Agen Terpercaya   Advertise
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

MISTERI Nyai Ajeng Galuh Andini - a Mini Series

Status
Please reply by conversation.

fran81

Guru Semprot
UG-FR
Daftar
4 Nov 2010
Post
574
Like diterima
2.836
Lokasi
Di Anu
Bimabet
Salam Hormat Master dan Suhu di mari, Nubi berencana untuk membagi tulisan nubi yang lain. Masih dalam rangkaian D-Universe
Jadi, untuk lebih memahami alur ini, nubi encourage Suhu dan Master dimari untuk membaca dahulu Cerbung Trampoline




Nyai Ajeng Galuh Andini
(Mistery Mini Series)



a Silly Mini Series

by

Franciscus D

Chapter & Update:
Kembali Kepelukanmu
Telik Winarna
Sendang Kahuripan
Darubeksi Nyai Ajeng Galuh Andini Pt.1
Darubeksi Nyai Ajeng Galuh Andini Pt.2
Darmasunyata Pt. 1
Dharmasunyata Pt.2
- TAMAT-



Mohon Do'a dan Restunya, semoga cerita sederhana nubi bisa diterima oleh Suhu dan Master di mari
Nubi hanya menyalurkan hobby menulis nubi, mohon maaf sebelumnya apabila masih banyak kekurangan disana-sini

Selamat menikmati
:ampun::ampun::ampun:
 
Terakhir diubah:
Dimulaikan...

Kembali Kepelukanmu

Wanita setengah baya ayu nan anggun itu kupandang dengan perasaan campur aduk. Sadar kalau dari tadi kupandangi, wanita itu menghentikan aktifitasnya, menjemur baju di halaman depan rumahnya dan balik memandangku dengan aneh. Lalu, seperti tersadar akan sesuatu, mungkin karena dia mengenaliku, wanita itu menutup mulutnya dalam pandangan melotot tidak percaya. Dengan gamang beliau berjalan tertatih mendekatiku

“De… Deny?” ucapnya terbata gemetaran setelah sampai didepanku, meraba wajahku yang kini dipenuhi jambang yang sengaja tidak aku cukur delapan belas bulan belakangan ini

“Bunda…” Aku pun tidak mampu menahan air mataku

Dan kami berpelukan dalam haru…

---

Sudah semingguan aku berada dirumahku lagi. Dirumah Bunda-ku, lebih tepatnya. Sebagian besar waktuku, kulewati dengan sedikit bermalas-malasan. Bukan apa-apa sih, masa sterilisasi selama delapan belas bulan yang harus kujalani benar-benar membuatku rusak secara fisik dan mental. Selama jangka waktu itu, selain aku berjuang untuk memulihkan diri, aku juga ‘Di-Bujuk’ untuk melakukan beberapa ‘Pekerjaan Paruh Waktu’ yang sebagian besar darinya menambah kerusakan yang sebelumnya sudah kuderita

Kerusakan Fisik dan Mental, sekali lagi kalau kamu mau aku mendiskripsikannya lebih lengkap

Yah, bukan pekerjaan istimewa sih sebenernya, mendak-mendak di salah satu tower dengan pengamanan paling ketat di Asia, dengan resiko ‘Shoot on Sight’; UOB Tower One di Raffles Place, Singapore untuk menanam Dongle pada server mereka sehingga hacker-hacker kami bisa meretas data-data, bukanlah suatu hal yang bisa dengan bangga diceritakan begitu saja

Atau pekerjaan yang sedikit lebih meriah? Ngacir terbirit-birit di pinggiran hutan hujan Sagaing, Myanmar, dengan berondongan timah panas yang seru, mungkin adalah hal yang lebih patut didongengkan. Apa aku harus menyebutkan kalau aku juga membawa barang curian berupa tabung-tabung kaca berisi virus termodifikasi di tas punggungku? Yang kalau salah satu aja pecah disana, bisa dipastikan aku akan sayonara-bye -bye? Bersama semua mahluk hidp dalam radius puluhan kilometer persegi, kalau aku boleh menambahkan dramatisasinya

Atau sesuatu yang lebih cool mungkin? Hampir hypothermia karena harus menginap semalaman di salah satu cold storage ikan di Kedah, Malaysia, saat dikejar-kejar oleh mafia setempat karena operasi kami menyabotase kegiatan mereka, bukan salah satu pengalaman yang cool ya? Tapi sumpah, cool abis di dalem kulkas raksasa itu. Duinginnn…

Cool man!

Begitulah, dan kenapa aku terlibat? Mudah, mereka sudah mengeluarkan biaya yang besar untuk-ku, untuk pengobatanku, untuk usaha sterilisasiku, untuk menghilangkan jejak keterlibatanku dalam urusan si Vincent edan, dan tidak ada yang gratis didunia ini. Bagi mereka, aku adalah Expendable Assets. Sebuah alat yang sudah dibeli dan bisa dibuang kalau sudah tidak berfungsi secara semestinya. Sedih ya?

Delapan Belas bulan, itu kehidupan yang sangat suram, atau bisa di bilang: Ujung kematian yang sangat suram. Dan aku seharusnya tidak boleh bercerita soal ini. Apalagi mengenai ‘operasi’ kami di Jakarta, ah…

Sudahlah…

Dan janji mereka tentang kesempatan komunikasi dengan keluargaku yang ‘seminggu dua kali’, direvisi menjadi hanya ‘dua kali’ itupun tidak direct contact, aku hanya di-ijinkan untuk titip salam – sebuah revisi sepihak yang kejam, mengingat beratnya pekerjaan demi pekerjaan yang terpaksa kulakukan untuk mereka. Tapi aku bisa apa jal?

Dan luka didadaku, semakin sering terasa berdenyut-denyut, terutama akhir-akhir ini, setelah aku ‘keluar’ dari sterilisasi dan tidak lagi mendapatkan ‘injeksi obat’ itu tiap tiga hari sekali. Kata dokter ku, memang kerusakan yang kuderita pada jantung dan paru-paru-ku bisa jadi cacat permanen.

Ah, Cakar Naga gila itu…

Dan tambahan luka tertembus peluru naas di pinggul, lengan, serta paha-ku ini tidak membuatnya lebih baik. Secara sederhana, bisa dibilang: Aku sudah rusak.

Sekali lagi lengkapnya: Rusak Fisik dan Mental

Ah…

Malah akhir-akhir ini aku berfikir, Delapan Belas bulan itu adalah kesempatan hidupku yang sebenarnya, dan setelah itu, mereka hanya melepaskan-ku untuk… Mati?

“Ini teh nya mas, diminum, jangan cuman dianggurin kayak kemarin…” suara ganjen bernada meledek-becandaan itu terdengar cempreng, memecah lamunan tak berujung pangkal-ku. Si pemilik suara membungkuk dimeja tamu sambil meletakkan gelas berisi teh. Kulirik sekilas belahan payudaranya yang sedikit terbuka karena posisi menunduknya. Hadeh, ngapain juga aku harus ngelirik susu-nya?

“Eh, mbak Marni, kapan datang?” ucapku ngawur pada wanita setengah baya ganjen, pembantu part-time di rumah bundaku sejak aku masih SMA dulu

Mba Marni datang dua hari sekali untuk bersih-bersih dan menyetrika. Orangnya memang grapyak, baik, suka ngobrol, ramah dan akrab dengan semua anggota keluarga kami

“Halaah… mangkanya jangan ngalamun terus, sampai ada orang lain di rumah juga gak tau” nyinyirnya

“Hehehe… tau lah! Orang dari tadi aku juga ngelihatin pantat mbak marni yang megal-megol pas ngepel” candaku sedikit kurang-ajar. aku memang ganjen kalau sama mba Marni. Orangnya juga asyik kok, gak pernah tersinggung digituin. Lagian aku tau dari tadi kita hanya berdua di rumah. Bunda dinas, Ayah masih di luar negeri – gak jelas negeri apa, pelaut satu itu memang gak pernah jelas, sedangkan kedua adik-ku kan kost, kuliah.

“Dasar kurang ajar!” kata mbak Marni sambil menjewer gemas telingaku. Aku cuman ngekek-ngekek

“Emang udah selesai kerjaannya mba?” tanyaku

“Belum, istirahat dulu ah, Ibu nanti kan pulang-nya abis isya …” jawabnya

“Oya? Kok bunda gak bilang aku ya?” timpalku sambil garuk-garuk kepala songong

Mbak Marni malah mendelik “Maksudnya? Lha wong ibu tadi pamitan sama mas Deny lho ya! Makanya jangan ngalamun terus! Pamali! Anak muda kok kerjaannya ngalamun terus!” cerocosnya sambil mentowel pahaku. Mbak Marni ini memang sukanya kalau ngobrol sambil towal-towel. Ganjen kalau kata adik ku yang Bungsu. Dia suka risih kalau ngobrol sama mba Marni, tapi aku sih biasa aja. Kadang lucu aja nanggapin komentar-komentar lugu-nya

“Iya! Iya! Mba Marni cerewet ih!” rajuk ku

“Eh, mas Denny kemana sih mas? Menghilang begitu saja, Ibu sampai stress lho mikirin mas Denny, mana tidak pernah kasih kabar… kasihan ibu mas, sering nangis sendiri. Mas Denny kan anak kesayangan Ibu…” cerocosnya lagi

“Iya, udah ah, gak perlu dibahas ah mba. Eh, gimana kabar mas Agung sama Agus?” kataku mengalihkan pembicaraan

“Agus ikutan mas nya ke Jakarta, jadi Satpam Bank di sana mas… Alhamdullilah sudah lumayan sekarang” jawabnya

“Sama mas Agung? Alhamdullilah mba, aku ikut seneng. Wah, berarti sekarang mba Marni bebas pacaran terus to ya sama lik Parto”

“Maksudnya?” jawab mba Marni malah melotot

“Lha, kan anak-anak sudah tidak di rumah, tinggal kalian berdua kan? Masuk pak Eko!! Jaranan pak ne!” candaku lagi

“Gini nih kalau orang Kudet! Sok tau tapi Kudet!” hardiknya sambil mencap-mencep melotot lucu

“Kudet? Maksudnya kurang apdet? Lhah? Aku salah ya?” Tanya ku heran

“Aku kan sudah pisah mas sama bapaknya Agung” jawabnya pendek, getir

“Lah? Maaf mba, gak denger bener iq, maaf… kapan iq? Kenapa?” tanyaku sambil menegakkan posisi duduk, sumpah, aku gak tau

“Udah lama mas, udah hampir tiga tahun lalu. Wis ben mas, deknen kecantol rondo orang Mbayat” kenangnya dengan sedikit pandangan menerawang

“Maaf mba, aku benar-benar gak tau…” sesalku, sambil sepontan mengelus-elus bahu-nya

“Nggak papa mas, wong aku juga gak woro-woro pengumuman kok… hal kayak gini, memang gak harus di umum-umum-in” candanya kecut

“Semangat mba, aku juga jomblo kok, asik aja keles…” candaku sok menghibur, absurd sih

“Omonganmu mas… Lha yo beda to ya!”

“Beda apanya? Sama-sama jomblo ini, gak ada beda lah!” candaku cuek sambil menyeruput teh yang tadi dibikinin sama mba Marni. Jujur aku sebenernya salah tingkah, ter-check-mate sama omonganku sendiri, tapi melihat pembawaan mba Marni, kukira dia memang sudah bisa menerima kenyataannya, jadi ya… mbu ah…

“Ya beda lah! Mas Deny kan memang belum nikah, jadi masih terbiasa sendiri, kalau aku, yang biasanya ada temennya tiba-tiba harus sendirian, kesepian gitu…” malah curhat nih embak

“Kesepian gimana? Kalau kesepian main lah kesini, ngobrol sama bunda, kan bunda juga di rumah sendirian”

“Iya sih, tapi gak gitu maksudnya, ah, mas Deny ki lho, masa gak tau sih maksudku”

“Apa-an emangnya?” godaku songong

“Ya kesepian lah mas, biasanya ada konco turu, temen tidur, sekarang tidur sendirian…” godanya genit

“Yaw is to, turu’o sana tak kancani di sini” godaku

“Ih mas Deny ki lho!” rajuknya sok manja ganjen sambil mencubit pahaku

“Aww! Iya tau, maksudnya, gak ada yang ngeloni kan? Tak keloni aku po?” candaku lagi sambil cengar-cengir semakin nggodain

“Ih, mas Denny ki lho…” rajuknya lagi sambil sekali lagi nyubit paha

“Hahaha… becanda kali mba! Serius amat….” Rajuk-ku tengil, sambil kubalas nyubit pahanya yang mengenakan rok lebar sebetis

“Ooo… becanda to, mba kirain beneran…” liriknya genit, sambil lagi-lagi nyubit paha

“Eeeeh?”aku memandangnya salah tingkah

“Dah ah, mba mau setrika! Ngobrol sama njenengan malah bawaannya mesum! Dah cari pacar sana, biar gak mesum terus pikirannya!” candanya absurd sambil lagi-lagi nyubit paha, trus beneran nggeloyor pergi ke ruang tengah tampat meja setrika disamping baju-baju yang memang sudah menggunung

Aku cuman memperhatikan langkahnya sambil nyengir. Geleng-geleng kepala

---

Sepeninggal mba Marni, aku kembali melamun, tapi kali ini, entah kenapa pandanganku terpaku sama sosok mbak Marni yang berdiri menyetrika di ruang tengah dalam posisi membelakangiku. Berapa umurnya ya? Kutarksir mungkin berkisar 40-45an. Dengan perawakan khas orang desa yang singset. Sebenernya mba Marni ini tidak jelek, walau memang tidak bisa di bilang cantik. Kulit hitam manisnya kusam, karena memang aku yakin tidak pernah tersentuh yang namanya perawatan

Pantatnya kulihat bergoyang-goyang pelan seirama gerakan menyetrika. Rambutnya yang selalu digulung keatas mempertontonkan tengkuk yang legam terbakar sinar matahari. Mbak Marni ini kemana-mana naik sepeda onthel. makanya perawakannya bisa singset begitu. Dan entah mengapa, baju terusan motif polkadot ndeso yang dipakainya itu membuatnya kelihatan semakin…

Ah…

Dan aku meraba selangkanganku, sial, aku ngaceng iq…

Napa aku ngaceng ya?

Ngebayagin apa sih?

Sial!

Dan entah iblis mana yang menggerakkan tubuh ini, aku kini sudah berjalan menuju ke arah mbak Marni sambil membawa mug teh yang tadi dibikinkan olehnya. Dengan canggung aku semakin mendekatinya dari belakang

“Mau minum mba?” bisikku lirih sambil menempelkan dada di punggungnya. Tangan kiriku memegang meja setrika sedangkan tangan kananku melingkari bahunya, menyodorkan mug teh didepan mulut-nya

“Eh!” mba Marni terlonjak kaget, mendapatkan perlakuan seperti itu, karena sekarang, aku seakan-akan sudah ‘memeluk-nya’ dari belakang sambil ‘pura-pura’ nawarin minum dengan cara paling absurd yang pernah terjadi dalam kancah dunia penawaran minuman, halah! Pinggulku pun kutempelkan sangat rapat kepantatnya, menekankan kontol ngacengku yang hanya terbungkus boxer ke belahan pantatnya

Aku yakin mbak Marni pasti kaget mendapati perlakuan tidak senonohku itu, namun dia kulihat masih bingung. Aku kembali mendorong mulut mug itu ke bibirnya

“Minum dulu mba, biar gak haus” paksaku. Kali ini, tangan kiriku yang tadi memegang meja setrika sudah melingkar di perutnya, sedangkan tangan kanan masih memaksakan bibir gelas itu ke bibirnya. Mba Marni membantu membenarkan posisi gelas itu dengan kedua tangannya. Memimum teh dengan ragu-ragu

Glek…

“Lagi…” bisik-ku lirih disamping telinganya. Bau keringat wanita sederhana ini dengan tajam menusuk indera penciumanku, mengantarkan rangsangan yang…

“Eh? Gluk..”Dan mba Marni menengguk lagi teh itu

“Lagi?” tanyaku lagi sambil masih berbisik dengan mulut yang sangat dekat dengan telinganya. Bahkan pipi kami sekarang sudah bergesekan

“U… udah…” desisnya

Dan aku meletakkan gelas ke meja setrika, lalu menggunakan kedua tanganku untuk memeluk perutnya. Sambil semakin mengeratkan pelukan dan menempelkan tubuhku dari belakang ke tubuh mba Marni, aku mengelus-elus lembut perut-nya yang tak kusangka begitu datar itu. Dan semakin menggesek-gesekkan pipi kami

“Mas… mas Deny… a…apa-apaan ini?” desis-nya tiba-tiba gemetaran sambil tanganya memengangi tanganku yang semakin liar merabai perutnya

“Sttt… aku cuman pengen memeluk mba sebentar, boleh ya mba…” rayuku absurd

“Mass… jangan mass…” desisnya yang berbeda dengan gesur tubuhnya yang kurasakan hampir tanpa perlawanan menanggapi tingkah tidak senonoh ku

“Sssttt…” desisku sambil masih menggesekkan pipi kami dalam posisi memeluknya dari belakang. Lalu kumiringkan wajahnya dengan tangan kananku, sehingga sekarang wajah kami berhadapan

CUP

“Egghh…” desisnya tertahan, saat aku tiba-tiba mencium bibirnya

Bau mulut ini, bau nafas ini, bau keringat ini, khas wanita desa yang polos. Aku masih menggarap mulut nya dengan lembut, aku tidak ingin lebih mengagetkan wanita ini. Apalagi memaksanya, kalau berontak dan teriak, bisa berabe. Dan semakin lama, kurasakan ada sedikit ‘perlawanan’ terhadap ciuman-ku. Bibir-nya mulai memagut-magut balik bibirku, bahkan saat sedikit kupaksakan lidahku kedalam mulutnya, mbak Marni malah mengenyotnya

Sambil masih memaguti bibirnya, aku memutar badan mba Marni, kini kami berhadapan, saling menempelkan dada dan berpagutan. Pinggulku kudorong-dorong, menggesekkan selangkangan kami. Kontolku yang masih berada dalam boxer, kurasakan panas tergencet selangkangan mbak Marni

CPLEK…

Ciuman kami terpisah

“Mas… sudah mas… aku takut mas… kalau ibu tau gimana?” Tanya-nya .

“Sttt… ini rahasia kita kan mba?” desisku

“I… iya… tapi…”

“Kecuali mba Marni gak mau, aku juga gak berani maksa… lagian, aku cuman mau… memeluk mbak Marni aja kok… boleh ya mba…peluk aja kok…” rayuku

“I… iya… kalau peluk aja… gak papa… tapi… nanti kalau ibu tahu gimana mas?” desisnya kurasakan masih sedikit bimbang

“Enggak lah, kalau mbak Marni nggak cerita, Bunda gak bakalan tahu…Kalau cium lagi boleh?” godaku lagi sambil nyengir

“Ih… mas Deny ki lho… jangan aneh-anegth… aght…” kupotong omongan mba marni dengan ciuman di bibirnya lagi

Dan kali ini mbak Marni lebih berani membalas ciumanku, bibir kami berkecipak, lidah kami saling membelit, aku mengeratkan pelukanku kepinggul dan bahu-nya dan mba marni memeluk bahu dan leherku dengan tidak kalah erat juga. Pelukannya kurasakan begitu bertenaga, mungkin karena mba marni terbiasa kerja kasar, jadi tenaganya juga kuat. Tubuh kami semakin menempel, tonjolan dadanya kurasakan erat mendesak dadaku dan pinggulnya juga sudah mulai bergoyang-goyang mengimbangi goyangan pinggulku

CPLUK…

Ciuman kami terlepas lagi, diiringi dengan senggalan nafas yang semakin berat

“Ke kamar yuk mba…” ajak-ku

“Eh! Ngapain? Emoh ah mas! Gak berani ah! Ibu nanti tahu…” tolaknya sok-sok-an ”AAAHHH….” Pekiknya kaget saat tiba-tiba aku membopongnya

“Sttt! Jangan teriak, nanti ada yang denger…” bisik-ku tengil

“Mbak mau dibawa kemana?” bisik-nya kemudian sambil cengar-cengir, malah mengeratkan pegangannya ke leherku. Protesnya yang absurd tentang ‘Bunda ku pasti tahu’ juga sudah berakhir

“Ke kamar”

“Ngapain?” bisiknya lagi sambil cengar-cengir malu-malu nggapleki

“Pelukan sambil ciuman dikamar lebih enak, eh, bantu bukain pintunya dong…” ujarku saat kami sudah sampai depan pintu kamar-nya bundaku

“Kok di kamar Ibu to mas? Dikamar mas aja…” protesnya sambil meraba-raba gagang pintu dan memutarnya sehingga kini pintu itu terbuka

“Sini kasurnya lebih gede, lebih enak…” argumenku absurd sambil nyengir dan meneruskan boponganku kearah ranjang Bunda-ku

“Akkhhh…” pekiknya pendek saat aku melempar tubuhnya ke kasur

Dengan cepat aku menyusul mba Marni, ku panjat tubuhnya sambil dengan kurang ajar kusingkapkan rok lebar-nya sampai ke pangkal paha, kulihat celana dalam creamnya sudah dekil dan agak robek jahitan selangkangannya. Entah kenapa pemandangan itu membuatku semakin bernafsu. Dan aku langsung menindihnya sambil kembali menyosor bibirnya. Kontol ku yang sudah tegang 100% langsung ku tempelkan di permukaan memeknya. Lalu menyodok-nyodokkan pinggulku sembari melumat bibirnya

“Ught… Mass… Janggaahh… “ racaun-nya absurd, karena sambil bilang jangan, mulut dan lidahnya dengan semangat mengimbangi ciuman nafsuku dan kakinya dengan erat melingkar dipinggulku, memaksimalkan gesekan kelamin kami, walau masih dibatasi kain boxer dan cawet-nya. Dan tanganku pun kini sudah meremas-remas dada mbak marni dari luar baju-nya, tak kusangka, dadanya masih sangat kenyal

“Ahh… udah mas… nanti kalau keterusan gimana?” ujarnya disela senggalan nafas, sambil masih melingkarkan kakinya ke pinggulku, menggesekkan kelamin kami

“Keterusan apa?” candaku sambil nyengir, sambil sesekali nyosorin bibir-nya singkat

“Ya keterusann…”

“Iya, keterusan apahh??” godaku lagi sambil memaju mundurkan pinggulku, semakin menggesekkan kelamin kami

“Ya kenthu lah…” jawab-nya polos

“Kenthu gimana? Wong cawetmu aja gak di buka gini to mba…”

“Ya jangan dibuka!”

“Siapa juga yang buka? Eh, tapi enak ya mba, pelukan sambil digesek-gesek gini…” godaku sambil mengayun-ayunkan pinggulku

“He’eh… enak… tapi nek dilebok-ke lebih enak jan’e mass… hihihi…” godanya sambil mengimbangi goyangan pinggulku. Aku kembali nyosor bibir-nya yang dibalasnya dengan tak kalah panas

“Mba, aku pengen nyusu, boleh?” rayuku tengil saat kami sudah kembali jeda berciuman

“Iihh… mas Deny nih lo aneh-aneh…”

“halah mba… boleh ya…” rayuku

“Yawis nih…” katanya cengar-cengir sambil sibuk membuka kancing depan baju terusannya, dan menarik BeHa untuk mengeluarkan payudara paruh bayanya. Pertama mbak Marni menarik keluar pentilnya sebelah kanan, lalu gantian sebelah kiri. Kedua payudara setengah kendor namun masih kurasakan kenyal saat tadi kuremasi itu mempunyai putting coklat yang menjurus hitam dengan aerola yang kecil. Aneh, biasanya kan aerola wanita setengah baya cenderung lebar…

Ah, peduli setan dengan aerola, karena aku segera mencucup putting itu dan mencecapinya bergantian

“Ahhh… isep yang kuat massss… penak mas… geliii…” Mbak Marni melenguh sambil meracau. Dan kami berguling-gulingan membuat ranjang bundaku berantakan

“Susu-mu enak banget mba…” desisku sambil memandang wajahnya setelah tadi puas men-cecapi kedua putting hitam-nya

“Udah puas nyusunya mas?”

“Mau lagi mba, tapi kontolku kok semakin ngaceng ya mba?”

“Iya nih, keras banget kontol-mu ngesek-ngesek turuk ku mas…”

“Enake piye ki mba?” godaku sambil kembali menggesekkan kelamin kami

“Mbuh ki mas, turuk ku juga gatel banget… Ahhh…” desisnya kacau sambil mengimbangi gesekan kelamin kami dengan jepitan kakinya yang melingkari pinggulku semakin erat

“Apa di masukin aja mba?” kataku sambil terus menggesek

“Emoh… wedi aku masss… takut… aduuhh… gatel banget turuk-ku massss… gesekin lagi mas yang kenceng…” racaunya

Kami kembali berciuman sambil menggesekkan kelamin yang masih dibatasi kain sialan itu

“Sstttt…. Aaahhh…. Gatel banget turuk-ku masss…. Gesekin kontolmu yang kenceng mas… sssttthhh…. Aaahhh… kenthu enak ki maass…” racaunya lagi

“Yo ayo kenthu ae…” desisku masih merayu

“Emoohh…. Wedi masss… takut aku masss…”

“Lha piye? Apa tak klamuti memekmu aja mba?” tawar-ku

“Apa masss?”

“Tak jilatin turukmu sambil tak klamuti itil mu, mau mba?”

“Jangan ah mas, maluuu… kan kotor mass, pesing…mbak pipis dari situ, masa di jilatin sih?”

“Tapi aku pengen jilatin memek pesing-mu mba… boleh ya?” rayuku songong sambil melorot turun ke arah selangkangannya. Kilihat disana permukaan memek ya sudah nampak basah banget, bahkan cairannya sampai nembus ke luar cawetnya

“Maasss…” erangnya

“Cawet mu tak copot ya mba…” pintaku saat sudah berada di selangkangannya, menghadap ke memek setengah baya kesepian yang sudah basah kuyup itu

“Ojo mass…. Aku wedi mass… aku takutt…” erangnya absurd

“Ya wis, gini aja…”

KREEKKK…

“Aaahh… kok cawetku mbok sobek to maaassss….” Protesnya wagu

Aku memasukkan jari ke robekan cawet yang memang sudah setengah rombeng itu, lalu merobeknya. Sehingga kini memek setengah baya dengan jembut lebat dan gelambir hitam yang sudah basah kuyup itu terpampang dengan polos didepanku. Itil-nya kulihat menonjol dengan eksotis dalam kilatan lendir yang membuatnya mengkilap. Tak menunggu waktu lama, aku sosor barang itu

SLURP…. SLURRPP… CLEK…CLEKKK…CCCLUUPP….. CLUPP… CLEK… CLEK… CLEK… CLEK… CLEK…

Aku mencecapi, menjilati, menyedot-nyedot memek hitam itu dengan rakus

“Ahhh… turuk ku… penak banget masss…. Aaahhh…. Adduuduuuduuuhhhh…. Aahhduuuu duuhhh…” mbak Marni semakin meracau

Setelah beberapa saat dengan ganas aku mencecapi memek paruh baya-nya mbak Marni, aku menghentikan perlakuanku kepada tempik jablay yang ditinggal suaminya kawin lagi sama janda itu, lalu memanjat lagi tubuhnya, menempatkan kontolku yang masih berada dalam boxer diatas nya dalam posisi menindih dan mulai menggoyang lagi, sambil nyosor bibirnya

“Amis mas lambemu….” Desisnya saat kita jeda ciuman

“Lha itu lendir cairane turuk-mu mbak…”

“Amis ngene kok ya kamu klamuti to mas turuk-ku….”

“Lha penak po ra turuk-mu tak klamuti mba?”

“Penak mas…. Tapi kok turuk-ku tambah gatel ya mas? Gesek meneh masss…”

“Ya wis, kawin wae yuk mbak, turukmu tak leboni ya…”

“Ojo masss…. Tenan mas, beneran, aku takut masss…. Takut tapi gatel banget ki turuk ku masss…. Piye mass?”

“Ya wis, digesek aja, tapi celanaku tak buka ya, biar kontolku langsung ngesek turuk-mu mba…” desisku

“ya wis mas, tapi jangan di masukin ya mass… aku takut masss….”

Tanpa ba-bi-bu lagi, aku membetot boxer-ku, kutendang-tendang sampai lepas. Dan tak lupa kembali menyobek cawet mba marni, sehingga sama saja sekarang memek itu telanjang di depan kontholku. Dan kelamin kami kembali menempel dan bergesekan

“Gimana mba, isih gatel po ra turuk mu?”

“Goyanggg.. teyuss mass… masih gatel mass… gatelnya tuh disini maaassss…”

“Ya wis, bentar!” desisku sambil mengangkat pantat dan meraih kontolku dengan tangan, lalu memgarahkan kepalanya ke bibir tempik mbak Marni

“Masss… ojo dilebokke mas… jangan di masukinn… aku jangan di kenthu mass… jangan masss… aku takut masss….” Ibanya sambil memandangku sayu, tapi tanpa perlawanan sama sekali

Aku menyosor bibirnya yang meracau itu, dan….

BLESSSS!!

Ku masuki juga tubuh mba Marni… Memek itu terasa begitu hangat dan peret, padahal cairannya sudah menggenang. Aneh juga. Dan mengempot-empot…

“Ogghhh… Aku kok mbok kenthu to massssss….” Desisnya, dan tiba-tiba mbak Marni meneteskan air mata…

“Sakit to mba?” tanyaku dengan intonasi sok iba

“Engggak mas…”

“Kok nangis?”

“Isin aku mass… malu…”

“Tapi, kalau gak sakit, berarti penak mba?” tanyaku

“Iya mas… penak masss… kontholmu besar mass… tempik-ku rasanya penuh banget…”

“Iya mba, Tempik-mu peret banget… enak banget mba…” lalu aku mulai memompa

Memek jabalay setengah baya itu kugenjot dengan semangat. Batang pelir-ku keluar masuk lobangnya dengan ganas. Aku mengambil posisi duduk, lalu dengan memegang pinggulnya, ku maksimalkan penetrasi batang kejantanan-ku. Ku sodok dan ku aduk-aduk sampai relung terdalam-nya. Mbak Marni pun tidak hanya mendesah-desah, pinggulnya bergerak-gerak liar. Ini persetubuhan paling tidak terstruktur yang pernah kulakukan. Mbak Marni benar-benar bergerak dengan acak dan liar

Perempuan kampung ini ternyata hyper. Walau mbak Marni tidak menguasai banyak gaya tapi permainannya liar seperti kuda binal, menjepit, berputar-putar, menjambaki rambutku dengan kalap, bahkan menggigit-gigit. Liar…

Dan siang itu kami begumul seharian…

Karena setelah orgasme pertama yang kami dapat bersamaan, dan kita berpelukan dengan baluran keringat birahi yang membajir, aku bilang “Aku ngecrot di dalem tempik-mu mbak…”

“Iya mas… pejuhmu rasanya panas banget… enakk mass…”

“Tapi aku masih ngaceng iq mba…” rayuku

“Masa sih mas, abis ngecrot masih ngaceng?”

“Lha ini…” kataku sambil kembali menyodok-nyodokkan kontol-ku yang memang masih tertanam di relung vagina-nya

“He’e iq, kok bisa masih ngaceng to mas?”

“Lha gimana? Tempik mu masih gatel gak mba?”

“Iya, gatel dikit mas… hihihi….”

“Tempik mu tak kawin lagi ya mba?”

“Siapa takut! Hihihi…”

“Dasar tempik gatel!” candaku sambil menggigit leher-nya

“Dasar kontol berangasan!” balasnya

“Kontol brangasan ngawinin tempik gatel, nih rasainnn…!!” Hardik-ku gemes dan mulai menggoyangnya kembali…

“Aaaaaahhh…. Tempik-ku… !!” jerit-nya absurd

Dan kami baru berhenti, saat menjelang Isya, takut ketahuan bunda

Edan…

Persetubuhan yang Edan…

Hadeh…

---

“Ini diminum” kata bundaku lembut, menyodorkan perasan kencur kepadaku, ditambah ramuan apa, aku tidak tahu. Malam itu, beberapa hari setelah kejadian edan dengan mbak Marni, aku terbatuk-batuk parah sampai mengeluarkan darah dari luka di tenggorokanku. Sial, radang ini kambuh lagi…

Aku sih ngikut aja disuruh minum ramuan itu, Bunda ku, mewarisi ilmu meramu jamu dari Eyang Putri. Beliau adalah penggiat jamu tradisional di kota kami

Bundaku mengelus elus punggung dan dadaku, seperti sebelum-sebelum-nya, setelah beliau mengetahui luka-luka ini, beliau selalu terlihat menahan tangis setiap kali menatapnya

Tapi, ibu mana sih yang gak akan sedih, melihat tubuh anak-nya rusak seperti ini?

Aku-pun hanya diam seribu bahasa, saat bunda mencecarku dengan ratusan pertanyaan tentang kemana sebenarnya aku selama delapan belas bulan ini, dan tentang luka-luka yang kuderita. Akhirnya dengan pengertian, beliau menyerah. Dan hanya memelukku dengan kasih sayangnya…

“Yang penting mas Deny kembali, bunda sudah bersyukur…” begitu simpulnya kemudian

“Maaf bund…” ibaku

“Bunda sudah menelepon pak lik-mu yang di Wanadri, di lereng Sumbing, besok si Bungsu Bunda suruh pulang untuk mengantarkan mas Deny ke sana…” kata Bunda-ku tiba-tiba

“Wanadri bund? Ada apa disana?”

“Ada pak lik mu, putranya mbah Mitro, kakak nya mbah mu…”

“Ngapain Bund?”

“Mencari kesembuhan…” jawab bundaku singkat

“Besok ke Rumah Sakit saja Bund…” tolak ku halus

“Melihat sayatan ini, medis sudah cukup membantumu, biar pak lik mu yang menyelesaikannya, percaya Bunda, kamu percaya Bunda kan?”

Aku mendesah…

“Kamu harus disembuhkan, mulai dari sini… lalu disini…” ucap bundaku tersenyum kalem, sambil menunjuk jidat lalu dada-ku

“iya bund…”

Bunda bangkit dan beranjak dari kamar-ku. Namun di depan pintu beliau memutar tubuh dan menarik nafas panjang, seperti mengumpulkan tekad dan keberanian, lalu berkata “Bunda harap, kamu lebih bisa menjaga diri, bertindak secara dewasa dan bertanggung jawab….” Dan beliau mendesah lagi

“Iya Bund…” desisku lirih

“Dan Bunda harap, apa yang kamu lakukan dengan Mbak Marni adalah yang pertama dan yang terakhir” sambungnya tegas

Aku bagaikan tersambar petir karena kalimat Bundaku itu, dari mana Bunda…

Tahu?

Padahal kemarin, pas mbak Marni kesini, dia masih biasa-biasa saja, dan saat iseng kutanya apa semua aman? Dia jawab “Aman mas, ibu tidak curiga apa-apa, tidak nanya apa-apa…” katanya sambil ngikik, malah sempet ngelus-elus kontol ku sebentar sambil nanya, kalau tempik-nya gatel lagi, gimana ya enaknya?

Hadeh…

Trus dari mana Bunda bisa tahu?

Lalu aku mendesah, dan teringat kalau Bunda-ku ini seorang…

Ah…

Beliau tahu…

Ya, beliau pasti tahu…

Dan aku mengutuk kebodohanku….

Dan aku mendesah pasrah…

“Berlaku dewasa dan bertanggung jawab, camkan hal itu!” Bunda berkata dengan tegas dan serius sambil menunjuk ke-arah-ku, sebelum berlalu dari kamarku

Aku tahu, itu ekspresi marah dalam kekecewaan beliau yang luar biasa…

Lalu aku mulai memeluk lututku sendiri dan menangis sebisaku…

Aku merasa sangat malu, dan lebih dari itu, aku merasa sangat bodoh karena mempermalukan Bundaku…

Bunda, maafkan anakmu ini… sesalku…

Bunda…

Ijinkan aku kembali ke pelukan-mu lagi…

Bunda…

End of Kembali Kepelukanmu

INDEX
 
Terakhir diubah:
Wow... Ini masih prolog. Kayaknya menarik nih. Layak ditunggu
 
Permisi suhu....
Ijin nyipoks bentar...

Moga sehat & lancar karya terbaru'y suhu..
 
Mystic neeehhhh.... Ok, ane tunggu wejangan dari eyang guru.
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd