Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Arsella Hasna Hilyani [No Sara] [Update #48]

Status
Please reply by conversation.
Wah anus nya hbis d pake 2 kontol, hmm apakah akan d flashback d chapter slanjutny?? Jdi ng sabar
Hehehe.. jeli nih.. stay tune..

Fani nikah?
Yo'i hu..

Ayo hu mainin emosinya lagi
Hehehe.. ntar Hu..

jd kurang seru sama suaminya terus
Karena ini cerita soal affair. Yang namanya affair dia masih punya status dengan suaminya. Jadi nggak lucu juga kalau sisi rumah tangganya nggak diceritain. Dan yang jelas, karena dibutuhkan buat next part nya, Hu. Hihi.


btw, trim ya suhu-suhu semua dah mampir kesini.. :beer: :beer:
 
Hehehe.. jeli nih.. stay tune..


Yo'i hu..


Hehehe.. ntar Hu..


Karena ini cerita soal affair. Yang namanya affair dia masih punya status dengan suaminya. Jadi nggak lucu juga kalau sisi rumah tangganya nggak diceritain. Dan yang jelas, karena dibutuhkan buat next part nya, Hu. Hihi.


btw, trim ya suhu-suhu semua dah mampir kesini.. :beer: :beer:
Gak ada fani sama suaminya sella nih?
 
Hehehe.. jeli nih.. stay tune..


Yo'i hu..


Hehehe.. ntar Hu..


Karena ini cerita soal affair. Yang namanya affair dia masih punya status dengan suaminya. Jadi nggak lucu juga kalau sisi rumah tangganya nggak diceritain. Dan yang jelas, karena dibutuhkan buat next part nya, Hu. Hihi.


btw, trim ya suhu-suhu semua dah mampir kesini.. :beer: :beer:
Ane nunggu chapter selanjutnya buat nemenin psbb hu..
 
Hehehe.. jeli nih.. stay tune..


Yo'i hu..


Hehehe.. ntar Hu..


Karena ini cerita soal affair. Yang namanya affair dia masih punya status dengan suaminya. Jadi nggak lucu juga kalau sisi rumah tangganya nggak diceritain. Dan yang jelas, karena dibutuhkan buat next part nya, Hu. Hihi.


btw, trim ya suhu-suhu semua dah mampir kesini.. :beer: :beer:
Up mlm ini y suhuuu 🥺🥺🙏🙏🙏🙏
 
Part 9b
Tag:
Lesbianism, BJ, Throatpie, Threesome FFM,




bd7bc01354932286.jpg

Arsella Hasna Hilyani

Splok.. Splokkk.. Splokkkk..

"Urrgghhh.. Memek Umi makin sempit aja sih.. Urrgghhh…" erang Mas Bagas.

"Ouuhh.. Shhh.. Mhhh.." aku hanya bisa menjawab dengan desahan dari mulutku.

Splok.. Splokkk.. Splokkkk..

Mas Bagas makin cepat menggenjot vaginaku dari belakang. Vaginaku yang makin becek membuat suara tumbukan selangkangan kami makin nyaring. Vaginaku seolah juga makin sensitif merasakan rangsangan gesekan batang penis suamiku, membuatku serasa terbang keenakan.

"Umi sekarang yang goyangin pantat Umi, dong.." pinta Mas Bagas.

Tak perlu diminta dua kali, aku yang juga sudah terangsang hingga ubun-ubun ini lalu menuruti permintaan suamiku itu. Kugerakkan pantatku maju mundur. Mas Bagas untuk sesaat mendiamkan pinggulnya tak bergerak, dan pantatkulah yang bekerja maju mundur memijat batang penisnya di dalam vaginaku. Untuk beberapa saat akulah seolah yang sedang menyetubuhi suamiku dari posisi anjing seperti ini.

Mas Bagas yang mungkin tak sabaran juga akhirnya ikut menggerakkan pinggulnya maju mundur kembali. Nafsuku lagi-lagi terbakar layaknya api yang tersiram bensin. Keringat makin banyak mengucur keluar dari tubuhku.

Mulutku masih terus mendesah-desah meluapkan birahiku. Tanganku yang menumpu tubuhku ini erat menggenggam sprei kasur kami yang sudah acak-acakan ini. Mataku kadang terpejam kadang membelalak saat dari belakang penis Mas Bagas menyodok vaginaku makin dalam. Tubuhku yang menungging di atas kasur ini berhadapan dengan pintu yang tak tertutup sempurna.

Bisa kulihat gamis biru milik Fani dari sini. Kepalanya sesekali mengintip ke arah dalam kamar, melihatku yang sedang disetubuhi dari belakang oleh suamiku. Aku tersenyum-senyum sendiri mengetahui sahabatku itu sedang mengintip persenggamaan ini. Tangan Mas Bagas yang tadinya memegang pinggulku lalu berganti meraih rambut panjangku yang tergerai.

"Aiiihhhhhhhhh.. Shhhh.." aku mendesah sedikit menjerit saat Mas Bagas menarik rambutku ke belakang, hingga kini tanganku tak lagi bertumpu di kasur.

"Urrrggghhh.. Memeknya Umi enak banget sihh.. Urrgghh.." erang Mas Bagas

Punggungku menempel ke perutnya. Penisnya masih terus menggaruk-garuk vaginaku dari belakangku dengan posisiku yang agak tegak ini. Tetekku yang berayun indah menantang gravitasi ini lalu diraih kedua tangan suamiku dari belakang dan segera diremas-remas dengan kencang.

Putingku yang menegang keras ini juga ikutan tersenggol-senggol tangan Mas Bagas yang meremas tetekku, membuat tubuhku makin terangsang hebat di tengah genjotan penis suamiku itu.

"Ouuuhhh.. Shhhh.. Mhhhhh.. Kontol Abbiii juga enakk.. Shhh.."

Dirangsang di tetekku, sambil penisnya terus memompa vaginaku membuatku makin kencang mendesah. Aku yang tadi memerhatikan Fani yang sedang mengintip di depanku kini tak kupedulikan lagi sahabatku itu, dan otakku berganti terisi birahi dari persenggamaan ini.

Penis Mas Bagas masih terasa keras saja. Orgasme yang tadi sudah diraihnya membuat penisnya kini kurasakan masih kencang, dan belum ada tanda-tanda meraih klimaks lagi. Peluh makin membasahi kedua tubuh kami yang sama-sama telanjang. Rambutku yang panjang tergerai ini makin acak-acakan saja, hingga sebagiannya menutupi pipiku yang juga basah karena keringat ini.

Dengusan nafas Mas Bagas yang memburu bisa kurasakan sangat hangat di tengkukku, membuat sensasi nikmat yang makin membakar birahiku. Sesekali sambil kumelirik, di depan sana kulihat gamis biru tua beserta pemiliknya yang sepertinya masih tak beranjak dari tempatnya. Aku lalu sedikit menoleh ke Mas Bagas, membisik sesuatu.

"Ahh.. Shhh.. Abbbiii.. Umi mau kasih tau sesuatu.. Shh.. Ahhh.." kataku ditengah desahanku.

"Apa itu, Umi?" kata Mas Bagas sambil menurunkan tempo genjotannya di belakang.

"Jadi tadi pagi Fani kesini, Abi. Nemenin Umi yang sendirian. Umi kira Abi pulangnya jadi malam.."

"Ohh.. Iya, Umi.. Terus udah pulang Fani nya?" Tanya Mas Bagas.

Yang kemudian aku jawab dan kumintakan ke suamiku dengan sesuatu yang aku sendiri tak tau darimana datangnya.

"Nah Fani ada di kamar tamu Abi.. Umi ajak kesini aja ya, Abi. Kasihan masa' disuruh nunggu sendirian.."

"Eh.. Lha ini Abi belum keluar.. Masak Umi tega ninggalin Abi kentang gini.." Kata Mas Bagas sembari penisnya masih bersarang di vaginaku dan digerakannya dengan pelan.

"Hihi.. Ya enggak usah berhenti, Abi. Kita lanjutin aja.. Umi ajak Fani kesini dulu ya.."

"Eh, Ummm.. Mmm.." sebelum Mas Bagas selesai berucap aku kecup bibirnya sesaat lalu melepasnya.

Mas Bagas sepertinya juga sedang di puncak birahi nafsunya itu, sehingga tak memberi penolakan saat kulontarkan ide ini. Akupun segera melepas penisnya dari vaginaku dan beranjak turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu.

Kubuka pintu kamarku dari dalam dan langsung bisa kudapati Fani menatapku dengan mimik muka kaget seperti seorang maling yang tertangkap basah ketauan mencuri. Nampaknya untuk sesaat dia tidak menyadari aku yang berjalan ke arah pintu tadi. Gamis bagian bawahnya nampak lebih kusut dari bagian yang lain, kutebak sedari tadi Fani ikutan memain-mainkan selangkangannya itu dari luar gamisnya.

"Hihihi.. Udah lama ngintipnya, Say?" tanyaku

"Eh, kak.. Anuu.. Mmm.."

"Udah sini ikut masuk daripada di luar situ.." kataku seketika.

Aku lalu menarik tangan Fani dan berjalan masuk lagi ke kamar. Di atas ranjang Mas Bagas terduduk nampak malu-malu juga, sambil menutupi penisnya dengan tangannya. Fani juga sepertinya malu-malu hingga mukanya bersemi merah melihat Mas Bagas di tengah kasur itu. Peganganku di tangan Fani lalu kulepaskan.

e94e791350878290.jpg

Fani

Fani lalu duduk di kursi yang terletak tak jauh dari kasur. Aku yang juga masih tertahan birahi ini lalu beranjak kembali naik ke atas ranjang menyusul suamiku. Mas Bagas nampaknya masih canggung dengan kehadiran orang ketiga di kamar kami ini. Aku lalu menempelkan bibirku ke bibir Mas Bagas mengajaknya berpagutan.

Tanganku lalu kugerakkan ke selangkangan Mas Bagas. Tangan Mas Bagas yang menutupi penisnya itu lalu kusingkirkan. Dari posisi ini Fani pasti bisa melihat utuh penis suamiku itu. Tanganku lalu meraih batang penis Mas Bagas dan mulai mengocoknya pelan-pelan.

"Uurrrggghhh.." erang Mas Bagas pelan.

Tak butuh waktu lama untuk menaikkan birahi suamiku dengan kocokan jemari lembutku ini, disamping Mas Bagas yang sedari tadi juga dideru nafsu yang tertahan. Bibir kami juga makin liar berciuman saling mengait satu sama lain. Kocokan tanganku di penisnya makin kupercepat.

Mulutku lalu kupindahkan ke sisi samping kepala suamiku. Kujilat lembut pipinya, lalu bergeser ke jambangnya, dan berakhir bermain-main di daun telinganya, lalu sambil berbisik ke telinganya.

"Entotin Umi lagi, Abi.." pintaku berbisik, dengan nada dan gaya sebinal mungkin.

Aku lalu merebahkan badanku di kasur. Mas Bagas langsung memosisikan tubuhnya di antara pahaku dan memulai lagi penetrasi penisnya di dalam vaginaku. Penisnya yang sudah mengeras itu butuh beberapa kali usaha untuk menembus gerbang liang senggamaku yang kembali menyempit ini.

"Ouuuuuuuhh.." lenguhku panjang

Setelah beberapa kali tarik ulur di gerbang kemaluanku, penis suamiku itu kembali memasuki vaginaku. Tubuhku serasa penuh sesak kembali. Nafsuku langsung kembali memuncak.

Mas Bagas memulai lagi ayunan pinggulnya dengan tempo sedang. Dinding vaginaku yang bergesekan dengan batang penisnya itu kembali merangsang setiap syaraf tubuhku, membuat birahiku makin terbakar. Desahan demi desahan keluar dari mulutku.

"Ssshhhh.. Aabbbiiih.. Oouuhh.." desahku.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Genjotan penis Mas Bagas di vaginaku membuat tubuhku tersentak-sentak di kasur ini. Bulatan buah dadaku inipun juga ikut berayun-ayun indah seiring sontakan penis Mas Bagas. Tangan Mas Bagas sesekali juga meremas tetekku seolah tak ingin menyia-nyiakannya. Tubuhku makin banyak berpeluh keringat.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Dengan tangannya, Mas Bagas lalu mengangkat kedua betisku, dan diletakkan di pundaknya. Penisnya yang masih tertancap di vaginaku kemudian digerakkannya lagi maju mundur, kembali membuat tubuhku tersentak-sentak.

"Ouuuuhh.. Shhhh.. Ahhh.. Abbiiihh.. Ouuuhh.. Memek Ummii penuuhhh.. Ouuhhh.. teruuussss, Abbiiihh" desahku.

Kedua kakiku yang terangkat ini membuat penis Mas Bagas tertambat makin dalam di vaginaku. Tempo sodokannya yang makin cepat juga membuat birahiku makin memuncak. Aku mendesah makin keras, kepalaku kugeleng-gelengkan ke kanan dan kiri. Rambutku kembali acak-acakan hingga mulai menutupi sebagian wajahku. Badai orgasmeku kurasakan kembali mendekat.

Tanganku lalu juga ikut merangsang tubuhku. Satu tanganku meremas tetekku yang mengkilap karena keringat, dan satu tanganku yang lain bermain di bibir vaginaku. Mencoba membantu mencapai puncak kenikmatan. Biji klitorisku kugesek-gesek dengan jemariku, sensasi rangsangan yang baru aku pelajari dua hari kemarin.

140ce71354958690.gif


Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Ouuuhh.. Shhhh.. Abiiiii.. Umi mau nyampe lagi.. Ouuuhhh.." desahku.

Mendengar itu, Mas Bagas makin menaikkan tempo genjotannya di dalam vaginaku. Aku yang dibakar birahi ini menyambutnya dengan meninggikan pantatku. Pompaan penisnya makin dalam saja menusuk vaginaku.

Gesekan jariku di klitorisku kugerakkan makin cepat membuat gairahku juga makin terbakar. Seolah aku juga ingin segera meraih klimaksku juga.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Ouuuuhhh.. Abbbiiiiiihh.. Pipiiiiiissssshhhh.. Ooooooooooouuuuuuuuuhhhhhhhh.." lenguhku panjang didera orgasme.

Crrrttt.. Crrrttttttt.. Crrrrrtttttttttt..

Pantatku kuangkat makin tinggi, hingga punggungku tertekuk ke atas. Tubuhku serasa amat sangat kaku saat seluruh syaraf di tubuhku ini menegang untuk beberapa detik. Mataku terpejam menikmati sensasi orgasme ini. Banyak sekali cairan squirt ku yang keluar, menyembur ke selangkangan Mas Bagas hingga jatuh membasahi sprei. Tubuhku kini benar-benar sudah mandi keringat.

Selama beberapa saat aku menikmati momen puncak surga dunia ini, hingga ketika selesai tubuhku langsung ambruk lagi di kasur. Lemas sekali tubuhku, seolah baru saja lari keliling ringroad kota ini.

Kulihat Fani nampaknya menikmati melihat persetubuhanku ini. Tangannya menggesek-gesek selangkangannya dari luar gamisnya itu, hingga gamis yang dipakainya itu mulai tersingkap ke atas memperlihatkan betisnya yang putih mulus. Matanya terpejam mencoba menikmati sendiri permainan tangannya.

Tangannya yang menggesek-gesek vaginanya dari luar gamis itu pasti membuat vaginanya tak nyaman. Mungkin dia masih malu kalau harus telanjang di depan lelaki suami sahabatnya ini.

Di atasku Mas Bagas masih mendiamkan penisnya bersarang di vaginaku. Klimaksnya belum diraih, bisa kurasakan penisnya masih kokoh menyesaki vaginaku. Perlahan-lahan pinggulnya mulai digerakkan lagi maju mundur.

"Aaaiiiiihhh.. Sssh.. Abbiih.. bentar dong.. uuuhhhh.." lenguhku.

Vaginaku yang baru saja orgasme menjadi makin sensitif terhadap gesekan batang penis suamiku itu. Mas Bagas meneruskan gerkannya pelan-pelan mengayun batang penisnya menggesek-gesek dinding vaginaku.

Perlahan pula, tubuhku yang lemas setelah orgasme beberapa kali ini kembali terbakar birahi. Mulutku otomatis merespon kembali dengan desahan-desahannya seiring dengan ayunan penis suamiku.

"Ssshhhh.. Emmppphhhh.. Hhhhgghh.." desahku

"Uuuurrrggghhh.. Habis ngecrot gini memek Umi makin ngremes kontol Abi.. Urrggghh.." erang Mas Bagas.

Mas Bagas menggerakkan pinggulnya maju mundur. Penisnya menggaruk-garuk vaginaku membuatku merasa nikmat. Tangannya ikut meremas-remas kedua tetekku, sesekali memainkan putingku yang ikutan mulai menegang keras.

"Umi nungging dong.." kata Mas Bagas.

Aku yang sejujurnya masih sangat lemas ini lalu beranjak bangkit dengan sisa tenagaku. Aku ambil satu bantal di dekatku. Kuposisikan diriku merangkak di atas kasur tepat di tepi kasur. Kepalaku kuletakkan di atas bantal, sehingga posisi pantatku lebih tinggi dari badanku.

Dari belakang Mas Bagas menempelkan ujung penisnya di pantatku dan menggesek-gesekkan di tengah-tengah pantatku yang menungging seksi ini. Aku pasrah saja dengan perlakuan suamiku itu. Lemas yang melanda tubuhku membuatku terkadang memejamkan mataku, ditambah kepalaku yang menumpu bantal empuk ini.

"Oooouuuuhhh.. kontoolll.." lenguhku binal saat tiba-tiba penisnya mulai dijejalkan ke dalam belahan vaginaku.

"Urrgggghhh.." erang Mas Bagas saat penisnya kembali bersarang di dalam vaginaku.

Mas Bagas mendiamkan penisnya beberapa saat. Beberapa detik kemudian, Mas Bagas mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Mas Bagas nampaknya sudah terbakar birahi, terbukti dari ayunan pinggulnya yang digerakkan langsung dengan tempo cepat.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Ouuhhh.. Ahhhh.. Ohhh.." desahku.

Aku yang sebetulnya masih lemas ini kembali on akibat genjotan kencang pinggul Mas Bagas. Penisnya kembali mengobrak abrik vaginaku dari belakang. Ditambah dengan posisi menungging seperti ini, membuat penisnya bisa meraih sisi terdalam vaginaku.

"Shhhh.. Ouuhhh.. Ahhhh.. Ohhh.. Abbiiiihh.."

Mas Bagas menggenjot vaginaku makin cepat. Kepalaku kini tak lagi menempel di bantal. Sekarang posisiku merangkak, dengan kedua tanganku kugunakan sebagai tumpuan badanku.

Gairahku kembali mulai meledak-ledak. Nafsuku membuai membakar birahiku. Keringat tak henti-hentinya keluar dari tubuhku.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Ouuhhh.. Ahhhh.. Ohhh.."

Tetekku yang berayun-ayun indah ini lalu diraih Mas Bagas dengan kedua tangannya. Dari belakang, Mas Bagas kini terus memompa vaginaku sambil memainkan kedua tetekku. Putingku yang menegang keras juga dimain-mainkannya.

Lalu tubuhku ditarik ke belakang, hingga tanganku tak lagi bertumpu di kasur. Tetekku masih diremas dari belakang oleh Mas Bagas, dan remasannya kini malah makin kuat, membuatku mendesah makin kencang.

4b76161354958615.gif


"Ssssssshhhhh.. Mmmmhhhpppphhh.. Abbiiihh.. Oouuhh.."

Dalam posisi tegak seperti ini, satu tanganku lalu kukalungkan ke leher suamiku. Sedetik kemudian, bibir kamipun saling terpagut. Mas Bagas masih menggenjot penisnya di dalam vaginaku dari belakang. Lidah kami saling mengikat dan saling bermain di rongga mulut kami, seiring air liur yang juga saling tertukar.

"Hmmmmhh.. Hmmmcccppp.." Suara peraduan bibir kami kini ikut mengisi ruangan ini disela-sela suara tumbukan selangkanganku.

Di tengah-tengah percumbuan yang sangat hot dengan suamiku ini, aku melirik Fani yang masih asik sendiri melihat kami sambil memainkan vaginanya dari luar gamisnya. Kini gamisnya sudah menyingkap di atas lututnya. Terpintas ide nakal dari benakku. Aku lalu berbisik ke Mas Bagas.

"Abi.." bisikku. Mas Bagas lalu memelankan sodokannya di vaginaku sambil memerhatikanku.

"Buat permintaan maaf Umi yang kemarin iket-iket Abi itu, Umi ajak Fani kesini. Tapi Fani masih perawan lho, Abi. Abi cuma boleh liat-liat aja ya.." bisikku, "Dan cuma kali ini aja ya, Abi.. Awas kalau Abi aneh-aneh.." lanjut ancamku.

Mas Bagas nampak bingung tapi juga tak bisa merespon apa-apa di tengah nafsu membaranya itu, dan melanjutkan pompaan penisnya dari belakangku. Aku lalu tersenyum ke arah suamiku itu sebelum kutolehkan wajahku ke depan ke arah Fani. Fani pun sadar sedang kuperhatikan.

Sesaat, aku dan Fani saling bertatapan. Dari wajahnya lalu muncul mimik kecanggungan saat aku melihatnya sedang bermain di selangkangan itu. Fani lalu kikuk, dan merapikan kembali gamisnya yang tersingkap. Aku hanya tersenyum, lalu kukode Fani dengan jari telunjukku memintanya mendekat.

Mukanya kembali bersemu merah, tapi digerakkan juga badannya beranjak mendekati kami yang berada di pinggir ranjang ini. Hingga jarak badanku dan badan Fani hanya beberapa jengkal, aku bisa melihat ekspresi mukanya antara malu-malu dan terangsang melihat persetubuhanku.

Sekejap kemudian, dengan kedua tanganku, aku menarik kepala Fani yang terbalut jilbab syar'i itu lalu dengan cepat aku memagut bibir indahnya. Fani nampak kaget namun pasrah saja kepalanya kutarik dan bibir mungilnya kucium. Fani harus sedikit menunduk karena posisinya berdiri lebih tinggi dari posisiku yang agak menungging disodok suamiku dari belakang.

Karena masih disodok-sodok dari belakangku, tubuhku tersundul-sundul ke depan sambil berciuman dengan Fani. Meski begitu, dari belakang, genjotan penis Mas Bagas tak sekencang sebelumnya, mungkin memberiku ruang untuk bisa bercumbu dengan Fani juga.

Fani memejamkan mata dan mulai menikmati ciumanku di bibirnya. Kini lidahnya malah mulai bergerilya masuk ke dalam mulutku melumati setiap sisi rongga mulutku.

Tanganku lalu menyingkap jilbab syarinya itu kepundaknya, kemudian kugerakkan tanganku ke arah dadanya dan mulai meremas pelan tetek jumbo Fani itu dari luar gamisnya. Bisa kurasakan Fani tak memakai apa-apa di balik gamis ini, membuktikan hipotesaku beberapa saat lalu. Pikirku, nakal juga ini anak, keluar dari rumahnya tapi nekat tak memakai bra.

"Aku lepas bajunya ya, Say?" kataku di sela-sela ciuman kami. Fani tak menjawab apa-apa. Mukanya masih terangsang menahan birahi.

Aku lalu memindahkan tanganku ke belakang badannya mencari resleting gamisnya dan langsung menarik resletingnya. Kutarik turun gamisnya itu dan sekejap kemudian terpampanglah tubuh telanjang Fani dan hanya menyisakan jilbab biru tuanya itu.

Seketika itu pula pompaan Mas Bagas di vaginaku tiba-tiba berhenti. Aku lalu menoleh ke belakang. Kulihat suamiku itu terbengong-bengong melihat tubuh telanjang Fani di depanku. Kepalanya dimiringkan untuk melihat tubuh Fani, karena terhalang tubuhku di depannya.

Aku lalu mencubit kecil perut suamiku itu.

"iiihh, Abii.."

"Auhh, Ummii.." jerit Mas Bagas

"Cuma boleh liat aja ya, Abi.. Awas kalau macem-macem.." ancamku ke Mas Bagas. "Masih perawan Fani ini.. Buat suaminya nanti.."

Akupun kembali menolehkan kepalaku ke arah Fani dan kembali berciuman dengan sahabatku itu. Mas Bagas juga kembali menggerakkan penisnya di dalam vaginaku. Tangan Mas Bagas meraih tetekku dari belakang dan meremas-remasnya.

Putingku tak luput dari permainan jari-jarinya, memberiku tenaga ekstra untuk mencumbui Fani. Tanganku kini memainkan tetek Fani. Tangkupan tanganku tak muat menjangkau teteknya yang terlampau besar itu. Fani yang terangsang itu melenguh manja tapi tertahan mulutku yang menciumi bibirnya.

Tangan Fani juga ikut digerakkannya ke arah dadaku dan mulai meremasinya bergantian dengan tangan Mas Bagas yang juga sedang bermain-main di tetekku.

Satu tanganku lalu kugerakkan turun ke bawah ke arah selangkangannya. Kupegang liang kemaluan Fani itu, ternyata sudah sangat lembab. Fani sepertinya sudah terangsang sejak tadi mengintip. Baru kusadari sahabatku ini belum sekalipun orgasme dari sejak pagi tadi kami bercumbu.

Aku lalu mulai menyentuh pelan bibir kemaluannya itu. Perlahan aku lalu menggesek-gesekkan jari-jariku ke belahan vagina Fani.

"Mmmppphhhh.." desah Fani di tengah-tengah ciuman kami.

Jemariku makin liar kugesek-gesek di vaginanya. Satu jariku kini mulai menggesek sisi dalam bibir vaginanya, mencoba memasuki celah lubang kemaluan sucinya yang sangat sempit itu. Beberapa saat ketika jariku bermain-main di belahan bibir itu, tiba-tiba paha Fani makin merapat. Badannya lalu menjadi kaku.

"Mmmmmmmmmmmmm.." Fani seperti menjerit kecil saat kami berciuman.

Kurasakan vaginanya berkedut-kedut didera orgasme. Tubuhnya menegang sesaat seperti kesetrum. Tangannya mencengkeram kuat tetekku selama fase orgasmenya. Beberapa saat kemudian, lalu Fani jatuh terduduk di pinggir ranjang ini. Rangsangan di tubuhnya sejak pagi tadi membuat vaginanya sensistif sekali, hingga barusan tadi kugesek-gesek sebentar saja badannya langsung menggelinjang klimaks.

Aku tersenyum melihat sahabatku menikmati momen klimaksnya itu. Aku sendiri masih menikmati pompaan penis Mas Bagas dari belakangku. Kulirik ke belakang Mas Bagas juga sepertinya makin terangsang melihat adeganku dan sahabatku barusan. Liveshow dari dua akhwat cantik di depannya ini.

Tanganku kini bertumpu lagi di kasur. Sprei yang acak-acakan ini kembali jadi korban remasan kuat tanganku seiring dengan sodokan-sodokan kuat dari penis Mas Bagas di vaginaku.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Ouuhhh.. Ahhhh.. Ohhh.." desahku, "Shhh.. Abii belum keluar?.. Ouhh.." tanyaku sambil menoleh ke samping.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

"Urrggghhh.. Belum, Umi.. Urgghh.." jawab Mas Bagas sambil terus mengayunkan pinggulnya.

Badanku lalu kembali ditarik kebelakang, membuat Tetekku makin terlihat membusung dengan posisi agak tegak seperti ini.

Aku kini fokus menikmati sodokan penis Mas Bagas dari belakang ini. Penisnya masih terasa kokoh keras mengaduk-aduk vaginaku. Dinding vaginaku yang sudah beberapa kali orgasme hari ini membuatnya menjadi makin sensitif akan rangsangan dari penis Mas Bagas. Birahiku makin terbakar meluap-luap.

"Sshhh.. Ooouhhhh.. Abiii.." desahku.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Selama beberapa lama Aku disetubuhi suamiku dari belakang. Pantatku kuayun-ayunkan maju mundur juga untuk menyambut sodokan penisnya. Tetekku yang tergoncang-goncang di depan ini masih diremas-remas kencang oleh Mas Bagas.

Fani yang sudah menyelesaikan fase klimaksnya, kini berdiri lagi dari duduknya di pinggir ranjang dan kembali menciumku. Akupun membalas pagutannya itu.

Splok.. Splookk.. Splookkk..

Mas Bagas dari belakang kurasakan makin cepat menggenjot vaginaku. Penisnya kurasakan makin keras dan makin hangat.

"Urrggghhh.. Abi mau ngecrot di mulut Umi, dong.. Urggghh.."

"Mmhhhcch ahh.. Iya, Abii.." kataku sesaat setelah melepas ciumanku di bibir Fani.

Aku lalu melepaskan penis Mas Bagas dari vaginaku, dan beranjak turun dari kasur. Mas Bagas juga lalu ikut turun dan berdiri di samping ranjang. Aku lalu mulai berlutut di depan Mas Bagas hingga selangkangannya tepat di depan wajahku. Kulihat penisnya mengkilap karena cairan vagina dan lendir orgasmeku sesaat tadi.

Fani masih berdiri di dekatku. Lalu terpantik ide nakal kembali di benakku. Aku lalu memegang pergelangan tangan Fani yang masih berada di jangkauanku itu, dan menariknya mendekat ke arah aku berjongkok dan penis Mas Bagas. Tangan Fani lalu kutaruh tepat di batang penis Mas Bagas. Muka Fani langsung bersemu merah antara malu dan menahan nafsu.

"uurgghhh.." Mas Bagas mengerang pelan saat tangan halus Fani menyentuh penisnya.

Penis Mas Bagas berdenyut pelan makin mengeras. Aku lalu menggerak-gerakkan tangan Fani di batang penis Mas Bagas. Sesaat kemudian tangan Fani sudah dengan sendirinya menggerak-gerakkan tangannya mengocok penis Mas Bagas. Gerakannya masih sedikit kaku, mungkin ini handjob pertamanya di penis seorang lelaki.

Kulirik ke atas, Mas Bagas menikmati kocokan tangan Fani di penisnya itu sambil memejamkan matanya. Mulutnya mengerang pelan. Aku lalu mendekatkan mulutku ke ujung kepala penis Mas Bagas. Aroma lendir vaginaku terasa kuat menyelimuti penisnya. Cairan precum juga keluar dari lubang kencingnya itu.

"Mmchhccpp.. Slllrrrpp.. Slllluurrrrppp.."

Aku mulai menjilati dan menciumi ujung penis Mas Bagas, sementara batang penisnya masih dikocok-kocok oleh tangan halus milik Fani. Bibirku mulai menghisap-hisap pelan kepala penisnya.

Aku bisa membayangkan Mas Bagas pasti sedang menikmati momen langka seumur hidupnya itu, dimanjakan penisnya oleh dua akhwat cantik ini. Tangan Fani kini makin terbiasa dan luwes mengocok batang penis Mas Bagas. Bibirku makin kencang menghisap kepala penisnya. Satu tangan Mas Bagas lalu dipindahkan ke belakang kepalaku dan mulai meremasi rambutku.

"Sslllrrrppp.. Mmmchhh.."

Kepalaku didorong Mas Bagas makin dalam menelan kepala penisnya. Tangannya menahan belakang kepalaku. Penisnya pun perlahan masuk tertelan ke dalam mulutku. Fani lalu melepas genggamannya di batang penis Mas Bagas, seiring dengan batang penisnya yang mulai hilang di dalam mulutku.

Mas Bagas lalu menggoyang pinggulnya dengan tempo pelan maju mundur dengan tetap menahan kepalaku, sehingga penisnya keluar masuk mulutku seolah sedang menyetubuhinya. Aku pasrah saja menerima sodokan penis keras itu di mulutku.

Clop.. Clopp.. Clooppp..

Makin lama tempo pompaan penisnya di dalam mulutku makin meningkat. Bunyi kecipak air liurku yang beradu dengan selangkangannya makin nyaring terdengar. Aku melirik Fani yang berdiri di sampingku, dia memindahkan tangannya ke selangkangannya memainkan vaginanya sendiri.

"Ouuhh.. Shhhh.. Aggghhh.." suara desahan yang keluar dari mulut Fani.

Aku melirik ke atas, ternyata Mas Bagas sedang meremasi tetek Fani dengan satu tangannya yang lain. Ingin aku protes dan menyingkirkan tangannya dari dada sahabatku itu, tapi kepalaku ditahan oleh satu tangan Mas Bagas yang lain. Tangan Mas Bagas di atas meremasi tetek Fani dengan liar, seolah-olah menemukan mainan baru. Bergantian diremasi bulatan kencang itu antara yang kanan dan kiri.

Fani juga memejamkan mata menikmati rangsangannya di tetekknya. Tangannya juga bermain-main di belahan vaginanya, pasti menambah rangsangan birahinya.

"Ouuuhhh.. Shhh.. Mmmassshh.." Fani makin kencang dan tak malu lagi mendesah.

Sementara di mulutku Mas Bagas makin cepat menggoyang penisnya keluar masuk. Clop.. Clopp.. Cloppp..

"Mmmccpphh.. Slllrrrppp.. Mmcch.. Slllrrpppppppp.." aku mendengar suara saling menghisap di atas.

Ketika aku melirik ke atas lagi, Mas Bagas ternyata sedang mencium bibir Fani. Fani juga nampaknya membalas ciuman suamiku itu. Nampak mesra sekali french kiss yang mereka lakukan. Aku sangat kesal dengan suamiku itu.

"MMMMMMMHHMM.." aku berusaha protes dengan mulutku, tapi tersumpal penisnya di dalam mulutku.

Kupukul-pukul paha Mas Bagas, tapi seperti tak ada respon yang berarti juga dari suamiku itu. Malah kini tangannya makin kuat menahan kepalaku dan pinggulnya bergoyang makin cepat, memompa penisnya keluar masuk ke dalam mulutku.

Clop.. Clopp.. Cloppp..

Glok.. Glokk.. Gloocckkkk..

Penisnya kurasakan makin dalam terdorong ke ujung mulutku. Saking dalamnya deepthroat-ku yang dilakukan Mas Bagas itu membuatku tersedak, tapi aku tak bisa menyela nafas karena kepalaku yang ditahannya. Aku pasrah saja menerima genjotan penis nya yang makin cepat itu. Aku yang tadinya ingin protes melihat Mas Bagas tersenyum, kini pasrah saja mulutku disetubuhi dan berusaha fokus agar tak kehabisan nafas.

"Hmmmmphhhhhh.. Ouuuuuhhhh.. Mmmmaasssshh.."

Di tengah throat-fuck penis Mas Bagas di mulutku, ternyata Fani dilanda orgasme lagi ditengah rangsangan dari suamiku. Aku bisa sedikit meliriknya. Badannya seperti tersentak pelan. Badannya mengejang kaku untuk beberapa saat lamanya, lalu terduduk bersimpuh di sebelahku.

Glock.. Glockk.. Gloocckkkk..

Mas Bagas kini fokus menggenjot mulutku. Kepalaku ditahan kedua tangannya yang meremas kuat rambutku. Genjotan penisnya makin dalam dan makin brutal. Bisa kurasakan pangkal mulutku sedikit ngilu dan nyeri karena sodokan penisnya itu. Baru kali ini kulihat Mas Bagas sebegini nafsunya. Air mataku ikutan keluar saking susahnya aku mengatur nafasku agar tak tersedak.

Glock.. Glockk.. Gloocckkkk..

"Urrgggghhh.. Abi keluar, Umiii.. Urrrrrrgggggghhhhh.." erang Mas Bagas.

Glek.. Glekk.. Glekk..

Kepalaku ditahan, dan penisnya didorong makin masuk. Semburan demi semburan sperma keluar dari ujung penisnya yang mau tak mau harus kutelan. Lahar hangatnya itu kurasakan membasahi kerongkonganku. Penisnya lalu dimundurkan sedikit, hingga beberapa semburan terakhirnya kini tertampung di mulutku. Setelah semua laharnya habis dari kantungnya, penis Mas Bagas lalu dikeluarkan dari mulutku, dan Mas Bagas langsung terduduk lemas di kasur.

"Uhukk.. Hoeekkk.." aku sedikit terbatuk, dan merasa lega akhirnya bisa bernafas kembali. Awalnya ingin aku protes dengan Mas Bagas karena perlakuan kasarnya barusan. Namun suamiku itu langsung terbaring di kasur, mungkin karena kelelahan sehingga membuatku jadi tak tega.

Sisa sperma Mas Bagas masih tertinggal di mulut, dan beberapa lelehan sisanya meluber ke bibirku. Di sampingku Fani yang juga terduduk masih nampak kelelahan dari orgasmenya tadi, melihatku yang barusan menservis oral suamiku hingga mencapai klimaksnya. Entah ide darimana yang mendatangiku untuk melakukan aksiku selanjutnya ini.

Aku bergeser sedikit ke arah Fani, lalu memegang kepalanya yang terbalut jilbab yang sudah makin kusut, dan menempelkan bibirku ke bibirnya.

"Hmmmpphh.. Mmmcchh.." erang Fani pelan.

Fani nampak kaget atas aksiku yang cepat ini. Meski begitu Fani tak berusaha menolaknya. Ketika aku mulai mengaitkan lidahku ke dalam bibirnya, sperma yang berada dalam mulutku ikut beralih juga sebagiannya ke dalam mulut Fani.

Fani nampak mengernyitkan dahinya, mulutnya merasakan sperma yang mungkin baru pertama kali dirasakannya itu. Kami masih melanjutkan pagutan kami, lidah kami saling mengait, dengan bibir yang juga saling menghisap. Aku sesaat lalu melepas ciumanku.

Beberapa sperma di dalam mulut Fani terpaksa tertelan olehnya, dan sisanya menetes ke arah dagu manisnya dan membasahi jilbab biru tuanya itu.

"Hihihi.. Itu namanya sperma, Say.. Nanti kamu juga bakalan sering dikasih sama suamimu.." kataku.

"Iya, Kak.. Hihi.."

------

"Udah mau sore nih, Say.. Mandi yukk.." ajakku ke Fani.

"Eh, iya boleh kak.. Takut kemaleman juga pulangnya.."

Kami pun beranjak ke kamar mandi yang berada di dalam kamarku ini. Aku tinggalkan Mas Bagas yang masih tertidur di kasur itu. Mungkin kecapekan setelah pulang dari luar kota dan harus mengerjaiku dua ronde tadi.

Fani melepas jilbabnya sebagai helaian terakhir yang melekat di tubuhnya sebelum menampakkan tubuhnya yang telanjang bulat, lalu berjalan menyusulku.

Aku yang terlebih dahulu masuk ke kamar mandi langsung menyetel shower air hangat dan merasakan guyuran air membasahi seluruh tubuhku. Segar sekali setelah sejak pagi tadi tubuhku dideru nafsu hingga lengket dengan keringat, dan kini terbilas dengan air hangat ini.

"Ayo, Say.. Sini katanya mau mandi to.."
Kataku mengajak sahabatku yang masih berdiri di balik pintu kamar mandi itu. Mungkin masih canggung karena baru kali ini kami mandi berdua telanjang bulat seperti ini. Fani pun akhirnya melangkahkan kakinya mendekatiku hingga kami sama-sama saling berbagi guyuran air shower ini.

Kami berdiri bersebelahan, tapi saling berdiam-diaman. Membiarkan air membilas keringat dan kotoran yang menempel di tubuh kami. Hanya suara deru air shower yang mengisi kamar mandi ini.

"Tadi dah lama ngintipnya, Say?" Tanyaku memecah keheningan.

"Emmm.. Hihi.. Lumayan, Kak.." jawab Fani singkat. Lagi-lagi kami diam kembali. Hanya aku kini berani menghadap Fani yang sedang dihujani air itu, membuat tubuh sempurnanya itu terlihat seksi. Fani juga tak malu lagi menatapku.

"Kakak mesra banget deh tadi sama Mas Bagas.." kata Fani.

"Hihi.. lha suami istri ya mesra to.." kataku, "Kamu ngintipnya pas aku lagi diapain emang?"

"Pas kakak sama Mas Bagas di kursi tadi sih mulainya.." jawab Fani.

"Oohh.. lama banget dong kamu berdiri di depan pintu tadi?"

"Hihi iya, Kak.. tadinya ke kamar kak Sella mau ijin pamit.. Eh liat Kak Sella begituan mesra banget, jadi nggak enak.. Hihi.. Kak Sella juga kayak keenakan gitu, jadi nggak mau gangguin deh.."

"Bukan keenakan tapi keenakan banget, Say.. Hihi.. kamu juga nanti bakalan ngerasain kok sama suamimu.." lanjutku.

Kami kini mulai mengambil sabun, dan menyabuni tubuh kami sendiri-sendiri di tengah-tengah obrolan kami ini. ,

"Tenang aja, Mas Bagas udah aku kasih tau kalau kamu nggak boleh diapa-apain. Jadi kamu nggak usah khawatir ya, Say.." kataku.

"Hihi.. Iya, Kak.. iri deh liat Kak Sella sama Mas Bagas.. Kayak masih nganten anyar aja.."

"Haha.. Bisa aja.." lanjutku, "Ngomong-ngomong soal nganten. Kamu nggak keberatan kan kalau misal nanti aku kenalin Ikhwan ke kamu..?"

"Hhmmm.. Iya, Kak.." jawab Fani.

Badanku dan badan Fani kini penuh busa sabun karena aktivitas mandi ini. Kami masih melanjutkan obrolan kami sembari terus membersihkan tubuh kami di bawah guyuran air hangat ini.

Lama kelamaan, kecanggungan mandi bareng ini mencair juga. Entah bagaimana awalnya, Kami kini saling menyabuni tubuh kami satu sama lain. Bibirkupun kadang mencium bibir Fani di bawah guyuran shower ini. Sambil melakukan french-kiss, tanganku bermain-main di tetek Fani. Fani pun juga ikut membalas ciumanku, tangannya kini malah berani bermain di selangkanganku, dan membersihkan sekitar kemaluanku dengan sabun di tangannya.

Tubuhku bergantian membelakangi Fani untuk menyabuni punggungnya, begitu juga Fani yang menyabuni punggungku. Saat Fani sedang menyabuni tubuhku dari belakangku, tangannya bisa kurasakan makin turun ke pantatku, hingga kurasakan benda lunak hangat menyentil-nyentil pantatku.

Saat kutengok ke belakang, ternyata Fani sudah berjongkok dan menjilati belahan pantatku. Pinggulku seketika menggeliat seperti tersengat listrik saat lidahnya bermain-main di lubang pantatku, lubang yang kemarin baru saja dipakai dua penis selain suamiku. Fani lalu merubah posisinya menjadi berlutut agar lebih nyaman mengerjai sisi bawah belakang tubuhku.

"Pantatnya seksi banget sih, Kak.." Kata Fani. Memang kuakui pantatku ini salah satu aset kebangganku. Bahkan ukuran pantatku lebih besar daripada pantat Fani.

Plakk.. tangannya lalu menampar pantatku. Pasti karena tadi dia melihat Mas Bagas yang juga menampar pantatku. Lidahnya lalu kembali menyusup ke selangkanganku dari arah belakang, dan mulai bermain-main menggelitik.

Tubuhku yang tak tahan rangsangan lidah Fani itu lalu makin membungkuk, hingga tanganku bertumpu di tembok, mencoba menahan badanku yang mulai terbakar gairah lagi. Dengan posisiku ini, lidah Fani malah kini bisa makin turun dan menjelajahi belahan vaginaku.

"Ssshhh.. Eemmmppphhh.. Ffaann.. ooouuuhhh.. Hmmppphhh.."

Mulutku tak bisa untuk tak mendesah. Bibirnya lalu menemukan biji kacang yang tersembunyi di balik lipatan vaginaku. Tak pelak, bibirnya langsung memainkan klitorisku. Bahkan sesekali aku menjerit kencang saat Fani menggigit kecil klitorisku yang sensitif ini. Selama beberapa saat aku dirangsang seperti ini membuat gairahku makin terbakar.

Krieeekk. Kudengar suara pintu kamar mandi terbuka, nampak Mas Bagas yang barusaja terbangun, mungkin karena mendengar suara desahan dan jeritan kecil dari mulutku tadi. Mas Bagas lalu masuk menyusul ke arahku lalu berdiri terdiam beberapa saat melihatku. Aku tak terlalu memedulikannya karena saat ini aku sendiri sedang dilanda birahi hebat oleh permainan lidah Fani di vaginaku.

Fani sendiri masih berlutut di belakangku dan asik menjilat-jilat dan menghisap-hisap bibir vaginaku. Di sampingku Mas Bagas senyum-senyum sendiri melihat aksi lesbianku dengan Fani ini. Tangannya memegang penisnya, lalu mulai mengocok pelan batang kemaluannya yang sudah dua kali orgasme itu.

Mas Bagas nampak mupeng sekali melihat aksiku dan Fani ini. Hihihi, puas-puasin deh, Mas. Pengalaman sekali seumur hidup melihat liveshow aksi lesbi dua akhwat cantik ini. Sesekali kuperhatikan penisnya perlahan mulai bangkit lagi.

Lalu Mas Bagas maju mendekatiku. Keran shower ini lalu disetel nya hingga debit air yang mengucur tak sederas sebelumnya. Mas Bagas lalu mulai mencium bibirku di bawah pancuran air hangat ini. Bibir kami saling menghisap untuk beberapa saat, lidah kami saling melilit di dalam rongga mulut kami. Tanganku tak tinggal diam dan kugunakan untuk mengocok batang penis suamiku yang makin mengeras itu.

"Umi.. lehernya sakit ya pas tadi nyedot kontol Abi?" tanya Mas Bagas sesaat setelah melepas ciumannya.

"Iya, masih sakit sedikit Abi. Abi sih tadi kasar banget.." jawabku.

"Hehe.. Maaf ya Umi.." lanjut suamiku. "Abi pengen disedot lagi nih kontolnya.."pinta suamiku.

Aku yang sedang dilanda birahi dari jilatan Fani ini lalu malah menyarankan ide gila yang seharusnya tak aku katakan.

"Mmm.. Sama Fani aja gimana, Abi? Mulut Umi masih sakit soalnya.." kataku. Mas Bagas hanya diam. Mana ada lelaki yang menolak kalau ada yang menawarinya seperti ini. Ustadz sekalipun pasti juga langsung menyerah.

"Tapi jangan kasar-kasar sama Fani ya, Abi.." kataku melanjutkan.

Aku lalu memajukan tubuhku dari posisi sebelumnya. Fani yang masih berlutut di belakangku itu nampak bingung saat pantatku tak lagi kutunggingkan ke belakang. Mas Bagas tanpa ditawari lagi langsung memajukan badannya ke depan Fani, hingga selangkangannya tepat berada di wajah Fani yang sedang berlutut di lantai. Akupun lalu ikutan berlutut di sebelah Fani.

Mata Fani menatap penis Mas Bagas dengan ekspresi malu tapi juga penasaran. Aku lalu menggerakkan tanganku memegang penis Mas Bagas yang basah karena guyuran shower itu. Perlahan lalu mulai kukocok penis Mas Bagas. Bibirku lalu kudekatkan ke samping kepala Fani dan berbisik.

"Say, bantuin nyepongin kontol Mas Bagas ya.." kataku di samping telinganya.

Fani tak menjawab apa-apa dan masih terdiam. Aku lalu berinisiatif memajukan kepalaku menciumi batang penis Mas Bagas terlebih dahulu. Aku ciumi sekujur batang penis suamiku yang sudah menegang itu. Lidahku menjalar maju mundur di sekujur batang kemaluannya.

"Dicium-cium dulu aja, Fan.." kataku pada Fani yang nampaknya masih bingung akan apa yang harus dia lakukan. Bisa kutebak ini pengalaman pertamanya.

Perlahan lalu Fani makin mendekatkan wajahnya ke batang penis Mas Bagas. Mula-mula bibirnya mulai mengecup pelan kepala penis Mas Bagas. Kepalaku kumundurkan sedikit memberi ruang bagi Fani.

Aku yang memegangi batang penis Mas Bagas ini menggerak-gerakkan pelan batang penis itu, sehingga ciuman Fani juga hinggap di sekelumit kepala jamur penis suamiku itu. Ciumannya perlahan tak lagi malu-malu dan kini berubah menjadi hisapan-hisapan lembut di kepala penis Mas Bagas.

"Urrrggghhh.." erang Mas Bagas.

Tanganku masih mengocok pelan batang penis Mas Bagas. Fani yang sempat melihat Mas Bagas yang keenakan itu, membuat hisapannya kini tak ragu lagi menjelajah sekitar lubang kencing penis suamiku. Kadang lidahnya dijulurkan dan menggelitik nakal lubang kencing itu. Tanganku juga sesekali meremas kepala penis Mas Bagas memberinya Edging Handjob, bergantian dengan mulut Fani yang menghisap kepala penisnya lembut. Mas Bagas menggeliatkan pantatnya saat menerima rangsanganku dan sahabatku ini.

"Uurrgghhh.. Ummmiii.."

Mas Bagas mengerang pelan saat Fani mulai membuka perlahan bibirnya dan mulai memasukkan kepala penis itu kedalam mulut mungilnya. Aku lalu memindahkan tangan Fani ke batang penis Mas Bagas, menggantikan tanganku agar Fani lebih leluasa memainkan batang kemaluan suamiku itu.

Makin lama Fani makin rileks dengan permainan mulutnya di penis Mas Bagas, tak lagi canggung. Meski baru sebatas kepala penis Mas Bagas yang masuk mulut mungilnya itu, tapi Fani juga nampak menikmati. Akupun dulu juga tak mau langsung menelan batang kemaluan lelaki, tapi Fani ini nampaknya lebih cepat beradaptasi.

Kepalanya perlahan mulai digerakkan maju mundur. Mulutnya juga menyedot-nyedot batang kemaluan suamiku itu. Mas Bagas hanya memejamkan mata menikmati permainan mulut Fani.

"Urrrggghhh.. heegghhh.." Suamiku itu mengerang pelan di bawah guyuran shower ini.

Aku lalu bergeser ke bawah selangkangan Mas Bagas. Aku jilat-jilat buah zakar milik suamiku itu. Mas Bagas kemudian sedikit mengangkangkan kakinya memberiku sela agar bisa ikut menikmati buah zakarnya. Mulutku menghisap-hisap buah zakar kembar itu bergantian, lalu kumasukkan ke dalam mulutku dan kusedot kencang. Pantatnya langsung menggeliat bereaksi terhadap rangsangan kami ini.

"Hhmmmhhh.. Uuurrggghhh.." erang Mas Bagas yang sedang melayang ke langit ketujuh itu saat kemaluannya sedang dimanjakan oleh dua mulut akhwat cantik ini.

Fani yang bermain dengan batang penis Mas Bagas itu kini dengan agak cepat memaju-mundurkan kepalanya hingga penis Mas Bagas keluar masuk bibir mungil sahabatku itu. Aku juga makin kuat menyedot-nyedot biji kembar Mas Bagas, sambil tanganku sesekali meremas pantat Mas Bagas. Birahiku kembali meninggi di tengah rangsanganku ini.

Mas Bagas nampaknya juga sudah on lagi. Penisnya sudah mengeras sempurna akibat mendapatkan rangsangan ganda dari mulutku dan mulut sahabatku. Kami masih bermain-main di selangkangan Mas Bagas. Aku dan Fani ini seolah berlomba-lomba menaikkan birahi Mas Bagas, layaknya selir-selir yang sedang memanjakan sultannya.

Mas Bagas pasti tak bisa membayangkan sebelumnya kalau pengalaman ini bisa didapatnya. Dua orang akhwat cantik sedang berbagi peran mengoral batang penisnya. Dua akhwat yang sehari-harinya menggunakan gamis dan jilbab syar'i ini saat ini sedang binal-binalnya menghisap-hisap kemaluannya.

Mas Bagas yang sepertinya tak ingin keluar buru-buru lalu menarik penisnya dari mulut Fani. Begitu penis itu keluar dari mulutnya, aku langsung mencium Fani. Birahiku yang terbakar-bakar ini membuatku liar memagut bibir sahabatku itu. Fani juga nampak sudah terangsang dan membalas liar pagutanku. Kami berdua yang sedang berlutut ini saling berciuman di bawah guyuran air hangat, sambil Mas Bagas yang memperhatikan kami. Seandainya tidak ada guyuran air ini, badan kami pasti sudah penuh peluh.

Aku lalu merebahkan Fani di lantai kamar mandi ini. Aku memosisikan tubuhku di atas Fani, dengan kepalaku berada di atas selangkangan Fani. Bulu-bulu halus menghiasi selangkangan milik sahabatku itu. Sedetik kemudian aku mulai menjilat-jilati kemaluan sahabatku itu. Fanipun juga menjilati kemaluanku.

"Hmmmppphh.. Ssshhh.." rintih Fani pelan.

Vaginanya yang basah akibat cairan cinta bercampur air shower itu membuat suara kecipak saat bibirku menghisap bibir vaginanya. Pantat Fani seketika menggeliat terangkat. Fani yang tak mau kalah itu lalu memainkan klitorisku dengan tangannya.

"Aiiihhhh.. Shhh.." Jeritku.

Tubuhku seperti tersengat listrik. Lidah Fani kini ikut-ikutan menjilat-jilat biji kacang itu yang membuat gairahku makin meninggi. Aku kadang tak fokus memainkan vaginanya, dan malah larut keenakan dirangsang oleh Fani. Untuk beberapa lama kami saling merangsang bibir kemaluan satu sama lain. Jilatan kami bergantian dengan desahan-desahan nafsu yang keluar dari mulut kami.

Entah sejak kapan, Mas Bagas sudah berada di belakangku. Mas Bagas lalu berlutut, dan penisnya yang sudah kencang itu digesek-gesekkan di belahan vaginaku. Kepala penis itu lalu diarahkannya tepat di depan liang vaginaku.

Fani yang juga tepat berada di bawah penis suamiku itu lalu sesekali menjilat-jilati batang kemaluan suamiku. Mas Bagas lalu perlahan mulai mendorong batang penisnya memasuki liang senggamaku. Fani yang mengikuti nalurinya lalu membantu batang penis suamiku itu agar bisa pas melakukan penetrasi di vaginaku yang rapat ini.

"Ouuuuuhhhh.." lenguhku.

Hal yang kusukai dari shower sex adalah banyaknya air pancuran yang membantu penetrasi penis memasuki vaginaku, sehingga proses penetrasi di dalam vaginaku tak terlalu sulit.

"Urrggghhh.. Makin sempit aja memek Umi.." Erang Mas Bagas seiring dengan batang penisnya yang mulai masuk ke dalam lubang vaginaku.

Beberapa kali tarik ulur batang penisnya itu, hingga penisnya kini mulai tenggelam tertelan oleh vaginaku. Mas Bagas mendiamkan sesaat penisnya yang mulai bersarang di dalam hangatnya rongga vaginaku. Aku kembali lagi memainkan kemaluan Fani yang nganggur di depan wajahku ini. Kugesek-gesekkan jariku di bibir kemaluannya yang masih sempit itu. Pantatnya kembali menggeliat terangsang.

"Sssshhh.. Mmmffffhhh.. Kkaakk.. Ouuuhhh.." desah Fani. Bibir vaginanya yang kugesek-gesek itu makin banyak mengeluarkan lendir kenikmatan.

Mas Bagas lalu mulai menggerakkan pinggulnya. Penisnya yang tertancap di dalam vaginaku mulai lagi menggesek dinding vaginaku, memberiku luapan nafsu yang membakar birahiku.

"Ouuuhhh.. Shhhh.. Aaaahh.. abbiiih.. Ouuhh.." desahku.

Vaginaku terasa penuh sesak digaruk-garuk oleh penis keras milik suamiku itu. Rangsanganku ke vagina Fani juga kini kulakukan dengan lidahku yang menggigit-gigit labianya.

"Emmmppphhhh.. Hhhgggg.." aku dan Fani mendesah bersautan seiring dengan rangsangan yang kami terima.

Penis suamiku yang keluar masuk di dalam vaginaku makin lama makin intens. Rangsanganku di vagina Fani juga makin liar. Aku mainkan biji klitoris sahabatku itu dengan bibirku dan jemariku. Fani yang berada di bawahku lalu ikutan juga menggelitik klitorisku menambah luapan nafsu yang menjalariku. Aku bisa merasakan gelombang orgasmeku makin mendekat.

Lubang vaginaku kini sedang dirojok-rojok oleh batang penis keras suamiku, sementara biji klitorisku yang sangat sensitif ini sedang dihisap-hisap oleh sahabatku. Rangsangan yang kuterima ini membuat gairahku terbakar hebat. Nafsuku memuncak hingga ubun-ubunku. Gesekkan batang penis Mas Bagas di dalam vaginaku ini merangsang setiap syaraf tubuhku. Mulutku makin keras meluapkan desahan-desahan nafsuku.

Hingga tak lama kemudian tubuhku mulai mengejang dan akupun menjerit.

"Ooooouuuuuuhhhhhhhhhhhhhhh.."

Tubuhku yang menungging ini kaku seketika menikmati deraan orgasme yang melanda tubuhku. Mas Bagas untuk sesaat mendiamkan penisnya di dalam vaginaku. Pantatku mengejang beberapa kali, terangkat-angkat ke atas seiring fase klimaks yang kudapat selama beberapa saat. Aku langsung ngos-ngosan dihajar orgasme kesekian kalinya di hari ini.

Mas Bagas yang melihatku ngos-ngosan ini lalu menarik penisnya keluar dari dalam vaginaku. Begitu penisnya tercabut, aku langsung membalik tubuhku dan menyenderkan punggungku di dinding kamar mandi ini. Nafasku masih tersengal-sengal di tengah fase paska orgasmeku ini.

Di depanku Fani yang tadi dalam posisi terlentang di lantai kemudian membalikkan tubuhnya menjadi merangkak. Mukanya tepat berada di depan selangkangan Mas Bagas yang masih berlutut. Fani lalu menjulurkan lidahnya mulai menjilat-jilat batang penis Mas Bagas yang mengkilap karena cairan orgasmeku bercampur air shower.

"Uuurrggghh.." erang Mas Bagas

Mas Bagas merem melek merasakan nikmatnya lidah Fani memainkan batang penisnya itu. Lidahnya bermain di sekitar topi jamur suamiku itu, menggelitik ujung lubang kencingnya. Tak lama lalu lidahnya makin maju menjilati batang penis suamiku itu. Fani nampak makin luwes memberikan oral seks ke suamiku itu.

Beberapa menit menjilat-jilat batang penis suamiku itu, Fani lalu mulai memasukkan kepala penis Mas Bagas kedalam mulut mungilnya. Mas Bagas mengerang pelan saat mulut Fani mulai menghisap-hisap kepala penisnya itu.

Mas Bagas meremas rambut Fani dan menggerakkan pinggulnya maju mundur. Mulut mungil Fani itu harus bekerja melemaskan otot-ototnya untuk terbiasa melayani penis keras suamiku. Perlahan tapi pasti, penis Mas Bagas mulai intens keluar masuk di dalam mulut sahabatku itu.

"Uurrgghh.. Hhhmmmppphh.." erang Mas Bagas pelan.

Clop.. Clopp.. Clooppp.. Suara tumbukan mulut Fani yang nyaring terdengar akibat saking basahnya persetubuhan ini. Mas Bagas menikmati momen emutan mulut sahabatku di batang penis kerasnya itu selama beberapa saat.

Mas Bagas tiba-tiba menarik kepala Fani dari selangkangannya hingga penis keras itu keluar dari mulut sahabatku. Mas Bagas kemudian menaikkan kepala Fani ke atas. Mulut Mas Bagas lalu melumat bibir Fani. Fani nampak pasrah saja dicium suamiku dan malah ikutan membalas lumatan bibirnya.

Aku yang melihat kedua orang terdekatku itu sedang berciuman merasa sedikit cemburu, tapi aku terlalu lelah untuk protes. Toh mereka tadi juga sudah berciuman, biar kali ini saja aku memberikan kesempatan bagi Mas Bagas. Hitung-hitung, aku juga beberapa kali main belakang dengan suamiku itu, hihihi.

Ciuman Mas Bagas tak begitu lama dan dilepasnya bibirnya dari mulut Fani. Mas Bagas lalu merebahkan dirinya di lantai kamar mandi ini. Tangannya lalu menggerakkan pantat Fani ke atas badan Mas Bagas. Hampir saja aku bangkit dan mengomeli suamiku. Awas saja kalau sampai bersetubuh dengan Fani. Tapi nampaknya Mas Bagas masih ingin bermain-main dengan mulutnya di vagina Fani.

Pantat Fani diposisikan tepat berada di atas wajah Mas Bagas. Hampir seperti posisi 69, tapi badan Fani masih tegap. Lalu perlahan pantatnya diturunkan hingga wajah Mas Bagas hinggap di kemaluan sahabatku yang ditumbuhi bulu halus itu. Kedua paha Fani dibuka lebih lebar oleh Mas Bagas, sehingga menampakkan belahan vaginanya.

Mulut Mas Bagas langsung mengecup, menciumi, dan menjilati bagian vagina Fani termasuk klitorisnnya. Fanipun nampak makin terbuai dan terangsang hebat.

“Aaiih.. iyaahhh.. iihh.. eemph... ” Desah Fani.

Pantatnya menggeliat-geliat dan kedua pahanya tetap mengangkang lebar seolah mempersilakan mulut suamiku untuk menjamah liang kemaluannya itu. Suamiku makin liar saja menyambutnya. Lidahnya makin buas menjilat-jilat bibir vagina perawan Fani. Klitoris Fani juga tak luput dari sedotan bibir Mas Bagas.

"Hhahh... Aaawww... geliiiihhh.. mmpppp" teriaknya yang lalu diikuti dengan desahan-desahan nikmat dari mulut Fani, "Emmmppph.. Masshh.. huuuffttt.."

Tangan Fani kini digerakkannya ke depan meraih penis Mas Bagas yang mengacung tegak. Dengan lembut, tangannya mulai mengocok pelan penis suamiku itu. Fani sedikit membungkukkan badannya untuk bisa meraih penis Mas Bagas. Namun, semakin membungkuk, Mas Bagas semakin bisa mengeksploitasi biji klitoris sahabatku itu.

"Oohkk... Mmaass..... Aaahkk... Ouuuuhhh... Sssshhhh.. Mmass...." desah Fani makin keras.

Pahanya kini dikatupkan menekan kepala suamiku karena mungkin saking nikmatnya rangsangan yang diberikan oleh suamiku itu di vaginanya. Tangan Fanipun mengocok makin cepat batang penis suamiku. Adegan saling merangsang kemaluan satu sama lain itu terlihat begitu seksi.

Aku yang melihat adegan ini perlahan mulai dibuai birahi lagi setelah beberapa saat tadi orgasmeku mereda. Bahkan tanganku tak kusadari mulai memainkan sendiri belahan vaginaku. Aku lalu beranjak mendekati mereka berdua yang masih fokus satu sama lain dan tak memerhatikanku ini.

Aku mengangkang tepat di atas kemaluan Mas Bagas. Lalu perlahan kuturunkan pantatku. Lubang vaginaku kini tepat berada di atas penisnya. Kuturunkan sedikit lagi pantatku, hingga batang penis keras suamiku itu menempel di bibir vaginaku. Fani yang memegangi batang penis Mas Bagas lalu menggesek-gesekkan batang penis itu searah dengan bibir vaginaku.

"Ouuuhhh.. Mmmmppphhh.." desahku.

Fani menggerakkan batang penis Mas Bagas, sambil juga menggesek jarinya di klitorisku. Aku yang sudah tak tahan lagi lalu menurunkan perlahan pantatku. Fani lalu membimbing batang penis suamiku itu agar bisa masuk ke dalam sarangnya.

"Hmmmmpppphhh.." rintihku pelan saat penis Mas Bagas kembali mengisi relung vaginaku.

Batang penis itu kudiamkan di dalam vaginaku selama beberapa saat. Vaginaku yang belum lama tadi orgasme, membuat dinding kelaminku itu makin sensitif. Setelah sedikit terbiasa, Akupun mulai menggerakkan pantatku perlahan menservis batang keras Mas Bagas itu.

"Ouuuhhh.. Shhhhh.. Ahhhh.. Ouuuhh.." desahku.

Aku menggerakkan pantatku pelan-pelan maju mundur. Birahiku kembali terbuai saat batang keras itu mulai menggesek-gesek setiap inci rongga kemaluanku.

Fani yang berada di depanku yang vaginanya sedang dirangsang oleh mulut Mas Bagas itu lalu memajukan kepalanya. Tangannya tiba-tiba menarik kepalaku, lalu mulutnya memagut bibirku. Aku yang juga terbakar nafsu ini membalas juga ciumannya. Kulumat bibir mungil milik sahabatku itu.

Tanganku ikutan merangsang Fani dengan meremas kedua bongkah buah dadanya itu. Putingnya yang mengacung keras itu kadang aku tarik-tarik, membuat Fani ikut menggeliat terangsang hebat.

"Ouuuhhh.. Shhhhh.. Kakk.." desahnya di sela-sela ciuman kami.

Pantatku kugerakkan dengan lebih cepat seiring dengan vaginaku yang makin terbiasa dengan batang keras suamiku. Cairan vagina yang banyak keluar juga membantu menstimulasi birahiku.

0a5c181354958674.gif


Perlahan, gerakan pantatku kini menjadi naik turun di atas penis Mas Bagas. Mas Bagas yang penisnya keenakan kupijat dengan memekku ini juga menyambut gerakan pantatku dengan mengayunkan juga pinggulnya naik turun, seirama dengan pacuan pantatku di selangkangannya. Mas Bagas seperti mengerang pelan, tapi tertahan oleh kemaluan Fani yang menduduki wajah suamiku itu.

"Mmmmmcchhh.. Hhhmmmcchhhpppp.." eranganku dan desahan Fani bercampur diantara lilitan lidah kami.

Aku dan Fani masih berciuman, bahkan ciuman kami makin liar. Lidah kami saling memagut nakal satu sama lain. Tanganku kini saling mengait dengan tangannya, seolah badan kami menumpu satu sama lain. Jemariku dan jemari Fani saling mencengkeram erat. Dadaku dan dada Fani bertumbukan. Dan karena gerakanku yang naik turun di atas penis Mas Bagas, membuat putingku dan putting Fani juga saling bergesekan, membuat kami makin terbuai birahi.

Kami bertiga saling merangsang satu sama lain, seolah bersama-sama mencoba memberi dan meraih puncak kenikmatan kami masing-masing.

Fani lalu melepaskan ciumanku, dan menegakkan badannya. Pahanya tiba-tiba makin kuat menjepit kepala suamiku. Sedetik kemudian badannya kaku. Rangsangan yang diterimanya dari tadi mengantarkannya menuju klimaks. Tangannya mencengkeram makin erat jari jemariku. Aku yang tepat di depannya bisa melihat wajahnya yang merah merona didera klimaksnya, membuatnya terlihat makin seksi.

Selama beberapa saat badannya menegang, pantatnya menyentak-nyentak wajah Mas Bagas yang berada di bawahnya. Mas Bagas sepertinya diam saja dan malah menikmati semprotan klimaks dari vagina sahabatku itu. Sesaat setelah fase klimaksnya selesai, lalu Fani memindahkan posisinya gantian duduk di sisi dinding kamar mandi melepas kelelahannya.

22282c1354958638.gif


Aku yang masih berada di atas Mas Bagas kini fokus menservis suamiku itu. Kuluruskan punggungku hingga tetekku terlihat makin membusung. Pantatku kini juga kugerakkan maju mundur, berputar-putar memeras penisnya.

"Ouuhhh.. Shhhh.. Hmmmm.. Abbiiihh.. Ouuuhhh.." desahku. Mulutku yang bebas ini kini makin ekspresif berteriak dan mendesah.

Dinding vaginaku yang terasa makin sensitif terhadap gesekan batang penis Mas Bagas itu membuatku melayang keenakan. Birahiku kembali terbakar hebat. Di bawah sana penis Mas Bagas juga makin keras. Kalau bisa kutebak, mungkin sebentar lagi dia akan mencapai klimaksnya.

Fani lalu memindahkan posisinya ke belakang pantatku. Karena di belakangku, aku tak bisa tau persis apa yang dia lakukan. Tiba-tiba kurasakan ada satu jari Fani dari belakang yang menggelitik lubang anusku dan berusaha menembusnya. Aku lalu sedikit membungkukkan badanku.

Aku hanya bisa mendesah saja, tak menolak dirangsang oleh sahabatku di lubang anus seperti itu. Sensasi anal dua hari kemarin yang membayangiku malah memberiku rangsangan tambahan.

"Aiiiiiihhh.." jeritku saat ujung jari Fani bermain-main nakal di lubang Anusku.

Fani tiba-tiba mengeluarkan penis Mas Bagas dari vaginaku. Aku yang bingung langsung menoleh ke belakang. Ternyata Fani mengeluarkan penis Mas Bagas untuk kemudian menghisap-hisap penis itu dengan mulutnya.

Slllrrpp.. Clop.. Clopp.. Cloppp.. Setelah beberapa kali hisapan, Penis itu kembali dimasukkan ke dalam vaginaku.

"ouuuuhhhh.." rintihku.

Fani membantu pantatku makin turun menekan penis suamiku makin dalam menusuk rongga liang senggamaku. Jari jemari Fani ikut bermain di buah zakar Mas Bagas, ikut memberikan rangsangan tambahan untuk suamiku.

"Ssshh.. hmmppph.." desahku.

Aku kembali menggoyang pantatku naik turun memeras penis Mas Bagas yang kurasakan makin mengeras. Beberapa menit aku menggoyangkan pantatku, Fani lalu melepas lagi penis Mas Bagas dari vaginaku, dan menghisap-hisap kuat penis itu di belakangku. Kemudian memasukannya lagi ke dalam vaginaku.

Pantatku kembali lagi menggoyang liar, memeras penis keras suamiku itu. Selama beberapa kali penis Mas Bagas itu menerima jepitan ganda bergantian antara sempitnya vaginaku dan mungilnya mulut Fani, membuat suamiku itu juga mengerang makin keras. Hingga beberapa saat kemudian kurasakan penisnya sudah berada di puncak nafsunya, aku langsung mengangkat pantatku melepas penisnya dari vaginaku.

Fani yang berada di belakangku langsung meresponnya dengan memasukkanya kembali ke mulut mungilnya itu. Bibirnya langsung menghisap kuat batang penis keras suamiku. Ekspresi wajah Fani sungguh sangat binal, seolah seperti ingin totalitas memuaskan batang penis itu. Permainan oral seksnya sudah makin mahir, terbukti dari pinggul Mas Bagas yang makin liar menggeliat-geliat.

Sekitar lima detik kemudian, saat kepala penisnya dihisap kuat oleh mulut sahabatku, tubuh Mas Bagas mulai mengejang. Fani nampak bingung tapi masih tetap menghisap penisnya

"Uuuurrrggghhh.." erang Mas Bagas sambil mengangat pantatnya lebih tinggi, membuat mulut Fani menelan makin dalam batang penisnya. Ketika penis Mas Bagas mulai memuntahkan isinya,

"Uhukkk.. Hoeekkk.. Hoeeekk.." Fani terbatuk-batuk dan melepaskan kepalanya dari penis Mas Bagas. Sahabatku itu sepertinya baru kali ini menerima semburan klimaks dari kemaluan lelaki, dan langsung memasang mimik muka kaget.

Croott.. Crooottt.. Croooottt.. Crooootttt.. Semburan sperma Mas Bagas selanjutnya keluar melayang yang akhirnya jatuh di perut nya. Air shower langsung membilas cairan kental itu dari tubuhnya dan jatuh ke lantai.

Aku pun mendekati sahabatku yang sesaat tadi tersedak sperma Mas Bagas.

"kamu nggakpapa kan, Say?" tanyaku. Fani pun hanya tersenyum.

Suamiku juga jadi merasa tidak enak ke Fani karena sesaat tadi kelepasan klimaks di mulutnya yang masih belum terbiasa menerima sperma itu. Aku langsung saja mencubit perut suamiku itu sambil memasang muka cemberut, yang langsung dibalas Mas Bagas dengan cengengesan.

Beberapa saat kemudian, Mas Bagas lalu mengajak kami keluar dari kamar mandi ini karena sudah terlalu lama. Khawatir bukannya bersih karena mandi, tapi malah sakit karena terlalu lama diguyur air. Aku menawari Fani untuk makan dulu di rumahku, karena sejujurnya perutku juga sudah keroncongan. Kami pun keluar kamar mandi.

------

Entah bagaimana caranya, Mas Bagas bisa mengajakku dan Fani melanjutkan permainan threesome ini di kasur kami setelah kami selesai makan bersama. Hingga tak terasa waktu makin larut, kami saling merangsang. Pada akhirnya Fani tak jadi pulang ke rumahnya, dan ijin ke Mamanya untuk menginap di rumahku karena hari yang sudah mulai larut.

Aku menemaninya menelpon mamanya memintakan ijin Fani untuk menginap menemaniku. Mas Bagas pun menggarap aku dan Fani semalaman. Tak terhitung berapa kali aku dan Fani dilanda orgasme. Mas Bagas masih menepati janjinya untuk tak menyetubuhi Fani. Yang tak kukira, aku yang biasanya kuat semalaman melayani Mas Bagas, malah aku yang dilanda rasa lelah dan kantuk terlebih dahulu hingga aku tertidur.

Pagi harinya, Mas Bagas membangunkanku. Tak biasanya aku tertidur terlalu pulas hingga suamiku membangunkanku, biasanya yang ada malah sebaliknya. Tak kudapati ada Fani di kamar kami. Mas Bagas cerita kalau Fani ternyata sudah pulang tepat setelah subuh tadi. Namun karena masih lelah dan ngantuk, akupun tertidur lagi selepas solat subuh.




End of PART 9 "Arise"
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd