bisa cepat lepas dari lelaki cabul ini. Tanganku bergerak menservis penis gelapnya itu. Tanganku kugunakan untuk mengocok batang penisnya, sementara tangan kiriku meremas lembut dan mengusap-usap kepala jamurnya.

Dirangsang seperti itu membuat Agus makin kuat mengerang. Pantatnya sesekali menggeliat keenakan saat lubang kencingnya aku gelitik-gelitik dengan ujung-ujung jariku. Selama beberapa saat penis itu kulayani dengan halusnya dua tanganku ini.

"Urrrgggghhh.. Tanganmu aja enak gini, Mbak.. Gimana memekmu nanti ya.. Urrghhh.."

Aku masih berusaha untuk memuaskannya tanpa perlu menggunakan liang vaginaku, setidaknya selama aku sadar. Tanganku makin liar menservis penisnya. Buah zakarnya juga sesekali kuelus-elus dan kupijat-pijat bergantian dengan bagian penisnya yang lain.

Agus lalu ikutan memindahkan tangannya ke pahaku dan meremas-remas pahaku. Serasa tersengat tubuhku saat kurasakan tangan kasarnya itu mulai menyentuh kulit pahaku yang halus terawat ini. Untuk sesaat aku terkaget dan hampir melepas tangannya dari tubuhku itu, namun akhirnya kubiarkan saja tangannya meremas-remas pahaku dan berharap itu bisa membuatnya cepat klimaks.

Agus yang terbaring dengan tubuh kurusnya itu makin keenakan dengan layanan tanganku. Akan tetapi penisnya yang keras menjulang itu tak menunjukkan ada tanda-tanda akan memuntahkan isinya juga.

Aku lalu berusaha untuk merangsangnya lebih jauh. Jilbab yang sudah menjuntai di depan tubuhku ini lalu aku singkap kembali ke belakang dadaku. Kini dua bongkah tetekku yang sekal dan ranum ini kembali terlihat langsung oleh mata nakal Agus.

Mata Aguspun langsung membelalak tak berkedip menyaksikan melon kembarku itu kembali telanjang tak tertutup jilbab. Selama beberapa detik matanya melotot. Lalu tak membuang waktu tangannya berpindah dari tanganku menuju bongkahan buah dada putihku itu dan mulai meremas-remasnya.

Aku sesungguhnya masih tak rela tangan kasarnya itu menjamah daerah intimku ini. Namun aku tak memiliki pilihan apa-apa selain membiarkannnya. Aku yang sehari-hari menjaga penampilanku, yang marah saat ada yang kurang ajar padaku, kini kembali membiarkan remaja cabul ini meremas dua gunung kembarku.

Tangannya memijat-mijat tetekku, dan jemarinya terkadang memain-mainkan putingku yang sudah mulai mengeras, membuatku ikut tersulut birahi. Vaginaku kembali berdenyut-denyut nikmat.

Penis Agus masih keras menjulang. Aku lalu memajukan pinggulku, hingga yang tadinya menindih pahanya, kini mulai menindih selangkangannya. Penis itu mulai tergencet selangkanganku, dan hanya menampakkan kepala penisnya yang masih belum tertindih.

Batang penis keras yang berurat itu bisa kurasakan beradu dengan sisi luar vaginaku yang mulai becek ini. Aku yang tadi sudah orgasme membuat vaginaku makin sensitif. Sehingga tonjolan batang keras Agus di vaginaku ini seolah memberi sengatan sensitif di tubuhku.

Ditambah lagi dengan remasan tangan kasar Agus di dua tetek besarku membuat birahi lagi-lagi makin menjalar di sekujur tubuhku. Seluruh tubuhku rasanya merinding keenakan akinat rangsangan ini.

Aku ingin ini semua cepat berakhir. Lalu perlahan aku mulai merangsang penisnya denga menggerakkan pinggulku maju mundur, sehingga batang penis keras Agus itu mulai bergesek-gesekkan dengan vaginaku.

677d0d1362610340.gif


Tanganku kugerakkan menuju kepala penis Agus yang nampak makin licin itu dan mulai mengelus-elusnya. Basahnya bibir vaginaku membuat gesekan batang penis kerasnya itu seolah makin nikmat saja merangsang selangkanganku.

"Urrrrggggghhh.. " erang Agus.

Agus sepertinya makin keenakan saat penisnya tergesek-gesek dengan sisi luar kemaluanku ini, terbukti dari tangannya yang meremas makin kuat tetekku. Bongkahan membusung di dadaku ini diremas di sisi kanan kirinya oleh tangan kasar dan gelap si Agus.

Aku masih berusaha untuk tak menikmati semua perlakuan ini. Aku menggesek-gesekkan vaginaku di penis Agus dengan keinginan siapa tau dia bisa keluar lebih cepat jika kurangsang seperti ini. Hatiku masih teringat pada suamiku yang saat ini sedang diluar sana mencari nafkah.

Aku tak ingin menghianati suamiku dengan bersetubuh dengan pemuda cabul ini. Sudah cukup vaginaku dimasuki oleh banyak penis selain suamiku, tak perlu ditambah lagi kali ini. Cukup dengan kugesek-gesek penis Agus seperti ini kuharap Agus bisa segera mencapai klimaksnya.

Namun naasnya, dengan menggesek-gesekkan penisnya di vaginaku seperti ini ternyata ikut membuat syaraf nafsu di tubuhku ikutan meletup-letup. Kurasakan vaginaku yang sensitif ini malah makin melembab mengeluarkan lendir kenikmatan. Nampaknya gagal usahaku untuk tak ikutan terangsang.

Belum lagi dua bongkah melon kembar di dadaku ini terus diremas-remas oleh tangan kasar Agus. Sensasi di dua titik intimku dirangsan seperti ini tentu saja membuat nafsu birahi makin menjalari tubuhku.

"Urrggghhhh.. " erang Agus.

Clepp.. Clleepp.. Clleeppp..

Pinggulku yang maju mundur ini kini menimbulkan suara kecipak akibat lendir kenikmatan yang meleleh dari dalam vaginaku yang beradu dengan selangkanagn Agus. Gerakan pinggulku seolah-olah menjadi makin lancar berkat bantuan pelumas dari lendir kemaluanku itu.

"hheegghhh.. Hhhhgghh.." deru nafasku makin memberat.

Tubuhku makin jauh mengkhianati imanku dengan makin terangsangnya diriku ini. Aku yang seorang akhwat dan seorang istri ini kini sedang menggerakkan pinggulku maju mundur dengan semakin cepat di atas selangkanagn lelaki yang bukan suamiku seolah-olah aku sedang menyetubuhinya.

Meski tubuhku merespon dengan birahinya, dengan secuil akalku aku masih berusaha menolak perlakuan ini. Pinggulku sebisa mungkin tak menindih kepala penisnya dan hanya menindih batang penisnya saja. Aku tak mau mengambil resiko kepala penis itu tiba-tiba terselip di vaginaku jika aku menggesek-gesek kepala penisnya.

Keringat makin deras mengucur seiring dengan pinggulku yang bergerak maju mundur makin cepat di atas selangkangan Agus. Vaginaku makin becek dan tubuhku makin bergairah akibat gesekan di selangkanganku dan remasan tangan Agus yang makin liar di tetekku. Aku tak tau apakah aku mampu bertahan di tengah deraan birahi ini.

"Uuuggghhhh,. Udah nggak kuat aku, Mbakk.." kata Agus tiba-tiba.

Dengan buas dan cepat, tubuhku lalu didorongnya hingga tubuhnya tak lagi kutindih hingga Agus berdiri di lantai. Kedua betisku lalu juga ditariknya dengan cepat dan membukanya lebar-lebar, hingga posisiku menjadi telentang di sofa lusuh ini dengan kakiku yang ngangkang. Begitu cepatnya, kini Agus sudah berada antara dua pahaku.

Tubuhnya yang telanjang dengan penisnya mengacung itu mendekat ke arah selangkanganku yang juga tak terlapisi apapun. Untuk sesaat aku tersadar dari rasa sangeku tadi dan menyadari bahwa sebentar lagi pemuda cabul ini akan menyetubuhiku.

Aku berusaha menutup selangkanganku namun sudah terlambat karena tubuh kurus Agus kini sudah menempel tubuhku dan bahkan sedikit menindihku. Penis kerasnya itu kurasakan sudah menyentuh vaginaku.

"Mas.. Sudah, Mass…!!" rontaku.

Pantatku kugerak-gerakkan ke kanan kiri, berusaha untuk menghindari apapun usaha yang dilakukan Agus itu. Tapi daya upayaku ini tak sebanding dengan tenaga lelakinya yang sudah diburu nafsu birahi macam Agus ini. Kedua tanganku dia pegang dengan satu tangannya di atas dadaku.

"Hahaha.. Akhirnya aku bisa ngentotin Jilbab juga.." katanya, "Tau nggak Mbak, aku dah bosen diomel-omelin terus sama bosku yang jilbaban juga tapi mulutnya judes banget itu.. jadi sekarang aku mau balas dendam ke kamu, Mbak.. Hahaha.."

Akupun hanya bisa diam pasrah sambil masih menggeliatkan pantatku mencoba menolak batang lelaki keras milik Agus itu. Agus lalu agak bangkit lalu dia mulai menggesekan penis itu tepat diatas vaginaku. Badanku tiba-tiba merespon dengan mulai terangsang.

Bagaimana tidak. Kini dengan perlahan Agus memancing nafsu yang berusaha kusembunyikan. Ia dengan perlahan menaik-turunkan penis kerasnya yang berurat di sekelilingnya itu.

Saat aku mencoba menunduk melihat apa yang sedang terjadi, kagetnya aku melihat penis gelap itu tampak akan menyentuh mahkota paling pribadi yang kumiliki ini. Agus masih menggesek-gesekkan kepala penisnya, kini tepat di belahan bibir vaginaku. Akibat dari gesekan itu aku malah semakin terangsang.

"Mmmass.. Suudaaahhh.. Hhhh.." erangku.

Aku masih mencoba untuk menunjukkan bahwa aku tidak menikmati perlakuan dari laki-laki yang bukan muhrimku ini. Namun akalku makin lama makin terkikis juga akibat rangsangannya, terlebih kini gesekan kepala penisnya makin intens di pusat liang vaginaku.

Setelah mungkin dirasa cukup oleh Agus, Ia mulai mencoba menekan kepala penisnya tepat membelah bibir vaginaku. Nafsunya yang sudah tidak dapat ia tahan lagi untuk segera menyetubuhiku. Satu tangannya yang lain dia gunakan untuk memegangi pinggulku yang meronta-ronta ini.

Penis beruratnya kian menegang dan Aku memejamkan mataku ketika batang hitam itu mulai menjelajahi ujung bibir vaginaku, Aku mengerang ketika Agus mulai memasuki penisnya dengan perlahan.

Perlahan mulai sedikit masuk kepala penis itu di memecah bibir vaginaku. Kepala penis itu mulai mencari posisi dalam menembus dinding sempit yang seharusnya hanya milik Mas Bagas ini.

Dengan perlahan Agus melanjutkan usahanya untuk memasukkan penis gelapnya itu. Badannya nampak tegap dan posisi penis yang mencoba melakukan penetrasi ke vaginaku ini. Namun tidak semudah itu, vaginaku memang sempit. Terlalu sempit untuk penis keras lelaki yang padahal kurus ini.

"Ugghhh.. Kok angel, Mbakk.. Kaya masih perawan aja.." erang Agus.

"Hhhhgghh.. Mass, uddaahh, pliiisss…" rontaku.

Sambil melanjutkan sisa-sisa rontaanku yang tak berarti ini, kurasakan air mataku keluar dari ujung pelupuk mataku. Aku lagi-lagi mengkhianati suamiku dengan membiarkan penis lain masuk ke vaginaku. Janji suci akad di hadapan banyak saksi saat pernikahan kami hampir tiga tahun lalu harus kuingkari dengan tak berdayanya aku melawan pemuda cabul yang barusan mulai menggagahiku ini.

Agus meneruskan usahanya tanpa kenal lelah, kuyakin dia pun merasakan sensasi menjebol akhwat solehah dengan vagina sempit sepertiku. Sementara badanku masih berupaya menghindari upaya penis Agus untuk masuk lebih dalam di vaginaku.

Jepitan dinding vaginaku pastinya membuat penis Agus kesusahan. Satu tangannya yang memegangi pinggulku dia gunakan untuk makin erat memegangi pinggulku yang masih sedikit bergerak-gerak menahan tusukan dari penis Agus.

"Hfffhh.. Sudahhh Mmass.. Ampuunn.."

Setidaknya yang bisa kulakukan adalah mencoba untuk mengulur waktu dan memperlihatkan bahwa aku masih tidak rela disetubuhi. Tapi Agus dengan sigap dan cepat lalu mulai menaikkan kakiku hingga betisku menempel di dadanya. Dengan posisi ini, aku makin susah menggerak-gerakkan pantatku untuk menahan laju penetrasi penisnya.

Dan perlakuan Agus semakin menjadi-jadi. Dia kembali melanjutkan usahanya kembali menembus dinding vaginaku. Pinggulnya maju mundur melawan selangkanganku. Kini bisa kurasakan penisnya fokus membelah celah bibir kemaluanku akibat aku yang tak lagi bisa menggerakkan pantatku.

Agus lalu menggerakkan betisku dan memindahkannya agar melingkar di belakang pinggangnya. Kemudian dengan perlahan ia mulai kembali memasukkan penis itu perlahan-lahan.

Kini aku hanya pasrah saat Agus melanjutkan usahanya itu. Bulir demi bulir kembali keluar dari mataku. Wajahku yang mandi keringat dan masih terbalut jilbab yang mulai kusut ini menggeleng ke kanan dan ke kiri memberi kesan aku masih tak mau menikmati persetubuhan ini.

Tapi nampaknya tubuhku berkehendakk lain. Seluruh syarafku seolah meminta kenikmatan ini makin berlanjut. Sisi dalam vaginaku kurasakan berkedut-kedut makin kuat. Cairan vaginaku mulai merembes keluar menyabut penis Agus.

"Hhhhsss.. Shhh.. Hhmmpphh.."

Bibirku tak kusadari mulai mendesis pelan akibat penis Agus yang perlahan-lahan tak henti mencoba membelah celah bibir vaginaku.

"Hhhhgggghhhhh.."

Aku mendegus agak keras saat kurasakan kepala penis Agus mulai berhasil masuk ke dalam vaginaku. Mulai lembabnya vaginaku turut berperan di aksi penjebolannya itu. Serasa seluruh tubuhku didera rasa ngilu, namun di saat yang bersamaan kurasakan kenikmatan juga mulai melanda tubuhku.

Aku yang sedang di fase horny karena siklus bulananku ini seolah seperti saklar yang dihidupkan ketika penis itu mulai menjebol dan menyentuh sisi dalam labia vaginaku. Akalku sudah makin pupus berganti birahi yang membara.

Tangan Agus kini tangannya mulai lagi meremas dengan lembut disertai remasan kasar pada payudara bulat dan sempurna milikku yang mengacung menantang gravitasi ini.

"Besar banget susunya, Mbak.. Nggak ngira kalau Jilbab ternyata susunya gede gini.. Manteb banget nih dah gitu putih lagi kayak di filem sepep.. Mbak Jilbab emang cocok jadi bintang porno nih, Hahahaha..." Ejek Agus.

Aku tak peduli dengan hinaannya karena aku sendiri saat ini sedang dilanda birahi yang mulai memuncak. Badanku makin lembab akibat keringat yang mengucur. Penetrasi penis kerasnya yang pelan tapi pasti ditambah remasannya di tetekku membuatku serasa terbang melayang keenakan.

Agus masih terus memajumundurkan pinggulnya di tengah selangkanganku. Kakiku yang kutekuk di atas sofa ini membuat selangkanganku makin terbuka seolah mempersilakan Agus untuk melanjutkan perbuatan cabulnya ini. Perang di batinku sudah tak lagi berlangsung dengan menangnya nafsu yang mengambil alih.

Terbukti dari vaginaku yang kini kusadari makin banyak mengeluarkan lendir kenikmatannya, meskipun ngilu masih teramat sangat kurasakan dari kerasnya penis itu merenggangkan otot labiaku.

"Urrggghhh.. Sempit banget memekmu, Mbakk.. Aku nggak nyangka jilbaban ternyata memeknya seenak ini.. Urrrgggghh.." erang Agus.

Setelah berucap itu, tiba-tiba...

Blessss.....

"Oouuuuuhhhh.." Aku melolong, "Sakit Masss.. Udaaahhh.. Houuugghhhh.."

Sentakan kuat dari pinggang Agus itu membuat mataku membelalak. Sentakan itu membuat penis keras itu masuk lebih dalam di liang surgaku. Tubuh sintalku bahkan sampai tergerak keatas karena aksi tiba-tiba dari pinggul Agus itu.

Tubuhku juga menggeletar ketika menerima hangatnya kejantanan Agus itu, liang vaginaku yang sesak seakan hendak pecah dan sobek akibat paksaan penisnya, namun rasa kenikmatan mulai mendera seluruh syarafku.

Dan penis itu sudah masuk setengahnya. Aku menggigit bibir bawahku. Penis keras yang diselimuti oleh urat-uratnya yang terlihat keras itu mau tak mau membuat tubuhku terbang melayang dalam kenikmatan yang seharusnya terlarang dan tabu ini.

Untuk sesaat Agus mendiamkan penisnya di dalam vaginaku. Mencoba menikmati hangat dan legitnya vagina terawat milik akhwat berjilbab ini sekaligus membuat agar Aku dapat juga meresapi nikmatnya kedutan penis beruratnya itu dan beradaptasi.

“Sakitnya cuma sebentar kok, Mbak.." kata Agus, "Tak bikin Mbak jilbab keenakan habis ini,.. Hehehe.. Kapan lagi Mbak Jilbab ngentot sama kontol kampung punya saya.”.

Dan kata-kata kotor Agus itu entah mengapa kian membuat nafsu birahi ku memuncak, kata-kata itu seakan menghipnotis tubuhku yang akhirnya batang Agus itu memulai lagi gerakannya di dalam hangatnya rongga vaginaku.

0b09e41362608607.gif


Vaginaku yang sensitif ini kini mulai merasakan urat-urat keras yang menyelimuti penis Agus menggaruk-garuk rongga kemaluanku. Tak pelak ini membuatku main keenakan. Seluruh birahiku terbakar hebat.

"Houuhhh.. Hhssshhhh.."

Mulutku mulai mendesah dengan sendirinya. Ruangan kecil dan pengap ini memperparah keringatku yang banyak mengucur dan makin membuat tubuhku seolah-olah mandi.

Agus makin intens menggerakkan maju mundur pinggulnya. Penis gelapnya timbul tenggelam di dalam vaginaku. Tangannya meremas-remas tetekku makin kuat dan seolah dijadikannya tumpuan untuk menggerakkan pinggulnya itu.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

Aku benar-benar sudah lupa daratan. Aku yang seharusnya tetap melawan dan tak rela, namun kini aku sudah total menyerah pada nafsu birahi. Melupakan sisi surgaku yang seharusnya menjadi akhwat alim dan seorang istri yang setia.

"Shhh.. Hmmmpphhh.. Ahhh.. Houuhhh.." Desahku.

Ruangan remang-remang ini menjadi saksi perbuatan terlarang yang kulakukan dengan lelaki yang tak punya hubungan apa-apa denganku ini. Parahnya, aku kini perlahan malah menikmati rojokan penis kerasnya di vaginaku dan remasan tangannya di tetekku yang semakin liar.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

Penetrasi penis keras Agus dengan tempo intens, tidak terlalu pelan tapi tidak juga kasar, ini mampu membuat seluruh simpul syarafku terjerat birahi. Vaginaku seolah malah makin menjepit penisnya yang berurat itu. Tak lagi kupedulikan bahwa yang kulakukan ini adalah perbuatan dosa. Aku hanya pasrah menyambut kenikmatan dari pemuda cabul ini.

Agus lalu menundukkan badannya dan mulai menindihku. Wajahnya makin dekat dengan wajahku. Begitu kontras sekali antara mukanya yang gelap dan penuh jerawat dengan wajah cantikku yang putih terawat ini. Namun semua itu tak kupedulikan karena rasa nikmat yang kudapatkan dari genjotan penis kerasnya.

Agus lalu mulai menciumi wajahku, tepatnya menjilatinya. Hingga tak butuh lama mukaku makin basah akibat liurnya yang bercampur dengan keringatku. Bibir dan lidah Agus lalu menuju mulutku dan mulai menciumi bibirku.

bb9fbd1362608613.gif


Awalnya aku tak menyambutnya. Namun bibirnya dan lidahnya terus memaksa masuk kemulutku. Nafsulah yang kemudian membuatku menyerah, selain itu karena kepalaku ditahan oleh Agus hingga aku menyambut ciumannya itu dengan membuka mulutku.

Bibir dan lidahnya kubiarkan menjelajahi sisi dalam mulutku meskipun bau mulut yang menyengat dari mulut jijiknya itu. Lagi-lagi birahi akibat genjotan penisnya lah yang membuatku menyerah total pada perlakuan pemuda ini.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

Genjotan penis kerasnya ditambah wajah buruk rupanya yang menempel di wajahku ternyata memantik sensasi tersendiri. Hingga tak lama dari itu tiba-tiba kurasakan gelombang orgasme menghampiri tubuhku.

"Hooooouuugggghhhhhh.. Oooh... Aahhhh.. Ooooooooooooooouuuuhuhhhhhhhh.." Aku melolong keras.

Seluruh tubuhku serasa kaku menegang. Kakiku kulingkarkan di belakang pinggang Agus, seolah menjadi isyarat tak ingin perginya sensasi puncak ini. Selama beberapa kali pantatku mengejang-ngejang melepaskan orgasmeku.

"Hehe.. Mbak ngecrot lagi yaa?" kata Agus, "Tadi aja nolak-nolak, tapi ngecrot juga.."

Pantatku kuangkat beberapa kali melepas cairan orgasmeku. Vaginaku berdenyut-denyut hebat.

"Urrrgggghhh.. Ini memeknya kok makin sempit aja Mbak..Urrgggghh.." ejek Agus.

Agus tak menghentikan sama sekali pompaan pinggulnya di saat aku orgasme seperti ini. Tempo pompaannya masih dia pertahankan. Ini membuatku keenakan di tengah banjirnya vaginaku karena cairan orgasmeku yang banyak keluar.Aku yang lemah dan lemas setelah orgasme inipun lalu hanya bisa diam dan pasrah. Kakiku menjuntai turun keluar sofa.

Namun vaginaku setelah orgasme ini menjadi makin sensitif yang membuatku dihujani rasa nikmat seiring batang keras penisnya itu yang masih menggaruk-garuk dinding vaginaku.

"Ssshhhh... Udaaahhhh, Mmmasshh.. Ouuuhhhh.." aku mendesah.

Mulutku seolah mengucap ingin berhenti, tapi apakah itu yang sebenarnya aku inginkan? Entahlah. Yang jelas kini aku sedang didera kenikmatan luar biasa yang aku hanya ingin menikmati momen-momen ini.

Tak lama dari itu, tiba-tiba kurasakan Agus menggerakkan badannya. Aku lagi-lagi tak tahu atau lebih tepatnya pasrah karena masih lelahnya seluruh otot tubuhku. Orgasmeku barusan yang diperparah dengan Agus yang masih memompa penisnya itu membuat tubuhku seolah pasrah mau diapakan saja olehnya.

Agus memegang pantatku dan dalam sekali gerakan, Agus lalu berdiri mengangkat tubuhku dengan penis yang masih menancap di vaginaku. Akupun reflek mengalungkan kakiku ke pantat Agus agar tubuhku tak terjatuh dan badanku memeluk tubuh Agus dengan sisa tenagaku.

"Ahh..Hmhh.. Houuuhhhhh.. Ngiluu, Maasss..." Aku melenguh panjang.

Dalam posisi berdiri seperti ini, tentu saja penis Agus menancap begitu dalam di vaginaku, bisa kurasakan kini vaginaku makin sesak dipenuhi oleh penis gelap Agus yang berurat itu. Aku memejamkan mata tak kuat merasakan sensasi ini. Agus seolah seperti menggendong seorang bayi.

Agus yang memegang paha mulusku ini lalu mulai menggerakkan kedua pahaku naik turun. Pantatku pun ikutan naik turun membuat penis Agus kembali menggesek keluar masuk dinding vaginaku. Tubuhnya kurus tapi entah darimana datangnya tenaganya hingga kuat menggendongku seperti ini.

"Shhh.. Ahhh.. Hmmppfffhhh.. Udahh, Mass... Penuuuhhh.." Desisku makin keras.

Penis gelapnya itu betul-betul kurasakan semakin dalam bersarang di liang senggamaku hingga kurasakan seolah rongga vaginaku makin membesar dipenuhi penisnya. Ditambah vaginaku yang makin sensitif ini seolah juga makin berdenyut memijat-mijat batang keras itu.

"Goyang dong, Mbak.." perintah Agus kepadaku.

Mungkin menyadari aku yang hanya diam dan pasrah seperti ini. Dan entah setan apa yang menggerogotiku, akupun langsung menggerakkan pantatku sedikit naik turun pelan-pelan.

"Aiihhh.. Huugghhh.."

Aku menjerit pelan. Aku yang menggeraka sendiri pantatku ini tiba-tiba meraskan ngilu. Mungkin karena kerasnya penis berurat itu ditambah dinding vaginaku yang sensitif ini.

Vaginaku masih beradaptasi dengan batang penis itu yang masuk makin dalam. Lalu kugerakkan naik turun pantatku dengan tempo yang sedikit lebih cepat hingga perlahan-lahan vaginaku mulai terbiasa.

"Shh..Ahhh.. Ouuuhhh.."

Aku mendesah makin keras. Tak kukira persetubuhan haram yang berawal dari dari blackmail pemuda cabul ini kini bisa senikmat ini. Kenikmatan ini membuatku ingin mereguk birahi lebih jauh lagi. Akupun mulai menggoyangkan pantatku memutar-mutar dan memilin-milin penis Agus.

0e915c1362608621.gif


"Ssssssshhhhh.. Ahhhhhh.. Mmass... Oooohhh.... Memekku pennuuuhhhh.... Auuuhhhhhh...."

Agus pun ikut mendongak keatas menikmati goyangan vagina sempit milikku ini

"Ediann, Jilbaban tapi memeknya juara banget" ejek Agus.

"Goyang lebih hot, Mbak.." kata Agus memintaku sambil kemudian menampar keras pantatku.

Plaakkk.

"Ssshhhhh... auhhhh... Hmmmpppphhh..." Akupun hanya menyahuti dengan desahan dan menuruti saja keinginan Agus itu. Kugoyangkan pantatku berputar-putar makin liar. Gerakan erotis yang entah darimana datangnya kemampuan binalku seperti ini. Mas Bagas saja tak pernah kuservis dengan posisi seperti ini. Kalau kuingat, posisi ini hanya pernah kulakukan dengan Yanto.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

"Nahhh ngono.. Urrggghhhh.. sempite memekmu, Mbak" racau Agus.

Saat aku sedang bergoyang memaju mundurkan pinggulku, Agus kembali menjamah wajah cantikku ini. Mukaku dengan ekspresi terangsang yang sayu ini tentunya tak bisa begitu saja dianggurkan olehnya. Hidungnya dan Lidahnya menjilat-jilati dan bermain-main di sekelumit wajahku yang seksi karena bulir keringat ini.

"Auhh uhh.. Shh... Mmh.. sshh.." desahku, "Kok masih belum keluar to, Mas?" tanyaku.

Entah kenapa aku menanyakan hal itu. Mungkin sisi malaikat yang menyuruhku. Namun sisi iblisku masih tak ingin ini semua berhenti.

"Keringetmu bikin kontolku keras terus, Mbak.." kata Agus sambil mencucupi wajahku ini

"Aduh.. ahh ahh.. uhh.. Mmaassss.." desahku.

Goyanganku makin liar saja menyambut responnya, kini Agus memegangi pinggulku dengan kedua tangannya. Dan yang tak kusadari tubuhku serasa makin panas. Tubuhku seolah menjadi makin sensitif di semua titiknya.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

"Sshhhhh.. Maass.. Shhh.. aakuuuhh udaaahhhh.. Plisss.." desahku.

"Shhh.. Oooohhh.. Aaaaaahhhhhhhh.. Oouuuuuuuuuuhhhhhhhhh.." teriakku mengerang dihajar klimaks.

Seeeerrrrrr.. Seeeeerrrrrrrrrrr.

Dengan posisi persetubuhanku yang berdiri ini membuat cairan orgasme yang keluar dari vaginaku memuncrat deras membasahi lantai ruangan pengap ini. Tanganku mencakar-cakar punggung Agus, dan beberapa saat kemudian tubuhku langsung lemas.

Aku tak menyangka aku yang belum lama tadi sudah orgasme, kembali dihajar oleh gelombang orgasme. Dengan penis keras beruratnya yang menancap makin dalam seperti ini apa yang bisa aku lakukan selain pasrah menerima aliran kenikmatan persetubuhan tak pantas ini.

Agus lalu menghentikan gerakannya di pantatku. Dia tertawa terkekeh keras. Seolah mengejekku yang kembali orgasme ini. Aku yang tadi mati-matian menahan arus nikmat ini dan pura-pura tangguh, tapi nyatanya aku sudah tiga kali orgasme meski aku tak mau mengakuinya.

Tapi di posisiku yang digendong ini, di orgasme ketigaku ini, semua cairan orgasmeku menetes jatuh yang tak bisa dipungkiri lagi bahwa aku memang didera klimaks. Sementara si pemuda cabul di depanku ini masih kokoh saja penisnya tak menunjukkan ada tanda-tanda akan selesai.

Kali ini Agus memberiku waktu untuk menghela nafas. Penisnya dia lepaskan dari vaginaku. Ada sensasi yang hilang saat dia menarik penisnya keluar dari vaginaku. Tiga kali orgasme membuat vaginaku sesensitif ini yang seolah nempel dengan penisnya dan terasa ngilu saat penis itu ditarik keluar.

Agus lalu merebahkan tubuhku di sofa lusuh ini pelan-pelan agar aku tak terjatuh dari gendongannya hingga pantat dan tubuhku merasakan empuknya sofa ini. Mataku terpejam. Aku kelelahan, seluruh tubuhku rasanya lemas. Aku tak tau apakah aku bisa melanjutkan ini semua, memenuhi semua keinginannya seperti kesepakatan awal.

Ketika aku sedang memejamkan mata dan mengatur nafasku. Tiba-tiba suatu benda lunak menempel di bibirku. ketika kubuka mataku, ternyata bibir Agus mengecup bibirku.

"Makasih ya, Mbak Jilbab.. Udah mau tak entotin.. Tubuh Mbak bener-bener nikmat dan spesial.. Nggak bakalan tak lupain seumur hidupku.." katanya.

Kata-katanya itu seperti tulus berterimakasih padaku. Seolah untuk sesaat aku lupa bahwa aku dipaksa untuk melayaninya dan tak seharusnya aku mengijinkan ini semua.

"Sayang banget ya Mbak udah punya suami.." kata Agus melanjutkan. Sorot matanya dalam menatap mataku, tapi kulihat itu bukan sorot mata cabul atau nakal yang biasa dia berikan. Melainkan seperti sorot kekecewaan. "Namanya siapa, Mbak? belum kenalan kita.."

"Sella.." aku menjawab cepat, sambil masih terengah-engah.

"Hehe.. Saya Agus, Mbak.." katanya, "Saya nggak ada niat buat nyakitin Embak lho.. Niat saya cuma pingin buat Mbaknya enak, hehe.."

Dann, sorot mata cabulnya kini kembali lagi setelah dia berucap seperti itu.

"Itu jilbabnya dirapiin lagi dong, Mbak.. Hehe.." lanjut Agus, "Sampeyan nafsuin banget kalau pakai jilbab, Mbak.."

Aku menggeleng kepalaku. Masih tak rela dan tak ikhlas untuk menuruti kemauannya itu. Tapi Agus kemudian memegang daguku. Sorot matanya tajam menatapku. Tatapan yang memberikan makna kalau aku tak punya pilihan lain selain menurutinya.

Sambil masih mengumpulkan tenagaku, aku lalu merapikan jilbabku syar'iku yang sudah makin kusut ini. Kurapikan sisi dahi dan sisi dagunya, seolah benar-benar membetulkannya agar auratku tak nampak oleh mata. Kontras dengan sisi bawah tubuhku yang padahal telanjang bulat.

Agus lalu kembali menarik tubuhku yang untuk sesaat tadi beristirahat. Tubuhku lalu dibaliknya di atas sofa ini. Kini posisiku menungging bertumpu dengan siku dan lututku di permukaan kulit abal-abal sofa ini.

Dari belakang kurasakan tangan kasar Agus mulai memegang pantatku yang membulat ini. Dari belakang pasti pantatku ini terlihat makin seksi di mata mesumnya itu.

Plakkk..

"Aiihh.."

Aku menjerit saat tangan Agus menampar kulit pantat putihku itu tiba-tiba.

"Hehe.. Bokongmu seksi banget, Mbak.." katanya, "Jilbab gede kaya kamu ternyata bodinya seksi gini.. Jadi penasaran sama yang pake jilbab gede yang lain aku.. Hahaha.."

"hhgghhh.. Uddaah, Mas.." rengekku

Plakk.. Plaakkkk..

Agus melanjutkan menampar-nampari pantatku dengan gemasnya, yang kubalas dengan desahan demi desahan di tengah kelelahan yang membuatku pasrah ini.

Aku sebetulnya tak kaget akan apa yang sedang dilakukan Agus itu. Pantatku memang sangat seksi. Bahkan suamikupun tak bisa untuk tidak gemas dengan dua bongkah daging sekal itu. Apalagi belahan bibir vaginaku yang rapat itu pasti terlihat makin menantang dengan posisi menunggingku macam ini.

Plakk.. Plaakkk…

"Aiih… Sakiitt… Ouuhh.." ibaku

Untuk kesekian kalinya Agus menampari pantatku hingga kurasakan pantatku mulai sedikit memanas dan terasa perih. Aku yakin pasti bongkahan itu kini telah membekas merah jelas, kontras dengan putih warna aslinya.

Agus lalu mendekatkan pinggulnya. Penisnya yang ternyata masih menegang keras itu bisa kurasakan mulai menggesek belahan pantatku. Agus lalu mulai menggesek-gesekkan batang penisnya disana.

Biji zakarnya kurasakan menggesek-gesek lubang anusku. Cairan vagina beserta cairan orgasme yang menempel di penisnya itu sebagian mulai mengering, membuatku merasakan sensasi geli saat bergesekan dengan belahan pantatku. Sensasi aneh yang kudapatkan di tengah kelelahanku ini.

Tak lama dari itu, Agus menurunkan pinggulnya. Lalu dia mengarahkan kepala penisnya tepat di gerbang kemaluanku. Lubuk hatiku yang terdalam sesungguhnya masih tak rela saat dia berusaha kembali menyetubuhiku, namun saat ini aku terlalu lelah dengan semua klimaks dan rangsangan yang telah kuterima.

Kepala penisnya yang terlumuri cairan vaginaku yang hampir mengering itu lalu dia gesek-gesekkan di bibir vaginaku. Posisiku yang menungging seolah memberi keleluasaan pada Agus untuk langsung tepat mengarah ke celah vagina rapatku itu.

"Sssshhh.. Hhhgghhh.."

Aku mendesis pelan. Mataku terpejam. Aku sesungguhnya berusaha tak menikmati perlakuan pemuda cabul ini terhadapku. Namun, vaginaku yang sudah tiga kali didera klimaks ini apa daya semakin sensitif saja. Gesekkan kepala penis Agus itu seolah mampu memberiku sengatan nafsu di sela-sela rasa lemasku.

"Ssshhh.. Sudah, Maass.. Plisss.. Sshh.."

Aku yang menungging ini benar-benar dalam posisi yang tak bisa menolak rasa nikmat saat Agus terus menggesek-gesekkan penisnya. Kepala penisnya dia gerakkan menyentuh searah garis belahan vaginaku.

Dan akhirnya tubuhku kembali mengkhianatiku dengan mulai lembabnya vaginaku. Kurasakan lendir vaginaku mulai merembes keluar disertai denyut vaginaku yang makin kuat. Agus terus menggesek-gesekkan kepala penisnya beberapa lama hingga vaginaku kembali makin becek.

Agus lalu mulai mendorong penisnya, mencoba kembali menerobos vaginaku. Namun usahanya ternyata tak semudah itu. Memang baru sebentar tadi vaginaku beristirahat dari penisnya setelah penis itu dicabut dari vaginaku. Akan tetapi itu adalah waktu yang cukup untuk vaginaku seolah merapat kembali.

Meski vaginaku juga sudah banjir lendir kenikmatan seperti ini, akan tetapi butuh waktu bagi Agus untuk beberapa kali memaju-mundurkan kepala penis itu di gerbang vaginaku. Berbeda dengan aku yang beberapa waktu lalu menolak penetrasinya dengan menggerak-gerakkan pinggulku. Aku kini seolah pasrah saja menerima perlakuan Agus.

Aku sudah terlanjur merasakan kerasnya penis itu merojok-rojok dinding vaginaku hingga aku menyemburkan lendir klimaksku. Sudah terlanjur berlumur dosa saat sejak tadi aku tak mampu menolak perlakuannya. Ditambah dengan tubuhku yang saat ini sudah lelah.

Yang bisa kulakukan saat ini adalah menahan desahanku agar setidaknya aku menunjukkan kesan bahwa aku tak menikmati perbuatan Agus ini. Meski itu sangat sulit kulakukan saat kepala penis Agus terus mendusel-dusel celah bibir vaginaku.

"Hhhhggghhhhhh.."

Aku mendengus saat kepala penis Agus tiba-tiba mampu menembus sempitnya bibir vaginaku. Liang kemaluanku itu seolah kembali dipaksa melar akibat aksi batang kelelakian gelap berurat Agus itu.

“Uugghhhh.. Memeknya nggak pernah dipake suaminya yah, Mbak? Kok sempit banget gini, Mbak.. Sama kaya memek perawan.. Ugghhh..” kata Agus sambil perlahan menggerakkan pinggulnya. Tangannya mencengkeram pinggulku.

Benda keras dan hangat itu didiamkan beberapa saat di dalam vaginaku. Tak lama kemudian, Agus mulai memompa pinggulnya hingga penisnya lambat laun masuk makin dalam bersarang di vaginaku. Rasa ngilu tak terperi kembali menjalar tubuhku.

Penisnya masuk makin kedalam vaginaku yang sempit ini. Gesekan di dinding vaginaku membuatku makin terangsang di tengah rasa ngilu kni. Agus mulai lagi menggoyang penisnya di dalam vaginaku.

Aku dapat merasakan penis Agus yang kini tengah menusuk-nusuk liang kemaluanku, lebih terasa nikmat mungkin akibat urat-urat yang mengelilingi batang penis itu. Tangan kiri lelaki itu membekap pangkal pahaku, lalu jari tengahnya mulai menekan klitorisku ini yang lantas dipilinnya dengan lembut.

Tak pelak ini membuatku menggigit bibir bawahku, menahan desahan nikmat agar tak keluar dari mulutku. Akalku tak kuasa menahan sensasi yang menekan dari dasar kesadaranku ini.

Birahi makin menjalari badanku mengalahkan rasa sakit akibat penyobekan vaginaku oleh penisnya dan menggantinya dengan rasa nikmat, apalagi tangan kanan lelaki muda itu kini menyusup ke balik jilbabku, lalu memilin-milin puting susunya yang sangat sensitif ini. Aku mati-matian menahan gelora ini saat dua titik paling sensitifku dimainkan oleh dua tangannya.

“Urrghhh.. Ayo Mbak Sella.. Nggak usah sok jaim gitu..” katanya, "Kita sama-sama enak to ini, memekmu makin njepit kontolku lho iki.. Urrggghh.."

Agus terus memaju mundurkan penisnya yang terjepit di dalam vaginaku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, mencoba melawan terpaan kenikmatan di tengah tekanan rasa malu. Tapi akhirnya aku tak mampu. Hingga desisan nikmat dan tanpa sadar keluar dari mulutku.

“Hhhmmm.. Ssshhhh..” rontaanku sebelumnya entah mengapa kini berubah menjadi desisan.

“Hmmmppphh.. Mmmmppphh..” desahku.

Nafsu birahiku kini mulai mengambil alih akal sehatku lagi. Pompaan penis Agus di vaginaku kurasakan makin cepat. Tubuhku menggeliat merespon gerakan penisnya di dalam vaginaku.

Splok.. Splokk..

Pinggul Agus beradu dengan pantatku seiring dengan makin cepat pompaan penisnya. Vaginaku mulai terbiasa dengan penis Agus. Gesekkan penisnya yang memenuhi liang senggamaku ini membuat birahiku kembali naik.

Plakk..,

"oughhh... ", desahku ketika Agus menampar pantatku yang membulat itu.

"Urrrggghh.. Seksi banget kamu kalau digenjot dari belakang gini, Mbak.. Kamu kurus tapi bokongmu gede montok.. Urrrggghh.." erang Agus.

Agus lalu ikut sedikit menundukkan tubuhnya mendekati tubuhku yang menungging membelakanginya. Sambil masih memompa penisnya di kemaluanku, Agus lalu menyingkap jilbab syar'i yang kupakai hingga nampaklah leherku dari belakang.

Lalu dia mendekatkan kepalanya dan mulai menciumi leherku. Hangatnya lumatan bibir dan lidahnya menambah syahwat berkali-kali lipat.

"Ousshhh.. Ahh.. Sshh.. Mmhh.." desahku.

Sodokan penis Agus tak ia hentikan, malah temponya dia naikkan. Ciumannya di leher jenjangku ini makin intens dan lama-lama berubah menjadi sedotan dan cupangan.

"Ouhh.. Aiiihhh.. Jangan digigiitt Mmass.. Sshhh.. Nanti mbekas.. Sshhh.. ouuhh.." kataku di tengah desahanku.

"Cuupphh.. Mwuuahh.. hehe.. nggakpapa, Mbak.. Urrgghhh.. kenang-kenangan dariku yang pernah ngentotin kamu.. Hhgghh.." erang Agus.

Agus melanjutkan lagi lumatannya di leherku. Aku yakin kini leherku yang jenjang dan putih bak pualam itu kini pasti sudah ternodai bercak merah di sana.

Oh tidak! Bagaimana jika Mas Bagas lihat bekas cupangan pemuda cabul ini? Bagaimana jika Mas Bagas curiga? Kebohongan apa lagi yang harus aku utarakan kali ini untuk menutupinya?

Pikiranku yang melayang sejenak itu lalu kembali teralihkan akibat genjotan Agus yang semakin intens saja. Tubuhku makin penuh peluh keringat. Buah dadaku yang besar dan bulat ini menggantung terayun-ayun indah.

Birahi perlahan menenggelamkanku membuatku dengan cepat ikut menikmati alunan persetubuhan penuh gairah ini.

e68f7f1362608633.gif


Splok.. Splokk..

Pinggulku kini secara tak sadar maju mundur mengikuti irama pompaan pinggul Agus. Aku yang tadinya menolak perlakuannya, kini kembali menyerah kepada nafsu syahwat yang mulai menyelimutiku.

Tangan Agus kini dipindahkan ke pinggulku, dan makin kuat mencengkram pinggulku sambil terus memompa penisnya maju mundur di dalam lubang vaginaku.

Nafsu birahiku kini mulai mengambil alih akal sehatku lagi. Pompaan penis Agus di vaginaku kurasakan makin cepat. Tubuhku menggeliat merespon gerakan penisnya di dalam vaginaku.

"Ouhh...sssshhhh.. Mmass... umhhhh.... oughh..." desahku.

Penis kerasnya terasa mengisi semua rongga vaginaku. Otot-otot vaginaku kurasakan melar saat menelan penisnya itu. Membuatku didera kenikmatan hingga akupun makin menggerakkan pantatku maju mundur.

Splokkk.. Splookk.. Splokkk..

Keringat makin banyak keluar memandikan tubuhku di tengah persetubuhan panas penuh dosa ini. Vaginaku terus mengeluarkan lendir kenikmatannya seolah memberi semangat pada penis Agus yang sedang keluar masuk ini.

"Oouuhh.. Ssshhhh.. " desisku yang masih murahan sebisa mungkin.

"Urrgghhh.. Udah nggak usah malu-malu.. Mbake dah biasa sama kontol kan.. ini memeknya juga makin banjir gini.. Urggghh.." erang Agus.

"Di gambarnya kayaknya Mbak juga seneng banget kalau dipake banyak kontol, Hahaha.. Urggghh.." ejek Agus

Seluruh tubuhku seolah-olah mengiyakan perkataannya itu. Aku kini memang dilanda keninkmatan, padahal beberapa saat tadi aku sudah berjanji untuk tak mau menyerah pada nafsuku. Namun tubuhku berkhianat.

"Sshhh.. Aaahhh.. Hmmhh.. Oouuuhhh.."

Mulutkupun kini mulai menyuarakan desahannya. Seolah tak malu lagi pada lelaki cabul yang bukan mahromku yang sedang menyodok-nyodokkan penisnya dari belakangku ini.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Ohh.. Ahhh.. Sshh.. Aahhh.. Hmmmmhhhpp.." desahku.

Sekitar 10 menitan digenjot dengan posisi doggy style, tubuhku mulai merasakan desakan orgasme mulai menyodok-nyodok. Lenguhan dan teriakanku mulai semakin tidak terkendali seperti halnya goyangan pinggulku.

"Ooohhh... Mmmass.. Aaaaaaaaaarrrhhhhhhh..."

Crrttt.. Crrrttt.. Crrrttt..

Desahku agak keras diikuti tubuhku yang menggelinjang merasakan orgasme yang kudapat. Punggungku menekuk ke atas, mataku membelalak merasakan gelombang klimaks yang kudapat dari pemuda cabul ini.

"Uurggghhh.. Aku juga keluar, Mbak.. Urrrggggghhh.."

Crott.. Croottt.. Crottt…

Di saat yang hampir bersamaan, aku meraskan semburan sperma keluar dari penis Agus menyiram rahimku yang beradu dengan cairan orgasmeku sendiri. Badanku langsung lemas.

"Kok di dalem, Mass?" tanyaku lemah terengah-engah.

Agus tak menjawabnya dan memegang erat pinggulku. Melepaskan semua semburannya. Ada jeda untuk sesaat aku menikmati orgasmeku. Semudah ini ternyata menyerah pada nafsu birahi. Aku yang beberapa waktu lalu masih meronta-ronta menolak perlakuan ini, kini sudah lemas menggapai empat klimaksku.

Di klimaks yang terakhir ini aku tak malu lagi meraih orgasmeku dengan menggerakkan sendiri pinggulku, hingga membuat Agus juga klimaks bersamaan. Setelah beberapa saat, Agus melepas penisnya dari vaginaku. Lelehan sperma bercampur cairan squirtku keluar meleleh membasahi pahaku dan menetes di sofa lusuh ini.



------

"Mbak, bersihin kontolku dong.." kata Agus yang tiba-tiba sudah berada di depanku. Batang penisnya yang beberapa saat lalu memberiku orgasme itu sudah tepat di depan bibirku. Aku berada di tengah kelelahan setelah orgasme demi orgasme melandaku.

Akalku sudah benar-benar tak memiliki andil apapun terhadap tubuhku. Hanya dorongan birahi yang kini mengambil alih. Bibirku lalu terbuka tanpa perlu diminta dua kali.

"Sluurppp.. Sluurpppppp.. Sluurrrppppppp.."

Akupun mulai menjilat-jilat batang penis gelap itu. Aroma anyir sperma melumuri penis yang tak lagi menegang itu, bercampur dengan bau khas cairan orgasme dari vaginaku.

"Sluurppp.. Slurrppp.."

Kujilat-jilati seluruh permukaan penis itu seperti aku menjilati es krim kesukaanku dengan sperma sebagai topping nya. Aku angkat penis itu dengan tanganku dan kubersihkan sisi bawah lipatan di batang penisnya. Aku jilati semua bagiannya hingga semua permukaan penis itu bersih dari noda sperma dan berganti dengan air ludahku. Sisa-sisa spermanya yang menmpel di bibir dan lidahkui aku telan habis.

"Sloopps.. Sloopps.."

Aku lalu memasukkan kepala penis Agus itu ke dalam bibirku. Kulakukan sedotan bibirku ke kepala penisnya.

"Urrrgggghhhhh.." erang Agus mendapati empotan super mulutku.

Yang tak kukira, ternyata penisnya kembali menegang di dalam mulutku. Agus memegang belakang kepalaku dan menggerakkannya maju mundur. Aku yang masih kelelahan ini hanya pasrah saja.

Penisnya semakin lama semakin menegang saja. Akupun lalu menyadari bahwa perbuatan cabulnya terhadapku ini belumlah berakhir. Ada satu sisiku yang menyesal kenapa barusan aku mau menservis penisnya dengan mulutku, karena ini berarti aku masih akan lama berada di sini jika penis itu kembali mengeras.

Namun entah setan apa yang menghinggapiku, satu sisi lain diriku merasa excited jika penis ini kembali menegang.

"Slurrpp.. Slurrppp.. Clop.. Clopp.."

Agus masih menyarangkan penis nya ke dalam mulutku. Penis hitamnya itu membesar dan menegang beradu dengan mulutku yang mungil ini. Aku harus kembali bersusah payah membuka mulutku selebar mungkin untuk menerima batang penisnya.

Agus memompa pinggulnya, memasukkan penisnya semakin dalam semakin dalam hingga masuk ke pangkal kerongkonganku.

"Glok.. Glokk.."

Mulutku kadang tersedak oleh dorongan penisnya yang menusuk pangkal mulutku. Aku tak bisa mengeluarkan penisnya karena kepalaku ditahan tangannya. Aku hampir-hampir kesulitan bernafas hingga air mata keluar dari pelupuk mataku. Belum lama penis itu memuntahkan isinya, tapi kini seolah penis itu kembali prima.

"Ugghhh.. Mbak Sella manteb banget emutannya.. Kaya lonte, doyan kontol ya kamu, Mbak.." katanya "Urrgggghhh.. Telen kontolku, Mbak lonte jilbab.. Hhhggghhh."

Ejekan Agus itu dibarengi dengan gerakkan pinggulnya yang makin cepat, penisnya maju mundur di dalam mulutku.

"Clop.. Clopp.. Cloppp.."

Penis Agus keluar masuk. Selangkangannya bertumbukkan dengan wajahku. Selama beberapa saat penis itu kutelan dan beberapa kali menohok pangkal mulutku. Hingga makin lama, mulutku kembali terasa pegal.

Agus lalu menarik keluar penisnya. Air liur melumuri batang penis itu. Kembali lagi, penis itu menunjukkan kerasnya dengan urat-urat yang mengelilinginya. Agus lalu menarik tubuh dari sofa ini. Entah apalagi yang dia inginkan dariku saat ini.

Agus lalu berganti berbaring di sofa ini. Penisnya tegak mengacung layaknya tugu. Aku lalu diminta naik ke atas selangkangannya. Meski lelah, tapi tubuhku patuh saja menuruti lelaki cabul ini. Aku lalu beranjak naik ke sofa, menaiki tubuhnya.

Badanku menghadap Agus saat aku perlahan menurunkan pantatku mendekat ke arah selangkangannya. Makin turun hingga kini penisnya yang menjulang itu menempel tepat di bibir vaginaku. Aku pegang penis keras itu dengan tanganku.

Penis itu lalu kugesek-gesekan tepat di bibir vaginaku.

"Shhhhh.. Houhghhhh.."

Aku melenguh merasakan vaginaku yang makin sensitif ini mulai dirangsang oleh penis keras gelap milik Agus itu. Gesekkan kepala penisnya kugerakkan makin cepat, hingga vaginakupun mulai lembab. Sudah berkali-kali orgasme, tapi entah mengapa nafsuku kini malah mudah naik lagi.

Aku lalu mulai memasukkan kepala penis itu ke dalam vaginaku, sudah tak sabar rasanya merasakan kerasnya penis itu di dalam vaginaku. Sempitnya vaginaku membuatku harus beberapa kali menaikturunkan pantatku. Setelah beberapa kali usaha, akhirnya kepala jamur itu mampu menembus sempitnya celah labia vaginaku.

Aku turunkan tubuhku hingga penis Agus kembali penuh kurasakan mengisi vaginaku yang masih terasa sesak ini. Tak berlama-lama aku segera menggoyang tubuhku. Tangan Agus lalu masuk ke balik jilbab syar'i yang kupakai dan meremas-remas tetekku. Putingku dipelintir dan kadang ditarik ke depan.

"Ooh.. Aahhhh... Ohhh..." desahku.

Nafsu yang kini betul-betul seratus persen menguasaiku membuatku tak maul lagi mendesah dengan kerasnya. Aku sudah lupa daratan bahwa aku ini adalah seorang istri sekaligus akhwat sholehah yang seharusnya menjaga adab dan akhlak ku.

"Ugghhh.. Istri orang tapi memeknya kok sempit gini, Mbak.. uugghhhh.." kata Bagas, "Embak harusnya jadi lonte beneran aja, Mbak.."

"Ooohhh... Aahhhh.. oooooohhh.." desahku.

Mendengar ejekannya itu entah mengapa membuatku makin panas. Aku gerakan pantatku makin liar, kedepan belakang dan memutar-mutar. Buah dadaku juga turut bergoyang-goyang indah. Agus lalu memindahkan tangannya dan meremas bongkahan melon ini.

Agus juga menggerakkan pinggulnya dari bawah. Penisnya terasa keras mengisi vaginaku. Lubang vaginaku yang sempit ini terasa penuh sesak. Pompaannya membuat dinding-dinding vaginaku bergesekan dengan batang penisnya.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

Gairahku menjalari setiap simpul syaraf tubuhku. Seolah memberi doping tambahan energi bagiku yang tadinya lemas karena berkali-kali orgasme. Pantatku masih kugoyang-goyangkan di atas selangkangan Agus.

b743b61362608637.gif


Keringat terus mengucur membasahi ujung ke ujung jengkal tubuhku. Jilbab syar'i yang kupakai ini juga makin kusut dan acak-acakan saja.

Agus lalu merubah posisinya. Dia menggeser tubuhnya hingga kini dia duduk bersandar di sofa dengan kaki menjejak di lantai. Dia memintaku untuk berputar. Akupun lalu berputar hingga kini aku membelakangi Agus tanpa melepas penisnya dari vaginaku. Kakiku kini menjejak lantai juga.

Plakk..

"Aiihhhh.."

Agus menampar pantatku dengan gemas, yang langsung aku ikuti dengan lenguhan dari mulutku

“Uggghhh.. goyang lagi, Mbak.."

Aku yang masih digantung oleh kenikmatan ini langsung memulai goyanganku lagi. Gerakanku kini malah lebih liar karena aku bisa menapakkan kakiku. Aku menunggangi penis milik Agus dengan pelan, menaik turunkan pantatku tak lupa untuk memutar pinggulku dengan liar.

7948a91362608642.gif


"Aaahhh... Ooohhh.. Aaahhhh.."

Desahan-desahanku kembali memenuhi ruangan pengap ini. Sembari bergoyang, tanganku berpegangan pada lutut Agus. Seluruh badanku seolah-olah sungguh liar bersetubuh dengan posisi ini.

“Ouhhhh... Ssssshhhh... Euhhhhh...... Ahhhh.., ”

Desahku penuh gairah sembari menggoyang penis berurat Agus didalam vaginaku. Agus pastinya juga merasakan kenikmatan dari goyanganku ini. Dengan posisi reverse cowgirl ini, penisnya terasa dalam menjelajahi vaginaku.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Uurrggghhh.. tadi pas lepas baju, goyangmu kaku.. Tapi pas kena kontol gini goyanganmu mantebb banget, Mbak.. Urrgggghh.. memekmu njepit banget.." kata Agus di tengah erangannya.

Komentar jorok dan nakalnya itu entah mengapa membuatku makin bergairah. Seolah menjadi lecutan semangat tambahan hingga akupun menggoyang pantatku meliuk-liuk makin liar menelan batang lelaki beruratnya itu.

"Urrgggghhh.. binal banget goyangannya, Mbak Jilbab.. Ugghh.. Ternyata emang beneran enak memeknya istri orang gini.. urrgghh.." erang Agus.

"Kalau suaminya lihat kamu lagi goyang gini gimana, Mbak?" Tanya Agus tiba-tiba.

Aku lalu menggeleng-gelengkan wajahku cepat. Aku tak mau suamiku melihatku sedang terangsang dan keenakan saat penis haram ini mengobrak-abrik vaginaku.

"Jangan.. Sshh.. Nggak boleh.. Sshhh.. Ahh.. Ouhh.." desahku.

Aku masih memacu penis Agus dengan goyangannku, Kadang pantatku naik turun dengan cepat, dan kadang melambat memainkan tempo, aku mencoba meliuk-liuk diatas batang penisnya ini.

Wajahku sesekali kutolehkan ke belakang. Memberikan tatapan wajahku yang sayu terangsang ini pada Agus.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

"aaachhhh... Ooohh... Sshhhh..." Desahan-desahan nikmat dari mulutku menandai keluar masuknya penis Agus di vaginaku.

Dengan posisiku di atas seperti ini, kurasakan penis ini menyodok semakin dalam bahkan hingga menyentuh dasar rahimku yang mampu membuatku menggelinjang ketika penisnya masuk seutuhnya.

Tubuhku sepertinya tak rela kalau sensasi ini cepat-cepat berlalu, tetekku yang sudah menegang terayun-ayun ini mulai aku remas-remas sendiri untuk menambah rangsangan dan sensasi nikmat.

Agus juga membantu menyodok-nyodok penisnya ke atas, sehingga membuatku berteriak makin kencang. Sambil menyodok vaginaku, tangan Agus tak tinggal diam dan meremas-remas pantatku. Malah terkadang dia membantu mengangkat pantatku lalu menurunkannya lagi dengan cepat.

Splokk.. Splookk.. Splookkk..

Gelombang orgasme perlahan mulai datang lagi menghampiriku. Seluruh bulu kudukku rasanya merinding. Gerakan pantat sekalku ini makin liar tak beraturan aku yang sedang di atas ini lalu mengerahkan segala daya upaya untuk mencapai klimaksku.

Saat aku sedang liar-liarnya menggoyang pantatku di atas selangkangan Agus, tiba-tiba kudengar suara pintu di depanku.

Krieeeekkk..

Pintu terbuka, dan aku kaget melihat sosok yang ada di balik pintu itu.




PART 11 "Dilution" to be continued...
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd