Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SALAH SASARAN - Ipar-Iparku yang Ahhh... Sudahlah (NO SARA!)

Chapter 43



Well…!

Inikah yang kalian nantikan?

Karena aku malas berbasa basi busuk di awal chapter kali ini, toh, emang sudah saatnya aku segera saja menuntaskan apa yang seharusnya ku tuntaskan, maka tanpa membuang waktu, mari kita lanjutkan, kawan….!



Aku harus lebih meningkatkan kadar birahi kakak iparku ini, maka aku segera menyerang bibirnya yang ranum itu. Kali ini, aktivitas cumbuanku pada bibirnya mendapatkan balasan yang lumayan berarti.

Bibirnya yang begitu menggemaskan sesekali ku gelitik dengan lidah, lalu setelahnya, lidah ini menjalar mendesak masuk ke rongga mulutnya. Tak mau kalah, tanganku mulai menyentuh sesuatu yang selama ini amat sangat ku dambakan. Maka, aku pun mulai menyentuh kancing gamisnya yang paling atas.

“Hmmm…!” rupanya Nira masih menyisakan kesadarannya. Dia bergumam dalam kuasa bibirku. Tangannya sempat menahan jari-jariku yang beraksi membuka kancing gamisnya. Selanjutnya kepalanya menggeleng.

Wahhh…! sepertinya aku tak boleh langsung seperti itu, maka yang ku lakukan segera menyentuh sepasang payudaranya yang kenyal dan menggoda itu di balik pakaian utuhnya.

“Hmmmmfffhhhmmmm!” begitu tanganku berhasil menyentuhnya, kepala Nira terlempar ke atas. Membiarkan bibir kami yang sempat bertautan akhirnya terlepas. Tangannya segera menangkup menahan mulutnya agar tak mengeluarkan desahan maupun erangan yang besar.

“Nikmatilah sayang…. payudaramu emang begitu menggoda. Begitu sempurna” gumamku di sertai desahan pelan, seolah aku sangat antusias dan sangat tak sabar untuk menikmati setiap inci kulitnya.

Di saat tangan kiriku meremas bagian kanan, tangan kananku sendiri bergerak dengan cepat membuka satu persatu kancing gamisnya. Si empunya tubuh menggoda ini masih belum sadar jika kini, bagian dadanya mulai tersingkap.

“Ikkhhhhrrrr Arrr?” spontan matanya langsung melihat ke arahku, lalu ke arah bawah, tepat di bagian dadanya. Karena kini, gamisnya telah ku singkap lebar. Ahhh, sial. Aku semakin bernafsu, di saat tampak dengan jelas di hadapanku, gugusan gunung kembar yang kenyal dan mungil, meski masih terhalangi dengan cup bra miliknya.

Aku mengacuhkan tatapan protes darinya. Karena aku bagaikan predator buas yang sangat menginginkan segera menyantap sajian santap makanku saat ini. Maka, tanpa menunggu lama, segera ku tangkupkan kedua tanganku di dadanya dan ku remas-remas perlahan.

“Ar… ah” akhirnya, tatapan protesnya itu mulai berubah menjadi sendu. Tatapan yang sarat akan keinginan untuk mengejar sebuah kenikmatan duniawi yang super hakiki. Sekali lagi aku meremasnya, “Ahhhhh…. Ar….!” maka sekai lagi, desahannya terdengar lembut. Apalagi di saat tanganku masih dengan nyaman bermain di kedua gundukan payudaranya. Semakin membuat tubuh kakak iparku ini menggelinjang tak karuan. Baru bermain di payudaranya saja, nafsuku benar-benar berada pada titik puncak tertinggi.

Tak ingin mengambil waktu lama, maka dengan gerakan cepat ku tanggalkan juga bra hitamnya hingga…….



Ahhhhhh faaakkkk!

Aku sampai menggigit bibirku sendiri karena begitu terpesona atas sepasang payudara milik kakak iparku ini yang teramat sangat menggugah selera kelelakianku.

Bentuk payudaranya benar-benar begitu memukau. Sepasang puting kemerahannya yang menghias di atas kuncup dua gundukannya, semakin menyempurnakan sepasang benda yang begitu aku dambakan sedari lama. Belum lagi aerola yang memagari di sekelilingnya, berukuran proporsional. Tidak lebar, mungkin karena empunya belum punya pengalaman memberi asi pada sesosok bayi. Baca = Emang belom melahirkan. Belum lagi bentuk putingnya itu yang mulai menegang, ukurannya kecil, dan itu spontan sekali lagi, membuatku menelan ludah. Dari ujung putingnya, imagiku langsung bermain, seakan memanggilku lembut untuk segera ku dekatkan mulut ini buat menghisapnya.

“Sempurna….” aku gumamku. Penisku di bawah sana kian menegang sempurna.

Nira sendiri lantas menatapku sendu.

“Maaf” gumamku kemudian.

Nira menatapku. Matanya membulat, rupanya dia baru sadar kalo kini, sepasang payudaranya yang harusnya ia tutup rapat dan hanya menunjukkan pada suaminya, bang Anton, kini tersaji dengan nyata dan harfiah di hadapan pria lain. Mana pria itu adik iparnya, suami dari adik kandungnya yang nomor dua. Hoho!

“Minta maaf buat… hash. Buat apa? Kamu udah jahat telanjangin aku kayak gini” ujarnya sambil berusaha untuk menutupi sepasang payudaranya yang sekal dan kenyal menggoda itu dengan kedua tangannya.

“Kan masih belum, Nir… Masih atasnya doank” balasku sesaat.

Nira tak jawab, tampak masih menahan nafas, menahan birahinya yang semakin menguasainya.

Begitu ia ingin protes, di sertai dengan tangannya yang mencoba untuk menarik gamisnya buat menutupi dadanya, aku tak memberinya ruang untuk menyelesaikannya.

“Arhhhh ahhhhh…..” suaranya meninggi ketika jari-jariku segera beraksi, segera memilin putingnya yang semakin menegang. Sama dengan adik kecil di antara pahaku yang juga semakin keras. Tubuh Nira menggelinjang entah untuk melawan atau menikmati.

“Ahhh Ar…. kamu…. kamu menyentuhhhku…. ahhh!”

Aku menyeringai mendengarnya. Sambil tetap mempertahankan gerak jari-jariku menyiksa dadanya, aku berbaring di samping Nira yang sedang berkejaran dengan nafasnya.

Kami saling tatap dengan dalam…

Tanganku masih bermain dengan nyaman di payudaranya. Lebih tepatnya di putingnya.

“Ar?”

“Hmm ya Nir”

“Ar….”

“Ya sayang….”

Lalu…. jenak berikutnya, tatapannya yang sendu berubah sedemikian rupa. Meskipun aku tidak tahu makna di balik tatapannya yang tajam itu, tetapi kemudian dia dengan segera menarik wajahku hingga kami tenggelam dalam ciuman panas dan basah.

Anjir. Ganas rupanya. Sang predator betina kini mulai menampakkan tajinya ke permukaan. Mulai menunjukkan apa yang selama ini ia rahasiakan, akhirnya ia bebaskan dari kungkungan.

Permainan bibir dan liur Nira sangat hebat, jauh lebih hebat dari kedua adiknya. Dia masih belum menggunakan lidahnya dalam lumatan bibir kami, tetapi sudah cukup membuat bibir dan sekelilingnya basah.

“Hhmmmmppphhhhffffff….. Aaaammhhhpppphhh…..”

Sesekali bibirku digigit dan di sedotnya, lalu kemudian ia mulai memainkan lidahnya.

Lidah kami bertaut dan berpilin. Tanganku tidak tinggal diam, begitu pula dengan tangannya. Selama kami sibuk bersilat lidah, tanganku membelai, meremas dan memilin dadanya, sedangkan tangannya mulai membantu mempreteli seluruh pakaianku hingga kini, kami pun sama-sama hanya bercelana dalam saja.

Tapi….

Hal itu hanya sementara saja. Karena kini, dua CD yang melekat di tubuh kami pun mulai kami tanggalkan dengan cara - saling membantu tanpa melepaskan tautan bibir kami.

“Ssllrrrrrppphhhh………” racau Nira dalam aktifitas ciuman kami. Kepalanya bergerak liar seliar lidahnya yang menyelusup ke dalam mulutku lalu dikeluarkan untuk menjilati bibir, pipi dan hidungku.

Wow. Nira benar-benar lepas kendali kali ini. Kadang ku cubit kecil putingnya dan dibalas Nira dengan menggigit bibir bawahku. Suasananya tiba-tiba menjadi sangat panas.

Tiba-tiba Nira mengakhiri sesi ciuman kami

Dia lantas menatap kemaluanku yang sudah mengacung dengan bebas.

“Sshhhhh….. besarrrr…… Ar”

Aku senyum saja mendengarnya.

“Sekarang… kamu tak perlu lagi menggunakan fotonya, Nira sayang.”



Kejadian selanjutnya…..



Kakak iparku ini sepertinya ingin mengambil kendali. Terbukti, setelah ia bangkit, kini ia pun segera memposisikan tubuhnya di bawah sana, berjongkok dan mengocok penisku dengan gemas.

“Kerassss bangett,”

Aku senyum sesaat, “Akhirnya kamu bisa menyentuhnya secara langsung kan, Nir? Bukan dengan foto lagi?” godaku.

Dia mengangguk.

“I… iya Ar. Dan sepertinya juga bakal aku rasain”

“Iya. Dia milikmu. Lakukan apapun yang engkau mau”

“Ar. Aku sudah tidak tahan lagi” ujarnya masih dengan kocokannya pada penisku.

“Lakukan saja. Jika memang itu akan membuatmu senang” balasku.

Dia mengangguk.

Sejurus kemudian dia mulai naik ke atas tubuhku. Menunggangiku bagaikan seorang wanita yang sedang naik kuda. Ku lihat kangkangan pahanya ada rembesan kental yang terus merembes melalui pahanya.

Nira lalu merebahkan penisku hingga penis itu berbaring di perutku lalu dia menempelkan celahnya di atas batangku. Rasanya antara hangat, dingin, basah dan licin.

Jadilah kini aku ditungganginya. Perlahan Nira menggerakkan pantatnya maju mundur.

“Ssshhhhhhh….. Iiiihhhhhh…..”

“Ohhhhhhh…….”

“Sayangnggghhhhh…….Uhhhhh…..Sshhhhhhhhhh…….Sayangggghhhhhhh………”

Dia meracau sambil memanggil-manggilku sayang sekarang ini. Menambah gairahku. Percayalah jika kita ngewe dengan seorang wanita, sembari wanita itu memanggil sayang. Jauh lebih nikmat dibanding hanya memanggil nama saja.

Gerakan maju mundur Nira semakin lama semakin cepat seiring racau bibirnya. Tangannya kini ditumpukkan di dadaku dan tanganku sibuk memetik putting buah dadanya. Rupanya ini mempengaruhi gerakannya hingga menjadi tidak teratur dan kemudian Nira meraih orgasme pertamanya.

“Aaaaaawwwhhhhh….. Ardaaaannn nakalllll….. akuuu kenapaaaaaaa… Hoooooohhhhsssss…..” Tubuh Nira mengejang-kejang kelojotan di atasku.

Penisku basah kuyup oleh campuran cairan bening dan cairan putih kental. Meskipun penisku ngilu karena sedang tegang lalu dipaksa berbaring, tetapi ada rasa puas melihat tubuh yang sedang menunggangiku terkejang-kejang seperti tersengat listrik, hingga akhirnya Nira ambruk di atas dadaku. Ku pikir, kalau rangsangannya sehebat ini, pasti bisa ku bikin squirt.

Tidak ku biarkan dia istirahat. Ku rebahkan di sampingku lalu aku merengsek menuju selangkangannya. Nira pasrah menanti rencanaku selanjutnya.

Ku buka pahanya dan tampaklah rahasia terdalam tubuh seorang wanita di hadapanku. Vagina yang ranum agak merah dengan bulu tipis yang rapi. Lendir yang terus merembes menambah eksotiknya pemandangan di hadapanku. Perlahan ku belai celahnya dengan dua jariku. Nira tersentak ketika jariku menyentuh celahnya.

“Ar…. Jangannhhhh…. Akuhhh malu kalau pakaihhhh tanganhhh……”

Ah masa bodoh. Permintaan ditolak. Justru kini dua jariku masuk dan mulai mengocoknya.

“Sayanggggghhhhhh…… Sayangggghhhh……. Owwwhhhhhhh…. Sayangggghhhh…..”

Nira meracau terus-menerus memanggil namaku. Mungkin ini bedanya dengan Azizah. Setiap bercinta, dia selalu memakiku dan membenciku sembari menikmati sajianku. Sedangkan Nira sering-sering memanggil sayang di sela rintihan rangsangannya.



Clok.. Clok… Clok

Bunyi becek yang ditimbulkan jariku dan liangnya terdengar sangat merdu dan semakin membangkitkan syahwat. Pantat lawan mainku ini terangkat kadang disertai gerakan memutar dan aku semakin gemas untuk mengocoknya lebih keras dan cepat.

“Sayanggghhhh…. Ihhhhh…. Sayangggghhhh…… Owwwhhhh……”

Rintihannya sangat merdu dan manja, tetapi tidak akan membuatku melembutkan perlakuanku. Targetnya adalah squirt sebagaimana adiknya. Ku dekatkan mulutku di celahnya sembari tangan kiriku tetap mengocoknya dengan cepat dan tangan kananku merayap ke atas dadanya. Biji klitoris yang mengintip di balik lipatan labianya kini menjadi santapan bibir, lidah dan gigiku.

“Aaaakkkhhhhhh….. Sayangggghhhhh… Owwwhhhhhh….. Sayanggggghhhhh…..”



Serrrrr…….

Baru saja lidahku menjilati klitorisnya, Nira orgasme dengan squirt yang banyak.

Lebih banyak dari ketika main pertama kali dengan Azizah.

Semburannya membasahi lengan kiriku, tetapi kembali aku tidak mengendurkan kocokan tanganku. Targetku adalah squirt kedua dalam waktu yang tidak terlalu lama.



Clok… Clok… Clok…

Kecipak liang vagina yang memerah basah, jariku yang nakal dan cairannya yang banyak memenuhi seluruh ruang kosong dalam kamar ini. Setahuku dalam persoalan bercinta, wanita yang berhasil mengalami squirting, pasti akan kembali mengalaminya dalam jarak tempo yang tidak sampai lima menit. Dan dugaanku benar.



“Aakkkkhhhhhh…. Sayangnggghhhhhhhh…..”

Dan benar saja………



Serrrrrrr……..

Nira mengangkat pantatnya dan menyemburlah kembali cairan orgasmenya. Kali ini membasahi dadaku sampai di perut.

“Oohhhh…. Sayangggghhhhh…. Kammuhhhh apainnnnn akuuuuuhhh sampai kayak giniiiiii?”

“Kamuuuuu kamuuu… ohhhh kamu sudah buat aku kayak gini…. kamu nakallll Ardan” dia melanjutkan.

“Kamu juga, gak nyangka akan liar seperti ini, Nir”

Aku lalu memposisikan penisku di celahnya. Man on top siap dilakukan.

“Ar…?” sebelum penisku benar-benar menembus kedalamannya, Nira memanggil namaku.

“Ya Nira?”

“Benarkah yang akan kita lakukan ini?”

Aku hanya tersenyum.

“Kamu menginginkannya?”

Kini…. dia mengangguk, lalu berucap, “Yang pelanhhh Sayangghhhh…… punyamu besarrrr bangettthhhh…..”

Aku tersenyum lagi.

And then!

Tugas ku sekarang adalah mendorong rudal yang telah menempel di mulut goanya. Ku tekan, ku tahan nafasku dan mulai mendorongnya masuk.

“Aaawwhhhhh Sayanggghhhh…… Penuhhhhh bangettttt…. Aaaakkhhhh…..”



Gila!

Nira orgasme lagi padahal barangku baru saja masuk dan belum bekerja seperti biasa. Hanya beradaptasi dengan liang yang sepertinya lebih sempit dari punya kedua adiknya.

Kedutannya, remasannya, hangatnya begitu sangat memabukkan. Ku perhatikan celah pertemuan alat senggama kami, kembali cairan putih kental merembes keluar dengan pelan. Ah, sudahlah. Saatnya beraksi.



“Oookhhhhhh… Sayangggghhhh…. Sayanggghhhh…..” Racau dan rintihan kakak iparku ini mengiringi aktivitasku menggoyangkan penisku maju dan mundur di dalam liangnya. Awalnya aku hanya menggerakkannya dengan pelan, tetapi rupanya ada pihak yang tidak puas dengan cara ini.

“Yangghhh cepeethhh Sayanggghhh……. gateeellllhhhh nihhhhh…. ooohhhhhh”

“Gak mau. Saya maunya pelan aja……”

Rupanya Nira menggila. Dijambaknya rambutku dan dengan mata yang melotot kepadaku, dia berbicara pelan dengan suara yang menggeram gemas.

“Yang Cepeetttt, Ardannnnn begoooo……”

Wow! Rupanya setan telah menemukan istananya malam ini. Kakak iparku yang paling manja kini dikalahkan nafsunya dan mulai beringas. Aku sendiri hampir tidak percaya dengan apa yang aku alami, tetapi inilah adanya, dan saatnya mewujudkan keinginannya. Ku rebahkan tubuhku di atas tubuhnya. Aku bersandar dengan kedua sikuku dan Nira memelukku erat. Kedua kakinya dibuka lebar dan diluruskan. Ini dia!

“Aaaakkhhhh…….Ooohhhhh….”

Ku ayunkan pantatku sekuat tenaga dengan gerakan cepat 1:1. Ku atur nafasku dengan memusatkan pernafasan perut lalu ku tekan otot kegelku.

Ku pusatkan konsentrasi pada konsistensi dan kecepatan sodokanku di liangnya yang semakin panas dan becek itu. Entah dengan tulisan apa lagi ku gambarkan jeritan Nira dalam menerima seranganku, tetapi yang pasti, hanya sekian menit saja, Nira kembali menjerit bersamaan dengan semburan yang membasahi paha dan perut bagian bawahku.

“Uuuuukkkhhhhhh….. Ssshhhhh…. Sayangggghhhhh…..”

Serrrrr……

Secepat mungkin ku masukkan lagi penisku dan kembali memompanya dengan cepat.

Nira terus menjerit dan merancau menerima perlakuanku, hingga kemudian sekitar empat sampai lima menit kemudian Nira kembali orgasme.

“Jiyaaahhhhhh….. Ohhhh…..”

Serrrrrr…..

Kali ini tidak ku cabut penisku. Ku diamkan di dalam liang senggamanya sembari merasakan rembesan yang hangat dan licin dari dalam sana. Bentuk Nira sudah acak-acakan. Rambutnya basah oleh keringat dan cairannya sendiri. Kami terdiam dan berpelukan.







“Bagaimana, Nir….?” Tanyaku setelah nafas kembali normal.

“Uhhhh….” Nira hanya menjawab seperti itu lalu mencari bibirku.

Kembali kami larut dalam ciuman yang panas dan basah.

Lidah saling memilin dan bersilat dengan liarnya hingga kemudian kami melepaskan ciuman kami. Ku cabut batangku dan ku tunggingkan Nira.

Doggy style adalah posisi andalanku bila aku sudah ingin menyudahi permainan karena dengan posisi inilah pertahananku paling gampang jebol. Teknik pernafasanku agak tidak berlaku di sini. Entah kenapa.

Permainan ini sudah harus diakhiri, nanti bisa di lanjut lagi, karena aku yakin Nira akan menginap denganku di kamar ini.

“Sssshhhhhhhh…….”

Nira hanya mendesah lemas ketika dengan perlahan penisku menyelinap masuk dari belakangnya. Tak perlu menunggu lama untuk beradaptasi, langsung ku goyang pinggulku dengan irama agak cepat menggunakan pola 2:3.

“Akhhh…. Akhhh…. Sayanggghhh…. Sayanghhhh……”

“Niraaa... ohhhhh…..”

“Sayangghh….Uhhhh……”

Ku cepatkan sodokanku dalam racau dan rintih Nira.

Ku tegakkan tubuhnya dan ku remas dadanya dari belakang. Sontak gerakan Nira menjadi liar dan tidak teratur.

“Iiiiihhhhh… Sayangghhhhh…. Dappetthhh Lagihhhhh……”

Serrrrrr…….

Tubuh Nira ambruk ke depan hingga pertautan kelamin kami terlepas. Kini posisinya seperti orang yang bersujud dan tak perlu menunggu lama, langsung ku jebloskan penisku ke dalamnya.

“Aawwwhhhhhh……”

Tinggal lenguhan pelan yang pasrah dan tak bertenaga. Ku rebahkan Nira tengkurap dibawahku dan mulai ku gerakkan pantatku dengan cepat.

“Ahhh…. Ahhh… Ahhhh…. Aaawwwwhhhhhh…. Ammpunhhhh Sayanggghhhh…..”

“Gakhhhh Pakee Ampunnhhhh…..”

“Sayangnggghhhhhhh…..”

Kini kurasakan orgasmeku semakin mendekat. Posisi ini memang adalah kelemahanku, entah mengapa. Setiap persenggamaanku baik dengan Azita, Azizah dan kini dengan Nira, posisi inilah yang kupilih sebagai menu penutup.

“Nir….. Di keluarin di mana?”

“Dihhh luarrrhhh ajahhhh…. Oooowwwhhhh….. dappetthh lagiiii…..”

Nira orgasme lagi di saat aku juga sudah hampir meledak. Aku menggeram dan mempercepat gerakanku. Ku remas pantat Nira dengan keras.

“Nirrrr…. Udah mau nyampee….”

“Iyaaahhhhh… Oooohhhhh…..”

“Akhhhhh……”



Crooot…………! Croooot………!



Orgasme yang sempurna.

Tapi….. ah sial. Sayang, aku telat mencabut batangku dan alhasil, kutembakkan peluruku entah berapa kali semprotan di dalam rahim hangatnya itu.

“Owwhhhh……”

Penisku yang masih berada di dalam liangnya, lalu aku pun berbaring dibelakang Nira yang berbaring menyamping.

Untuk sesaat kami terdiam dalam pikiran kami masing-masing. Ku peluk Nira dari belakang. Rasa kedutan dan remasan kelaminnya sangat terasa.







Setelah nafas kami berdua mulai dapat terkontrol. Aku pun mulai mengajaknya mengobrol.

“Nir….. maaf, saya telat mencabutnya” ujarku memulai pembicaraan setelah beberapa saat kami terdiam. Nira terdiam entah apa dalam pikirannya.

“Iyaahhhh… aku tahu. Gak apa-apa, Ar”

“Maaf jika sampai kepablasan seperti ini”

“Iya gak apa-apa, aku juga menginginkannya, kok”

Ku eratkan pelukanku.

“Ar….”

“Iya, Nir?”

“Makasih, ya…..”

“Kok Makasih?”

“Iya. Kamu udah ngasih pengalaman baru”

“Maksud kamu?”

“Aku udah merasa kotor banget selingkuhin Bang Anton” Kata Nira lalu dia terdiam.

Aku memilih diam.

“Ahhh, masih terasa banget di dalam meski udah gak berdiri lagi ya” he? Aku pun detik berikutnya menyadari kemana arah ucapannya itu. Membuatku senyum lagi.

“Asli, punyamu besar banget.” Nira menghela nafas.

“Nir….”

“Ya?”

“Saya cabut, ya?”

“Iya….. pelan-pelan tapi, ya?” ujarnya.

“Iya”

Plop

“Awwhhh…. ngilu,” desah Nira saat penisku keluar dengan sempurna dari liang kewanitaannya.

“Mandi, yuk? Mau bareng?”

Nira tak jawab. Kini ia memutar tubuhnya mengarah padaku. Dia menatapku.

“Ar... ini yang pertama dan akan menjadi yang terakhir ya.”

Ku tatap dia dengan tersenyum. Aku hanya menggumam dalam hati, “Sepertinya aku gak yakin, Nira”


Bersambung Chapter 44
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd