Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT SDS - Syahwat di Sekolah (No SARA)

Status
Please reply by conversation.
Part 8

"Bu Putri udah berapa lama?" tanya Gw dikala semua guru sedang mengajar dan hanya Gw, Bu Putri dan Muti yang berada di ruang guru.



"Udah lama apanya?" tanya dia heran dengan pertanyaan Gw.

"Ya pacaran sama Pak Rizki laahh."

"Ih kamu kepo banget, Jak." timbrung Muti yang sedang istirahat karena kelasnya diisi oleh pelajaran olahraga Pak Rudi.



"Abis, banyak banget omongan kayak gitu tapi gak ada yang tau beneran atau enggak nya." jawab Gw.

"Kalau kamu mau tau gitu, jangan tanya ke Bu Putri, Jak." kata Muti.

"Terus ke siapa? Pak Rizki?"

"Sama saya. Hahahaha." jawab Muti mengejek Bu Putri.

"Wehh kamu nih, Mut. Gabisa dikunci yaa mulutnya." timpal Bu Putri dengan wajah sebal sambil mengganti-ganti channel di TV.

"Jadi gini, Jak.... " kata Muti untuk mengawali ceritanya.

"Muuutttt..." ucap Bu Putri seakan menyuruhnya berhenti menceritakan hal tentang dirinya.

"Tuh, Jak. Gak dibolehin sama yang punya cerita."

"Ah, Bu Putri. Saya minta ibu cerita gak boleh, saya minya Muti cerita gak boleh juga. Jadi apa harus saya minta Pak Rizki cerita?"

"Minta Pak Bashir aja Jak yang cerita. Biar sang ayahanda yang ngasih tau cerita kongkritnya langsung. Hahaha." ucap Muti.

Memang, Bu Putri adalah anak dari Guru Agama yang sudah sepuh disini. Tetapi memang Pak Bashir jarang terlihat karena hanya mengisi kelas di jam pagi lalu jika sudah tidak ada jam mengajar, beliau akan langsung pulang untuk mengajar pengajiannya di tempat lain.

"Ihh, ngawuurrr. Mau ditimpuk pake gorengan yang mana, Mut? Tempe atau tahu?" tanya Bu Putri sambil melihat ke arah piring gorengan yang disediakan oleh pihak sekolah untuk sarapan para guru.

"Gak deh, makasih. Aku lagi diet." jawab Muti.

"Pake gelas aja, Bu. Rendah kalori kan tapi lumayan bikin benjol. Hahaha." sambung Gw ke Bu Putri.

"Ide bagus, Jak. Kira-kira gelas yang keramik atau gelas kaca ya?"

"Ihh kalian cocok juga ya. Sebagai psikopat tapi." ucap Muti disambung dengan tawa kami bertiga.

"Rudi kok gak ada suaranya di bawah, Mut?" tanya Gw menanyakan Rudi yang sedang mengajar muridnya Muti pelajaran olahraga.

"Iya tadi dia bilang mau bawa anak-anak ke luar sekolah. Mau main bola di lapangan tanah."

"Enak ya dia jadi guru olahraga gitu-gitu doang. Bawa anak-anak jalan-jalan, main bola, bikin lomba-lomba kecil. Semau-mau nya aja gitu. Enggak kayak kita yang semua sesuai RPP. Huft." timpal Bu Putri.

"Yehh, apaan. Keliatannya aja enak tapi kalo lagi enggak enaknya baru ke saya. Kemarin-kemarin pernah abis olahraga pas istirahat minta tolong saya kakinya keseleo. Mana Pak Rizki lagi ada jam, kamu Jak lagi bantuin Bu Nisa. Saya doang sendirian disini nolongin dia. Saya kan gak ngerti-ngerti banget masalah begituan." kata Muti.

"Terus, terus. Gimana tuh?" tanya Gw.

"Ya mau enggak mau aku stretching angkle nya. Mana dianya ketawa-ketawa bilang tangan aku gak ada tenaganya."

"Emang bener apa? Coba Mut teken telapak tangan saya deh." kata Gw sambil menengadahkan telapak tangan agar dipijat sama dia.

Lalu dia pun menekan-nekan telapak tangan Gw untuk menunjukkan sekuat apa dia waktu menolong Rudi.

"Ahh, Rudi aja kali bohong. Ada kok ini tenaganya."

"Nah kan, Jak. Masa sih aku selembek itu." kata Muti.

"Oh gini kali, Mut. Kan Rudi sering olahraga, badannya otot semua tuh. Jadi dia keras dan kamu enggak cukup kuat. Sedangkan Jaka kayak cowok biasanya, jadi tenaga kamunya juga cukup kuat untuk mijit Jaka." jelas Bu Putri.

"Tangan kamu halus juga, Jak." ucap Muti mengomentari telapak tangan Gw yang masih dipegangnya.

"Coba sini Mut liat telapak tangan kamu." pinta Gw.

Gw megang telapak tangan Muti lalu melebarkannya. Lalu mengusap-usap garis tangannya seolah-olah peramal yang sedang membaca masa depan kehidupan pasiennya.

"Hidup kamu beruntung." ucap Gw.

"Kok bisa?" tanya Muti.

"Jangan aneh-aneh ih, Jak." ucap Bu Putri.

"Enggak aneh kok, Bu. Ini beneran Muti beruntung karena tangannya diramal orang ganteng."

"Hahahaha. Kirain apa Jak." Bu Putri menertawakan candaan Gw.

*Plukk
Kepala Gw digetok dengan spidol oleh Muti menggunakan tangan kirinya.

"Yang bener ihh." ucap Muti menyuruh Gw untuk melakukan ramal garis tangan dengan serius. Ya walaupun Gw gak emang gak bisa ngeramal garis tangan. Wkwkwk.

"Wah, Bu Putri. Parah nih. Muti garis tangannya gak bisa dibaca. Butek, gara-gara sering nyiksa murid."

"Hahaha. Parah kamu, Jak." timpal Bu Putri.

"Sekali lagi begitu Gw timpuk pake gelas nih, Jak." kata Muti memperingatkan Gw untuk tidak meledeknya.

"Gabisa nih garis tangannya, sidik jarinya aja deh." ucap Gw yang langsung meraba-raba sidik jari Muti mulai dari kelingking hingga ibu jarinya.

"Kayaknya bakal ada yang sial nih." kata Gw.

"Lah, sial kenapa?" Tanya Bu Putri.

"Iya, kamu Jak yang sial. Karena tadi aku abis ngupil sekarang kamu pegang-pegang jarinyaaaa." seru Muti. Dibarengi dengan tawa dari Muti dan Bu Putri.

Lalu dengan cepat Gw arahkan telunjuk Muti ke bajunya lalu menggosoknya agar terpeper ke bajunya.

"Ihh, Jakaaaa." teriak Muti kesal dengan tingkah Gw disusul dengan tawa dari Gw dan Bu Putri.

"Wah, kalian ketawanya seru banget. Sampe ke ruang TU kedengeran." ucap Kak Sinta ketika memasuki ruang guru.



"Ehh iya, ampe lupa tempat nih." timpal Bu Putri. Sambil merapihkan buku-buku yang ada di sekelilingnya.

"Aku ke kelas 3 dulu yah, ada jam di kelasnya Bu Lena." sambung Bu Putri.

"Yah, Bu. Kan belum diceritain." ucap Gw.

"Tuh, minta ceritain aja sama biang gosip." jawab Bu Putri sambil berjalan keluar ruang guru.

"Hah? Siapa?" tanya Gw ke Kak Sinta.

Lalu Kak Sinta mengarah telunjuknya ke arah Muti. Dan Muti seketika bergaya sok imut sambil tersenyum.

"Cyn, kamu mau diramal Jaka gak?" tanya Muti ke Kak Sinta.

"Emang bisa, Jak?" tanya Kak Sinta ke Gw.

"Ahh, enggak kok itu boong-boongan doang." ucap Gw.

"Yehh. Kirain. Ehh, kamu ada jam gak nanti, Jak?" tanya Kak Sinta.

"Enggak ada, Kak. Tergantung Bu Nisa atau Bu Farhah minta bantuan atau enggak nya sih. Emang kenapa?"

"Mau minta tolong anterin aku nyerahin berkas siswa tidak mampu ke kantor pusat. Bisa gak?"

"Yahh, orang lagi enak-enak diramal masa Jakanya diajak pergi." kata Muti dengan akting wajah murungnya.

"Dipinjem sebentar doang, Mut. Nanti kalau udah selesai aku balikin deh. Terserah kalian deh tuh mau main ramal-ramalan sampai pagi juga gapapa."

"Yaudah gih, tapi pulangnya nitip siomay yak." pinta Muti.

"Tadi katanya diet, kok mintanya siomay." jawab Gw.

"Kenapaa?? Gaboleehh?? Ini urusan wanita anda jangan ikut campur yaa wahai lelakii."

"Udah yuk, Jak. Kita kabur. Penunggu ruang guru udah enggak karuan tuh. Hahahaha." ajak Kak Sinta.

"Yehh, kurang ajarrr."

_____-----_____

"Mau kemana, Kak?" tanya Gw ke Kak Sinta waktu menuruni tangga sekolah.

"Ke Jakpus, Jak. Kamu ada helm dua gak?"

"Enggak ada kak. Pinjem sama Bang Sani aja deh entar."

"Tapi aku pake helm kamu ya. Kamu yang pake helm Bang Sani. Hahaha."

"Iya iyaa. Apa sih yang enggak buat tuan putri."

Di bawah tangga, di depan kelas 3, kami berpapasan dengan Bu Lena yang sedang melepaskan tempelan-tempelan di pintu ulah dari anak didiknya.

"Mau kemana, Jak?" tanya Bu Lena.



"Ini, mau anterin Kak Sinta keluar."

"Ohh. Hati-hati ya, Sin." ucap Bu Lena ke Kak Sinta.

"Hati-hati kenapa, Bu?" tanya Kak Sinta ke Bu Lena.

"Hati-hati dimodusin Jaka. Hahaha."

"Ihh, mana ada saya modus-modus. Eh iya bu, kamar Bang Sani udah selesai belum ya?"

Bu Lena terlihat kaget dengan pertanyaan Gw. Mungkin dia kaget karena Gw menanyakan hal itu di depan Kak Sinta karena Bu Lena belum mengetahui perihal Gw dan Kak Sinta.

"Hah? Kenapa ya, Jak?" Bu Lena menyanya Gw balik seolah-olah dia berpura-pura tidak tahu akan hal itu.

"Tenang, Bu. Saya udah tau kok. Dan saya udah ngerasain juga. Hahaha." ucap Kak Sinta.

"Gila kamu, Jak. Tiga lohh." seru Bu Lena.

"Au nih, Jaka." kata Kak Sinta sambil memukul Gw dengan map yang digenggamnya.

"Liat yuk, Bu. Penasaran saya."

Lalu kami pun menuju ke kamar Bang Sani yang kemarin dijanjikan oleh suami Bu Lena akan dimake-over sesuai permintaan Gw dan Bu Nisa. Bu Lena pun mengeluarkan kunci yang sedari tadi dia simpan di dalam dompetnya.

"Ohh, ibu megang kuncinya?" tanya Gw.

"Iya. Satu dipegang Bang Sani. Satu lagi saya. Nih satu lagi kamu yang pegang kalau mau pake." kata Bu Lena sambil menyerahkan kunci kamar Bang Sani.

*jgrekk

Terbukalah pintu kamar Bang Sani yang sekarang di dalamnya terdapat kasur dan lemari yang baru serta karpet yang melapisi lantai dan dindingnya yang semakin membuat kamar Bang Sani terlihat mewah.

"Wah, ternyata ini markas kalian." ucap Kak Sinta.

"Kamu mau coba main disini, Sin?" tanya Bu Lena ke Kak Sinta.

"Ya mau laaa."

"Tapi antri yaa. Hahaha."

"Ihh, jahat. Mentang-mentang saya yang paling muda harus ngalah sama yang tuaan."

"Iya doong, kan kamu masih muda, masih kenceng, jadi Jaka masih suka. Saya kan udah kendor jadi kalo kamu enggak ngalah nanti Jaka maunya sama kamu terus."

"Yehh, kata siapa. Orang saya suka sama tipe yang begini." ucap Gw sambil meremas-remas toket Bu Lena.

Bu Lena pun tersenyum lalu menggigit bibir bawahnya sambil memejamkan mata.

"Apalagi yang ini." sambung Gw sambil menggesek-gesek memek Bu Lena dari celana luarnya dengan tangan kanan Gw. Bu Lena pun semakin bernafsu lalu meremas-remas toketnya sendiri.

Gw menarik Kak Sinta ke hadapan Gw lalu memanggut bibir manisnya. Tangan kiri Gw pun masuk ke dalam pakaian Kak Sinta lalu mengusap-usap punggung halus Kak Sinta.

*Ahhhh aachhh

*Mmpphhh

Racau Bu Lena dan Kak Sinta yang sedang menikmati tangan dan bibir Gw.

"Jak." kata Kak Sinta menyudahi ciuman kami.

"Kita mesti nganter berkas." lanjutnya.

"Ohh iya. Lupa." kata Gw menyudahi ulah gw di memek Bu Lena.

"Udah dulu ya, Bu. Ada tugas nih." ucap Kak Sinta.

"Iya, iya. Saya juga lupa ini, takut nanti ada yang ngeliat kita disini lagi begini."

"Yaudah, Bu. Saya pergi dulu ya." kata Gw sambil keluar kamar Bang Sani berbarengan dengan Kak Sinta.

"Iya, Jak, Sin."

Setelah itu kami berjalan menuju halaman sekolah. Tak lupa Gw menemui Bang Sani untuk meminjam helmnya dan juga untuk izin sewaktu-waktu ingin menggunakan kamarnya.

Di perjalanan, Kak Sinta hanya terdiam memandangi jalanan sambil menggenggam berkas yang dibawanya dari sekolah tadi. Dia bilang nanti hanya menyerahkan berkas lalu meminta tanda tangan dokumen, tetapi bisa saja mengantri.

"Tunggu sini ya, Jak. Aku ke dalam dulu."

"Iya, Kak. Aku ngerokok di luar ya. WA aja kalo udah selesai."

Kak Sinta menyuruh Gw untuk menunggu dia mengumpulkan berkas. Karena Gw takut bosan, Gw menunggu di deretan pedagang sambil membakar rokok untuk menghindari penat.

*drtt drttt

Ada notifikasi WA dari Bu Nisa



Bu Nisa :
"Enak ya main di luar sama Sinta sedangkan saya lagi repot ngajar anak-anak."

Jaka :
"Cuma nganterin Kak Sinta nganter berkas buuu."
"Cemburuan aja ih jadi orang."

Bu Nisa :
"Alesan, coba foto."

Jaka :
(Foto)
"Tuh, saya aja lagi nunggu sendirian ini di depan kantornya."

Bu Nisa :
"Kasian ih panas-panasan."
"Enakan saya, adem bisa rebahan."
(Foto)

Shit. Bu Nisa mengirimkan foto dia sedang rebahan di kamar Bang Sani dengan memamerkan toketnya dibalik pakaian dan behanya.

Jaka :
"Ihh buu. Jangan bikin saya pengen nyusu dehh."

Bu Nisa :
(Foto)
"Masa cuma nyusu doang. Sarangnya enggak?"

Gilaaa. Sekarang dia mengirim foto memeknya yang ditumbuhi jembut halus itu.

Jaka :
"Bu, stop it 😭"

Bu Nisa :
"Biarin, biar kamu kangen terus pengen masukin burungnya ke sarang."

Jaka :
"Kan kemarin sore udah, Bu."

Bu Nisa :
"Kuraangg. Pengen seharian sama kamu tuh, Jakk."

"Jak." panggil Kak Sinta mengagetkan Gw.

"Ehh, kak. Kenapa? Ada kesalahan?" tanya Gw.

"Enggak. Udah selesai ini, enggak ngantri di dalem tadi."

"Ohh, terus kita pulang?"

"Okee, yuk pulang."

Di perjalanan pulang, Gw selalu kepikiran tentang foto Bu Nisa tadi. Celana Gw pun terasa sempit dikarenakan kontol Gw yang ngaceng maksimal. Seakan-akan, burung yang sudah terbang bebas merasa ingin kembali ke sarang pertamanya. Gelagat Gw selama di motor pun gak karuan, takut Kak Sinta menyadari bahwa ada yang tegak tapi bukan keadilan.

"Lewat kiri, Jak." perintah Kak Sinta.

Sejenak Gw bingung, karena yang biasanya jalan menuju sekolah itu lewat kanan tetapi kali ini Kak Sinta mengarahkan untuk lewat jalur arah kiri.

"Ini jalan pintas ya?" tanya Gw.

"Iya, jalan cepetnya lewat sini." jawabnya.

"Nanti belok kanan, Jak." lanjutnya. Gw pun mengikuti arah yang disebutkan Kak Sinta.

"Itu ada minimarket, berenti dulu Jak." perintahnya.

Setelah Gw menghentikan motor Gw di depan mini market, dia pun turun lalu masuk ke dalamnya. Tidak sampai 5 menit dia sudah keluar dan menghampiri Gw lalu naik ke atas motor Gw.

"Nanti ada toko roti belok kanan ya, Jak." ucapnya.

Seketika Gw melajukan motor ke arah yang dia suruh, tetapi kecurigaan Gw tentang jalan pintas menuju sekolah semakin besar ketika dia mengarahkan Gw untuk masuk ke dalam gang sepi.

"Itu, Jak. Gerbang hitam. Berenti di situ ya."

Wah, kenapa nih? Ini tempat apa? Rumahnya kah? Gede banget tapi terlihat sepi.

"Assalamu'alaikum, ucapnya saat memasuki gerbang."

"Lah, Sin. Udah pulang?" terdengar suara dari dalam rumah yang terdengar seperti suara wanita seumuran Kak Sinta.

"Kerja kok, abis nganter berkas. Ini lagi bawa temen mau aku ajak mampir." jawab Kak Sinta.

"Hah? Mana?" jawab wanita itu sambil mengintip ke luar pintu. Lalu dihampirilah Gw sambil dia menebarkan senyum.

"Haii, pacarnya Sinta ya? Salam kenal, Gw Dita, temen kontrakannya Sinta." ucapnya sambil mengadahkan tangan yang seketika Gw jabat tangan mulusnya itu.

Sedikit pertanyaan dalam benak Gw terjawab.

"Bukan, saya temen kerjanya. Jaka." jawab Gw.

"Ohh, Jaka. Ayo masuk."

Gw pun memarkirkan motor Gw di garasi berjejer dengan 2 motor lain yang terlihat seperti motor wanita.

"Masuk, Jak. Di dalem aja yah, kalo di ruang tamu nanti kamu digodain Dita. Hihihi."

"Salah sendiri, abis bawa cowok ganteng kesini. Hahaha." ucap Dita.

Gw diajak ke dalam rumah itu. Berjejer pernak-pernik khas wanita yang sangat rapih. Lalu gw diajak untuk menaiki tangga ke atas menuju ke kamarnya Sinta.

"Sini, Jak. Masuk. Rapih gak kamar aku?" tanya Kak Sinta sambil menyalakan lampu.

"Dibanding kamar saya sih, ya jelas rapihan kamar kamu, Kak." jawab Gw.

Kak Sinta menyalakan AC nya lalu merapihkan beberapa barang yang masih tercecer.

"Aku bingung mau kemana lagi. Mau ke sekolah males ada Pak Hendra. Kerjaan aku juga udah selesai. Kesini aja dehh."

"Ini tuh kosan kak?"

"Bukan. Ini aku ngontrak sama temen-temen berempat. Jadi bayar bulanannya patungan gitu." jawabnya sambil merebahkan tubuhnya di kasur lalu mengecek hp nya.

"Yang tinggal bareng di sini pada kerja atau kuliah kak?"

"Ada yang kerja, ada yang kuliah."

"Bentar ya, Jak." ucapnya lalu menuju ke toilet dalam kamarnya.

Gw hanya melihat-lihat pernah pernik yang ada di dalam kamarnya. Mata gw tertuju ke jejeran Funko Pop yang ditata sebegitu rapihnya di atas mejanya.

"Suka koleksi Funko, Kak?" tanya Gw setelah dia keluar dari toilet.

"Enggak koleksi juga sih. Cuma suka aja, jadinya beli beberapa yang berkarakter doang. Kalo beli semuanya mah, mahall." jawabnya sambil menuju kasur lalu duduk di pinggir kasur.

"Iya sih, ini pada keren-keren Funko nya. Tapi banyak yang enggak saya tau." ucap Gw sambil ikut duduk di pinggir kasur.

"Ahh, masa enggak tau. Pasti ada yang kamu tau lah, Jak."

"Itu Joker yang The Dark Knight kan? Terus itu Pennywise. Itu Pikachu, ihh gemoy. Nah itu apa Kak yang mukanya diitemin?"

"Yang mana?"

"Itu yang megang gitar, lidahnya melet terus bawa obor."

"Ohh, itu band."

"Band apa, Kak?"

"Namanya Kiss."

"Band apa, Kak?" tanya Gw sambil melihat ke arah Kak Sinta.

"Kiss." jawabnya sambil memindahkan arah fokus matanya semula dari Funko Pop ke arah Gw.

Kami bertatapan lumayan lama lalu seketika Kak Sinta menutup matanya yang merupakan kode untuk Gw menikmati bibir manisnya itu.

*Mmmphhh

Desahnya dikala Gw memainkan bibirnya dengan bibir Gw.

LANJUT
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd