Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Bidadari Surga

Status
Please reply by conversation.
Chapter 2 :pengajian

Aisyah membuka pintu yang belum sempat diketuk oleh Zakaria yang masih sibuk mengambil beberapa buah kantong plastik yang tergantung di motor, Zakaria tersenyum ke arah Aisyah. Dia sudah berhasil mengendalikan diri setelah kedatangan adik dan teman temannya, Zakaria sudah berlaku seperti biasanya seakan tidak ada kejadian apa apa, begitu tenang dan santai.

"Kamu datang nggak ngasih kabar dulu, jadi akang bisa menyiapkan jamuan untuk kalian.." Kata Zakaria memberikan bungkusan kresek di tangannya, tanpa melihatnya, Aisyah tahu isinya makanan dan minuman.

"Sebentar amat nganter Teh Rinanya, Kang ?" tanya Aisyah heran, hampir saja dia mengatakan Ustadzah Habibah, untung dia ingat Zakaria mengenalkannya sebagai Rina. Rasanya belum sampai 15 menit Zakaria sudah kembali, itu artinya dia hanya mengandalkan ustadzah Habibah sampai pangkalan angkot.

"Akang cuma nganter sampe pangkalan angkot, pulangnya beli gorengan di depan. Ais tumben dateng ke sini?" tanya Zakaria, matanya melirik ke arah Nyai dan Tina yang berada di kamar. Aisyah tahu itu. Zakaria sering menggoda Tina salah satu primadona di desa mereka. Apa lagi bentuk tubuh Tina yang ramping seperti peragawati, adalah tipe yang disukai Zakaria. Kadang Aisyah merasa iri dengan bentuk tubuh Tina, dia merasa bentuk tubuhnya kalah sexy dibandingkan Tina, apa lagi dengan bentuk tubuh Nyai yang proposional. Bentuk tubuhnya serba besar, dengan payudara jumbonya dan pantat yang juga besar.

"Kirain nganter Teh Rina sampai rumahnya." Kata Aisyah lega, sepertinya Zakaria tidak melihat kejanggalan di dalam kamarnya yang sempat mereka acak acak. Aisyah berdoa, semoga Zakaria tidak tahu mereka menemukan kondom bekas pakai yang dibuang sembarangan dengan tergesa gesa. Aisyah tidak menanyakan, dari mana Nyai menemukan kondom itu.

"Hahaha, kan ada kalian, masa akang tinggalin lama lama. Bisa bisa kalian digondol culik, kan urusannya jadi panjang." Canda Zakaria, dia sangat bangga dengan kecantikan yang dimiliki adik perempuannya, siapa yang tidak akan jatuh hati melihat adik kesayangannya yang cantik dan tubuhnya sangat sexy dengan payudara jumbo yang tersembunyi di balik gamis lebarnya.

"Akang, doanya jelek amat!" Rajuk Aisyah mencubit pergelangan tangan Zakaria, untuk sesaat dia melupakan tujuannya menanyakan hubungan Zakaria dengan Ustadzah Habibah.

"Becanda sayang, masa akang doa jelek buat adik kesayangan akang yang cantik seperti Bidadari Surga." Jawab Zakaria sambil mencubit pipinya yang halus.

"Sudah ah, masuk Kang..!" Ajak Aisyah, dia lupa seharusnya Zakaria yang mengajaknya masuk sebagai tuan rumah.

"Ayok..! Hai nyai, Tina, bagaimana kabar kalian?" Tanya Zakaria menyapa ke dua sahabat adiknya yang tidak kalah cantik dengan Aisyah.

"Alhamdulillah, Kang. " Jawab Nyai, berusaha memamerkan senyum terindahnya yang sudah terbukti membuat Tukang Cilok langganannya jatuh hati dan selalu memberinya cilok gratis.

"Kang, cewek yang tadi itu Ustadzah Habibah, ya?" Tanya Aisyah tidak lagi bisa menahan diri, dia menatap Zakaria yang terkejut dan membatalkan niatnya untuk duduk di lantai.

"Eh, Bu bukan..!" Jawab Zakaria gugup, rahasia ini harus tersimpan jangan sampai tersebar karena ini akan menimbulkan aib.

"Bohong, Aisyah sempat lihat akang dan Ustadzah Habibah di mall. !" Jawab Aisyah terus mendesak Zakaria hingga pria itu tidak bisa berkelit lagi.

"Henny, duduklah.!" Jawab Zakaria menyerah, dia tidak bisa berkelit lagi. Adik dan kedua sahabatnya sudah sempat melihatnya.

"Kenapa akang merahasiakan hubungan dengan Ustadzah Habibah? Emak dan Apa pasti akan mendukung hubungan kalian." Kata Aisyah lagi, dia juga pasti menyetujui hubungan Zakaria dengan ustadzah Habibah yang sangat dihormatinya.

"Belum waktunya Ais, kami sedang berjuang mendirikan Islam yang sesungguhnya. Kalau perjuangan kami sudah berhasil, pasti akang akan memberitahu kalian." Jawab Zakaria, wajahnya terlihat bersemangat.

"Islam yang sesungguhnya, maksud akang bagaimana?" Tanya Aisyah tidak mengerti, menurut yang diketahuinya ustadzah Habibah sudah mendirikan ajaran Islam dengan bersungguh, terbukti hingga kini dia belum menikah karena menginginkan seorang suami yang sepadan.

"Kamu pikir, menjalankan ajaran agama sudah cukup membuatnya menjadi orang Islam?" Tanya Zakaria dengan suara berapi api. "Pemahaman agamamu sudah keliru, Ais." Zakaria melanjutkan ucapannya yang sempat tertunda, tanpa memberi kesempatan Aisyah menyanggahnya.

"Bukankah seperti itu yang diajarkan oleh para kyai? Lalu, di mana kekeliruannya?" Aisyah balik bertanya dengan perasaan heran, dia berusaha menyanggah apa yang sudah dikatakan Zakaria.

"Sudahlah Ais, kalian tidak akan mengerti, tanyakan langsung pada ustadzah Habibah, dia yang akan menerangkannya kepada kalian." Kata Zakaria, dia tidak mau terlibat perdebatan panjang yang hanya berakhir sia sia. Ini tugas Ustadzah Habibah, dia yang ditunjuk untuk merekrut para calon Bidadari Surga.

"Akang sekarang sudah berubah, tidak lagi seperti yang dulu." Kata Aisyah heran, dia tidak lagi melihat Zakaria yang begitu sabar menghadapinya, telaten menjawab semua pertanyaannya sebagai anak bungsu yang mendapat pusat perhatian seluruh keluarga. Zakaria terlihat kaku, bahkan senyumnya pun tidak lagi lepas seperti dulu.

"Akang tidak berubah, Ais. Akang masih tetap seperti yang kamu kenal selama ini, hanya saja sekarang akang berhijrah." Jawab Zakaria kaku, bingung harus berkata apa.

"Ya sudah, Ais mau pulang dulu." Jawab Aisyah kecewa, dia gagal mengorek keterangan dari Zakaria, memaksa Zakaria hanya akan membuat suasana semakin memanas.

******

Dalam perjalanan pulang, Tina terus berpikir tentang keanehan yang ada pada Zakaria, pria itu sudah jauh berubah baik dari pakaiannya maupun perangainya yang dulu santun dan terkesan malu malu. Sekarang, pakaian yang dikenakan Zakaria adalah baju Koko panjang menutupi dengkulnya dan celana cingkrang mengingatkan Tina dengan jama'ah PERSIS, begitu orang orang kampung menyebutnya. Padahal itu tidak ada kaitannya dengan PERSIS, mereka mengingatkan Tina dengan jama'ah radikal seperti yang sering dibacanya di internet.

"Kang Zakaria sekarang aneh, ya..! Penampilannya seperti ustadz dan melihara jenggot." Kata Nyai membuyarkan lamunan Tina, dia hanya mengangguk tanpa menoleh. Di hadapannya duduk seorang ibu berusia 40 an yang dikenalnya sebagai tetangga satu kampung.

"Dari mana, Bi ?" Tanya Tina.

"Dari pasar, Neng. Kalian sendiri dari mana?" Tanya ibu itu yang mengenal ke tiga gadis tersebut, sebagai gadis tercantik desa'.

"Dari rumah kang Zakaria, Bi." Jawab Aisyah.

Sekarang ada tanda hitam di jidat Kang Zakaria, padahal dua bulan yang lalu jidatnya masih mulus." Kata Aisyah meneruskan percakapan dengan kedua temannya, perubahan yang terjadi pada Zakaria membuatnya semakin curiga ada sesuatu yang janggal.

"Nada bicaranya juga sudah berubah, yang tadinya kalem sekarang berapi api penuh semangat." Tina ikut nimbrung membicarakan perubahan Zakaria, sesuai dengan analisanya.

"Mungkin Kang Zakaria sekarang jadi, Ustadz.!" Gumam nyai tidak mau kalah, dia yakin dengan apa yang baru saja diucapkannya.

"Masa ustadz bawa cewek ke dalam kamarnya, apa lagi cewek itu Ustadz...!" Tina tidak meneruskan kalimatnya saat sadar dengan kehadiran wanita yang duduk di hadapannya, kalau dia sampai menguping percakapan mereka hanya akan membuat aib ustadzah Habibah tersebar ke seluruh desa dan merembet ke desa di sekeliling desa mereka. Siapa yang tidak kenal dengan Ustadzah Habibah anak Kyai Hasan pemilik pondok pesantren yang sudah terkenal di seantero Jawa barat.

"Kita doa'in saja, Kang Zakaria benar benar tobat dan jadi Ustadz." Gumam Tina meneruskan perkataannya, sambil memberi tanda ke Aisyah dan Nyai menyudahi percakapan mereka sebelum percakapan mereka jadi gosip murahan yang menjadi panjang karena pihak ke tiga.

"Neng Ais, itu rumahnya sudah dekat." Kata ibu yang duduk di hadapan mereka mengingatkan ke tiga gadis cantik itu sebelum mereka terlewat jauh.

"Mang kiri...! Terimakasih, Bi. Mangga atuh...!" Teriak Aisyah.


**********

"Tina, kamu ngelamunin apa? Dari tadi aku manggil manggil kamu, diam aja." Kata Nyai mengepak tangan Tina yang sedang asik melamun di depan cermin di kamarnya.

"Astaghfirullah, Nyai kamu bikin kaget saja.." gerutu Tina melihat Nyai sudah ada di kamarnya, saking asyiknya melamun, dia tidak menyadari kedatangan Nyai.

"Ayok kita berangkat, ustadzah Habibah sudah di rumah Aisyah." Kata Nyai mengingatkan Tina dengan rencana mereka ikut ustadzah Habibah, ke sebuah tempat pengajian yang belum mereka ketahui di mana karena ustadzah Habibah belum memberi tahu.

"Iya, Emak Tina berangkat dulu..!" Seru Tina dengan suara keras agar terdengar oleh ibunya yang berada di dapur, kebiasaan yang belum juga bisa dirubahnya.

"Kebiasaan kamu, teriak ke orang tua, Tin." Omel Nyai tidak mendapat respon dari Tina yang memang sudah terbiasa melakukannya, dan kedua orang tua yang memanjakannya tidak pernah mempersoalkan hal itu.

Di rumah Aisyah sudah menunggu ustadzah Habibah yang sedang ngobrol dengan Hajjah Jamilah, mereka terlihat sangat akrab dan kompak. Terlebih ke dua wanita itu sama sama cantik, dua wanita dari dua generasi berbeda namun mereka bisa akrab. Mengenai Hajjah Jamilah yang berusia 50 tahun , terlihat lebih muda dari usianya dan kecantikan yang dimilikinya terlihat semakin matang membuat iri setiap wanita seusianya, bahkan Tina dan Nyai juga merasa iri dengan kecantikan Hajjah Jamilah.

"Assalamualaikum..!" Tina dan Nyai mengucapkan salam bersamaan ke duanya mencium tangan Hajjah Jamilah dan Ustadzah Habibah bergantian, tidak ada Aisyah. Sepertinya dia sedang di dalam, tidak ikut dalam percakapan ustadzah Habibah dan Hajjah Jamilah.

"Bu haji panggilan, Ais dulu ya..!" Kata Hajjah Jamilah dan belum sempat dia masuk ke dalam, Aisyah sudah muncul dari dalam karena mendengar kedatangan kedua sahabatnya.

Memang sejak tadi Aisyah ada di ruang tamu untuk menguping percakapan ibunya dengan Ustadzah Habibah, dia penasaran apakah ibunya tahu hubungan Zakaria dengan Ustadzah Habibah. Tapi ternyata, Hajjah Jamilah dan ustadzah Habibah tidak pernah menyinggung hal itu. Ustadzah Habibah lebih banyak bercerita tentang pengalamannya hidup di pondok pesantren di darah Jawa tengah, sama sekali tidak pernah menyinggung hubungannya dengan Zakaria. Aisyah harus memendam kekecewaannya dalam hati, dia harus mencari tahu sendiri.

"Ayok, kita berangkat. Assalamualaikum Bu Hajjah, saya pamit." Kata Ustadzah Habibah, mencium tangan Hajjah Jamilah diikuti Aisyah, Tina dan Nyai.

"Kok buru buru, Ustadzah?" Tanya Hajjah Jamilah, melepaskan kepergian ustadzah Habibah, Aisyah, Tina dan Nyai.

"Takut telat, Bu haji." Jawab ustadzah Habibah lembut.

Singkat cerita mereka sampai di tempat yang dituju, sebuah masjid berukuran cukup besar dan sudah dipenuhi jama'ah yang datang. Satu hal yang mencolok di pengajian ini, wanita yang datang mayoritas mengenakan cadar dan mereka selalu mengunakan kata akhwat dan ukhti sebagai pengganti kamu. Aneh rasanya buat ke tiga gadis itu, kalimat yang mereka ucapkan terasa janggal. Biarpun mereka tinggal dekat sebuah pondok pesantren dan mereka termasuk santriwati di pondok pesantren tersebut, mereka tidak pernah menggunakan kata ukhti, akhwat atau apalah.

Dan kejanggalan itu semakin mereka rasakan, ustadzah Habibah yang mereka yakini sebagai orang alim yang sudah menguasai ilmu agama cukup tinggi ternyata bukanlah penceramah di pengajian ini, dia datang sebagai jama'ah seperti yang lainnya. Sebenarnya Tina ingin menanyakan hal itu, tapi dia tidak berani melakukannya di tengah tengah orang asing yang mayoritas mengenakan cadar dan baju gamis lebar berwarna hitam.

"Ssst diam, pengajian mau dimulai..!" Bisik ustadzah Habibah saat Tina sibuk memperhatikan sekelilingnya dengan perasaan heran, lingkungan pengajian yang mereka datangi sangat jauh berbeda dengan pengajian yang sering dia datangi.

Dari pengeras suara, pengajian dimulai oleh seorang ustadz yang tidak terlihat oleh ketiga sahabat itu karena adanya sekat yang menghalangi pandangan mereka. Suasana pengajian yang asing dan tidak lazim, membuat Tina gelisah. Berkali kali dia melirik ke arah ustadzah Habibah bergantian ke arah ke dua temannya yang juga melihat ke arahnya.

"Keislaman kita di Indonesia belum dianggap sepenuhnya kalau belum diatur secara total oleh syariat Islam. Syariat akan memberikan kebaikan bagi sesama manusia yang hidup di bawah naungannya. Sedikit pun tidak ada alasan untuk menentang syariat. Seseorang yang mengatakan dirinya sebagai muslim haus menjadi muslim secara keselumhan, secara kaffah. Ini sudah difirmankan Allah: Wahai orang-orang beriman, masuklab kalian semua tanpa kecuali ke dalam Islam secara kaffah dan jangan kalian coba-coba ikuti langkah syaiton karena sesungguhnya syaiton adalah musuh yang sangat dan sangat nyata bagimu."' suara ustadz itu terdengar jelas, serak dan berat. Tidak ada yang aneh dengan ceramahnya itu.

Yang menurut Tina aneh, kenapa ustadzah Habibah tidak menjadi salah satu penceramah di tempat ini? Tina yakin, keilmuan ustadzah Habibah tidak akan kalah dengan penceramah yang saat ini sedang didengarnya. Bahkan setahu Tina, hafalan ayat dan hadis ustadzah Habibah dipuji oleh Kyai Hasan. Setiap kali ceramah di pengajian rutin yang dilakukan ibu ibu di desanya, ustadzah Habibah begitu fasih membaca ayat dan hadis sebagai dalilnya. Pengetahuannya yang luas, membuat kamu orang yang mendengarnya.

Tina mulai bosan ketika ceramah ngelantur tidak jelas dan tidak sepantasnya diucapkan oleh seorang ustadz, ceramah yang awalnya teduh mulai berisi hasutan dan cacian yang membuat Tina geram. Hatinya yang lembut dan tidak pernah sekalipun dia menjelekkan jelekkan orang apa lagi mencacinya, merasa muak mendengar ceramah sang ustadz. Dia menoleh ke arah Nyai dan Aisyah yang juga sedang menatapnya, pandangannya beralih ke ustadzah Habibah yang sedang khusuk mendengarkan ceramah.

"Lama amat, ceramahnya..!" Bisik Nyai mulai gelisah, sepertinya dia juga sama dengan Tina, mulai bosan mendengar ceramah yang semakin ngawur, menyinggung masalah pemerintah tidak pada tempatnya. Tanpa bukti dan pemahaman yang cukup, seperti sebuah fitnah yang dilontarkan dengan penuh kebencian. Sangat tidak pantas, kritik dan kebencian itu beda dan batasnya sangat jelas.

"Ssst, jangan berisik." Bisik ustadzah Habibah pelan, memperingatkan Tina dan Nyai, beberapa orang yang berada dekat mereka memandang tidak suka dengan kehebohan yang sempat timbul dan mengganggu mereka.

*************

"Kalian pulang duluan, ya. Aku ada keperluan lain, ingat jangan bilang bilang ke orang lain." Kata Ustadzah Habibah kepada tiga sahabat karib yang juga muridnya, dia sangat percaya ketiga muridnya ini tidak akan menceritakan hal ini. Dia sangat hafal dengan sifat ketiga gadis cantik ini, itu sebabnya dia berani mengajak ketiganya ikut dalam pengajian. Terlebih dia punya misi rahasia, menjadikan ke tiga gadis muridnya ini menjadi Bidadari Surga.

"Iya, ustadzah..!" Jawab Tina dengan perasaan heran kenapa harus merahasiakan hal ini. Apa yang salah dengan pengajian yang baru saja selesai mereka hadiri. Tapi kepatuhannya sebagai murid harus diacungi jempol, dia akan menjaga rahasia ini seperti yang diminta ustadzah Habibah. Begitu juga dengan ke dua temannya, Aisyah dan Nyai pasti akan melakukan hal yang sama.

"Sudah, ikuti saja permintaanku. Nanti aku beritahu pelan pelan sampai kalian mengerti." Kata Ustadzah Habibah mengakhiri percakapannya dengan ucapan salam, lalu meninggalkan ke tiga sahabat karib itu yang memandangi kepergiannya dengan perasaan heran. Perasaan yang tidak akan terjawab dalam waktu dekat, hingga waktunya tiba.

"Ingat, jangan ikuti aku seperti yang pernah kalian lakukan waktu itu..!" Seru ustadzah Habibah berbalik ke arah ke tiga gadis cantik itu, membuat ke tiga gadis cantik itu terkejut. Dari mana ustadzah Habibah mengetahui hal itu, pasti dari Zakaria. Reflek mereka menganggukkan kepala.

Ustadzah Habibah tersenyum lebar, berbalik meninggalkan ke tiga gadis itu tanpa menoleh lagi, menghilang di balik tikungan di mana seorang pria muda sudah menunggunya di atas motor yang terparkir di bawah pohon rindang. Wajahnya cukup tampan dan memancarkan wibawa yang akan membuat wanita bertekuk lutut melihatnya.

"Assalam mu'alaikum, syuhada..!" Ucapan salam dari Ustadzah Habibah membuat pria itu menoleh ke arahnya.

"Wa "Alaikum salam Bidadari ku, bagaimana dengan calon Bidadari Surga itu?" Tanya pria yang disapa syuhada oleh Ustadzah Habibah, tersenyum senang menyambut wanita yang sudah ditunggunya sejak 10 menit yang lalu.

"Mereka sudah disuruh pulang, aku yakin mereka tidak akan mengulangi perbuatan bodoh mereka dengan mengikuti kita seperti waktu itu." Jawab ustadzah Habibah menerima helm yang diberikan pria berusia 35 tahun itu, pria yang selalu dipanggilnya syuhada.

"Aku percaya padamu, Bidadari. Mereka akan bisa dididik menjadi Bidadari Surga demi perjuangan kita menegakkan khilafah." Jawab syuhada menyalakan mesin motornya, dengan sigap ustadzah Habibah duduk menyamping di atas motor yang sudah menyala mesinnya.

"Bismillah..!" Hampir bersamaan mereka mengucapkan basmallah, Syuhada menjalankan motornya pelan meninggalkan pelataran parkir tempat pengajian dan berkumpulnya mereka.

Ustadzah Habibah memeluk erat pinggang Syuhada, pinggang pria yang dianggapnya akan membawanya ke surga yang sesungguhnya. Pria yang pertama kali mengenalkannya dengan surga duniawi saat usianya masih belia, surga hakiki yang konon akan didapatkannya saat dia bersedia menjalankan semua perintah agama secara kaffah, seluruh jiwa dan raganya harus total menyerahkan diri pada tujuan mulia menegakkan syariat Islam. Tidak sempurna Islam seseorang kalau dia belum bisa menegakkan negara berdasarkan syariat Islam yang dipimpin oleh seorang Khalifah.

Dan untuk perjuangan itu, apapun harus dilakukan tanpa syarat. Harta, jiwa dan raga harus dipersembahkan untuk tujuan mulia itu, termasuk kehormatan dirinya sendiri. Untuk perjuangan ini diperlukan banyak pemuda pemuda tangguh yang siap berjihad, menyerahkan jiwa dan raganya. Untuk merekrut para pemuda itu cara termudah adalah dengan iming iming Bidadari di Surga, kesulitannya Surga itu belum pernah dijamah dan belum ada orang yang pernah ke sana. Tugasnya adalah meyakinkan para pemuda itu bahwa Bidadari itu ada dan Surga adalah sesuatu yang nyata lewat tubuh dan kenikmatan yang ditawarkannya.

Ustadzah Habibah semakin memeluk pinggang syuhada dengan erat, hatinya ikhlas menjadi Bidadari yang menyediakan Surga untuk para syuhada. Ini jalan perjuangan yang dipilih, tidak ada kata mundur hingga tujuannya tercapai. Ustadzah Habibah merasakan getaran hatinya yang bahagia, perjuangan yang dilakukannya begitu indah.

"Sudah sampai, wahai Bidadari Surga..!" Seru Syuhada menyadarkan ustadzah Habibah dari pesona surga yang menyelimuti hatinya.

"Maaf..!" Seru ustadzah Habibah malu, dia masih memeluk pinggang Syuhada, pria yang berusia sepuluh tahun lebih tua darinya. Perasaan yang sama pernah dirasakannya saat pertama kali mengenal Syuhada dengan segala pesonanya, nada bicaranya yang berapi api mampu menghipnotis kesadarannya dan pelan pelan mencuci otaknya dengan ajaran baru yang dibawanya.

Ustadzah Habibah turun dari atas motor, dia tidak berani mendahului Syuhada masuk ke dalam rumah yang lumayan besar. Rumah yang menjadi tempat berkumpulnya para pengurus jama'ah untuk merundingkan semua gerakan organisasi mereka, tempat yang juga digunakan untuk membai'at anggota baru yang berhasil mereka cuci otaknya. Bahkan tempat ini juga dijadikan base camp menggodok para kader potensial agar mereka bisa merekrut anggota baru yang lebih banyak.

"Ayo kita masuk, Bidadari ku." Ajak Syuhada dia mendahului Ustadzah Habibah yang mengikutinya dengan patuh, hatinya bergetar aneh. Setiap kali dia diajak ke tempat ini, selalu ada petualangan baru yang tidak pernah diduganya.

Mereka masuk ke dalam, di ruang tamu ustadzah Habibah belum merasakan suatu hal yang akan terjadi padanya. Tapi dia yakin semuanya akan berubah dengan cepat saat masuk ke ruangan dalam yang lebih luas, di situ dia pasti akan menemukan sesuatu yang baru dan membuat gairahnya bangkit maksimal. Entah apa itu, selalu membuat ustadzah Habibah berdebar debat.

Di ruang tengah sudah menunggu Zakaria membuat ustadzah Habibah heran dan sekaligus senang, Zakaria adalah salah satu Syuhada yang berhasil direkrutnya dan dianggap sebagai salah satu rekrutan terbaik. Potensi pemuda itu membuat pemimpin jama'ah takjub dan memuji ustadzah Habibah karena berhasil mendapatkannya.

"Selamat datang ustadzah Habibah, Bidadari tercantik yang kita miliki..!" Ucapan salam dari seorang pria yang berusia sekitar 50 tahun lebih menyambut kedatangannya, Ustadzah Habibah mengenalnya sebagai pemimpin jama'ah.

"Terimakasih, Ustadz." Jawab Ustadzah Habibah, dia mengangguk hormat. Dan memang kewajibannya menghormati pria itu. Ustadzah Habibah menunduk, ingin rasanya menatap wajah tampan Zakaria, tapi dia tidak mungkin melakukannya di hadapan para pemimpin jama'ah yang juga hadir, sepertinya mereka habis melakukan rapat penting.

"Ada satu tugas untuk mu, aku ingin kamu dan Zakaria mendidik calon Bidadari Surga yang kau rekomendasikan. Didik mereka hingga benar benar melaksanakan tugas jama'ah." Kata pria yang dipanggil ustadz oleh Ustadzah Habibah.

Ustadzah Habibah menoleh ke arah Zakaria, hatinya bergetar kaget karena jama'ah justru menjadikan Zakaria sebagai fatner mendidik calon Bidadari Surga yang salah satunya adalah adik kandung Zakaria, ustadzah Habibah ragu Zakaria bisa melakukannya. Ustadzah Habibah tidak berani mengajukan keberatannya, keputusan sudah diambil dan tidak ada kata menolak dalam perjuangan ini.

"Pergilah kalian, lakukan tugas kalian secepatnya." Kata sang ustadz, tegas tidak boleh dibantah.

Setelah mengucapkan salam, Zakaria dan Ustadzah Habibah pergi meninggalkan rumah itu. Tanpa bicara, kedua nya tahu mereka akan ke mana. Tentu saja ke tempat kost Zakaria, itu tempat paling aman karena semua penghuninya adalah anggota jama'ah.

"Kamu tahu siapa calon Bidadari Surga yang sudah aku rekomendasikan, Zakaria?" Tanya ustadzah Habibah setelah mereka duduk berdua di kamar kost, Zakaria.

"Siapa?" Tanya Zakaria acuh, dia lebih tertarik untuk secepatnya mengagumi Bidadari yang kini berada di hadapannya, Bidadari yang akan membawanya ke surga kenikmatan. Bidadari ini pulalah yang sudah merekrutnya ke dalam jama'ah beberapa bulan lalu, memberinya kenikmatan surga yang belum pernah didapatkannya dari wanita lain.

Ustadzah Habibah memandang Zakaria, dia ragu untuk mengatakan nama salah satu calon Bidadari yang akan mereka didik menjadi salah satu kader terbaik. Tapi sebagai Bidadari yang sudah mempunyai jam terbang tinggi, ustadzah Habibah tahu apa yang harus dilakukannya untuk meredakan kemarahan Zakaria kalau dia tahu adik perempuannya menjadi calon Bidadari yang harus mereka didik.

Perlahan ustadzah Habibah menarik gamis lebar yang dikenakannya, melepaskannya melalui kepalanya tanpa melepaskan jilbabnya, gerakan ini sudah berhasil membuat banyak pria bertekuk lutut padanya. Baju gamis yang sudah terlepas, dilempar ke arah wajah Zakaria yang menyambutnya dengan bernafsu, ini yang ditunggunya sejak tadi.

"Aisyah adikmu ,salah satu calon Bidadari Surga yang akan kita didik." Kata ustadzah Habibah pelan, bersiap menunggu kemarahan yang akan terlontar dari Zakaria.


Bersambung.....
 
Bimabet
Kek pernah baca, tapi apa gtu judulnya...lupaa

Apakah ada pov hj.jamilah??
Apa imron wikwik sama mamaknya kah hu???

Mari kita tunggu
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd