Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Cerita ini adalah projek ketiga kita dan merupakan cerbung kedua. Cerita ini ditulis oleh dua orang yang berbeda jenis kelamin yang belum pernah bertemu dan akhirnya nekat berkolaborasi. kisah yang kami tuliskan adalah kisah fiksi yang merupakan fantasi dan khayalan kami.

kisah ini bercerita tentang seorang wanita muda yang menjadi binal dan senang bermain seks dibelakang pacarnya sendiri. ia menikmati ketika badannya dijamah dan dinikmati oleh lelaki lain yang bukan pacarnya, bahkan keluarga dekat pacarnya sendiri.

kisah ini akan rutin kami update hingga chapter akhir tiap seminggu sekali. karya ini adalah karya ketiga kami. kami menerima saran dan masukan dari suhu-suhu sekalian hehe. semoga next time kami bisa membuat cerita yang lebih bagus lagi. thank you and we hope you enjoy it.

part 1 (Kesalahan ku)
part 2 (pengkhianatan sedarah)
part 3 (salah curhat)
part 4 (hadiah untuk teman)
part 5 (budak sex keluargaku)

Part 4 Hadiah Untuk Teman

(Anisa)

Hari ini aku dan Andre sudah janjian untuk menonton film. Seperti biasa, aku yang sok berani tapi takut selalu penasaran dengan film horor Indonesia. Meski sepi peminat, tapi aku adalah salah satu yang termasuk dalam peminatnya. Hehe.

“Kamu mah, Yang. Heran. Suka banget sama horor abal gitu.” Andre selalu berkali-kali mengatakan hal yang sama saat aku merengek minta ditemani untuk nonton film horor.

Tapi hari ini, entah setan mana yang merasuki Andre, tiba-tiba dia mengajakku menonton film horor Indonesia. Pada waktu hari kerja pula. Yang, nanti nonton yuk. Film kesukaanmu. Ntar pulangnya ke rumahku aja. Ayah lagi keluar kota kok. Aku hanya mengiyakan chat dari Andre sambil menebak-nebak apa yang terjadi dengan pacarku ini.

Aku menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat sehingga hari ini tidak perlu lembur. Pukul 16.00, Andre sudah menjemputku.

“Yang, udah makan? Makan dulu, yuk. Laper.”

“Siap, Tuan Putri. Harus makan dulu emang biar kuat.” Andre mengedipkan mata saat mengatakan itu.

“Ih. Apaan deh, Yang. Kan cuma mau nonton film.” ujarku sambil mencubit perut Andre.

“Nggak papa kali, Yang, aku dikasih sedikit. Kangen nih sama kamu. Sejak di rumah Andi kamu udah jarang loh ngasih aku jatah.”

“Mmmhh... Liat ntar deh, Yang. Kalo aku nggak capek ya.” Sejujurnya, aku malas jika harus disuruh melayani Andre karena tiap kali menemani dia, aku selalu berakhir tanggung. Apalagi, sejak Andi menggarapku dirumahnya. Aku selalu mendapat kepuasan batin darinya. Kami selalu main dimanapun kami mau, pernah bahkan kami main di rumah Andre. Lagi-lagi saat Andre sedang tidur. Entahlah, aku kini semakin berani dan tidak lagi memperdulikan perasaan Andre.

Aku yang dulu hanya menyerahkan diriku pada Andre, kekasihku. Kini justru lebih rela menyerahkan diriku pada orang lain yang bisa memberi kenikmatan lebih dari kekasihku sendiri.

“Yang... Halooo.. Kok ngelamun sih?” Andre menyadarkanku dari lamunanku sendiri.

“Eh, iya, Yang. Gak papa kok. Hehe.”

“Kamu nggak papa kan? Sejak dari rumah Andi kemarin sikap kamu jadi berubah loh. Apa ada yang salah?”

“Eh nggak kok, Yang. Aku nggak papa.” Aku tersenyum berusaha menyembunyikan perasaanku.

“Yang, buka kemejamu dong. Pengen lihat toketmu nih.” Andre kini sudah meremas toketku sambil dia menyetir.

“Mmhh.. dasar nakal yah.” Aku kemudian membuka seluruh kancing bajuku. Lalu membiarkan tangan Andre menjamahnya dengan bebas.

“Mmmhhh... Yang...” tangan Andre kini sudah masuk ke dalam bhku dan memainkan putingku. Sementara aku yang sudah tidak tahan, langsung membuka kemejaku.

“Bhnya sekalian, Yang.” tanpa disuruh dua kali oleh Andre, aku langsung melepas bhku.

“Yang... pentilmu makin gede ya?” Andre kini masih berusaha fokus menyetir sambil memainkan puting susuku.

“Mmmhhh... iya ya, Yang?” aku hanya bisa mendesah menahan permainan tangan Andre.

“Iyaa. Kayak puting yang sering di hisep gitu.”

“Mmh.. Iya,, Yang.” Aku yang sudah mulai nafsu tidak mengerti maksut Andre. Tanganku lalu ku arahkan ke kontol Andre. Aku elus perlahan dari luar celana.

“Ih, Yang. Kok udah berdiri si?”

“Iya. Kangen kamu nih si dedek.”

Aku kemudian membuka resleting celana Andre dan mengeluarkan batangnya dari dalam.

“Ih, Yang, kamu kok nggak pakai celana dalam sih”

“Hehe. Iya gak papa. Biar kamu gampang aja mainin si dedek.”

“Nakaal yaa.” Aku pun pangsung mengulum kontol Andre. Sluurrpp. Sluurrpp..

“Aahhh... Enak, Yang. Kangen banget sama kuluman kamu.”

Lima menit aku mengulum kontol Andre, kami tiba di lampu merah. Awalnya aku ingin melepas kulumanku, tetapi di tahan oleh kepala Andre.

“Terusin, Yang. Gak papa.”

“Mmhh.. Iyhaa.” Andre kini ikut memaju mundurkan kepalaku dengan cepat.

“Mmhh.. Yang.. Enak banget seponganmu. Mmhh...” aku semakin semangat ketika mendengar desahan Andre makin mempercepat kocokanku. Andre kemudian meremas bongkahan pantatku dibalik rok kerjaku. Perlahan ku rasakan hembusan angin pada bagian belakang tubuhku, sepertinya jendela mobilku terbuka. “Ah, ngga mungkin. Perasaanku aja kali.”

Tidak lama, kurasakan tangan Andre sudah berhenti bermain di pantatku dan kembali fokus menyetir. Aku masih meneruskan kegiatanku mengoral kontol Andre dan semakin mempercepat kocokanku saat kurasakan kontol Andre makin mengembang.

“Nnggghh... Yaangg...” Andre tiba-tiba menekan kepalaku dan menyemburkan pejunya. Aku langsung menelannya dengan lahap dan membersihkan sisa-sisanya dengan menjilati kontol Andre.

“Enak, Yang?”

“Iya, sayang. Makasih ya.” Andre kemudian mengecup keningku.

“Yang pake bajumu gih. Bentar lagi sampe nih.” Andre masih sempat meremas toketku sekali lagi.

“Ih, dasar ya. Masih sempat aja noel tete.” aku bersiap memakai behaku ketika Andre mencegahnya.

“Gausah bh, Yang. Kamu lebih seksi ngga pakai bh.”

“Ih. Malu atuh, Yang.” Meski begitu, aku langsung melempar bhku ke jok belakang. Andre hanya tersenyum melihat tingkahku.

Tak lama kemudian kami sampai di sebuah mall dan langsung menuju lantai paling atas. Selama didalam mall Andre selalu memeluk pinggangku. Saat didalam lift, Andre dengan iseng menaikkan tangannya sehingga melingkar di dadaku kemudian memainkan putingku. “Sshhh... Ah, Ndre..” Andre langsung melepaskan tangannya ketika pintu lift terbuka.

“Ndre..” terdengar sebuah suara yang memanggil Andre ketika kami sampai di dalam bioskop.

“Eh, Lif. Disini juga lu?”

“Iya. Tuh sama Adi, sama Rafli.”

“Eh iya, Lif, kenalin, ini cewe gue, Nisa.” Aku kemudian menjabat uluran tangannya.

“Alif”

“Itu yang disana, yang gede Adi, yang satunya Rafli.” Aku membalas lambaian tangan mereka dengan anggukan.

“Mau nonton apa lu?”

“Ini mau nonton film horor yang itu loh. Nemenin cewe gue.”

“Eh kebetulan. Kita juga mau nonton itu. Bareng aja deh, yuk. Gue jg belum beli tiket nih.”

“Boleh deh. Yaudah lu pesenin aja ya, Lif. Gue sama Nisa mau gabung sama yang lain.”

“Siap.”

Setelah menunggu Alif membeli tiket, kami pergi ke dalam bioskop.

“Yang, temen-temenmu dari tadi ngeliatin aku tau. Kayanya teteku nerawang deh.” aku berbisik pada Andre saat kami berjalan menuju studio.

“Udah gak papa, Yang. Sekali-sekali lah mereka nikmatin. Kasian, pada jomblo.”

“Ih kamu mah.”

Kami kemudian duduk sesuai seat kami. Aku diapit oleh Andre dan Rafli. Sementara sebelah Rafli adalah Adi dan Alif ada di sebelah Andre. Baru lima menit sejak film mulai, Andre sudah memelukku dan tangannya bermain di puting susuku. “Hhgghhh...” karena tidak mengenakan bh tentu saja putingku langsung bereaksi diberikan sentuhan. “Yang.. Ih. Ada temenmu tuh.” Aku melirik ke arah Rafli yang masih fokus menonton.

Andre lalu mendekatkan wajahnya ke wajahku dan kami berciuman. Lidah kami saling membelit dan bertukar ludah. Sementara tangan Andre mulai membuka kemeja putihku. “Yang.. gede banget.” Andre lalu meremas toketku dengan keras hingga tak sadar aku mulai mengerang. “Nnggghh...” aku melirik ke Rafli yang nampak tidak nyaman tapi matanya masih menatap ke layar.

Kancing kemejaku sudah seluruhnya terbuka. Andre mendekatkan mulutnya ke toketku dan mulai memainkan putingnya. “Mmhh.. Yangg...” aku yang keenakan hanya bisa mendesah tanpa menghiraukan lagi keadaan sekitar. Tangan Andre kini menyingkap rokku hingga sepaha. Tangannya kemudian mempermainkan memekku dari luar celana dalam.

“Yaang, lepas aja ya.” Andre berbisik dan kemudian menjilati telingaku.

“Mmhhh...” aku mengangkat bokongku untuk memudahkan Andre melepasnya.

Tangan Andre kini sudah memainkan memekku. Dua jarinya masuk ke dalam memek sementara jempolnya digunakan untuk menggesek klitorisku. Mulutnya masih saja bermain di toketku. “Hmmm... Ahh... Ndre..” aku yang sedari tadi menahan desahan sekarang sudah tidak kuat lagi.

Semakin lama, kocokan Andre semakin cepat. Sementara mulutnya tak henti-hentinya mengulum putingku dan sesekali menggigitnya. “Mmmhhh... Aahhh...” aku hanya memejamkan mata dan mendesah menikmati sentuhan yang diberikan Andre.

Andre kemudian menghentikan kegiatannya, saat memekku mulai terasa berkedut. “Yang, aku ke toilet dulu yah.” Tanpa menunggu jawabanku, Andre sudah beranjak menuju toilet.

“Ish. Selalu deh tanggung gini main sama dia.” Aku mengomel kesal sambil kembali mengancingkan kemejaku dan fokus ke film.

Alif tiba-tiba berpindah tempat disebelahku. “Andre kemana, Nis?”

“Ke toilet katanya.” Alif hanya ber-ooh. Sementara aku sudah tidak peduli kenapa Alif pindah tempat duduk. Hatiku masih dongkol karena ulah Andre.

Beberapa menit kemudian, ku rasakan remasan pada salah satu toketku. “Mmmhh...” saat ku lihat ternyata tangan Rafli. Aku berusaha berontak sementara ketika ku lirik ekspresi Rafli justru terlihat datar dan fokus ke film, hanya tangannya yang bekerja di toketku.

“Aaahh...” Rafli mulai memainkan puting susuku hingga aku sedikit mengerang. Aku kemudian menoleh pada Rafli yang ternyata tengah menikmati ekspresi sangeku. Ia langsung saja menciumku dengan ganas. “Mmmhhh.. mmhhh...” aku berusaha melepaskan ciuman Rafli tapi nihil.

Yang ada justru kini aku merasa toketku yang satunya diremas oleh tangan lain. “Mmmhh...” aku yang tadi belum sempat orgasme jadi lebih mudah terangsang. “Aaahh...” Aku mendesah kecil saat Rafli melepaskan ciumannya. Sedangkan kini Alif sudah mulai mempreteli kancing kemejaku sehingga terbuka kembali.

Alif dan Rafli langsung menyosor toketku. Putingku di jilatinya dan di gigit kecil. Sementara itu, dibawah sana kulihat siluet tubuh Andre yang akan kembali dari WC. “Mmhh.. Jang..ngan...” aku menolak perbuatan mereka tapi tanganku justru menekan kepala mereka.

Kulihat Andre kini sudah semakin dekat. Aku kembali pura-pura fokus menonton film. Saat kemudian kulihat Andre sudah duduk di seat Alif dan fokus ke film. “Fyuh...” kelegaanku kembali berganti menjadi erangan ketika Alif tiba-tiba memasukkan tangannya ke dalam rokku dan memainkan memekku. Klitorisku di putar-putar dengan menggunakan jarinya. “Nnggghhh... Ahhh...” aku semakin mengerang dan menekan kepala Alif dan Rafli.

Jari Alif kurasakan mulai memasuki lubang memekku dan mulai mengocok disana. Sementara Rafli kini sudah melepas kulumannya dan memainkan putingku. “Sange ya, Nis?” Rafli membisikkan kata itu sambil kemudian menjilati telingaku.

“Mmmhhh...” aku makin menikmati perlakuan mereka. Kocokan Alif di memekku semakin cepat sehingga membuatku mendesah. Aku memilih memejamkan mata dan menikmati gairah kenikmatan yang diberikan Alif dan Rafli. “Mmmhhh... Aahhh...”

Aku kembali merasakan Rafli mencumbu toketku dengan mulutnya. Lidahnya yang kasar kini mulai menjilati puting susuku.

“Mmmhhh... Ahhhh... Ooohh...” Alif semakin mempercepat kocokannya saat memekku semakin berkedut. “Aaahhh... Enaaaakk... Oohhh...” aku masih terpejam menikmati kenikmatan di memek dan toketku.

“Aaahhhh.... Akuu.... Aaaaaahhh...” aku mendesah pnjang dan ku rasakan memekku mengeluarkan banyak cairan. Aku baru membuka mata ketik nafasku sudah mulai teratur. Dan kulihat keduanya masih menyusu pada toketku.

“Eh?” Aku baru sadar bahwa Rafli sudah bertukar tempat duduk dengan Adi. Dan yang menyusu padaku sekarang adalah Alif dan Adi. “Mmhh...” keduanya melepaskan kulumannya tepat ketika film sudah mencapai klimaks cerita. Aku memperhatikan Andre sekali lagi. Separuh hatiku sebenarnya tidak tega berbuat seperti ini, tapi nafsuku mengalahkan akal sehatku. Kulihat Andre masih saja fokus dengan film. “Maaf, Ndre.” Batinku dalam hati.

—————————————————————

(Andre)

Saat aku kembali dari toilet, aku melihat Rafli dan Alif sedang mempermainkan Nisa. Sementara seperti biasa, kulihat raut kenikmatan dari wajah Nisa. Kekasihku kini telah menjadi binal seperti pelacur.

Sepanjang film, aku berusaha fokus terhadap film meski tidak jarang aku ikut menikmati ekspresi keenakan Nisa ketika dikerjai oleh teman-temanku. Setelah film berakhir, aku bertingkah seperti biasa. Aku menggandeng Nisa dan berpamitan kepada teman-temanku.

“Eh, Ndre. Malam ini kita boleh nginep di rumah lu ga?” Pertanyaan Alif menahanku untuk segera pulang.

“Lah? Kenapa emang? Kok dadakan sih, Lif?”

“Ya gak papa. Kita kan udah lama ngga ketemu. Ayolah.”

“Tapi dirumah gue ngga ada apa-apa nih.”

“Ah masak ngga ada apa-apa sih? Barang susu segelas dua gelas kita terima kok, Dre.” kali ini Rafli yang menimpali sambil melirik nakal ke arah Nisa.

“Ya ada sih kalo itu. Yaudah deh, boleh. Tapi kalian beli cemilan dulu deh ya. Buat kita begadang biasa. Gak ada makanan sama sekali nih soalnya dirumah.”

“Siap, Bos. Tenang aja kalo itu mah.”

“Yaudah. Gue tunggu dirumah ya.” Aku pun segera menuju parkiran dan menggandeng Nisa yang sedari tadi hanya diam.

“Eh? Kenapa, Yang? Kamu gak suka ya mereka ikutan nginep di rumah?”

“Eh. Nggak, kok, Yang. Nggak papa.”

“Kalo kamu keberatan, nggak papa. Biar aku telfon mereka buat dateng lain kali aja.” Aku berpura-pura akan mengambil handphone untuk melihat reaksi Nisa.

“Nggak, Yang. Nggak papa kok. Lagian kalo ada mereka kan jadi lebih seru. Rame.”

“Ooh.. Yaudah deh.”

Sesampainya dirumah, aku menyuruh Nisa untuk menunggu teman-temanku sementara aku akan mandi. Sebenarnya, aku hanya akan berpura-pura mandi dan melihat aksi Nisa dengan teman-temanku dari dalam kamar melalui kamera yang ada di ruang tamu.

Lima menit berselang, ku dengar deru mobil Alif memasuki halaman. Dari dalam kamar, ku lihat Alif, Rafli dan Adi memasuki ruang tamu bersama dengan Nisa yang membukakan mereka gerbang. Ku lihat Alif memeluk tubuh Nisa dari belakang sambil meremas toket gede Nisa. “Mmmhh... Jangan, Lif. Ada Andre didalam.”

“Dia lagi ngapain, Nis?” kali ini Rafli yang bertanya sambil duduk di sofa menonton permainan Alif dan Nisa. Sementara Adi mengambil piring dan gelas didapur.

“Nngghh... Mandi.”

“Baguslah. Andre kalo mandi lama. Kita masih punya waktu buat nikmatin cewenya.” kali ini Adi menyahut sambil kembali membawa beberapa piring dan gelas.

“Mmhhh... Jangan...” belum sempat Nisa berbicara banyak, Alif sudah membungkam mulutnya dengan ciuman. Meski kulihat tubuh Nisa sedikit berontak tapi dia tidak berusaha lepas meski Alif melonggarkan kekuatannya.

Kali ini mereka berdua berciuman dengan ganas. Sementara tangan Alif sudah turun di bongkahan bokong seksi Nisa dan meremasnya. “Mmmhh...” ciuman mereka makin buas hingga air liur mereka menetes.

Rafli yang sudah tidak tahan kemudian bergabung dan meremas toket Nisa dari belakang. Rafli kemudian membuka celananya dan menempelkan kontolnya di bokong Nisa. “Mmmhh...” Nisa semakin mendesah ketika putingnya di mainkan oleh Rafli.

Alif kemudian membawa Nisa untuk duduk dikursi panjang. “Toket lu gede banget sih, Nis. Lu udah netein siapa aja?” Nisa kembali mendesah diantara Alif dan Rafli yang kini duduk mengapitnya. “Jawab, sayang.” Rafli mulai gemas dan menarik-narik puting Nisa. “Aww.. Cuma Andre. Sshhh...”

“Jangan bohong, Nisa. Katakan siapa saja yang udah nikmatin badan kamu?” Kali ini Alif memastikan pertanyaannya sementara tangannya sudah mulai membuka kemeja dan rok Nisa.

“Mmmhh... Ahhh...” Nisa mendesah kecil saat dua jari Alif masuk ke memeknya.

“Kalo ditanya dijawab, Nis.” kali ini Rafli menggigit dan menarik puting Nisa hingga ia kesakitan.

“Aw.. ampun. Om tyo sama Andi.”

“Gila juga lu, Nis. Masak main sama ayah sama saudaranya cowok lu sih. Kayak lonte aja.” Alif kini mulai mengocok memek Nisa sementara Rafli mengulum puting susu Nisa dengan lembut sehingga terlihat Nisa kembali bernafsu diperlakukan seperti itu.

“Mmmhh... Ahhh...” Nisa mendesah semakin keras seiring permainan yang diberikan Alif dan Rafli.

Sementara Adi yang sedari tadi sibuk dengan pekerjaannya menata makanan dan minuman, kini melepas celananya dan berdiri di depan Nisa. Ia menyodorkan kontol besarnya yang lebih besar dari Ayah dan Andi ke muka Nisa. Ia menggesekkan kontolnya diseluruh muka Nisa sebelum akhirnya Nisa meraihnya dan segera mengulum kontol Adi.

“Sluurrppp... Aahh...” kali ini Nisa menservice sekaligus diservice oleh teman-temanku. Nisa memaju mundurkan kepalanya. Kontol Adi yang begitu besar dan panjang pun tidak mampu ditelan semua oleh Nisa. Sesekali ku lihat Nisa tersedak.

Alif kini selain memainkan memek Nisa, mulutnya juga ikut mengulum toket Nisa. Mendapat serangan di kedua titik sensitifnya membuat Nisa tidak berkonsentrasi pada kontol Adi. Adi mulai mengambil inisiatif untuk memaju mundurkan kepala Nisa dengan cepat sedangkan tangan Alif juga mulai mengocok memek Nisa dengan cepat. Kulihat Rafli dan Alif kini juga memberikan gigitan kecil pada puting Nisa. “Mmhhh... mmmhhh...” Nisa mulai meracau kenikmatan meski mulutnya terbungkam oleh kontol Adi.

Tiga menit kemudian kulihat tubuh Nisa mengejang sementara Alif dan Rafli masih saja menyusu pada toket Nisa. Adi semakin mempercepat kocokannya di mulut Nisa. “Aaahh... ahh...” Nisa kini mulai memaju mundurkan kepalanya sendiri dan memainkan kontol Adi. Sesekali ia menjilatinya. “Aahhh... Hmmm... Mulut lonte enak bangeet...” Nafsu Nisa kini kembali bangkit dan kulihat dia makin bersemangat mengulum kontol Adi. “Ooohhh... Shiit... Terus, Lonte. Oohhh... Aaahhh....” kulihat Adi kini menusukkan kontolnya dalam-dalam ke mulut Nisa meski tidak semuanya masuk. Sementara Nisa sudah megap-megap minta dilepaskan karna tidak bisa bernafas. Adi kemudian melepaskan kontolnya saat cairannya telah masuk dan ditelan habis oleh Nisa.

“Nungging, Nis.” Alif yang sudah melepaskan celananya kini menyuruh Nisa yang sedang membersihkan kontol Adi untuk menungging.

Bllessss. “Aaahh...” Nisa mengerang kecil saat kontol Alif yang seukuran denganku masuk ke dalam memeknya. Setelah puas membersihkan cairan Adi, kini Adi memilih mundur dan beristirahat menonton aksi Nisa. Posisinya digantikan oleh Rafli yang sudah membuka celananya dn langsung memasukkan kontolnya ke dalam mulut Nisa.

“Hhmm.. Ahhh... Ahhh...” Alif dan Rafli mendesah kenikmatan menikmati dua lubang Nisa bebarengan. “Mmmhh...” desahan Nisa tertahan oleh kontol Rafli.

Tangan Alif kini mencengkeram dengan keras toket Nisa yang menggantung Indah. “Mmmhh...” Nisa kembali mendesah ditengah Rafli yang sedang mengocok kontol didalam mulutnya saat putingnya jadi sasaran oleh Alif.

Alif kini semakin mempercepat goyangannya dan meremas toket Nisa dengan kasar. “Aaahh... Gilaa.. memek lu ngejepit kontol gue.” Goyangan Alif kini berubah menjadi gerakan berputar dan mengaduk-aduk memek Nisa. “Lonte, lu mau keluar ya. Aaahh... Bareng. Memek lu ngejepit kontol gue.”

“Aaaaaaaaaahhhh.....” Nisa mendesah keras berbarengan dengan Alif saat keduanya bersama mencapai puncak kenikmatan. Rafli yang tadi mengalah melepas kontolnya saat Nisa mencapai puncaknya, kini sudah duduk di kursi panjang.

“Dudukin kontol gue, Nis.” Dengan dibantu oleh Alif, Nisa kembali bangun dan duduk dipangkuan Rafli. Tangannya memegang kontol Rafli dan mengarahkan menuju memeknya. Karena memek Nisa yang sudah basah dan kontol Rafli yang kecil memudahkan proses penetrasi. “Aaahh...” Rafli mendesah kecil saat kontolnya memasuki memek Nisa. Rafli mendiamkan sejenak kontolnya dan merasakan sensasi pijatan memek Nisa. “Ah.. Gila. Memek lu mijet kontol gue, Nis.” Rafli kemudian menggerakan pinggulnya naik turun sementara tangannya menjamah toket Nisa.

Nafsu Nisa kembali bangkit saat toketnya kembali di mainin. “Ooohh.. Toket lu kelemahan lu ya, Nis.” Kali ini Rafli kembali menyusu pada toket Nisa. “Aaahh... aahhh.... ooohhh...” Nisa kembali mendesah dan ikut menggerakkan pinggulnya.

Nisa yang sudah merasa semakin bernafsu menggoyangkan pinggulnya dengan cepat dan dengan gerakan memutar membuat Rafli merem melek tidak karuan. “Aaahhh... Niis... Gue mau keluaar... Ahhh...” Rafli mengangkat bokongnya tinggi-tinggi sehingga kontolnya menancap dalam ke memek Nisa. Sementara Nisa yang belum keluar masih saja berusaha mencapai kenikmatan dengan menggoyangkan pantatnya.

Tiba-tiba dari belakang, Adi meremasi toket Nisa yang masih berusaha mencapai kenikmatan. “Lepasin kontolnya, Nis. Sekarang waktunya gue yang lu puasin.”

Nisa melepas kontol Rafli dan kemudian duduk mengangkang disamping Rafli yang masih mengatur nafas. “Gue masukin, Nis.” Adi mulai memasukkan kontol besarnya ke memek Nisa. Terlihat Adi sedikit kesulitan memasukkan seluruh kontolnya. “Aaahh... Dii.. Sakit, Di..” Adi masih terus memaksakan kontolnya untuk masuk.

Blesss. “Aaaaaahhh....” Nisa mejerit ketika kontol Adi berhasil masuk seluruhnya ke memek Nisa. Sambil membiarkan memek Nisa beradaptasi dengan kontol besarnya, Adi mulai menjilati toket Nisa. “Hhmmm.. Ahhh...” mendengar desahan Nisa, Adi kemudian menggoyangkan kontolnya.

“Ooohhh... Aahhhh... Diii...”

“Kenapa sayang?”

“Aaahh... Yaahhh... Gedee..”

“Gede apanya, Nis?” Adi menggoyang Nisa dengan irana cepat-lambat sehingga membuat Nisa meracau tidak karuan.

“Kon..tolmu. Aaahhh... aahhh... Teruushh, Di...”

“Bilang kalo kamu lonteku, Nis.”

“Aaahh... aaahh.... ooohhh....” Nisa yang sudah keenakan tidak mendengarkan perkataan Adi sehingga kini Adi menghentikan goyangannya.

“Ahhh, Dii.. Ayo goyang lagi.” Adi masih belum memulai goyangannya. “Aaahh iyaaa... Aku lontemu, Di. Aaahhh...” desahan Nisa terdengar sangat seksi ditambah dengan kata-kata kotornya. Adi kembali menggenjot Nisa dengan ritme pelan-cepat dan sesekali dengan gerakan berputar.

“Ooohh... aaahh...” Nisa kini menuntun tangan Adi menuju toketnya. Adi kemudian meremas-remas toket Nisa dengan kencang.

“Oohh.. Lu mau keluar ya, Lonte? Memek lu ngejepit kontol gue... Aahhh...”

“Iyaa, Di. Aku.. Kee..” belum sampai Nisa bicara sepenuhnya, badannya sudah kembali mengejang. Adi yang melihat Nisa mencapai puncak orgasmenya segera mengulum puting Nisa sehingga menambah kenikmatan. Nisa sampai berteriak-teriak keenakan.

Setelah membiarkan Nisa mengambil nafas sejenak, Adi kini mulai kembali menggoyangkan kontolnya. “Aahhh...” Adi lalu membalikkan tubuh Nisa tanpa melepas kontolnya sehingga kini posisi Nisa menungging.

Adi kemudian menggenjot Nisa dengan kasar dan meremas kedua toket Nisa yang menggantung bebas. “Di, gabung. Gue mau nikmatin toketnya.” Alif dan Rafli kini sudah berada dibawah Nisa dan mengulum puting Nisa.

“Aaahh... ahhh...” Nisa kembali mendesah mendapat perlakuan seperti itu.

“Ooohh... Lontee.. Lu cepet juga naiknya.” Adi kini menyodok memek Nisa semakin cepat.

“Aaahhh... Aaahhh... Ennaaak...” Nisa mendesah keenakan tiap kali Adi membuat gerakan memutar sehingga mengobok-obok memeknya.

Ditengah keenakan Nisa yang sedang dipermainkan oleh ketiga temanku. Aku kemudian memutuskan untuk ke bawah dan melihat secara langsung permainan mereka.

“Ehm.. enak, sayang?” Aku mengagetkan Nisa yang mematung melihatku.

“Aahh.. berhenti, Dii. Ahh, sayang.. maafin aku.” Adi kini menghentikan sodokannya pada Nisa.

“Lanjutin, Di. Sodok yang kenceng. Kasarin pelacur satu ini.” Aku yang memang sudah dendam menyuruh Adi untuk melanjutkan permainannya.

Kontolku yang sudah berdiri sejak didalam kamar kinj aku loloskan dari sarangnya. Aku mendekati Nisa yang tengah digarap oleh Adi, sementara Rafli dan Alif kini memilih minggir dan memberi kesempatan padaku.

“Lu genjot memeknya. Gue genjot mulutnya, Di.”

Aku langsung memasukkan kontolku ke dalam mulut Nisa dan mengocok mulutnya dengan kasar hingga Nisa sesekali tersedak.

“Aaahhhh... gila, Ndre. Memek cewek lu. Aahh.. peret..”

“Mmmhh... Entot cewek gue sampe kelonjotan, Di.” Adi semakin mempercepat sodokannya di memek Nisa sementara kurasakan Nisa semakin susah mengulum kontolku sehingga kini aku yang dominan menyodok mulut Nisa.

“Aaahh... Gila, Dre. Memek cewek lu kedutan lagi. Mau nyampe nih lonte.” Tak lama kulihat tubuh Nisa kembali mengejang dan mulutnya berusaha melepaskan kontolku. Namun aku menahannya dan justru semakin bersemangat menyodok mulutnya.

“Aaaah... aaaahhh... aahhh...” aku dan Adi kini mendesah bersamaan berusaha mencapai puncak masing-masing. Tidak lama kemudian, kurasakan kontolku semakin mengembang dan ku percepat goyangannku. Sementara kulihat goyangan Adi juga semakin cepat dan mulai tidak karuan. “Ooohh... Dree, Gue mau keluar, Dre.”

“Bareng, Di...”

“Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhh....” kamu berdua mendesah panjang diikuti muncratnya peju kami di dua lubang yang berbeda. Adi masih menbenamkan kontolnya sementara aku menyuruh Nisa untuk membersihkan kontolku.

“Gilaa. Cewek lu enak banget, Dre.” Adi mencabut kontolnya lalu mengambil dua botol air minum dan menyerahkan padaku.

“Iya, dong. Lonte gue nih.” Aku kemudian mengangkat tubuh Nisa untuk duduk disofa bersama dengan kami.

———————————————

(Anisa)

Aku masih mengatur nafasku saat Andre mendudukkanku bersama tiga orang temannya.

“Yang, kamu...” aku membuka suara setelah nafasku mulai kembali teratur.

“Enak kan, lonte dikeroyok?” Aku menatap heran Andre. Merasa tidak tau mengapa Andre harus ikut memanggilku lonte.

“Ini balesan buat kamu yang udah main sama ayah dan Andi.”

“Yang.. Maafin aku. Aku gak ada maksut...”

“Iya. Kamu emang gak ada maksut. Tapi kamu juga menikmati permainan mereka.” Kulihat wajah sinis Andre.

“Haha. Sama kita aja dia kelonjotan gitu, Dre. Emang cewek lu ini pantesnya jadi lonte.” Kali ini Adi menimpali sambil kembali memakai pakaiannya kembali. Sementara Rafli dan Alif sudah kembali rapi dengan pakaiannya masing-masing.

“Eh, lu gajadi pada nginep?”

“Gak deh, Dre. Kita besok ada kerjaan. Lagian kita udah puas banget ngerjain lonte satu ini.”

Aku rasanya panas mendengar kata-kata mereka tapi entah kenapa aku juga merasa bangga.

—————————————-

(Andre)

Tteeek ttteeekkk ttteeekkk.... terdengar suara penjual nasi goreng yang biasa lewat di kompleksku. Tiba-tiba terlintas sebuah ide untuk mengerjai Anisa.

“Eh, jangan pada pulang dulu lah. Kita beli nasi goreng dulu. Emang kalian gak lapar apa? Sama sekalian gue kasih tontonan gratis.”

“Eh, tontonan apa, Dre?” ketiga temanku dan Nisa kini menatapku bersamaan.

“Di, siniin jaket lu. Pinjem bentar.”

Adi yang tidak tau apa rencanaku kemudian melemparkan jaketnya. “Yang, kamu pakai ini terus beli nasi goreng buat kita.”

“Eh, Yang, tapi kan...” Anisa mencoba protes kali ini.

“Daripada kamu aku suruh beli nasi goreng tp ngga pakai pakaian. Pilih mana hah?” Kali ini aku membentak Nisa.

Nisa langsung memakai jaket Adi yang besar sehingga kedodoran di badannya. Sementara panjang jaket Adi hanya mampu menutupi memek Nisa. “Eits. Sapa suruh di tutup semua resletingnya?” Aku kemudian bangkit dan menurunkan resleting jaketnya sampai ke belahan toket Nisa terlihat.

“Udah sana. Nih uangnya.” Setelah Nisa beranjak pergi, aku mengajak teman-temanku untuk naik ke lantai atas dan menyaksikan aksi Nisa.

“Wah, gila lu, Dre. Tega bener sama cewek lu sendiri.” Rafli kali ini nyeletuk sambil membakar rokoknya di balkon atas rumahku. Kita mengamati Nisa dari atas sini.

“Biarin. Biar dia tau rasa udah khianatin gue.”

Kami melihat abang nasi goreng sedikit kaget saat Nisa keluar menggunakan pakaian seperti itu. Dari jauh ku lihat abang tersebut menggoreng sambil sesekali melirik toket Nisa. Lalu aku chat hp Nisa.

“Buka jaket kamu. Dan biarin abangnya nete di toketmu.”

Dari jauh kami melihat Nisa membuka jaketnya saat abang nasi goreng selesai mematikan kompornya. Nisa kemudian membiarkan abang tersebut menjamah toketnya dengan tangan dan mulutnya.

“Wah.. Gila. Cewe lu beneran lonte, Dre.” kali ini Adi yang bersuara. Mereka berdecak kagum melihat aksi Nisa.

Lima menit berlalu, aku lalu meneriaki Nisa dari atas balkon agar segera masuk sehingga menghentikan aksi abang nasi goreng tersebut.

“Wah, gimana Nis rasanya mulut abang nasi goreng? Hahahaa.” Alif bertanya saat Nisa sudah masuk ke dalam kamar dengan membawa bungkusan nasi goreng dan sendok untuk kami.

Kami lalu bersama-sama memakan nasi goreng dengan lahap. Setelahnya, Adi, Alif, dan Rafli pamit pulang. Aku dan Nisa mengantarnya sampai ke depan.

“Gimana sayang? Enak kan main rame-rame dan netein abang-abang nasi goreng?” Aku memulai pembicaraan saat kami sudah merebahkan diri dikasur.

“Ih. Kamu mah, Yang. Tega bener.”

“Tegaan mana sama kamu yang main sama Ayah sama Andi?”

“Mmmhhh... Aku beneran minta maaf soal itu, Yang.” Aku melihat ketulusan di mata Anisa.

“Iya iya. Gak papa. Aku juga minta maaf ya udah jadiin kamu lonte.” Kami kemudian larut dalam pikiran kami masing-masing.

“Yang?” Nisa lalu membuka suara.

“Hm?”

“Jadi, yang di bioskop tadi juga kamu yang rencanain?”

“Iya, Nis. Haha. Selama kalian main di ruang tamu aku juga ngeliat kalian dari kamera yang udah aku pasang disana.”

“Ih, dasar. Nakal yaa.” Nisa mencubit perutku dengan gemas.

“Tapi, Nis.” Aku sengaja menggantung pertanyaanku

“Ya?”

“Boleh gak kalo sesekali aku anggep kamu lonteku?”

“Ih. Apaan sih.” Nisa tidak menjawab namun langsung memelukku. Bagiku, pelukan itu sudah sebuah jawaban dari Nisa. Kami kemudian tertidur setelah malam yang panjang bagi kami, terutama bagi Nisa.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd