Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sekarang Sedang Jatuh Cinta (Side story 10)

Part 4: walau terjadinya 20 menit saja.


Yusa
Gw udah didepan nih.

Aku menunggu didalam mobilku setelah mengirimkan chat itu. Hari ini aku bermaksud untuk pindahan ke kostan baruku.

Kalian tidak salah baca kok, aku memang sudah membawa mobilku sendiri saat ini. Aku memang tidak perlu berlatih lagi, hanya perlu menghilangkan traumanya. Berkat Saktia, ia berhasil menghilangkan traumaku itu. Terima Kasih Ya Saktia Hehe…

Tok tok!!

Kaca mobilku diketuk dari luar oleh seseorang. Hari ini dia akan membantuku untuk pindahan, karena aku memang butuh seorang perempuan untuk membantuku bersih-bersih kamar kost.

“sorry ya lama, minta ijin sama nyokap dulu tadi.” kata gadis yg kini sudah duduk di bangku sampingku.

“santai, kita gak ngejar apa-apa kan. Masih jam 10 juga, masih bisa santai-santai.” balasku sambil menyalakan mobil. “sabuk pengamannya jangan lupa Sak, gw gak mau ditilang.” kataku lagi pada Saktia.

“oke, yuk.”

Mobil pun melaju meninggalkan rumah Saktia dan melaju menuju kostanku.
Kalian pasti penasaran kan kenapa aku malah menjemput Saktia, bukan Della?.
Karena Della tidak membalas pesanku dari kemarin, sedangkan Saktia dengan senang hati membantuku untuk pindahan.

Mari kita mundur ke hari kemarin…

.

.

.

Lala
P
P
P
P
P
P
P
P
Dmn?
Msih lma?
Gue udh selesai blanja
Sa
Yusa,,
P
P
P
P
Yusa!!
.
.
.
Sa, kmu dmn?
Sa aku sndirian
Sa kmu msih lma?
Sa kmu gk lpa jmput aku kn?
Yusa aku digodain org
Kmu bnr lthan mobil sm saktia kn?
.
.
.
Kmu prgi y sm Saktia
Ydh hv fun y sm Saktia
Jngn lpa jmput aku


Waktu sudah menunjukan pukul 9 pagi. Semalam setelah pulang dari rumah Saktia dan tidak mengantar Della, aku memutuskan pulang kerumah dan beristirahat. Aku kelelahan setelah seharian latihan mobil dengan Saktia, ya “latihan” hehe. Kurang lebih ada puluhan chat dan belasan panggilan tak terjawab dari Della selama aku dan Saktia sedang “latihan” mobil. Bodohnya aku tidak membuka hp sama sekali, hanya mengangkat telfonnya tanpa dosa kemarin.


Yusa
Iya kemarin latihan mobilnya seharian, maaf ya.
Btw hari ini mau kemana? Mau dianter gak? Mumpung gw lagi baik nih he
he

Aku membalas chat Della yg semalam ku abaikan. Aku berencana untuk mengajaknya jalan-jalan hari ini, sekalian menebus dosa pikirku.

Aku langsung mandi untuk menghilangkan gerah dan lengket pada tubuhku, lebih tepatnya membersihkan sisa-sisa permainan semalam. Jorok ya baru bersih-bersih sekarang, habis aku sudah ketakutan di mobil seharian, lalu keenakan di mobil seharian jadi aku tidak sempat untuk bersih-bersih. Aku mengambil handuk yg ku gantung di beranda kamarku, kamarku ini berada di lantai 2 rumah ku dan berandanya langsung menghadap ke jalan. Dari beranda aku bisa melihat keseluruhan blok rumahku yg kebetulan berada di pojokan komplek ini. Rumah ku berada di nomor 1 yaitu pojok di blok ku, tepat di tembok pembatas komplek ku dengan daerah luar. Aku cukup melihat ke kiri, aku bisa melihat rumah Della dengan jelas karena rumah ku tepat berada disamping rumahnya. Rumahnya di berada di no 5, tepat disamping jalan raya dan berada di hook. Kenapa nomor 1 bisa berada disebelah no 5?. Karena rumah nomor 1 dan 5 adalah rumah yg paling besar di blok ini dan nomor 2,3,4 itu rumah yg lebih kecil sehingga lahannya cukup untuk 3 rumah.


“Della udah lama gak pulang ya.” pikirku saat melihat rumahnya.

Dulu kami sering berbincang dari beranda kamar kami, sampai aku membeli bangku agar aku bisa duduk sambil mengobrol dengannya. Rumah kami modelnya sama, jadi beranda kami tepat bersebelahan dan hanya berjara sekitar 1 meter. Dulu aku sering menyebrang ke berandanya kalau dia kesulitan mengerjakan PR sekolahnya dan begitu pula sebaliknya bila dia ingin bermain console dirumahku.


how nostalgic ya la.” aku tersenyum mengingat kenangan masa kecil kami.

Akhirnya aku menuju kamar mandi, menanggalkan seluruh pakaian ku yg sudah bau oleh keringat. Aku membasuh tubuhku dibawah siraman shower. Aku membersihkan seluruh tubuhku dengan sabun. Dari mulai leher hingga ke kaki, kusabuni seluruh tubuhku hingga sampai pada penisku. Aku tersenyum saat membasuh penisku

“jangan mikir aneh-aneh lo, mungkin Saktia bakal jadi yg terakhir sebelum kita nikah. Besok-besok belom tentu ada lagi.” aku sedang memarahi penisku sendiri, aneh ya.

Setelah mandi yg cukup lama, aku kembali ke kamarku untuk berpakaian. Setelahnya kurapikan kamarku karena akan kutinggal seharian. Dirumah ku tidak ada pembantu karena ibu dan ayahku mengajarkan kami untuk hidup mandiri, jadi itulah mengapa aku terbiasa untuk merapikan kamarku sendiri sebelum pergi.

“loh belom bangun apa ya?” aku heran melihat chat ku pada Della yg belum dia balas. Sudah sekitar setengah jam lebih setelah aku mengechatnya tadi.

Aku memutuskan untuk turun kebawah dan makan, diruang tamu aku bisa melihat ibu dan ayahku sedang duduk menonton tv bersama. Tapi aku tidak melihat kedua adikku hari ini, entahlah mungkin sedang main keluar. Aku mengambil makanku dan menuju ruang tamu untuk bergabung bersama ayah dan ibuku. Sudah lama rasanya aku terakhir kali mengobrol bersama ayah dan ibuku.

“Eh Yusa, tumben ada dirumah” sapa ayahku saat melihatku duduk untuk bergabung dengan mereka.
“gak kebalik? Tumben papa dirumah” balasku.
“kebetulan papa lagi gak ada urusan, papa juga kangen banget sama anak-anak papa” balas ayahku sambil menyuruput kopinya.
“mama juga kangen kita ngumpul ber5, jalan-jalan kyak dulu” mamaku ikut menimpali.
“oh iya ngomong-ngomong adek kemana ma?” tanyaku pada ibu.
“adekmu lagi beres-beres kamarnya.” balas ibuku lagi.
“oh gitu” balasku singkat, “pa, Yusa lagi belajar mobil loh!” kataku bersemangat.
“oh ya! Kok bisa, bukannya kamu takut ya?” ayahku terlihat penasaran.
“masih sedikit sih pa, tapi sedikit-sedikit trauma Yusa mulai ilang.”
“kapan kamu mulai belajar mobilnya?”
“kemarin pa.” jawabku, “Sebenarnya Yusa awalnya gak mau belajar mobil, tapi kemarin Yusa dibohongin Della. Bilangnya minta temenin belanja malah disuruh belajar mobil!”
“trus?”
“ya akhirnya Yusa mau gak mau belajar mobil deh, untung Saktia bisa ngajarin Yusa” aku meneruskan ceritaku.
“Saktia?” oh iya, ayahku tidak mengenal Saktia.
“temennya Della pa, member jeketi juga sih. Lebih tinggi dari Della, kurus, naik mobilnya jago banget!” jelasku pada ayah.
“oh gitu, trus udah sejauh mana?”
“tinggal bener-bener ngelancarin sih pa, kan Yusa dulu sempet belajar sama papa. Sebenernya Yusa kan bisa bawa mobil” jawabku lagi.
“iya ya, kalau dulu kamu gak kecelakaan. Kamu gak perlu lagi belajar” balas ayahku.
“iya pa, kalau gak kecelakaan pun. Mungkin sekarang kakak masih ada sama kita…” aku menundukan kepalaku, otakku mengulang memori masa lalu didalam kepalaku.


*flashback*

3 tahun yg lalu. Saat umurku genap 17 tahun dan legal dalam berbagai hal, ayahku memberikan hadiah sebuah mobil padaku. Membuatku semangat untuk bisa mengendarai mobil. Sebulan setelah aku berlatih dengan ayahku, akhirnya aku benar-benar lancar mengendarai mobil dan menggantikan peran ayahku sebagai supir bila kami pergi berlibur atau sekedar shopping di mall.

Aku seorang pengendara yg patuh lalu lintas dan berkendara dengan aman, sehingga aku benar-benar diberi kepercayaan 100% oleh keluargaku.

Suatu hari, kami sekeluarga berencana untuk berlibur ke Bandung menikmati liburan akhir sekolah adik-adikku serta merayakan kelulusanku dari SMA dan masuk ke perguruan tinggi jurusan Culinary Art. Ayahku mengatakan kalau lebih baik dia saja yg membawa kendaraan karena kami sekeluarga berangkat tengah malam, biar nanti aku yg membawa kendaraan ke tempat-tempat wisata ketika telah sampai di Bandung. Namun aku bersikeras agar aku saja yg membawa kendaraan karena aku sudah mahir. Akhirnya ayahku mengalah dan memberikan kepercayaan padaku.

Seperti biasa bila aku yg membawa kendaraan, ayah dan ibuku akan duduk di tengah, adik-adikku dipaling belakang dan aku sebagai supir ditemani oleh kakak ku, Putri Christa Amadea atau yg biasa ku panggil kak Uty. Aku dan kak uty sangatlah dekat karena perbedaan umur kami yg hanya 1 tahun, bahkan kami lebih sering jalan-jalan berdua untuk sekedar menikmati makan siang diluar atau bermain di game center. Kami selalu menghabiskan waktu bersama, sehingga banyak orang yg mengira kami bukanlah kakak-adik tetapi lebih mirip seperti sepasang kekasih. Kakak Uty lah tempatku bercerita tentang kehidupanku, terutama tentang kehidupan cintaku, kak Uty lah yg mempertemukanku dengan Della pertama kalinya. Karena dia dan Della adalah teman satu gereja, sedangkan aku anak yg malas untuk pergi gereja. Tanpa kak Uty, aku tidak mungkin bersahabat dengan Della seperti saat ini. Kak Uty juga lah yg sebenarnya melarangku untuk datang ke acara maupun theater JKT48 karena menurutnya, aku akan membuat masalah untuk Della, tapi aku meyakinkan dia bahwa rahasia kami berdua akan aman.


Diperjalanan ke Bandung, kak Uty menemaniku sambil mengobrol dan bercanda. Keluargaku semua sudah tertidur dibelakang karena saat ini sudah pukul 1 malam, jalan tol menuju Bandung pun sudah sangat sepi. Aku memacu kendaraan ku dengan cepat seperti biasanya, kak Uty memperingatkanku agar menurunkan kecepatan karena berbahaya, tetapi tak ku indahkan.

“Dek, kamu bawa keluargamu loh, pelan sedikit” Kak Uty kembali memperingatkanku karena ia melihat kecepatanku telah mencapai 120Km perjam.

“tenang kak, gw udah jago kok haha” balasku sambil bercanda.

“Dek, gak boleh ngomong gitu. Gak boleh sombong mentang-mentang udah bisa” kak Uty terlihat ketakutan tak seperti biasanya.

“rileks aja kak, lu kan tau gw udah biasa bawa mobil sekarang. Tenang aja” balasku lagi padanya.

“iya kakak percaya sama kamu, tapi kita gak tau jalan kedepannya gimana. Kamu membahayakan keluarga kamu loh!” balasnya lagi.

“kalo gw yg bawa, kita pasti aman kak!” balasku dengan pede, “udah kakak tidur aja biar gak takut”

“yaudah deh, pokoknya kamu hati hati ya. Jangan sampai ini jadi liburan terakhir kita” akhirnya kak Uty memejamkan matanya dan tidur, meninggalkan ku yg memfokuskan diri ke jalanan.


Jalan toll menuju Bandung yg sangat sepi ini dihiasi oleh langit yg menghitam karena mendung dan malam. Udara yg lebih dingin ketika mencapai tol Cipularang dan gerimis kecil yg mulai turun di kaca. Kunyalakan wipper yg menghapuskan air hujan. Semakin lama hujan mulai turun dengan deras dan udara semakin dingin, saat ini pukul 2 malam.

Wipperku masih kalah cepat dengan hujan yg mengguyur sehingga pandanganku sedikit terhalang oleh hujan. Aku yg masih berusaha fokus ke jalan perlahan-lahan memejamkan mata karena kantuk yg mulai melanda, tetapi sekuat tenaga kutahan karena ucapan yg tadi diberikan kak Uty.

Tapi rasa kantuk mengalahkanku dan membuat ku terpejam sesaat. Ketika aku berusaha untuk tetap terjaga karena tiba-tiba tertidur, didepanku ternyata ada sebuah tikungan ke kanan yg sedikit tajam tepat di kaki tebing. Aku yg tidak sempat untuk berbelok pun menarik rem tangan dan menginjak pedal rem untuk menghentikan kendaraanku dan tetap berusaha untuk berbelok ke kanan, tetapi rem tangan yg menghentikan ban depanku membuat banku slip karena hujan dan mobilku tak sempat berbelok ke kanan. Hal terakhir yg aku liat adalah mobilku mendekati tebing dengan cepat, menabrak pembatas jalan dan kemudian semua menjadi gelap.


Aku tersadar dari tidurku dan perlahan membuka mataku.

“silau.” kataku dalam hati ketika mataku terbuka.

Kini aku berada diruang serba putih dengan infus ditangan dan perban di kepalaku. Aku tau bahwa semalam mobilku kecelakaan sehingga aku berada disini. Kutengok seluruh ruanganku dan mendapati seorang gadis sedang tertidur dibangku samping kasurku. Sepertinya ia lelah karena menemaniku semalaman.

26948626cadc38bf69aca29b3fa0b846f00c18fb.jpg


“La, bangun la” kuguncang tubuh gadis itu, perlahan ia membuka matanya yg sipit itu.

“loh kamu udah sadar Sa…” ia mengeryipkan matanya yg belum sepenuhnya sadar,

“eh… lo udah bangun?!” dia tampak terkejut melihatku yg terbangun didepannya.

“gak usah teriak-teriak, keluarga gw mana?” tanyaku padanya, karena aku hanya melihatnya didalam ruanganku ini.

“ada dibawah lagi cari makanan, bentar lagi juga naik” balasnya sambil memberikanku sebuah susu dan buah.

“oh ada, berarti mereka aman ya” balasku senang karena hanya aku saja yg celaka semalam.

“iya aman” balas Della pelan dan matanya sedikit berlinang.

“kenapa la?” tanyaku bingung melihatnya seperti itu.

“oh gapapa” balasnya tersenyum.

“ini rumah sakit dimana? Bandung?” tanyaku lagi.

“oh gak, ini di Bekasi. Rumah sakit deket rumah kok” balasnya lagi sambil menyuapiku potongan jeruk.

“oh semalem gw langsung dibawa kesini ya” jeruk ini sangat manis, entah karena memang jeruknya atau karena Della yg menyuapiku.

“loh? Oh lu belum tau ya, ini udah 5 hari lu dirawat. Gw pikir lo mati haha” ledek Della.

“5 hari??? Jadi gw sempet koma selama 5 hari?” aku terkejut.

“iya, tapi hebat juga sih lu langsung sadar ada dimana dan masih inget” balas Della yg kini malah menghabiskan jeruk yg seharusnya dia suapkan padaku.

“btw kok lu bisa ada disini? Gak ada kegiatan?” kini aku duduk dipinggiran kasurku tepat di sebelah Della.

“lagi gak ada, kan akhir tahun. Tapi gara-gara lo liburan gw jadi disini” Della mengeluh sambil menghela napas.

“gw gak minta ya” balasku.

“bukannya terima kasih” cibir Della.

“terima kasih” balasku singkat.

“cih” Della mendecakan lidahnya kelas.

“terima kasih Lala” kali ini kalimatku lebih halus.

“gak” Della menolaknya.

“gw harus apa nih?” tanyaku.

“temenin gw” katanya cepat, “naik kincir di Aeon”

“Gak!” tolak ku cepat.

“siapa yg bolehin lu nolak?” Della melemparkan senyum licik padaku.

“gw gak mau, itu tinggi banget!” aku bergidik membayangkan harus menaiki kincir yg amat tinggi.

“kita bisa liat sekeliling selama 20 menit. Ngeliat pemandangan kota dari atas, pasti seru banget!” Della tampak excited ketika pada akhirnya dia akan menaiki kincir yg selama ini ingin dia naiki.

“La, yg lain. Gw traktir shabu-shabu atau Suki deh? Tapi tolong jangan naik kincir” aku memohon padanya sambil memegang kedua tangannya, “please!”

“pokoknya kalo lu udah sembuh, kita naik kincir ya!” sinar matanya menunjukan bahwa dia amat tidak sabar untuk menungguku sembuh, sedangkan aku merasa ingin tinggal di rumah sakit ini selamanya.

“nanti gw tanya yg lain ya pada bisa atau gak. Biar seru” kataku padanya.

“berdua” balas Della cepat, “aku mau berdua”

“jangan berdua dong, kyak pacaran aja berdua doang” pintaku padanya.

“pokoknya BERDUA” Della menekankan pada kalimat berdua.

“iya deh iya” aku mengalah, karena debat dengannya tidak akan bisa ku menangkan.

“walau terjadinya 20 menit saja berlalu tanpa saling berpandangan, senangnya berkencan” Della bergumam.

“apa la?” aku tidak terlalu mendengar perkataan Della.

“gapapa” balas Della singkat.

“tadi kamu bila..”


KLAK!

pintu ruangan ini terbuka dan tampak keluargaku datang membawa makanan. Ibuku tampak senang melihatku terbangun dan air mata mulai mengalir di pipinya.

“Yusa! Mama pikir kamu gak akan bangun nak…” nangis ibuku pecah ketika dia memelukku.

“iya ma, maafin Yusa udah buat khawatir dan gak hati-hati ma” balasku dalam pelukan ibu ku.

“ini bukan salahmu Yusa, ini kecelakaan.” ibuku kini duduk disebelahku.

“iya ma, Yusa gak nyangka kita bisa selamat dari kecelakaan itu dan gak terluka parah” kataku lagi.

“mama juga senang kamu gak apa-apa.” ibu mengusap kepalaku lembut. Usapan ibu yg lembut membuatku merasa lebih nyaman. Kenyamanan ini membuatku teringat akan seseorang, ya aku baru ingat daritadi Kak Uty

“ma, Kak Uty mana?” tanyaku pada ibu. Tetapi ibuku diam, wajahnya seperti menahan sesuatu dan mulutnya bergetar.

“ma, kok diem? Kakak mana?” tanyaku lagi kebingungan melihat ekspresi ibu saat ini.

“Yusa, Uty…” tangis ibu kembali pecah setelah mengatakannya. Tangisannya begitu dalam dan menyayat hati.

“ma jangan bercanda hahaha” tawaku meledak setelah mendengar perkataan ibu.

“ma, aku serius haha” tanyaku lagi karena ibuku hanya terdiam mematung.

“ma, ini bohongkan… please ini pasti bohong!” air mataku perlahan mulai jatuh.

“Yusa…” ibu memelukku kembali dengan erat.

“gak mungkin!” aku berusaha turun dari tempat tidur.

“nak, kakakmu terkena dampak yg paling parah. Mobil yg kita kendarai tepat menabrak tebing perbukitan di sisi kiri depan saat mobil kita slip.” ayahku menghampiri ku dan merangkul bahuku, “Yusa kita semua juga kehilangan, papa tau berat, tapi melihatmu sadar, Uty pasti sudah tenang sekarang” ayahku berusaha menahan tangisnya yg hampir pecah.

“setelah kamu sembuh, nanti kita akan ke makam kak Uty bareng-bareng ya” tambah ayahku.

Tangisanku meledak. kepalaku berputar, pusing sekali. Perasaan ku berkecamuk, memori tentang kak Uty berputar cepat di kepalaku. Tangisanku menggema memenuhi ruangan ini. Ayahku keluar dari ruangan ini, tak kuat melihatku yg menangisi kepergian kak Uty, disusul ibuku dan kedua adikku.


“Mama Yun, biar Lala aja yg jaga Yusa disini.” Della mengantarkan kedua orang tuaku kedepan pintu. Setelah pintu tertutup, Della kembali menghampiriku dan duduk disebelahku.

“Yusa…” Della merangkul tubuhku.

“La, gw…” kata-kataku tercekat.

“Yusa… ini bukan salah lo” Della sepertinya mengerti maksudku.

“gw udah bikin kak Uty mati. GW YG BIKIN DIA MATI!” tangisku kembali meledak, suara tangisanku mengisi ruangan ini.

“Yusa ini bukan salah lo!” Della memeluk tubuhku, air matanya membasahi bahuku.

“La…” aku menangis dalam pelukannya.

“gw juga kehilangan Uty, sahabat gw dari kecil sa, Teman gereja gw, tempat curhat gw. Gw tau sa betapa sakitnya kehilangan orang yg disayang” balas Della padaku.

“tapi dia bukan kakak kandung lo… Lo gak mungkin ngerti!” aku kembali terisak.

“iya, gw tau sa. Tapi gw juga tau rasanya kehilangan orang yg gw sayang…” Della kembali memelukku dan mengusap kepalaku yg kini menangis di dadanya, “gw sempat kehilangan orang yg gw sayang selama 5 hari.” katanya pelan.


Kami terdiam, tangisannya menetes ke rambutku. Della mengusap kepalaku dengan lembut, dia terus menenangkanku. Cukup lama aku menangis didalam pelukannya itu. Usapan Della di kepalaku menenangkan hatiku. Kesedihan di ruangan ini perlahan memudar, aku melepaskan pelukan Della. Aku mengelap air mata yg membasahi wajahku dan menatap Della.


“la, makasih ya udah nemenin gw disini” kataku dengan perlahan bersamaan dengan senyumku yg perlahan muncul.

“gak sa, gw yg makasih karena lu gak ninggalin gw juga.” balas Della.

“semua ini mendadak, gw terlalu syok.” balasku lagi.

“jalan tuhan gak ada yg tau sa.” Della menatapku, tatapannya begitu teduh.

“kalo mau ngomong yg keren gitu, apus dulu air matanya hahaha” aku tertawa kecil melihatnya berbicara sambil dibanjiri air mata.

“eeh… Yusa!” Della memanyunkan bibirnya dan mengelap air matanya.

Aku mengelap air mata didekat matanya. Kami kembali terdiam dan saling menatap. Della begitu cantik saat ini, walaupun dia begitu lesu, pucat dan acak-acakan. Kantung matanya tebal, rambutnya berantakan dan tanpa make up sedikitpun. Sepertinya dia benar-benar telah menemaniku disini selama 5 hari. Senyumku merekah, aku merasa bersyukur memiliki dia yg selalu berada disisiku, mungkin aku tidak akan pernah memiliki sahabat yg bisa menggantikan dia.

“Yusa? Ngeri banget sih senyum sendiri” Della melambaikan tangannya didepan wajahku.

“eeh, gapapa hehe” aku tersenyum malu.

“gw pikir lo udah gila sa abis nangis langsung senyum sendiri” balasnya lagi, Della memandang langit-langit ruangan ini sambil tersenyum.

“sekarang kamu yg senyum senyum” ujarku sambil mencubit pipinya yg tembem itu.

“Yusa jangan dicubit nanti makin tembem!” Della menjewer kupingku.

“aduuuh sakit” aku memegangi kupingku yg di jewer.

“kyaknya mendingan kamu nangis lagi deh, rese!” della mendengus pura-pura marah.

“haha iya iya maaf…” aku meminta maaf, “abisnya kamu lucu banget sih.”

Wajah Della bersemu memerah, pipinya saat ini seperti tomat bundar.


“la…” panggilku pelan.

Della masih memegangi pipinya, sambil bergumam sendiri tentang pipinya yg tembem itu.

“lala…” panggilku lagi, Della menengok padaku.

“kenapa sa?” Della memandangku penasaran.

“janji ya jangan pernah ninggalin gw” aku menatap matanya dalam.

“eeeh… apasih sa lebay deh.” Della sedikit salting karena perkataanku yg tiba-tiba.

“gw punya 2 orang yg paling gw sayang di dunia ini dan saat ini gw cuma punya 1. Gw harap orang ini gak akan ninggalin gw mendadak lagi” aku meneruskan kata-kataku.

“gw gak akan ninggalin lo sa, karena gw selalu ada disini. Lo gak usah khawatir” balas Della yg kini juga menatap mataku.

“gw janji gak akan ninggalin lu la.” kataku kembali padanya.

“gak usah janji sa, biar lu gak perlu terikat” Della kembali memberikan senyumannya yg amat manis.

“gw gak akan pernah lupain lu.” aku mengangkat jari kelingkingku, “janji.”

Della tersipu mendengar kata-kataku, dia mengangkat jari kelingkingnya juga.

“janji ya.” katanya singkat.

yakusoku yo.” balasku lagi sambil tertawa.

Ceriaku telah kembali bersama dengan terucapnya janji. Kini kami berdua berniat untuk memakan makanan yg dibawa oleh ibuku.

“suapin.” pintaku pada Della.

“dih ogah.” balas Della.

“tadi disuapin.” balasku menggodanya.

“tadikan karena kamu baru bangun, udah rese gini mah pasti bisa makan sendiri.” Della memeletkan lidahnya.

“yaudah gw gak mau makan!” aku membuang muka pura-pura kesal.

“yaudah deh, tapi ini karena kamu sakit ya!” Della menyendok sedikit sup ayam dan mengarahkannya ke mulutku.

“Aaaa….” Della menyuapkan sup itu kemulutku sambil tersenyum lembut. Sup ini enak sekali, aku tak tau apakah karena memang enak atau karena Della yg menyuapiku.

“btw, “kamu”? Gw gak salah denger? Haha” ledekku padanya, wajahnya kembali memerah mendengar ledekanku.

“Iiiih Yusa nyebelin banget sih!” Della kembali mendengus kesal, tetapi wajahnya salting dan memerah.

“la, lu udah siap banget deh jadi istri. Cara lu ngerawat gw dari tadi buktinya.” aku mengacungkan jempol memujinya.

“Eh… siapa juga yg mau jadi istri lo!” Della tampak marah, wajahnya semakin memerah.

“Eh sorry sorry, bukan gitu maksud gw. Lu cocok jadi istri tapi bukan maksudnya jadi istri gw.” aku meluruskan kata-kataku.

“oh.” Della membalas singkat.

“lanjutin sendiri ya, gw mau keluar sebentar.” Della menyerahkan mangkok sup itu padaku dan pergi keluar.

Aku ditinggalkan sendiri dalam keadaan bingung bersama mangkok sup, sendok dan jeweran di telinga.

*flashback end*

Kami bertiga terdiam sesaat, mungkin kami sama-sama mengenang kak Uty. Tapi kami tidak larut dalam kesedihan, semua kenangan mengenai kak Uty menjadi kenangan indah dan penyemangat kami. Kak uty yg begitu baik, lembut dan perhatian rasanya selalu berada disamping kami sekeluarga. Bagaikan malaikat pelindung yg akan selalu menjaga kami semua.

“Yusa, sepertinya papa belum cerita sama kamu ya.” kata ayahku memecah keheningan, “papa dan mama bakal pulang ke Surabaya.” ayahku menyeruput kopinya, “Mungkin bakal tinggal lama disana.”

“Kenapa dadakan pa?” aku tidak terkejut, karena sudah sering ditinggalkan ayah dan ibuku.

“project hotel yg papa ajukan diterima dan restaurant mama boleh buka disana. Tapi karena masih dalam 50% pembangunan, papa dan mama harus memantau jalannya pembangunan.” ayahku kembali menjelaskan padaku.

“lah terus rumah ini?” aku sedikit bingung akan ucapan ayahku.

“rumah ini bakal di tempati om Dika dan Tante Sugi sementara. Kamu sama adek nanti tinggal sama mereka.” ibuku ikut menjelaskan.

“Gak mau! Kenapa harus ada orang sih?” aku menolak tawaran mereka.

“haha papa udah bisa nebak kamu bakal bilang gini, tapi kita butuh orang yg bisa ngerawat rumah ini dan adek-adekmu.” papa tertawa kecil, “karena papa ngerti sifatmu yg gak suka ada orang lain dirumah, makanya papa sama mama udah mutusin kalau kamu akan kita cariin kostan.”

“HAH?????” Aku terkejut mendengar perkataan ayahku, aku langsung membayangkan hidup sebagai anak kost seperti Della.

“tenang, kamu gak perlu nyari kost. Nanti jam 2 papa sama mama bakal berangkat ke Surabaya, kamu cukup pindah aja karena kost-kostannya sudah ada.” ayahku menghabiskan kopinya dan memberikanku sebuah kartu nama, “kamu hubungi dia untuk alamatnya.”

Ayah dan ibuku tertawa kecil lalu meninggalkan ku yg masih berusaha mencerna kata-kata mereka.

Akhirnya aku kembali ke kamarku dan merapikan kamarku, mengemasi baju dan barang sekiranya yg akan ku bawa. Ku tinggalkan barang-barang yg tidak perlu kubawa dan barang-barang yg nanti bisa kubeli ketika ku butuhkan. Aku memandangi kamarku, malam ini adalah malam terakhirku berada disini untuk akhirnya pindah.

“dua kamar yg bersebelahan ini akhirnya sama sama kosong.” aku memandang kamar Della dari balkon kamarku.

Aku kembali turun ke lantai bawah untuk mengantarkan kepergian ayah dan ibuku ke bandara.

“Kamu bawa aja mobil yg satu lagi, kamu kan udah bisa. Biar nanti mobil lama kita dibawa mas robby ke Surabaya.” ayahku memberikan kunci mobil barunya. Sedangkan mobil lama kami, yg dulu kutabrakan ke tebing dibawa ayahku. Mungkin ayahku tidak ingin trauma ku kembali muncul.

“makasih pa, biar Yusa rawat mobil ini. Nanti Yusa sesekali pulang ke Bekasi, mungkin bareng Della buat liatin adek.” balasku pada ayah.


Kami sekeluarga mengantarkan kepergian ayah dan ibuku ke bandara, ke Surabaya.

-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Jadi penasaran ini Dellla kenapa?:bingung: , dan Yusa se-kos sama member siapa? :cup:
 
Part 4.5: bagi diriku ini, kau adalah pangeran.


Sampai hari ini telfon maupun pesanku masih belum dibalas oleh Della. Berkali-kali aku mencoba untuk menghubunginya, semua chat dan telfonku sampai padanya tetapi tidak ada satupun yg dibalas maupun dibaca.


“Della kenapa lagi ya?” tanyaku pada Saktia yg sedang melihat keluar jendela mobilku.

“masih belom bales juga?” Saktia nampak ikut kebingungan.

“yah, dia sering gini sih. Tapi gak pernah tiba-tiba.” aku menghela nafas panjang.

“mungkin dia lagi pengen sendiri sa.” balas Saktia.

“mungkin. Gw takut dia kenapa-kenapa” raut wajahku berubah menjadi khawatir.

“udah gak usah dipikirin, lagi banyak tugas kali.” Saktia memakan permen yg selalu kubawa di container kecil.

“nanti gw ke kostannya deh abis pindahan.” aku kembali fokus menatap jalanan didepan ditemani Saktia yg sibuk bermain HPnya.


Kami berdua saat ini sedang diperjalanan menuju Kostan ku yg menurut alamat berada di daerah Sudirman. Saktia mengatakan bahwa dia tidak asing alamat ini sehingga kini ia memberikan pentunjuk padaku. Kami memasuki daerah elit di sudirman, SCBD. Aku mengernyitkan dahiku melihat pemandangan disekitar SCBD. Gedung-gedung tinggi menjulang yg diisi perkantoran dan rumah-rumah modern yg bertumpuk ke atas. Berbagai macam kuliner dari fast food hingga restaurant kelas atas, berbagai club dan tempat-tempat hiburan lainnya. Tempat ini begitu lengkap, mewah dan begitu strategis karena berada di tengah kota Jakarta.


“Yusa, didepan belok kanan.” Saktia memberiku arah.

“nah didepan itu ada Tower, nanti kita sedikit muterin towernya, Disini ditulis tempatnya ada dibelakang tower itu.” Saktia mengarahkanku sesuai petunjuk yg diberikan Bu Intan, agen properti yg mencarikan kostanku.

Sudirman Tower Residence. Jadi ini tempat kostku?” Aku membaca Marmer yg dibuat menjadi huruf tepat didepan bangunan itu.


Aku terkejut melihat kost-kostan baru ku. Sebuah bangunan yg begitu kecil dibandingkan bangunan utama, yaitu Tower yg berada tepat didepan bangunan ini. Ini lebih mirip sebuah Apartment yg kutaksir sepertinya hanya memiliki 9 lantai saja. Aku tak percaya bu Intan bisa menemukan apartement minimalis ditengah kota. Aku tersadar dari keterkejutanku dan melirik ke arah Saktia yg saat ini mengernyitkan dahinya.


“kenapa Sak?” colekku di lengannya.

“eh, gapapa. Gila ortu lu nyewa apartment buat lu doang? Susah ya kalo punya ortu pemilik hotel dan resto” Saktia menggelengkan kepalanya, “gw gak ngerti kenapa Vario lu yg bobrok itu masih lu pake, padahal kalau mau mungkin lu udah naik harley sekarang.”

“karena, kalau kekayaan gw terlihat jelas. Gw gak akan punya temen yg bener-bener tulus Sak.” balasku.

“yaelah sa ae gantungan kunci!” Saktia menunjukan wajah jijik mendengar kata-kata bijakku barusan.

“yuk masuk, gw pengen tau kamar gw gimana.” aku membawa barang-barangku dibantu Saktia.


Aku memasuki lobby gedung ini, lobbynya sangat simple dan sederhana. Dihiasi beberapa tanaman hias dan sebuah Patung bergaya Kontemporer yg tidak terlalu besar tepat ditengah lobby. Meja customers service tepat berada dibalik patung ini dengan seorang staff wanita yg begitu ramah dan siaga.


“Selamat datang, atas nama siapa?” tanya costumer service itu padaku. Linda, itulah nama yg tertera pada dadanya. Maksudku pada nametag di dadanya.

“Saya Eyusa, yg akan mengisi kamar no 2 di lantai 9” Aku menyerahkan tanda pengenal dan surat kuasa yg diberikan oleh Bu Intan, yg hari ini tidak bisa hadir karena harus menemui klien lain.

“Oh mas Eyusa, anak pak Jonathan yg dibantu mencarikan tempat tinggal oleh bu Intan.” Dia mengambil kartu pengenal dan surat kuasa itu kemudian mengisi beberapa berkas, “sebentar ya mas Eyusa”

“Yusa aja mbak.” balasku padanya.


Aku meninggalkannya yg sedang menunggu berkas dan menghampiri Saktia yg sedang duduk di bangku yg terdapat di lobby hotel ini. Aku duduk disebelah Saktia yg sedang memakan sebungkus coklat.


Yusa
Dell, gw pindah.
Sekarang gw ngekost di Sudirman Tower Residence, tapi ini Apartment sih bukan kost-kostan.
Nanti gw share locationnya ya.
Oh iya nanti setelah beres-beres gw mau ke kostan lu. Mau dibawain apa? Bales, kalo gak bales gak dibawain apa-apa.



Aku mengirimkan beberapa chat lagi pada Della, berharap agar pesanku dibalas olehnya. Setidaknya aku ingin tau keadaannya saat ini. Aku dan Saktia sedikit mengobrol sambil menebak bagaimana bentuk apartement ku nanti.


“pasti kamar lo kyak punya abang-abang tahu bulat. Pengap! Hahaha” Saktia tertawa terbahak-bahak.

“enak aja lo! Pasti kamar gw kyak di film-film korea, yg punya bathtub segitiga dan taman.” Aku membayangkan bila apartement ku begitu mewah.

“apartement lo pasti abis pintu, dapur langsung kasur. Kamar mandi di samping dapur. Tipe studio Hahaha.” Saktia kembali meledekku disertai tawanya yg khas.

“tapi kalo kasur gw Kingsize, sayang banget nih. Tidur sendiri tapi gede banget.” kataku lagi.

“nahkan, dilantai 9, sendirian dikasur king size. Awas kalo malem ada yg nemenin!” wajah Saktia seperti orang ketakutan.

“Saktia! Stop!” balasku yg bergidik ngeri, bukannya aku takut hal hal mistis ya. Tapi aku males aja hehe.

“Pas lu nengok kesamping ada…” Saktia menghentikan kata-katanya seketika dan menatapku dengan pandangan yg tajam namun kosong.

“Sak?” Saktia menatapku tanpa sepatah katapun.

“Sak! Gak lucu!” Aku mengguncang tubuh Saktia.

“Hihi…” Saktia tertawa kecil.

“Sak gak lucu! Saktia!” Aku menggeser duduk ku menjauhi Saktia.


Perlahan-lahan Saktia menggeser duduknya mendekatiku, aku berusaha menjauhinya dengan menggeser dudukku tetapi aku sudah mencapai ujung sofa ini. matanya tetap menatap kosong kearahku. Tangan kanannya terangkat dan perlahan-lahan menggapai kepalaku. Kini tangannya memegang belakang kepalaku dan didekatkan ke wajahnya. Kepala saktia kini berada disampingku dimana mulutnya tepat berada disamping telingaku. Aku terpatung ketakutan, tubuhku gemetar.


“pe na kut~” bisik Saktia pelan di telingaku diiringi tawanya yg mulai meledak.

“Saktia! Awas lo ya!” aku malu, wajahku memerah karena di kerjai oleh Saktia.

“HAHAHA lu cowok kok cemen banget sih” Saktia tertawa melihat tingkahku saat ini.


Aku hanya bergumam kesal melihat Saktia tertawa begitu puasnya disebelahku. Ingin rasanya ku lakban mulutnya saat ini. Saktia meminta maaf telah mengerjaiku dan memberikan separuh coklatnya padaku yg kutolak. Bukan aku tidak mau memaafkannya, tetapi aku tidak suka coklat. Costumers service tadi memanggilku, sepertinya berkas-berkasku sudah selesai dan waktunya untuk menuju kamarku.


“ini kunci kamarnya mas Yusa.” Linda menyerahkan kuncinya padaku.

“mohon maaf mas, meskipun ini apartement campur tetapi pasangan yg bukan suami istri tidak boleh tinggal bersama.” Linda melirik Saktia yg berdiri disebelahku.

“kalau nginep boleh mbak?” tanya Saktia padanya.

“harus ijin dulu kecuali keluarga atau memiliki akses resmi yg didaftarkan pada kami.” balas Linda pada Saktia.

“oh dia cuma bantuin saya pindahan mbak, dia buk…”

“Saya pacarnya Yusa, tapi hari ini cuma bantu aja. Gak tau nanti hehe” Saktia langsung memotong kata kataku.

“Apaan deh sak?” balasku bingung.

“udah ayo naik, makasih ya mbak penjelasannya.” Saktia menarik lenganku meninggalkan meja costumers service itu.


Kami terdiam di dalam lift menuju ke lantai 9. Menebak-nebak bagaimana apartement ku ini nantinya.

7

.

8

.

9



Ting!


Akhirnya pintu lift terbuka dan kami telah sampai di lantai 9. Kami langsung disuguhi sebuah ruangan yg tidak terlalu besar dengan tiga pintu di sebelah kiri, tengah, dan kanan. Di pintu kiri terdapat nomor 1, di tengah nomor 2 dan di kanan nomor 3. Menunjukan nomor kamar yg berada di lantai 3 ini. Sepertinya kamar nomor 2 adalah kamar terbesar karena berada di tengah-tengah. Aku menuju pintu kamarku dan membuka pintunya.


Aku terkagum ketika pintu kamarku terbuka, aku langsung berkeliling melihat keseluruhan kamar baruku. sebuah apartement model loft yg berukuran cukup besar yg memiliki atap yg tinggi dan lantai 1.5 seperti loteng sebagai ruang tidur dan lemari pakaian, sedangkan ruang utamanya yg berada di bawah cukup luas dan diisi dengan sofa untuk 2 orang dan sebuah tv LED di sisi tangga, sedangkan di sisi lain terdapat sebuah Kitchen sets dan counter marmer yg bisa digunakan sebagai meja makan maupun meja untuk memasak. terdapat electric stove 2 tungku, kulkas 2 pintu dengan freezer, dan sebuah oven. Diatas counter terdapat blender, mixer, microwave, beberapa tempat bumbu dan alat-alat masak. Sebuah kitchen sets yg lengkap untuk ukuran apartement. Benar-benar apartement impian bagi seorang mahasiswa Culinary.

Aku menaiki tangga menuju loteng untuk melihat kamar tidurku, terdapat sebuah kasur berukuran Queen size yg disebelahnya terdapat jendela besar yg juga sebagai pintu menuju balkon kecil. Kamar yg unik karena berada diatas seperti sebuah loteng, pasti akan sangat nyaman tidur disini.

Aku kembali turun dan menuju kamar mandiku yg berada tepat dibawah kamar tidurku, tepat disebelah pintu menuju balkon. Kamar mandiku cukup luas dengan sebuah wc duduk dan westafel, alat untuk mencuci dan sebuah sekat dengan kaca transparan sebagai tempat untuk shower.

Setelah melihat kamar mandi, aku bergegas membuka pintu disebelah kamar mandi untuk menuju balkon. Di balkon itu terdapat sebuah taman kecil yg dihiasi rumput rumput dan bebatuan serta sebuah kolam kecil untuk memelihara ikan. Di balkon ini juga terdapat sebuah alat panggang modern dan tungku anglo berukuran sedang yg disimpan di gudang yg berada di pojokan balkon ini. Ini benar benar sebuah apartement idaman.

26910157340ef8a19b5338f2af2298980c420a90.jpg


*kira kira begini*

“Gila apartement lu keren banget sa!” Saktia ikut takjub melihat apartement ku.

“haha gimana? Gak kyak kostan abang-abang tahu bulat kan?” balasku sombong.

“iya iya sorry, yaudah yuk beres-beres keburu kemaleman.” Saktia meletakan koperku dan mengambil sapu untuk membersihkan apartement ku.


Sekitar 2 jam kami membersihkan apartementku, merapikan barang-barang bawaan dan pakaianku serta sedikit menata ulang ruanganku agar sesuai dengan gayaku. Sebenarnya kami berdua lebih banyak bercanda, mengobrol dan bermain-main sehingga kami membersihkannya cukup lama. Saktia telah selesai menyapu kamarku, mengelap kaca-kacanya serta mengepel ruangan ini. Sedangkan aku membersihkan debu debu ditempat yg tinggi, menata ulang barang dan merapikan pakaianku.


“akhirnya selesai juga~” aku melempar tubuhku ke sofa.

“capek juga ya, padahal ACnya nyala tapi ternyata keringetan juga.” Saktia mengipasi dirinya dengan sebuah kipas tangan bertuliskan JJM 2017 milikku.

“iya nih gerah.” aku mengiyakan sambil membuka kaos ku dan melemparnya sembarang.

“Yusa keringetnya nanti basah di lantai, udah gw pel!” Saktia mengambil kaosku untuk ditaruh ke tempat cucian.

“hehe sorry, mau makan gak Sak? Laper nih.” tawarku padanya.

“mau dong, tapi emang ada makanan?” Saktia memegang perutnya yg kecil itu, menandakan bahwa iya juga lapar.

“kyaknya tadi pagi Mas Robby udah ngisi sedikit keperluan untuk rumah ini deh, nih dikulkas ada buah, sayur, daging ayam. Macem-macem deh. Disini ada beras juga.” aku membuka kulkas dan counter yg berada diatas.

“oke kamu tunggu aja ya, biar Chef Yusa yg masak!” aku mengambil beberapa bahan makanan dan alat-alat masak lalu berkutat di dapur.

“wah akhirnya gw bisa liat nih ilmu yg lu pelajari di kampus. Jangan lama-lama ya sa!” balas Saktia yg sedang asik menonton TV.


*Author POV*


Saktia memandang Yusa yg sedang memasak dari belakang. Saktia berjalan menuju dapur dan duduk di meja makan, melihat Yusa yg sedang sibuk memasak sehingga tidak tau Saktia menghampirinya. Saktia memandang setiap gerak-gerik Yusa. Tangan Yusa yg kuat itu bergerak begitu lembut mengaduk adonan tepung. Gerakannya tidak ada yg sia-sia saat memotong motong adonan itu menjadi berukuran panjang. Yusa merebus adonan tepung itu dan menambahkan garam pada air rebusannya. Lalu Yusa mengambil sebuah pisau, mengasahnya dan memotong 3 buah tomat lalu memblendernya. Kemudian ia menuangkan jus tomat itu keatas wajan, memasaknya dengan api sedang sampai mendidih. Kemudian ia memasukan daun mint, bawang bombay yg sudah dipotong-potong, merica, garam, sedikit parutan kulit jeruk dan potongan sosis yg telah di goreng. Yusa meniriskan pasta yg telah direbus agar tidak banyak mengandung air lalu dituangkannya ke piring dan disiramkan sauce yg tadi dibuatnya.


“Baik, santai, cuek, perhatian dan cukup tampan. Sekarang ditambah bisa masak.” Saktia bergumam sambil memandangi Yusa.

“kamu itu cukup perfect Sa, sayang aja kesetiaan kamu juga luar biasa. Jadi gak ada kesempatan buat aku masuk kehatimu” Saktia tersenyum getir.

“pastilah bagi diriku ini kau adalah pangeran.” Saktia berkata dalam hati, “yang tiba-tiba muncul walau tidak naiki kuda putih, tapi malah pakai apron putih haha” Saktia tertawa kecil.


Yusa membawa dua buah piring ditangannya dan meletakan salah satunya didepan Saktia. Bau harum masakannya membuat Saktia tergiur untuk segera melahapnya, hawa hangatnya masih terasa dan penampilannya begitu menggugah selera. Saktia bukanlah orang yg jarang memakan spaghetti, tetapi spaghetti buatan Yusa benar-benar membuatnya tak sabar untuk mencicipi.


“yuk makan, spaghetti bolognaise ala Yusa.” ia terlihat begitu bangga dan percaya diri akan masakannya.


Spaghetti buatan Yusa benar-benar enak, Saktia melahap habis spaghetti itu hingga tak bersisa. Yusa merasa puas melihat orang suka dengan makanannya, Saktia membantu Yusa merapikan piring bekas makan kami dan alat-alat masak yg tadi Yusa gunakan. Setelah makan dengan kenyang, mereka kembali duduk di sofa untuk menurunkan makanan, sebelum Yusa mengantarkan Saktia pulang kerumahnya dan menuju kostan Della.


*pov author end*

269486482eaba476f1649710fe8838fdc539b78e.jpg



“Sa, gw gak nyangka masakan lo seenak itu.” Saktia memujiku.

“kalo makanan gw gak enak, percuma gw kuliah culinary.” Balasku bangga.

“dipuji dikit sombong dia, yee saepudin!” Saktia melemparku dengan bantal sofa.

“Ye udah dimasakin songong, awas lo ya.” aku berusaha mencubit hidung Saktia.


Kami berdua bergulat diatas sofa, aku berusaha mencubit hidung Saktia sedangkan ia berusaha menghalau ku. Aku terus menyerang Saktia berusaha mencari hidungnya yg ia sembunyikan, Saktia berputar-putar, menggelengkan dan menyembunyikan wajahnya. Kami berdua bergulat seperti anak kecil yg berebut mainan sambil tertawa-tawa.


“Aduuuuhhh sakit!!” Saktia mengaduh ketika hidungnya ku cubit.

“rasain lu!” kini aku mencubit pipi Saktia.

“Aduuuuhh kok pipinya juga! Sakit sakit!!” Saktia berusaha melepaskan tanganku yg mencubit pipinya.

“eh… maaf ya kekencengan.” aku mengusap pipinya yg memerah karena cubitanku.


Saktia menggenggam tanganku yg sedang mengusap pipinya. Kami berpandangan sesaat, Saktia melemparkan senyumnya padaku dan perlahan menutup matanya. Wajahnya perlahan mendekat kearahku, bibirnya perlahan menuju ke bibirku. Perlahan-lahan wajah kami mendekat dan bibir kami hampir bersentuhan. Saktia memejamkan matanya dan terus memajukan kepalanya, tetapi bibirnya tidak menyentuh apapun.


“loh, eh?” Saktia kebingungan karena ciumannya tak kubalas, wajahnya menunduk malu.


Ku pegang kedua pipi Saktia dan kuangkat kedua kepalanya menghadap kepadaku. Tanpa basa basi aku langsung mengecup bibir Saktia dalam-dalam. Kumasukan lidahku kedalam mulutnya dan kuaduk seisi mulutnya dengan lidahku, kutindih tubuh Saktia diatas sofa dan kuciumi bibirnya terus menerus. Saktia kewalahan menerima cumbuanku, ia pasrah bibirnya kunikmati tanpa henti, liurnya mengalir begitu banyak dari sela-sela bibirnya. Dagu dan sebagian pipinya telah basah oleh liur kami.


“Yusa beringas banget sih” Saktia mengatur nafasnya kembali setelah ciuman kami yg begitu liar.

“abis lo nyosor duluan.” balasku.

“ya abis lo telanjang dada sambil masak, keringetan. Gimana gw gak pengen.” balas Saktia.

“tapi Sak, katanya lu gak boleh pulang kesorean?” aku mengingatkan Saktia janjinya pada ibunya.

“Oh iya! Untung lu ingetin gw! Tapi gimana Sa? Nanggung hehe.” Balas Saktia yg masih berada di bawahku.

“gw juga kepalang pengen sih, gimana ya? Ibu lo galak banget, yg ada nanti lo gak boleh main lagi.” aku kembali duduk.

“gimana ya, gatel nih.” Saktia merengek sambil meremasi dadanya yg berada di balik tanktop hitam bertali tipisnya.

“gw tau biar sama-sama enak dan cepet. Tapi cuma buat nahan sementara aja gatelnya, itung2 sekalian lo belajar yg baru hehe.” jelasku padanya.

“gimana tuh?” Saktia gini bersandar di dadaku

“serius mau? Okedeh!” mendapat lampu hijau, aku langsung berlutut didepan Saktia yg terduduk di sofa.


Kini aku berlutut didepan Saktia, Saktia memandangku bingung dengan matanya yg mulai sayu. Aku mengangkat sedikit tanktopnya yg kini memperlihatkan perut dan pusarnya, ku kecupi perutnya hingga kepinggang, kemudian ku jilati permukaan pusarnya melingkar. Saktia mengfeliat kegelian menerima permainanku. Kujilati dari pusar dan perlahan turun menyusuri perutnya, tanganku perlahan membuka celana jeans dan celana dalamnya bersamaan dengan lidahku yg menyusuri turun dari perutnya. Kulepas celana Saktia dan kujilati pangkal daerah kemaluannya, kususuri turun hingga mencapai bulu-bulu vaginanya. Kukelitiki bulu-bulu vaginanya dengan bibirku lalu aku kembali turun menuju ke selangkangannya.


“ooooouuuh geli…” Saktia menekan kepalaku untuk terus menjilatinya.


Ku jilati selangkangan dan pangkal pahanya, kiri dan kanan bergantian. Ku gigit kecil pahanya, dan kuhisap memberikan sedikit tanda cupangan disana. Saktia mengerang menerima rangsangan yg lembut di bagian bawah tubuhnya. Kini tepat di depan mataku ada gua merekah yang terlihat mulai basah. Akupun mencoba membuka vagina tersebut menggunakan kedua tanganku. Dan klitorisnya. Kujulurkan lidahku, kusapu bagian luar vaginanya. Terasa asin, Setelah selesai menyapu bersih bagian vaginanya. Ku mulai menyelipkan lidahku ke rongga vaginanya. Tersentuhlah klitorisnya itu oleh lidahku. Diapun tersentak nikmat. Pinggulnya ditekan sehingga lidahku masuk semakin dalam. Di dalam lidahku terus menjilati isi vaginanya.


“Ouuuuuh Yusaaaaa enaaaaakkk terus ouuuuu…. “ Saktia mengerang menikmati setiap jilatanku di vaginanya.


Kini aku mengganti lidahku dengan jari tengahku yg kubasahi dengan cairannya, kumasukan jari tengahku pelan-pelan kedalam vaginanya.


“Aaaaaahhhhh Yusaaaaa….” Saktia kembali mendesah ketika jariku menerobos masuk Vaginanya yg masih sempit itu.


Kucoba korek-korek menggunakan jariku. Saktia mengerang-ngerang menikmati jariku yg keluar masuk lubang vaginanya. Kuangkat kaki kanannya agar vaginanya untuk memudahkan jariku mengocok vaginanya, Terasa semakin deras cairan yang membasahi vaginanya itu. Kunaikan tempo kocokanku di vaginanya, aku kembali mencium bibir Saktia dengan ganas.


“oooooh Yusaa….”

“Kocoook terus oouuuhhh”

“Yaaaaa gitu teruuusss”

Saktia meracau tak karuan ketika aku mempercepat kocokanku di vaginanya.


Kini kepala ku kembali pindah ke vaginanya dan mulai menjilati klitorisnya, sedangkan jariku tetap keluar masuk mengorek isi vaginanya. Semakin lama aku semakin mempercepat jilatan dan kocokanku membuat Saktia menggeleng-gelengkan kepalanya menjambak rambutku agar tak berhenti memuaskannya.


Crrrttttttt…..

Crrrrrtttttttt……

Crrrrrrtttttttt…….

Crrrtt…..


Aku tak menyangka Saktia sampai Squirting karena kocokan ku pada vaginanya itu, cairannya menyemprot keluar membasahi sofaku.


“AAAAAHHHHH….. AAHHHH…. OUUUUUHHHHH…. Aku keluar…. Enaaakkk Yusaaaaa…..” Saktia memejamkan matanya dan bersandar di sofa, menikmati setiap gelombang orgasme yg melandanya.


Kujilati sisa orgasmenya dan bersihkan dengan tissue, Saktia masih terpejam untuk mengatur nafasnya yg memburu. Ku rangkul tubuhnya untuk bersandar didadaku, kukecup rambutnya dan kuusap lembut. Nafas Saktia mulai kembali teratur setelah orgasmenya datang, ia bersandar didadaku dan memandang wajahku dari bawah.


“Yusa… Makasih yah.” Saktia tersenyum padaku dan kembali bersandar untuk beristirahat.

“loh kok kamu malah mau tidur, belom selesai.” ku angkat tubuh Saktia dan kusuruh ia gantian berlutu didepanku.

“Eh aku mau disuruh ngapain?” tanya Saktia kebingungan.

“nah ini yg kemarin belum aku ajarin ke kamu.” Aku bersandar mencari posisi yg nyaman, penisku sudah mengacung tegang dibalik celana pendek yg kukenakan.

“kamu mau ngajarin apa sa? Kamu mau buat aku nakal ya…” Saktia berkata manja sambil membuka celanaku, dikocoknya penisku ini pelan.

“kamu jangan ngocok doang, masukin ke mulutmu.” Perintahku pada Saktia.

“Eh dimasukin ke mulut? Mana muat Sa!!” Tolak Saktia yg sepertinya takut membayangkan penisku dimulutnya.


Ku genggam penisku, tangan kiriku menahan kepala Saktia dari belakang. Kuarahkan penisku ke mulut Saktia, kepala penisku telah menyentuh bibirnya yg masih tertutup. Bibirnya begitu lembut dan basah. Saktia terkejut karena penisku kudorong-dorong di bibirnya agar terbuka. Setelah beberapa keraguan, akhirnya Saktia membuka sedikit bibirnya yg langsung ku jejali dengan penisku.


“Oooohhhh… mantap, mulut lo hangat banget sak!” Aku mendesah ketika penisku masuk kedalam mulutnya untuk pertama kali.

Tapi sepertinya Saktia mengerti apa yg harus dilakukan, lidahnya menyapu bagian bawah batang penisku, Saktia menggerakkan kepalanya maju mundur membuatku sedikit terkejut. Apakah dia benar-benar belum pernah melakukannya?


“Ooh jadi gini rasanya. Aku pernah nonton di video. Mulut aku penuh banget.” ujar Saktia sambil mengurut penisku.

Saktia menggenggam batang penisku yang tak masuk ke dalam mulutnya, mengocoknya bersamaan dengan gerakan kepalanya. Lidahnya yang semula hanya menyapu bagian bawah penisku kini membelit melingkar hingga kebagian atasnya, lidahnya mengurut penisku didalam mulutnya.

"Oooh Enak Sak..." aku mulai mendesah keenakan.


Saktia mengerti dan terus memberikan service terbaiknya padaku. Kepalanya kini mulai bergerak maju mundur mengulum penisku, gerakannya lambat tapi hisapannya kuat. Lidahnya menggelitik batang penisku. Saktia melepas kulumannya, mengocok penisku kemudian menghisapnya.

Lima menit berlalu. Kini gerakan maju mundurnya dipercepat, setengah batang penisku dikocok dengan tangannya. Aku dapat merasakan penisku akan meledak sebentar lagi. Ku gerakan pinggulku maju mundur seperti sedang menyetubuhi mulutnya. Saktia sepertinya juga paham dan ikut memainkan lidahnya di penisku.


Crooott…..

Croottt….

Croooooottttt….

Croooottt….

Crooottttt….


“OOOHHHH SAAAAKKKK………. ENAK BANGET MULUT LO….” Desah ku tak karuan ketika penisku mengeluarkan seluruh isinya di mulut Saktia.


Ku biarkan penisku mengeluarkan seluruh isinya didalam mulutnya sambil ku pegangi kepalanya dari belakang. Setelah beberapa saat kucabut penisku dari mulutnya. Saktia memejamkan matanya, dan pipinya kini menggembung begitu gemasnya karena spermaku memenuhi mulutnya, ada sedikit spermaku yg meluber keluar dari sela mulutnya karena terlalu penuh. Saktia menelan seluruh spermaku, menjilat spermaku yg mengalir di sela bibirnya dengan lidah dan membuka mulutnya seakan memberitahu kalau dia sudah menelan seluruhnya. Saktia kemudian membersihkan penisku dari sisa spermaku. Aku yg kelelahan membaringkan tubuhku di sofa, mengatur nafas sambil memejamkan mataku.


“banyak banget sih sa, nelennya susah tau.” Saktia kini berbaring diatas tubuhku.

“abis kamu enak banget, sayang kalau gak aku keluarin semua.” pujiku yg kini merengkuh tubu setengah telanjangnya.

“capek ya, padahal belom sampe… itu.” kata Saktia malu-malu.

“sampe apa sak?” godaku.

“itu loh… seks” saktia berkata dengan malu-malu seperti anak kecil, gemas sekali.

“oh maksud kamu ngewe?” aku membalas dengan bahasa yg vulgar, ekpresinya sangat lucu mendengar kata-kata vulgarku.

“Ihhhh… yusa mulutnya nakal, sentil nih!” Saktia menyentil bibirku pelan, lalu mengecupnya.


Tubuh Saktia yg dilapisi tanktop tetapi sudah telanjang dibagian bawah kini tiduran diatas tubuhku yg telanjang bulat. Kami berdua beristirahat setelah saling berbagi kenikmatan satu sama lain. Aku tidak pernah menyangka, meskipun Saktia tinggi tetapi tubuhnya yg sedikit kurus begitu kecil dan nyaman. Rasanya seperti aku mampu memeluk seluruh tubuhnya saat ini. Kehangatan tubuhnya, kelembutan tubuhnya begitu terasa. Aku merasa tidak ingin melepaskan pelukanku.


“thanks ya Sak, kita istirahat sebentar ya baru cabut” aku memeluk tubuh Saktia yg tertidur diatas tubuhku dan ikut tertidur.


Waktu menunjukan pukul 5 sore, sepertinya Saktia sudah bangun lebih dulu dariku. Karena dia sudah tidak ada diatasku juga pakaiannya telah ia rapikan.


“Sak? Lo dimana?” tanyaku sambil memakai kembali pakaianku.


Aku berjalan kearah kamar mandi, samar-samar aku melihat Saktia sedang duduk di balkonku. Sepertinya dia sedang menikmati udara sore yg cerah ini. Aku memutuskan untuk mandi sebelum mengantarkan Saktia dan bertemu Della.

Setelah beberapa menit aku mandi dan berpakaian, aku menghampiri Saktia yg masih berada di balkon kamarku. Sepertinya dia sedang asik menonton sesuatu di HPnya.


“Sak, mau berangkat sekarang?” tanyaku yg sudah rapi kembali.

“Eh Yusa udah ganteng lagi. Jadi suka deh.” Saktia berdiri dan merapikan rambutku yg sedikit berantakan.

“Bisa aja lo, yuk” aku berjalan meninggalkan Saktia.

“kakek kakek main Hago
LET’S GO!” Saktia mengikuti dari belakang sambil berlari lari kecil kegirangan.


Kami berdua keluar dari kamar dan mengunci pintu kamarku, kami menunggu lift yg saat ini sedang naik dari lantai dasar untuk menjemput kami. Lift ini memang agak lambat jalannya, mungkin sebenarnya ini adalah lift untuk barang yg diberikan ac dan menjadi lift passengers. Biasalah penghematan ala indonesia.


Cklek.


Kami berdua mendengar suara kunci dibuka dari kamar nomor 1. Sepertinya penghuninya ingin keluar juga, aku juga penasaran bagaimana dan siapa tetangga-tetanggaku. Yah siapa tau kami bisa akrab dan saling membantu bila membutuhkan. Perlahan-lahan pintu kamar itu terbuka dan keluarlah seorang gadis berperawakan mungil, berambut hitam pendek dan bertubuh kurus kecil. Gadis itu menggunakan kaos 2 nomor diatasnya dan memakai rok jeans pendek. Gadis yg tampak ceria itu terkejut melihat kami berdua hingga mulutnya menganga. Kami berdua pun tak kalah terkejutnya karena ternyata tetangga ku adalah orang yg tak asing lagi.

269486557d8982cfc5cbaa4a3d8cffe16e28e046.jpg



“KAK SAKTIA?! FANSNYA KAK GABY?!” Kata gadis itu terkejut.

“LOH FENI?!” balas kami berdua bersamaan


-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Bimabet
sedikit gabut dari tadi karena lelah kuliah seharian sambil nyicil part 5.
jadinya ngisi waktu luang dan iseng bikin apartementnya Yusa.

anggap aja ini ada di lantai paling atas apartement, kira-kira gini...
26914470c810dd14df0aa5fdc6583b2149af2173.png

2691447139a92bbacd8cfed0c306bb8baf6796c9.png
2691446907b5f16765026ba728217e006d89e412.png


maaf dominan pink, karena chara di gamenya cewek hihi...
Yusa kece dan laki kok jadi gak pinky :D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd