Chapter 2
---
Adera Aulia Utami
Dera: “Mas, aku udah mau boarding. Jangan kebanyakan minum. See you”
Ayu: “Aku sama Ka Dera udah mau boarding ya Mas, nanti aku kabarin kalau sampe Soetta. Have fun ya Mas liburannya, maaf ga bisa nemenin”
Kubaca 2 chat WA dari kedua anak buahku itu sambil menenggak beer dengan botol berwarna hijau malam ini. Mereka memang rutin untuk mengabariku kalau selama di perjalanan. Waktu masih menujukkan jam 7 malam, sesuai dengan jadwal terbang mereka.
Setelah mengantar Dera dan Ayu checkout ke mobilnya diantar supir hotel ke bandara, malam ini aku memang belum beranjak dari kamar hotel suite ku. Rencananya baru besok aku mau pindah hotel ke Denpasar supaya hari Minggu nya lebih dekat menuju ke bandara.
“Ok. Safe flight yaa” jawabku singkat ke Dera dan Ayu. Aku kembali melanjutkan lamunanku sambil menyalakan rokok mild di balkon kamar hotel.
“Dera..” gumamku pelan sambil menghembuskan asap putih keluar dari paru-paruku.
-
Pengalamanku pacaran memang hanya 2 kali selama hidupku. Pertama di saat SMA selama 2 tahun. Saat-saat semua hal dengan label ‘yang pertama’ kulakukan dengan pacarku saat itu. Kami putus karena dia harus kuliah ke Aussie sedangkan aku diterima di kampus Depok.
Pengalaman pacaran ku yang kedua sekaligus yang terakhir adalah dengan teman kuliahku dulu.
Kami berpacaran sejak tahun ke 2 kuliah hingga awal-awal aku berkerja di firma ini setelah wisuda. Hampir 4 tahun berpacaran, sebetulnya kami sudah sama-sama cocok satu sama lain. Selama kami berpacaran, kami sangat jarang bertengkar. Bahkan teman-teman kami pun setuju kalau saat itu kami berdua amat serasi.
Sayangnya ternyata jodoh tidak diatur semudah itu. Faktor agama kami berdua yang berbeda menjadi penghalang terbesar untuk mendapatkan restu orang tua. Awalnya kami sama-sama bersikeras untuk tetap melanjutkan hubungan kami. Biarlah kita nikah beda agama, toh banyak juga yang berhasil menjalaninya. Kami pun memberanikan diri untuk maju ke orang tua masing-masing. Sialnya, perbedaan keyakinan sepertinya tidak bisa dinegosiasikan.
Kedua orang tuaku tidak setuju kalau kami harus menikah beda agama. Kalau mau menikah, Rachel, nama mantanku itu, harus pindah agama supaya ikut menganut keyakinanku. Meskipun berat, Rachel akhirnya setuju denganku untuk pindah agama mengikuti keyakinanku.
Sayangnya, ketika kami sudah mendapatkan restu dari orang tua ku, orang tua Rachel menolak ide pernikahan kami itu. Kali ini, orang tuanya tidak setuju kalau Rachel pindah agama mengikuti agama keyakinanku.
Kalau kalian menikah beda agama, Papa sama Mama masih bisa menyetujuinya.. Tapi kalau sampai Rachel harus pindah agama, Papa sama Mama ga akan merestui kalian, ujar mereka saat itu.
Akhirnya kami pun berpisah walaupun kami tahu kalau kami berdua sama-sama saling mencintai.
Putus dari Rachel sangat membekas di hatiku.
Semenjak saat itu aku sama sekali berhasrat untuk mendekati perempuan dan fokus pada karirku. Hasilnya, hasil kinerja ku selalu di atas rata-rata pada penilaian karyawan setiap tahunnya. Disaat rata-rata staff di kantorku membutuhkan lebih dari 4 tahun untuk mencapai Senior Staff, aku hanya butuh waktu 3 tahun untuk bisa sampai di posisi Senior Staff untuk dipercaya memimpin tim dalam setiap penugasan.
Hingga akhirnya..
“Bay, lo kan baru pertama jadi in-charge (pemimpin tim dalam penugasan), nah biasanya gue tandemin in-charge yang baru promote sama staff yang udah ada pengalaman. Tapi sorry banget nih, staff associate yang pengalaman udah pada kena plot semua, sisa anak baru doang nih. Gapapa ya? Nanti gue yang
put more extra attention sama kerjaan tim lo deh biar penugasannya lancar. Sorry banget yaa..” ujar manajerku saat itu, Mba Wanda saat briefing penugasan pertama ku menjadi in-charge.
Saat itu lah pertama kali aku bertemu Dera di firma ini.
“Pagi Mba Wanda, sorry tadi salah masuk ruang meeting..” ujar Dera saat tergesa-gesa masuk ke ruang meeting waktu itu.
Degg..
Jantungku berdegap ketika kulihat gadis itu mengambil posisi duduk disebelahku. Masih kuingat betul bau parfumnya yang hingga saat ini masih selalu dia gunakan menyeruak tajam ke hidungku. Wangi yang membiusku setiap kuhirup aromanya.
“Mas Bayu ya? Aku Dera.. maaf telat ya Mas, baru join seminggu soalnya, masih belum hafal ruangan meetingnya yang mana aja” ujar Dera sambil menjulurkan tangannya menyalami ku berkenalan. Wajahnya yang cantik terlihat tampak cemas karena tidak enak sudah telat untuk join meeting kami pagi itu.
Hmm.. cantik juga anak ini, rambutnya yang bergelombang terurai ke bawah ketika dia menunduk meminta maaf padaku. Tingginya mungkin hampir 170 cm karena tingginya sekitar sebahuku tanpa heels.
“Eehh iya.. Gapapa. Gue juga dulu gitu kok” jawabku grogi.
Mataku masih terpaku menatap wajahnya yang cantik dipadu dengan makeup tipis nya. 3 tahun lamanya aku tidak pernah merasakan grogi seperti ini ketika berhadapan dengan seorang wanita.
Apakah.. aku jatuh cinta?
“Heh, itu Dera ngajak salaman kok malah dikacangin sih Bay..” tegur Mba Wanda melihatku terpaku tak menyambut uluran tangan Dera.
“Oh iya.. Sorry.. Iya gue Bayu, ntar lo bareng ama gue ya ngerjain project ini” jawabku terkaget akibat teguran Mba Wanda sambil menyambut salaman tangannya yang lembut.
“Adera Aulia Utami, panggil aja Dera Mas” Dera memperkenalkan dirinya sambil tersenyum kepadaku.
“Tenang aja Der, bos lo ini homo kok. 3 tahun ga move on dari mantannya hahaha” kembali Mba Wanda meledekku didepan Dera yang hanya bisa tersenyum mendengar ledekan Manager ku itu.
Bener juga ya? Aku yang udah 3 tahun ga move on ini kenapa deg-degan ketemu Dera?
---
“Ciee yang bulan depan promosi jadi Manager, pasti gara-gara aku jadi anak buah kamu tuhhhhh…” tiba-tiba Dera meledek aku yang sedang sibuk berkutat dengan laptop ku di kantor sore itu.
“Apasih lu? Gosip darimane?” jawabku tak acuh mendengar ledeknya itu.
“Dari Mba Wanda, efektif bulan depan katanya dia bakal diangkat jadi salah satu partner gitu Mas” ujarnya semangat menjelaskan padaku.
“Iye udah tau kalo berita itu mah, terus kata siapa gue naek jadi manager?” tanyaku penasaran tapi masih pura-pura fokus ke laptop untuk menyiapkan bahan meeting besok.
“Ihhh orang lagi diajak ngomong loh, nengok dulu kek..” jawabnya merajuk karena aku acuhkan.
Semenjak selalu kerja bersamaku selama 2 tahun terakhir ini, Dera sudah tidak lagi malu-malu dan sungkan kepadaku. Aura pintar, brilian, dan profesional yang selalu ia tunjukkan ketika bekerja seakan langsung luntur kalau kami tinggal berduaan.
Entah kenapa kedewasaan nya tergantikan dengan sikapnya yang manja, gampang ngambek, dan sangat hobi menjahiliku. Orang-orang kantor yang secara tidak sengaja memergoki ‘sisi’ Dera yang manja kepadaku itu bahkan akan langsung mengira kalau kami berdua berpacaran.
“Hehhhh.. Bawel deh, gangguin gue kerja aja lu mah” sambil menutup laptopku untuk menoleh ke arahnya.
“Jadi Dera cantik.. coba gimana ceritanya?” Melihatku sudah menoleh, dia pun tersenyum riang seperti anak kecil diberikan permen.
“Jadi, tadi kan aku abis konsul ke tempatnya Mba Wanda. Terus abis konsul tuh obrolannya jadi ngalor ngidul gitu Mas. Biasa lah kalo ngobrol sama Mba Wanda mah ga ada abisnya kan Mas..” ocehnya menyerocos seperti biasa dan tak langsung ke inti cerita.
“Intinya…” aku langsung memotongnya karena tak sabar mendengarnya berkicau.
“Ihh ga sabaran banget deh jadi orang.. huh..” protes Dera karena aku memotong ceritanya yang baru mulai. Pipinya pun mengembung merajuk seperti biasa.
Lucu banget sih lo Ra.. batinku puas karena berhasil menggodanya.
“Yaudah intinya Mba Wanda cerita, gara-gara dia naek jadi Partner, nah Mas Bayu bakal dinaekin jadi Manager gantiin dia gitu loh. Terus aku naek juga deh jadi Senior deh yeayyy....” ujarnya senang sambil berjoget kecil mengumbar rasa gembira nya karena di promosikan.
“Oh gitu” ujarku singkat.
“Nanti makan malem bareng ya” lanjutku sambil kembali membuka laptopku. Dera hanya bisa mendengus sebal sambil mengepalkan tangannya di udara dengan gimik ingin menjitak kepala ku yang tidak excited mendengar ceritanya barusan.
----
“Jadi.. kita gimana Ra?” tanyaku malam itu di restoran steak favorit kami yang biasa kuajak dia makan disitu untuk merayakan kalau ada projek yang telah selesai.
“Hmm.. gimana ya Mas..” jawabnya menerawang mengerti arah pertanyaanku.
“Gue sayang lo Ra..” ucapku lagi tanpa menunggu jawabannya. Dera tersenyum mendengar ungkapan hatiku.
“Aku juga sayang Mas Bayu” jawabnya sambil menatap lekat ke mataku. “Jawaban yang sama kaya pertanyaan yang juga sama di tahun lalu Mas..” lanjutnya.
Tahun lalu, pertama kali aku menyatakan perasaanku kepadanya.
“Tapi kita itu kondisi kerja nya barengan terus Mas. Posisi aku itu bawahan langsungnya Mas Bayu,. Ga selamanya kan kerjaan kita lancar-lancarnya aja. Ada saatnya pasti Mas Bayu masih perlu koreksi aku, perlu marahin aku, perlu negur aku…” Dera memegang erat kedua tanganku.
“Sama kaya kondisi kita sekarang..” jawabnya memberikan pengertian.
“Aku takut status pacar itu bakal ngebuat semua yang baik-baik aja sekarang ini berubah jadi berantakan Mas. Ga mungkin kamu bakal objektif ke aku kalau ada kerjaanku yang salah. Kalau kita lagi berantem sebagai pacar, pasti yang ada malah ngerembet juga kemana-mana… ngaruh ke kerjaan, ke karir kita, dan ke hubungan kita juga..”
“Itu bukannya jawabanmu tahun lalu?” jawabku menyindir.
“Tahun baru kan kita sepakat, kalau kamu naik senior baru kita bahas hal ini lagi” lanjutku tak puas dengan penjelasannya.
“Iya.. dan sekarang lagi kita bahas kan..” jawaban Dera membuatku mendengus sebal.
“Mas Bayu.. kita sepakat buat pacaran kalau aku naik senior karena tahun lalu kita mikirnya kalau aku naik senior dan kamu juga senior, berarti kita ga bakal kerja bareng lagi sebagai satu tim lagi kan. Nah kondisinya sekarang kan aku naik Senior, kamu naik Manager, berarti atasanku langsung tetep kamu kan Mas..” Dera tetap sabar memberiku pengertian.
“Aku mau banget jadi pacar kamu Mas… tapi ya kita harus pikirin masak-masak dulu. Kita baru pacaran kalau aku udah ga jadi bawahan kamu atau ga kerja bareng lagi sama kamu. Jadinya apapun yang terjadi selama kita pacaran ga bakal kebawa sampai ke urusan kantor. Gitu ya Masku sayang..” ucapnya manis memberikan pengertianku kembali.
Aku mendengus sebal karena frustasi. Bukan hanya frustasi karena Dera kembali menolakku lagi menjadi pacarnya. Tapi juga frustasi karena semua argumen Dera memang betul dan masuk akal.
“Tapi sampai kapan Ra..” tanyaku kembali setelah dengan enggan mencerna pengertiannya barusan.
“Kalau kamu ga sabar nunggu hubungan kita bisa sesuai dengan obrolan barusan, kamu deket sama yang lain juga gapapa kok Mas” jawabnya tegas.
“Kok gitu sih jawabannya..” nada bicaraku melemah mendengar jawabannya.
“Abisnya, aku mau ngajuin resign biar kita bisa bebas pacaran malahan ga dibolehin sama kamu. Aku mau ngajuin buat pindah tim ke partner lain selain Mba Wanda juga ga bolehin sama kamu. Terus sekarang aku suruh sabar malah kamu nya yang ga mau ngerti. Woo dasar laki-laki.. Egois..” cecarnya sambil memeletkan lidah.
“Kalau aku beneran deket terus pacaran sama yang lain gimana?” jawabku mengancamnya.
“Hmm.. ya paling aku cemburu. Uring-uringan bentar lah. Tapi nanti aku balik normal lagi kok” jawabnya cepat.
“Berarti kamu ga sayang aku dong?” ujarku sebal mendengar jawabannya yang seakan mudah move on dariku.
“Walau nanti kamu pacaran sama orang lain, bukan berarti aku ga sayang kamu lah Mas. Itu artinya kalau sayangku ke kamu emang harusnya cuman kaya rasa sayang dari seorang adik ke kakak nya aja. Bukan sayang yang harus memiliki. Toh positifnya dengan begitu kita bisa kerja satu tim dengan normal tanpa ada drama hubungan kita kan Mas” jawabnyan ringan disertai senyumnya yang begitu manis.
Duhhh ini bocah sehari-hari kalau berduaan kelakuannya kaya anak kecil ampun-ampunan, tapi kalau lagi diajak ngobrol serius gini bisa tiba-tiba berubah jadi dewasa banget dia.
Putus asa, aku pun menutup obrolan tanpa berhasil meyakinkannya untuk menjadi pacarku.