Episode 5. Love mounts
POV Romeo
“Brian… wake up! Come on lazy boy, wake up!” Aku merasa tubuhku diguncang-guncang.
“Hei… ayo dong bangun!”
Setelah mengumpulkan nyawa aku memicingkan mata dan melihat seorang gadis cantik menggoyang-goyang tanganku supaya bangun.
‘Titien!’ Hampir aja aku menyerukan namanya.
Titein Mokoginta
Aku memutarkan badan sehingga posisiku kini menghadapnya, tapi melakukannya sambil pura-pura masih tertidur dengan mata yang tertutup.
“Eh, kirain udah bangun, ayo dong!”
Gadis itu menggoyang tubuhku lagi, kali ini aku sudah siap. Dengan cepat tanganku memengang tangannya, dan secara tiba-tiba menariknya jatuh ke arahku…
“Eh… ahhhhhh!” Gadis itu jatuh terjerembab menimpa tubuhku, dan dengan segera aku memeluk tubuhnya. Eh, harum sekali pagi-pagi, kayaknya ia rajin mandi pagi, ini kan baru jam 6.
Tubuhnya yang padat tapi lembut benar-benar enak untuk dipeluk. Dadaku sempat menikmati benturan bongkahan dadanya yang sekal…
“Aduh… jangan… ahhhhh!” Titien mengeliat membebaskan tubuhnya sementara aku hanya tertawa-tawa mendekapnya sekali lagi sebelum melepaskannya.
“Eh, kamu?” Aku pura-pura gak sadar!”
“Dasar!” Ia tampak cemberut.
“Enak juga yah kalo dibangunkan gadis cantik tiap pagi!” Kataku sambil tersenyum.
“Ih.. bercanda lagi!” Ia mencubit pingganggku untuk melampiaskan kekesalannya.
“Sudah… ampun! Maaf aku kira adikku, soalnya di rumah adikku perempuan yang selalu membangunkanku!” Kataku supaya ia gak marah.
“Iya, cepat bangun. Kita mau jalan jauh hari ini.”
“Tarik dong!” Aku mengulurkan tangan, ia menarik tanganku membantu aku bangun.
“Makasih yah! Kamu juga mau mandiin aku?” Aku menggodanya lagi, sambil pura-pura mau menangkapnya.
“Ihhh…!” Ujarnya sambil lari keluar dari kamar.
Aku merasa bahagia, pagi-pagi sudah disuguhi wajah yang cantik dan senyuman yang indah. Mujur sekali aku…
Gak terasa kami berdua semakin dekat, terutama sejak kemarin ia mendapat tugas membangunkan aku. Rasanya ketiban rejeki besar begitu mendengar taruhan bodoh itu.
Ceritanya kemarin dulu Titien ditodong oleh Naya, katanya ia harus menciumku karena kalah taruhan. Langsung gadis itu mengelak dengan berbagai alasan. Setelah dijelaskan tentang taruhan mereka, aku ikutan menuntut, membuat Titien malu banget sampai pipinya merona merah.
Naya Tan
Setelah ditawar-tawar, akhirnya ia menyanggupi untuk membangunkanku tiap pagi selama dua minggu. Apalagi aku paling susah bangun pagi, sedangkan tour biasanya dimulai pagi-pagi. Sejak itu setiap pagi ku dipenuhi dengan canda dan tawa. Puncaknya tadi waktu aku menarik dan memeluknya. Baiknya besok pagi, apa yang akan kubuat?
——-
Kalo dua hari sebelumnya hanya diisi dengan jalan-jalan ringan sekitar kota, sambil membeli perlengkapan kami selama tinggal di sini, hari ini kita akan mengadakan perjalanan yang agak jauh. Titien sengaja membuat kita tidak capek kemarin-kemarin karena masih jet lag, karena perbedaan waktu yang sangat jauh antara Los Angeles dan Manado. Benar juga sih…
Kemarin dulu aku dan Dickhead di supermarket, aku membeli beberapa perlengkapan pribadi, baik perlengkapan mandi, pakaian dan deodoran. Ternyata banyak juga yang dibutuhkan, terutama Dickhead, yang ternyata benar-benar tidak membawa pakaian sama sekali. Untunglah ada banyak dijual pakaian yang murah-murah, termasuk celana basket, yang merupakan pakaian sehari-hari kami berdua. Aku tak menyangka uang sebesar $100 sudah dapat membeli semuanya.
Dickhead aka Shaun
Sedangkan kemarin kami sempat duduk-duduk menikmati pemandangan pantai dan gunung sekitar kota. Dengan cepat aku menyukai kota ini, karena suasananya yang tenteram dan penduduknya ramah-ramah. Kami tak merasa kesepian, karena kebanyakan orang muda disini suka menyapa dengan bahasa Inggris, walaupun kosa kata mereka sangat terbatas.
Nerdho juga menyukai makanan disini yang
spicy, dengan bahan dasar seafood yang sangat manis dan segar. Padahal kalau menurut aku sih terlalu spicy, dan pedas. Ia juga menyukai gaya hidup disini yang ternyata hiburan malamnya juga gak kalah.
Sedangkan Dickhead menyukai tempat ini karena disini banyak gadis cantik. Tiap kali berjalan matanya selalu jalang mencari gadis-gadis cantik dan seksi. Padahal gadis yang menemaninya juga gak kalah cantik, tapi dasar Dickhead gak bisa puas.
Sekarang ini kita sudah berada di mobil dalam perjalanan menuju ke Bukit Kasih. Kebetulan aku dan Titien disuruh duduk di baris ketiga mobil Pregio ini. Awalnya itu tempat duduk Dickhead dan Naya, tapi karena cowok itu suka muntah kalo jalan jauh, terpaksa ia pindah di depan, bersama Edo. Naya dan Brenda duduk di tengah, awalnya hendak ditemani Titien, tapi aku tidak ijinkan. Dan sepanjang perjalanan keduanya tidur, mungkin kecapean.
Edo Chandra
Nerdho aka Brenda
Awalnya aku dan Titien hanya diam sambil melihat-lihat keluar. Tak lama kemudian aku mulai tanya-tanya soal perjalanan kita, dilanjutkan pertanyaan tentang diri kita. Ia menanyakan pekerjaanku, yang kujawab dengan klise, aku baru lulus kuliah dan lagi cari kerja.
Ternyata Titien masih kuliah, dan sekarang lagi masa liburan sampai hampir dua bulan. Ia mengambil jurusan sastra Inggris, sehingga bahasa Inggrisnya sangat lancar. Orangnya juga menyenangkan untuk diajak ngomong. Aku juga menanyakan hobi dan film-film yang ia suka tonton, walaupun banyak yang aku tidak tahu karena film Korea dan Taiwan. Ia juga suka bercerita tentang tempat-tempat wisata, dan ia tahu banyak. Typical tour guide beneran.
Akhirnya setelah hampir dua jam perjalanan, kita sampai di tujuan. Setelah memarkir mobil, kita langsung menuju ke tangga dan mulai mendaki.
“Wah... indah sekali... bagus sekali pemandangan dari sini!” Terdengar suara kagum dari Nerdho.
“Wuh... ini kayaknya perfect deh, Edo tolong dong foto aku!”
“Romeo, Dickhead... tunggu dong! Inikan pemandangan yang harus diabadikan."
Nerdho lagi minta berhenti... alasan mau foto segala, pasti dia sudah kecapean, gak kuat lagi mendaki. Tenaganya sudah habis di urusan ranjang...
“Hey... Nerd-ho, mulutmu gak bisa diam.” Aku menegurnya.
“Mulut yang mana yang dimaksud, sih?” Balas Dickhead.
“Hahahaha” Kami tertawa bersama.
Nerdho kelihatan cemberut... pasti dia mau kasih first impression kepada Edo. Istilah kerennya jaim dulu lah... jangan jual murah.
“Hei, Nerd-ho... ayo lanjut dong, masak belum setengah jalan sudah minta berhenti! Pake alasan lagi lihat-lihat pemandangan.”
Tapi kayaknya bukan hanya Nerd-ho yang capek. Dua bidadari kami juga sudah duduk kecapean. Padahal baru tiga puluh menit mendaki.
Tak terasa kami sudah tiba di puncak pertama, ada salib kecil. Dari sini jalanan semakin curam... ada dua pilihan... ke puncak tertinggi ada salib besar dengan pemandangan indah lewat jalan ke kiri atau puncak rumah ibadah, dengan 6 buah rumah ibadah di jalan yang ke kanan.
Nerdho menunjukkan kakinya yang sudah membelas. Sandal yang di pake memang tidak sesuai dengan medan. Gimana sih! Udah tauh mo mendaki gunung, pake sendal setinggi 10 cm. Cewek itu memang gak cocok mendaki bukit... cocoknya didaki bukitnya aja! Hehehe...
Brenda memang tidak cocok mendaki alam, gayanya lebih cenderung pergi ke fashion dengan tanktop ketat dan celana legging. Mungkin ia menyesuaikan dengan penampilan Edo yang keren dengan kemeja kotak-kotak dan celana pendek berbahan jeans.
Beda dengan aku dan Dickhead yang tiap kali keluar hanya pake kaos oblong dan celana basket tipis. Selain enak dipakai, juga kan supaya mudah dilepas kalo2 dibutuhkan, hehehe...
Kalo Naya sih agak modis dan ketat tapi masih tergolong casual. Titin sebaliknya, gaya culun kaos oblong dan sopan banget. Typical perawan yang polos.
“Guys... aku langsung aja ke rumah-rumah ibadah itu yah, aku gak mampu naik keatas...”
“Oke deh, tunggu kami di rumah-rumah situ!” Aku membalasnya.
“Aku temani yah...Kakiku juga sudah pegel-pegal” kata Naya
“Eh aku juga... aku sudah cape!” kata Titien
“Eits... No.. ladies. Edo yang akan temani aku. Edo sudah janji mau pijit kakiku! Selain itu, mana Brian atau Shaun mau lepaskan kalian.” Nerdho memang jahil, tapi otaknya jalan juga. Ia tauh kalo aku dan Dickhead lagi demen sama dua gadis cantik itu.
Kami melihat Brenda berjalan perlahan-lahan dengan tangan melingkar di pundak Edo.
“Take care, Nerd-ho”
Brenda tidak menjawab. Ia hanya balik belakang dan memincingkan mata sebelah kiri. Pada saat yang sama tangannya turun dan meremas pantat Edo sebelah kiri.
“Eh!” Edo gak sempat mengelak... aroma mesum sudah di tebarkan. Titien dan Naya sampe kaget, belum tahu si Nerd-ho, kayaknya.
Berjalan bersama dua gadis manis yang lincah ini membuat kami tetap bersemangat. Aku melirik ke arah Titien.. wah cantik sekali. Tubuhnya yang berkeringat justru membuat ia tambah seksi. Apalagi dari tadi tangannya pegang tanganku... minta ditarik.
Kesempatan bagiku untuk terus menggengamnya. Tempat ini indah sekali kayak surga. And the girl besides me is an angel…
Aku juga melihat Dickhead mengambil kesempatan dengan menggenggam tangan Naya, si imut. Gadis itu juga tambah cantik dengan rambut yang urakan karena angin, dan peluh di wajahnya. Dari tadi ia udah manja ke Dickhead minta di tarik.
Di mobil Titien sudah jelaskan mengenai tempat yang menjadi simbol damai dan kasih, namanya saja, Bukit Kasih. Bukit dengan pepohonan yang hijau melingkari sumur belerang yang besar yang mendidih dengan uap yang berbau busuk. Namun justru bukit ini menjadi objek wisata dengan monumen tinggi heksagonal, dan bola dunia diatasnya melambangkan kehidupan umat beragama yang rukun di tanah sulawesi utara.
Di salah satu puncak ada lambang salib, dan di puncak yang lebih rendah ada enam rumah ibadah yang dibangun berdekatan, simbol kerukunan dan kasih. Di puncak-puncak yang lebih rendah juga terdapat patung-patung tokoh Minahasa, termasuk legenda Toar dan Lumimuut yang menjadi nenek moyang tanah minahasa.
Kemarin, begitu kami mendengar nama bukit kasih, Dickhead makin bersemangat. . Pasti tempat menyenangkan untuk bawa gadis, katanya. Eh, ternyata the ‘Hill of Love’ bukan romantik love yang kami duga sebelumnya.
Dickhead aka Shaun
Tadi malam waktu Dickhead bertanya nama tempat yang akan kami kunjungi, dengan cepat aku menjawabnya “Bukit kekasih”. Ia mengucapkan kata itu berulang-ulang sampai hapal. Tadi juga ia sempat menghapal, padahal aku hampir gak bisa tahan tertawa.
Eh satu hal yang ku sembunyikan dari teman-temanku, adalah kalau aku bisa berbahasa Indonesia, walaupun gak lancar. Setelah bertahun-tahun pacaran dengan cewek Manado, aku bisa mengerti kata-kata mereka. Siapa tahu ada gunanya… kayak ini, mengerjain Dickhead.
Benar juga, tadi waktu berangkat Dickhead sempat berseru dengan semangat.
“Come on guys... lets hurry.
Today our goal is to conquer ‘Bukit kekasih’!”
Kata-kata yang langsung menyebabkan ketiga teman baru kami tertawa terbahak-bahak. Hanya dia dan Nerdho yang bertanya-tanya ada apa gerangan.
Eh, melamun… ingat harus konsentrasi di jalan.
Kini kami memasuki tempat yang curam, tangga beton dengan kemiringan 45 derajat, dan tinggi hampir 120 meter. Dibutuhkan tenaga dan stamina untuk kesana... berkali-kali kedua gadis itu minta ditarik karena sudah capek.
Dickhead dan Naya berada didepan, sedangkan aku dan Titien semakin tertinggal di belakang. Ternyata gadis kecil itu lincah juga, lebih lincah dari gadisku yang sudah kelihatan kepayahan. Tapi aku maklum, suhu ditempat itu sangat panas, karena terdapat sumur belerang yang mendidih... panas dengan bau yang sangat menyengat. Kami tahu kami harus tetap berjalan, karena kalau lama berhenti bisa pingsan dengan udara di situ...
Untung diujung tangga yang terjal ada tempat kecil menjorok kedalam, di mana kami bisa beristirahat sejenak. Tempat itu terlindung dari panas dan bau, karena terdapat pohon yang rindang. Kami berdua segera berhenti disitu, sementara Dickhead dan Naya memberikan semangat dari atas.
“Romeo... ayo dong cepat dong. Bikin malu sama cewekmu! Kalo kamu gak mampu minta gendong aja sama Titien.” Suara Dickhead membuat sakit telinga.
“Brian... dorong aja pantat Titien supaya cepat!” Tambah Naya.
“Yah kalo tenaga cuma segini mana sanggup di ranjang” Katanya lagi.
“Eh, Dickhead... justru kami yang pelan-pelan karena kamu kentut terus di jalan. Tuh masih bau sampai sekarang!” gantian aku yang meledeknya.
Kami berjalan lagi, dan sekali lagi Titien yang sudah kepayahan minta ditarik. Badan Titien yang lebih padat dan tinggi tentu lebih berat untuk ditarik dari adiknya yang mungil. Kini jarak kami tinggal 10 langkah... kami tambah semangat melihat mereka berhenti menunggu kami.
“Romeo... kamu harus ikut cara ku supaya cewek mu berjalan cepat!” Kata Dickhead memanas-manasi.
“Apa emangnya?”
“Kasih motivasi dong,... bilang kepadanya nanti di atas di kasih hadiah ciuman! Pasti dia semangat, kayak cewekku” Dia sempat melirik ke arah Naya yang masih bersandar di dadanya mengumpulkan tenaga.
“Hehhhh, apa kamu bilang?” Mata Naya membesar, ia nampak tersinggung dibuat-buat. Ia tauh itu hanya ejekan.
“Wah, enak sekali kamu dapat ciuman!” Aku meledek Naya.
“Ih, rasain deh!” kedua tangan Naya cepat sekali mencubit pinggang cowok itu kiri dan kanan. Dickhead sampai kegelian sampai tertawa terus. Cubitan Naya semakin mengendur... ia mulai menatap cowok itu yang tertawa-tawa.
Dengan cepat tangan Dickhead melingkar memeluknya, ia kelihatan menikmati keharuman gadis itu. Dickhead langsung mendekapnya dengan erat, dan melumat bibir gadis itu yang tidak siap.
“Ehhhh...ups” Naya membuka mulut untuk protes. Tapi protesnya hilang ditengah ciuman, justru ketika ia berkata kata, lidah cowok itu sempat masuk. Aku sampai iri melihat ciuman mereka yang cukup panas. Beruntuk sekali Dickhead bisa merasakan bibir ranum dan menggairahkan itu. Ia tampak sangat mengikmati.
“Aahhhh!” Gerakan Naya yang menggeliat akhirnya menyebabkan ciuman mereka terlepas.
“Sorry Naya... aku benar-benar tak tahan, kamu sangat cantik sih!” Perlahan aku mendengar kata-kata dari Dickhead. Tumben ia bisa bicara dari hati…
Dan ciuman yang berlangsung hampir 6 detik berhenti tiba-tiba, tanpa tanda-tanda. Naya masih memandang cowok itu sambil melongo, seakan gak percaya. Sementara itu Shaun hanya senyum-senyum.
“Sudah yah Nay! Jangan lihat seperti itu dong. Nanti di atas lagi aku kasih ciuman yah!”
Naya masih terbegong-begong, sedangkan Titien mulai tertawa melihatnya. Aku hanya nyengir... Dickhead sudah mengeluarkan salah satu jurus pembukanya untuk mendapatkan gadis-gadis.
“Ihhhhh sebel. Shaun mesum!” Naya berteriak panjang... kayak baru sadar, kami semua tertawa.
“Wah enak tuh main cium-ciuman di jalan. Pantesan semangat 45 mendaki” Titien mulai mengejek Naya.
"Ih jijik euy!"
Titien terus mengejek pake gerakan, gayanya menggambarkan gaya seseorang yg lagi dicium, dengan tangan pura2 memeluk dan bibir dimonyongkan. "Mmmpphhh" Titien pura mendesah. Naya mengejar hendak meremas toket Titien, tapi sempat dihindari. Tangannya sempat ditangkis Titien, yang kemudian segera merangkul Naya dengan tertawa-tawa.
Hilang sudah semua kecapean kami melihat canda dari kedua gadis cantik itu.
——-
“Kalian sudah jadian?” Aku mendengar Titien berbisik pelan kepada Naya.
“Ngggaaak! Bawel si dia cium-cium anak orang! Ih mesum deh. Rugi deh” Naya masih kesal.
“Rugi?... kan kamu terlihat begitu menyukainya!” Titien meledeknya.
“Ih... Kak Tien harusnya bantu Naya, masak dibiarin Naya di cium-cium bule mesum itu”
“Bukan bule mesum, Naya!
“Eh, apa coba?”
“Bule mesum yang ganteng yang sudah menjatuhkan hati adikku.” Titien mengejeknya
“Huh?” Mereka berdua tertawa-tawa. Hampir aja aku ikutan tertawa… lucu juga mendengar celoteh gadis-gadis ini.
“Kakak kasih saran yah gimana menghadapi cowok mesum seperti dia!” Titien berkata pelan, dan kelihatannya si imut jadi penasaran.
“Gini, berikut kalo dia macam-macam... ambil tanganmu masuk ke celananya, eh... terus.... remas kontolnya kuat-kuat”
OMG, aku hampir tertawa lagi…
Naya menatapnya kaget, hampir gak percaya pendengarannya. Tangannya dibuka meniru gerakan sementara menggenggam.
Wajah Titien langsung menjadi merah, pasti ia malu udah keceplos. Ia hendak menutupi wajahnya yang sudah seperti udang rebus. Ia berteriak kecil “Eh kok.. bukan gitu maksudnya.. Aduh, apa sih.... kok salah ngomong lagi.”
“Hah! Hahahaha.... seperti yang kakak buat kepada Kak Brian kan kemarin?” Naya sampe teriak.
Kali ini aku gak bisa tahan lagi dan ikutan tertawa. Untunglah mereka tidak perhatikan…
“Eh.. bukan itu maksudku!” Titien balas mencubit.
Wah, ternyata keduanya jahil banget.
------
Setelah berjalan sebentar, kali ini medan tidak lagi keras seperti tadi, tetapi ada hal yang membuat kami berjalan makin pelan. Yah, Naya gak mau lagi dekat-dekat dengan Dickhead. Sehingga kami harus berhenti sebentar-sebentar karena dia kecapean.
Padahal dari tadi Dickhead udah minta maaf berulang-ulang, tapi gadis imut itu masih kesal. Padahal udah dihibur Titien dari tadi… Berjalan berdampingan, kedua gadis itu kelihatan makin ceria kembali karena sifat mereka yang suka bercanda.
Medan yang dilakui kini tidak lagi tangga beton, tapi jalan setapak yang tidak lagi berat. Di kiri-kanan banyak pohon memberikan perlindungan dari terik matahari. Dan Salib besar tujuan sudah mulai kelihatan ujungnya. Pemandangan dari tempat ini makin indahnya, karena kami sudah dekat puncak.
‘Eh mana mereka? ternyata lagi foto-foto di dekat batu. Dasar cewek, kemana-mana pasang kamera.’
“Brian, tolong dong foto!” Titien dan Naya berpose berdua di depan pemandangan yang indah setelah tadi berpose sendiri-sendiri.
“Eh tunggu, sekarang kamu dengan Titien dong!” Ujar Naya meminta aku berpose berdua dengan Titien. Dengan segera aku mendekatinya, walaupun ia masih malu-malu. Titien hanya diam sambil senyum dengan pipi merona lagi.
“Yang mesra dong! Terus ganti gaya… Brian kamu peluk Titien dari belakang, terus sekarang berhadapan!” Ternyata Naya sengaja menjebak kami untuk berganti-ganti gaya. Titien sampai kelihatan salah tingkah, tapi aku menggunakan kesempatan ini untuk memeluknya. Ia hanya tersenyum…
Tidak puas hanya memberi instruksi, kali ini Naya datang mendekat mengatur posisi kita. Tangan kananku diatur memeluk erat gadis itu dari belakang, dan kepala Titien disandarkan ke dadaku. Aku jadi berdebar, apa Titien mendengar detak jantungku? Ah, ia diam aja.
Naya kembali mengatur gaya, ditengah protes dari Titien. Aku sih mau-mau aja, cuma kadang dicubit gadis itu bila aku terlalu erat memeluknya. Dan kembali aku mendapatkan kesempatan menghirup keharumannya yang khas, yang sudah beberapa hari ini menyegarkan indera penciumanku.
Jujur aja, aku sangat tertarik dengan gadis itu sejak pertama kali bertemu di airport. Titien memang beda, kayak ada aura tertentu yang membuatnya special. Kecantikan yang alami menembusi perangainya yang sederhana. Cepat sekali ia mengisi kehampaan hatiku. Apa aku sudah jatuh cinta lagi?
“Sudah-sudah, sekarang gantian. Shaun foto dengan Naya!” Aku merasa cukup menggoda gadis itu.
“Eh, iya… sekarang kalian berdua!” Titien juga baru sadar, dan kini membalas perbuatan sohibnya. Ia memaksa gadis imut itu berpose dengan Dickhead.
“Senyum yang manis dong, Dickhead mana gigimu…!” Benar-benar pose yang sangat lucu, si gadis merengut, sedangkan pasangannya berdiri tegak dengan senyum yang dipaksakan. Kami berdua hanya bisa tertawa-tawa melihat gaya dua orang itu…
“Hahaha… Nay, senyum dong! Kayak waktu ciuman tadi… terus Dickhead, matanya jangan lari kemana!” Ini kesempatan baik untuk balas dendam. Dickhead juga menggunakan kesempatan untuk memeluk dan mencium pipi gadis itu hingga Naya jadi tambah malu. Dasar bego… hahaha.
“Eh, aku mau foto dengan Titien dan Brian, dong!” Kata Naya meminta kita berpose bertiga, dan menyuruh Dickhead pegang kamera.
Kali ini Titien ditaruh ditengah-tengah dan disandwich kami berdua, dengan posisi yang sangat rapat. Tanganku sampai menggesek dadanya yang sekal, bukan cuma itu, aku merasa onderdil rahasiaku menempel dipinggangnya dari samping.
Titien sempat jengah, tapi gak bisa berbuat apa-apa. Aku kasihan juga melihatnya yang merasa gak nyaman… Pinter juga jebakan gadis imut itu. Dan tepat pada waktu difoto, terjadilah aksi itu!
Dickhead menghitung bak fotografer profesional
“Satu, dua, ti.... Hahhhhhh!”
Cepat sekali tangan Naya mengambil tangan kanan ku, dan langsung ditempelkan ke toket Titien dengan suksesnya. Aku jadi melongo, benar-benar ketiban durian runtuh ketika tanganku meremas toket kiri yang kenyal dan padat itu…
“Aiihhhh!” Titien berteriak malu, sedangkan Naya udah melarikan diri.
Sementara aku masih bingung harus buat apa… apa aku harus bilang maaf atau terima kasih!
"Ah!!! Astaga...." Terdengar suara Dickhead cemburu.
Naya segera lari dan menyambar tangan Dickhead dan mereka berdua tertawa-tawa lari duluan menuju ke Salib besar. Titien dan aku masih kebingungan... hal itu terjadi begitu cepatnya, dan tanpa sadar tanganku masih aja asik menempel di toket Titien. Ini sih cukup besar dan padat membulat… aku meremasnya lagi.
“Ihhhhh. Mau dicubit yah, cari-cari kesempatan” Titien segera sadar dan mengibaskan tangan ku...
“Eh maaf” Aku hanya bisa berkata itu... Jadi gak berkutik di depan gadis secantik dia. Titien masih mencubitku dengan gemasnya.
“Aduh, ampun… Tien, aku gak bermaksud memegang itu...eh... anu... eh...uh!” Mendengarnya Titien tambah merah.
“Sudah.. sudah...” ayo jalan.
Titien memegang tangan ku dan terus mencubitnya sampai aku kesakitan. Tapi untungnya, Ia tidak marah sama ku, wong itu kan bukan salahku. Itu perbuatan anak begal itu. Palingan waktu ketemu... pasti Naya akan dikerjain lagi habis-habisan.
“Anggaplah kamu beruntung hari ini!” tangan Titien kini memeluk tangan ku. Aku kini sudah bisa mengusir kegugupanku.
"Tien... eh eh?!?"
"Ada apa, Romeo?" Suara Titin terdengar berdebar dan ia tertunduk melirik wajahku. Tumben ia memanggilku Romeo, apa ia mengharapkan sesuatu?
"Aku cuma mo bilang!...eh maaf"
"Apa???" Titien berhenti sejenak dan menatap ku dalam2.
"Eh.., Dadamu bagus... padat dan kenyal!"
"Huh... ih... kamu juga ikutan mesum ih!" Kata Titien sambil tertawa-tawa mencubitku sampai kesakitan. Tapi dari ujung bibirnya ada suatu senyuman kecil.
-----
Nerdho aka Brenda
POV Brenda
“Edo! Aku capek sekali... kakiku sudah pegal-pegal semua. Ini, diurut dong”
“Tentu saja nona manis,
the pleasure is mine. How do you want me to touch you?”Edo sempat merayu.
“Ini Edo, pergelangan kaki dan betisku sakit!”
“
Your wish is my command, babe!”
So charming. Rayuan Edo membuat ku nyaman. Sejak kemarin kaki dan pahaku sudah menebar pesona... dan tangan Edo sudah merasakan kemulusan paha ku di mobil. Ayo dong Edo... kamu mau ini kan. Hanya baru sekarang kita sendiri... Dari tadi aku sudah memberikan signal-signal positif, tetapi Edo masih segan.
Anyway, its a sign of a gentlement... and I like to play along.
“Kita duduk situ aja yah, sekalian melihat alam.” Edo membujuknya.
“Gak mau... terlalu terbuka. Aku mau yang sunyi!” Aku merajuk, Edo pura-pura gak ngerti aja.
“Di kursi sana?”
“Gak. Aku mau disitu supaya boleh baring-baring” kataku sambil menunjuk lantai keramik putih dipinggir sebuah gedung. Edo semakin terpancing, aku hanya senyum saja.
Tanpa kata-kata tangan Edo mulai memijit pergelangan kakiku. Pijitannya pas dan membuat kakiku merasa enak. Lambat laun pijitannya naik kebetis , membelai mesra dari luar legging tipis ku. Aku mulai terbuai...
“Edo, enak sekali” Aku membaringkan tubuhkan diatas lantai. Come on Edo... aku mulai terangsang ketika tangan Edo mulai naik ke paha ku. Edo mempermainkanku… progressnya pelan sekali.
“
Don’t waste too much time, Edo. Brian and Shaun can be here in any minute.”
“
Don’t worry honey. I must not let this beauty pass in a hurry!” Edo semakin nakal. Kali ini paha dalamku sudah mulai menyentuh bagian-bagian sensitif tubuh ku.
Pahaku mulai terbuka... tangan Edo mulai terasa menyentuh memek ku dari luar legging. Aku semakin terbuai... Hampir 10 menit tangan Edo memberikan kenikmatan kepadaku, menyentuh semua titik-titik rangsang di bagian bawah tubuhku. Tangan Edo mulai menuntut lebih... sekarang sudah masuk di legingku dari atas... celana legingku sudah mulai dilucurkan ke bawah.
Edo sangat cekatan, tidak mau kerja dua kali. Celdam ku juga terengut, dan pahaku semakin terbuka. Memek tanpa bulu itu sejenak dipandangnya, seakan terpesona. Cukup lama ia mengamatinya... Aku semakin malu. Tapi penantianku tidak lama. memek ku langsung diserbu dengan jari-jarinya yang sudah ahli. Tangannya terus membelai dan menyibak. Dalam waktu singkat Edo langsung menemui klitorisku, menyentuhnya lembut dan mulai mengesek. Jarinya membuat lingkaran kecil yang terus membelai dan menggaruk kecil. Belaiannya semakin cepat iramanya. Aku semakin terbuai... beberapa desahan sudah keluar dari mulutku.
Tangan Edo semakin aktif, aku tahu aku sudah ditangannya. Belaian lembut dan berirama sangat cekatan menyentuh titik-titik rangsang di bagian luar dan diinding memekku. Jarinya semakin cepat dan masuk semakin dalam, kini sensasinya sangat luar biasa... Desahanku makin kuat. Jarinya sudah masuk penuh dan mengobel-ngobel milikku dengan kecepatan tinggi...
Aku tau penantianku tak lama lagi. Tapi Edo belum mau menyelesainya. Aku tahu Edo masih mempermainkanku. Ia tidak mau aku orgasme secepat itu. Tangannya tiba-tiba berhenti mengeksplorasi tubuhku.
“Ah Edo... terus!” Aku tidak malu-malu lagi meminta.
Edo hanya tersenyum. Ia menatap wajahku lama-lama. Penantian ini sungguh menyiksaku.
“Edo! Ayo dong...”
“Sshhhh... tenang aja. Pasti ku kasih kok.”
——-
Bersambung