Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quint

Status
Please reply by conversation.
Bimabet

Putri


Satria
Aku telah berada di kamar. Musik kegemaranku kuputar tapi kali lebih pelan dari biasanya. Aku masih teringat kejadian yang baru saja terjadi. Halusnya kulit mereka, lembutnya bibir mereka ketika kukulum, kenyalnya payudara ketika kuremas dan hangatnya liang vagina itu ketika kumasuki dengan penisku. Lalu nikmatnya waktu mereka orgasme d ikocokan penisku juga puncaknya waktu aku sendiri nembak di liang Hellen.
Kukeluarkan celana dalam pemberian mereka dan kuciumi wangi yang tertinggal di benda-benda itu agar aku tetap ingat bagaimana kejadian tadi. Kuingat-ingat milik siapa celana dalam itu lalu kuciumi aromanya dari kain bagian depannya. Tok tok tok...
Siapa yang mengetuk pintu malam-malam begin? Dengan malas kubuka pintu. Gang yang menuju kamarku sudah gelap ketika dengan tiba-tiba kurasakan dua buah tangan mendorongku masuk lalu menutup pintu itu rapat-rapat.
"Putri?" ujarku setelah kukenali sosok itu sebagai saudari kembarku Putri. Ia mengenakan T-Shirt hitam yang longgar sampai ke lututnya yang sangat akrab di penglihatanku. "Apa yang kau lakukan kemari, Put?"
"Kau pasti nggak menolakku bila aku memintamu ngentot denganku lagi, kan?" ujarnya pelan sambil merapatkan dekapannya. Aku hanya menjawabnya dengan senyuman dan membalas dekapannya. Kupegang pipinya untuk melumat bibirnya yang langsung dibalasnya dengan semangat sekali. Lidahnya keluar dan melilit lidahku di rongga mulutku.
"Mpph... mmm... mm... Satria... " setelah melepaskan lilitannya lalu mengangkat T-Shirt-nya dari bawah. "Heh, bukannya ini kausku, Put?" tanyaku mengenali pakaian yang kukira telah hilang.
"Hi hi hi, iya. Aku menyembunyikannya karena aku suka wangimu. Aku sering memakainya waktu tidur. Aku sering mimpi basah dengan memakainya," jelasnya.
"Hm, kau nakal sekali, Putri," godaku sambil membantunya melepaskan kaus itu. Dibalik kaus itu ia tidak memakai apa-apa lagi dan aku langsung berhadapan dengan tubuh telanjangnya. "Mm, indah sekali, Putri. Nggak pakai apa-apa lagi? Apa ini kebisaanmu?"
"Aku selalu tidur begini," jawabnya sementara tanganku sudah menjelajahi kulitnya yang mulus. Pantatnya yang padat, garis punggungnya, lekuk pinggang dan panggulnya yang lebar. Putri kini berusaha melucuti baju dan celana pendekku dan setelah semuanya lepas, ia agak merenggangkan dekapan dadanya.
"Ke tempat tidurmu, Sat... " ajaknya menarik tanganku menuju single bed-ku. Penerangan di bagian ranjangku memang tidak pernah terlalu terang dan itu semakin membuat lekuk tubuhnya semakin menawan. Putri menarikku bergelut di ranjang. Bibirnya mengulum erat aku dan memeluk erat sehingga dadanya yang besar menekan keras dadaku.
"Satria,... lakukan sekarang," mintanya di antara tarikan nafas yang memburu. Putri yang berbaring menyamping mengangkat kaki kirinya untuk menunjukkan liang vaginanya. Dan dengan posisi itu kuarahkan batang penisku kesana tanpa bantuan tangan karena ia sudah menegang keras sekali. Aku juga dalam posisi menyamping dan begitu ujung penisku tepat di sana, kudorong pantatku ke depan. Ia menerobos melewati bibir vagina itu dengan mudah dan meluncur masuk. "Mmmpphh... yeeeaa... " erangnya begitu seluruh batangku masuk ke sana.
Dan kumulai gerakan maju-mundur itu perlahan-lahan agar cairannya lebih membasahi jalan permainan kami. "Put.. gerakkan juga pinggul... hh... mu.. " mintaku untuk partisipasinya karena aku tau ini akan berlangsung lama. Putri memutar-mutar pinggulnya membuat batang penisku seperti diremas-remas di dalam sana. "Putri, kau mau yang cepat, atau yang lama?" tanyaku disela goyanganku.
"Yang lama sekali... " jawabnya singkat.
"Baik, karena aku tau cara singkatnya," lanjutku sambil mulutku kuarahkan ke payudaranya dan langsung mengemutnya.
Dalam beberapa kali sedotan aku sudah merasakan jepitan gerbang vaginanya mengetat dan semburan kecil cairannya yang hangat. "HHhhooooohhhh... Sat-riaaa... " erangnya melepaskan gelombang itu. "Kenapa cepat sekali, Sat? Aku, kan mau yang lama?" sesalnya tapi aku tidak menghentikan kocokanku karena liangnya semakin licin. "Sekarang kita cuma berdua, dan kau tak usah khawatir akan diserobot yang lain dan kau akan mendapat orgasme yang lain. Berkali-kali. Enak, kan?" jelasku.
Putri sangat senang dengan ideku itu. "Hm, kau milikku sepenuhnya sekarang," katanya sambil kembali bereaksi dengan kocokanku. Kembali lidah kami bermain kali ini di mulut Putri. Setelah kurasakan cukup dengan posisi ini, aku ingin mencari cara lain.
Kedua kaki Putri kutarik dan dinaikkan ke atas merapat ke dadanya dengan penisku masih menghujam dalam di sana. Dan hampir berbaring bertumpukan lutut dan tanganku, kukocokkan penisku keluar-masuk dengan kecepatan sedang. Dengan posisi ini, baik aku dan Putri dapat melihat proses keluar-masuk penisku di liang vaginanya dengan jelas. Aku tergoda untuk menggosok klitnya yang menyembul bengkak keluar dari belahan bibir vaginanya dengan jariku. Kuputar-putar gundukan daging kecil itu dengan jempolku yang basah, terkadang ke bawah dekat liangnya yang sedang kuhajar. Sedikit kupercepat kocokanku dan kurapatkan badanku ke arahnya. Putri masih mendesah-desah keenakan ketika bibirnya kuraih dan kukulum erat. Lalu giliran dadanya yang kukulum, terutama putingnya yang mengeras.
Dan seperti yang telah kuduga, seperti orgasmenya yang pertama, jepitan vaginanya yang mengencang dan badannya mengejang diikuti semburan cairan yang semakin membasahi lorong nikmat itu. Erangannya yang keras untungnya terbenam oleh suara musik keras yang masih terpasang di HP-ku. Aku perlahankan kocokanku karena Putri sepertinya agak sedikit lemas setelah puncaknya itu dan batang penisku masih dengan kerasnya bercokol di liangnya.
"Kau, masih mau, Put?" yakinku. Ia hanya tersenyum puas dan menggerakkan kakinya.
"Tentu saja. Kita coba gaya lain, OK?" usulnya kembali bersemangat.
"Gimana gayanya," tanyaku dan Putri turun dari ranjang dan mengacungkan pantatnya ke atas.
"Oh.. aku ngerti," demi melihat gaya nunggingnya. Kususul dia turun dan memposisikan penisku di belakangnya. Dari posisi di belakang begini, dapat kulihat dengan jelas bibir vaginanya yang terbuka, yang langsung kutempeli kepala penisku. Dan kudorong masuk dengan mudahnya karena disana sudah sangat basah sekali. Rasanya juga sangat nikmat, tak kalah dengan cara yang lainnya. Segera kupompakan pantatku keluar masuk liangnya, membuat suara-suara gaduh baik tepukan pantatnya dan selangkanganku juga suara erangan nikmatnya.
Kuraih dadanya yang menggantung lalu kuremas keduanya. Dan seperti yang telah kubuktikan, aku tidak akan bisa membuatnya orgasme, "Put, mau mencoba gaya yang lain?" tanyaku.
"Apa itu bisa membuatmu nembak, Sat?" Putri balik bertanya.
"Hm, ya. Bisa kuusahakan itu untukmu, Put," jawabku sambil kubantu ia bangkit dan membaringkannya di ranjangku kembali. Putri kini terlentang dengan pantatnya hampir di pinggiran ranjang, kedua pahanya kubentangkan lebar-lebar, membuka bibir vaginanya yang basah.
Dengan caranya berbaring seperti ini aku dengan mudah memasukkan penisku lalu mengocoknya kuat-kuat di dalam liangnya yang semakin menggemaskan. Ranjang kayuku sampai berderit-derit menimbulkan suara bising tapi tidak kami perdulikan karena suara musikku lebih keras dari itu. Putri hanya mengerang dan mendesah keenakan menikmati kentotanku yang semakin cepat. Kami berdua sangat menikmati permainan panjang kami kali ini.
"Oh... oh... oh... oh... Satria... Satria... Enak se-sekali... ohh... oh... " erangnya. Kocokanku semakin kupercepat segera setelah kurasakan otot-otot perutku menegang dan dorongan itu telah menunggu di pelirku.
"Puttt... riii... Arrrrrghhhhhhh!. " dorongku sedalam-dalamnya. Kakiku sampai gemetaran menahan tubuhku sendiri atas semburan ejakulasiku yang untuk ketiga kalinya malam ini. "Ooooorrrggghhhhh... " erangku terakhir menuntaskan beberapa semburan susulan yang semakin membanjirkan liang Putri.
Kujatuhkan badanku ke tubuhnya sambil sedikit mengoyangkan pinggangku. Lalu kudaratkan mulutku di dadanya dan langsung mengulum putingnya. "Ayo, Putri kau harus nembak juga, kan?" seruku dan meneruskan usahaku di dada dan liang beceknya. Dan seperti yang kuharapkan, tubuhnya mengejang, bahkan putingnya menjadi keras, kakinya dikalungkan di pantaku, kuku jarinya mencengkram punggungku, "Hhhoooooooooooooohhh... "
Kukembalikan ia berbaring di tengah ranjang dan kami masih berpelukan erat, bahkan batang penisku masih bercokol di liangnya. "Hoh... hoh... hoh... enak sekali, Put... " bisikku dekat bibirnya.
"Hm... ya... enak... Nikmat sekali, Sat... " jawabnya setuju. Dengan masih berbugil ria disitu, "Satria, aku puas sekali... kali ini. Tak ada yang menyerobotmu setelah orgasmeku tadi. Ng... Satria? Aku boleh tidur disini, nggak?" mintanya.
"Tidur disini? Untuk apa, Put?" tanyaku heran. "He he, aku mau selalu mencium wangi tubuhmu lagian aku malas bangun dan balik ke kamarku. Aku mau selalu kau peluk. Boleh, ya...?" ujarnya mulai ke sifat aslinya, manja.
"Ya, boleh, deh. Tapi lo nggak n'dengkur, kan? Awas kalo n'dengkur," candaku sambil merapatkan pelukan kami.
Malam itu tidak seperti malam yang lain, selain lebih hangat, juga sangat indah dengan seseorang yang tidur di pelukanku sampai esok pagi. Tepat jam satu, musik dari playlist pemutar musik HP-ku berhenti.

*****************************************************************************

Pagi harinya, masih dipelukanku, Putri, kepalanya rapat ke dadaku, tangan dilingkarkan di bahu membuat kami hangat sepanjang malam sampai sekarang, dengan tubuh hanya ditutupi selimut.
Rasanya enak sekali, ketika bangun ada sesosok wajah cantik yang pertama kau lihat, yang menyambutmu di pagi hari. Kubiarkan ia terus tidur dengan nyenyaknya padahal jam telah menunjukkan pukul 6.30. Terus kupandangi wajah dan seluruh tubuhnya yang lembut. Tak disangka, dialah yang kemarin malam mengambil keperjakaanku dengan vaginanya yang hebat sekali lalu disusul kelima sepupu kembarku yang kujebol perawannya.
Kaki Putri yang diletakkan di atas pahaku juga dada besarnya membuatku kembali bergairah. Batang penisku mulai bergerak-gerak di bawah sana, menyentuh paha bagian dalamnya. Punggungnya kuusap-usap lembut merasakan kulitnya yang halus.
"Hmm... Satriaahh... " desahnya mulai membuka mata. "Kenapa di bawah sana? Kau mau main lagi, ya?" godanya. Aku hanya menjawabnya dengan mendorong badanku menyentuh bibir vaginanya yang masih rapat.
"Hm... Lebih baik jangan, Sat... Jam-jam sekarang ini, bibi bibi itu sering lewat sini. Gang kamarmu ini sangat sibuk pagi begini dan aku nggak mau tertangkap basah di sini sedang 'ngentot denganmu. Ngerti, kan, Sat?" cegahnya. Cup. Kecupnya sekali, "Lagipula, aku belum gosok gigi. Masih bau, nih," lalu bangkit perlahan dari ranjangku.
Kuawasi ia memakai kembali pakaiannya, "Kapan kita teruskan ini, Put?" lanjutku.
"Ng..Nanti, sepulang sekolah. Si kembar lima itu juga pasti sudah nggak sabar," jawabnya sambil menuju pintu.
Sebelum ia menutup pintu itu kembali, "Lagipula aku ada kejutan untukmu Satria. Kau pasti suka. Tunggu nanti siang," lalu ia menghilang di balik pintu.
Kubaringkan tubuhku kembali ke ranjang.


End of Chapter 2
 
Terakhir diubah:
Mantab gan dari segi cerita
Namun dari segi pengucapan bahaasa oleh karakter agak ke formal-an
Coba dialognya lebih santai dan akrab kaya di kehidupan sehari2 gitu deh gan
I Love This Story art
Lanjutin gan ya jangan dikentangin
 
Chapter 3 : Enter, Honey

Di kelas, kembali aku teringat kejadian malam tadi. Kenangan itu membuatku semakin ingin agar waktu cepat berlalu dan aku segera pulang lalu berjumpa dengan saudari-saudariku lagi. Dan tentu saja ngentot dengan mereka lagi.
Kuperhatikan lagi, teman-teman sekelasku, terutama cewek-cewek cantiknya yang kebanyakan sering mencari perhatianku tapi hanya kutanggapi biasa saja. Mereka memang lumayan cantik, tapi tak secantik dan seseksi kelima gadis kembar sepupuku, Diva, Athena, Venus, Aphrodite dan Hellen. Apa itu sudah termasuk pengaruh kejadian tadi malam tapi aku sudah mendapatkan semua yang kuinginkan. Putripun sudah jatuh ke pelukanku bahkan ia tidur di kamarku tadi malam.
Ketika jam istirahat, kulihat Putri lewat jendela kelas melambai padaku sedang berjalan dengan seorang temannya yang juga sedang melambaikan tangannya lalu tertawa cekikan disana sambil terus berlalu.
Aku lalu ingat ucapannya tentang sebuah kejutan pagi tadi sebelum meninggalkan kamarku. Kejutan apa ya itu? Ah, lebih baik kutunggu saja, mudah-mudahan kejutan yang sangat hebat.

*****************************************************************************

Akhirnya jam sekolah berakhir, aku menunggu sebentar di gerbang sekolah. Aku sedang mencari Putri, tapi ia tak kunjung muncul. Kutolak ajakan teman yang biasa mengantarku pulang.
Ia belum muncul juga dan akhirnya kuputuskan untuk langsung pulang. Padahal biasanya jam segini aku nongkrong dulu dengan teman-temanku di beberapa tempat sampai agak sore. Kunaiki angkot yang lewat paling dekat sekitar rumahku dan setengah jam kemudian aku tiba di rumah.
Aku tak langsung pulang melainkan ke rumah si kembar lima itu. Sekarang giliran kamar Diva dan ke sanalah tujuanku. Ketika aku akan menaiki tangga spiral yang menuju kamarnya, "Hei... Mau kemana?"
Rupanya mereka semua sedang duduk di sofa di sekitar ruangan bulat yang memuat semua tangga ke lima kamar si kembar lima. "Hei... Aku mau naik..ke atas," jawabku turun lagi untuk mendekati mereka.
"Mas Satria sudah nggak sabar lagi, ya?" tanya Athena. "Ya... Loh... Dewi?" hentiku seketika.

Dewi
Dewi, saudari kembarku yang lain juga ada disitu, duduk diantara Venus dan Hellen. "Apa yang kau lakukan disini, Wi? Kapan kau kemari?" berondongku padanya. Yang ditanya hanya tersenyum.
"Apa kabar, Satria? Mm, aku baru saja sampe dengan pesawat siang. Aku hanya mau pulang kemari. Sudah lama aku nggak pulang," jawabnya. Aku hanya berdiri disana, di depan mereka semua.
"Hei, kenapa Satria? Kok bengong? Apa kau takut nggak bisa kayak kemarin karena ada Dewi disini?" cetus Putri segera memotong kebingunganku.
"Kau tau," lanjutnya setelah bangkit dari duduknya dan mendekatiku, "Dia datang kemari untuk itu, Satria... " ujarnya. "Dan lagipula... dialah kejutanku... " Putri kini memelukku dari belakang erat sekali. Bisa kulihat Diva dan yang lain berbisik-bisik.
"Untuk itu? Untuk itu apa?" tanyaku sedikit heran. Dewi lalu bangkit dari duduknya dan mendekatiku. Diraihnya sebelah tanganku dan secara mengejutkan mengarahkannya ke dadanya. "Dewi...?" desisku lirih ketika ia meremaskan tanganku disana. Dadanya terasa padat sesuai bentuknya yang membulat dibalik branya yang membungkus dua gundukan itu.
Lalu ia mendekatkan dirinya kepadaku dan ketika setelah cukup dekat, Dewi berbisik, "Satria... Aku sudah dikasi tau Putri apa yang telah kalian lakukan kemarin. Dan karena itulah aku buru-buru datang kemari. "
Kutarik wajahku yang terlalu dekat dengan wajahnya, "Apa yang dibilang Putri padamu?" tanyaku balik.
"Umph," seruku kaget, saat tangan Dewi mencengkram kemaluanku yang tersembunyi di balik celana sekolahku.
"Ini yang dikasi tau Putri. Kau sudah ngentot dengan mereka semua, kan?" jelasnya. Mereka hanya tersenyum saja melihat kejadian itu.
"Satria... Dewi mau kau juga mengentotinya seperti pada kami kemarin malam," lanjut Putri.
Dewi hanya tersenyum lebar didepanku sambil tangannya masih terus meremas penisku yang mulai menggeliat bangun. "Boleh... Ayo," jawabku mengikuti kemauan mereka semua. "Eh, tapi jangan disini. Kita bisa ketauan bibi. Di kamarku aja. Ayo," ajak Diva yang kali ini giliran kamarnya. Maka kami segera berlarian menaiki tangga spiral yang menuju kamar itu.
Dewi, saudari kembarku yang satu lagi ini, lahir dua belas menit setelah aku. Ia tidak begitu berbeda jauh dengan Putri kecuali ia lebih tinggi sedikit dan selalu memelihara rambutnya panjang tergerai beda dengan Putri yang lebih suka memotongnya sebatas bahu. Dan selama ini ia tidak tinggal bersama kami melainkan bersama tanteku, sehingga aku sendiri juga sudah sangat rindu dengannya.
"Wi, kamu sudah gemukan sekarang, yah... " ujar Putri setelah pintu kamar itu kukunci.
"Ah, enggak, kok. Elo aja yang kurusan. Aku biasa-biasa aja," jawabnya.
"Iya, memang mbak Dewi nggak berubah, tapi kontol mas Satria dilepas, dong. Gimana dia mau mbuka celana kalau dipegang terus," ingat Hellen tentang penisku yang masih dalam genggaman Dewi.
"Eh, iya ya. Sori... Kontolmu besar juga ya, Sat? komentarnya tentang penisku dan kujawab dengan seringai kecil.
"Itu belum tegang, mbak Dewi. Besar sekali kalau tegang, Segini... " Aphrodite mencoba mencontohkan besar penisku dengan tangannya.
"Iya?... " serunya nggak percaya, "Coba kulihat dulu. " Dewi lalu berjongkok didepanku dan menurunkan restleting dan membiarkan celanaku jatuh di kakiku meninggalkan hanya celana dalamku yang mulai menggembung. Dan itupun tak lama karena ia telah merogoh kedalam dan mengeluarkan penisku dan membiarkan CDku menggantung di pahaku. "Hmm... Lumayan besar, Satria. Kita lihat sampai seberapa besarnya," katanya sambil matanya menatap lekat padaku dan tangannya menggenggam penisku erat dan mulai mengocok.
Awalnya perlahan, dan perlahan juga gairahku muncul dengan mulai mengalirnya darah kesana membuat batang penisku semakin membesar dan berdenyut-denyut. Urat-urat besar mulai muncul dibeberapa sisinya dan Dewi semakin cepat dengan kocokannya. "Apa kau cepat nembak, Sat?" tanyanya diantara aktifitasnya.
Aku menggeleng, "Lama," ia kembali tersenyum.
"Tapi bagaimana kalau begini," lanjutnya tetapi menghentikan kocokan. Dari posisi berdiri begini dan Dewi berjongkok didepanku, aku bisa melihat bagaimana Dewi mengeluarkan lidahnya menyentuh kepala penisku. Badanku sedikit bergetar merasakan ujung lidahnya yang basah, "Oooh... "
Lalu ia mulai menjilati seluruh permukaan kepala penisku sampai basah kuyup lalu mulai menyusuri batangnya. Tangannya juga meremas-remas lembut buah pelirku. Rasanya sangat nikmat sekali terutama saat ia berkonsentrasi pada bagian bawah batang penisku. Sepertinya ia telah hapal betul dimana seharusnya berada. Selesai menjilati seluruh batangku, Dewi mulai memasukkan penisku kedalam mulutnya. "Ooohh... Wii... Enak sekali... Hmm," desahku merasakan batangku dimulutnya. Seperti memasuki liang yang longgar yang penuh dengan alat pengaduk. Lidahnya kembali bekerja menekan-nekan seluruh permukaan batangku. Dan seperti sebuah liang yang menyempit, Dewi menyedot-nyedot penisku sambil menggerakkan kepalanya maju mundur sehingga penisku terkocok dirongga mulutnya.
"Ooohh... Oooohhh... Ooohh… Enak sekali, Wi... Ooohh... Trus... " desahku juga reflek menggerakkan pinggulku maju mundur. Kini aku mengentoti mulut Dewi yang hebat. Oral pertamaku ini sangat hebat dan dilakukan oleh yang tahu betul caranya. Dewi juga menggunakan tangannya untuk membantu mengocok penisku. Sementara mereka berenam, Putri dan kembar lima itu mengerubungi kami, ingin tau cara melakukan oral seks itu.
"Ooh... yaa... Dewi... Dewi enak sekali... Ohh... tapi kau tak... akan bisa membuatku nembak hanya dengan begitu saja," tantangku.
"Hhh hh... " dengusnya nggak percaya masih dengan batang penisku didalam mulutnya, menyedot keras-keras.
"Aku hanya bisa nembak didalam pepek, jadi kau harus tahan dulu bila kukentot di pepekmu tanpa orgasme sekalipun," jelasku tentang situasinya.
"Iya, mbak Dewi, cuma Hellen yang bisa tahan begitu dan membuat mas Satria nembak di pepeknya. Itu sudah dua kali kami buktikan," jelas Diva yang jelas belum membuat Dewi percaya.
"Itupun karena Hellen selalu dapat giliran terakhir," yakinku.
Akhirnya Dewi menghentikan aksi hisapannya di penisku karena mungkin ia telah lelah, "Udah, deh. Aku nyerah aja. Capek juga ngemut kontol lo, Sat. Tapi lo hebat, Sat. Kau bisa tahan lama begitu," katanya sambil terduduk di lantai tangan bersandar di belakang. Sementara batang penisku masih mengacung tinggi dan aku nggak mau membuatnya nganggur lama-lama.
"Wi, kau datang kemari untuk ini dan aku akan memberikannya," kataku sambil meraih pundaknya. Melihat gelagatku, Dewi segera mulai melepaskan pakaiannya dan segera berturut-turut blus, bra, jeans dan celana dalamnya menjadi satu tumpukan didekat sofa.
Tubuhnya yang putih, mulus dan padat segera membuatku semakin ingin menghujamkan penisku kedalam liangnya yang kelihatan sudah basah itu. Permukaan vaginanya ditumbuhi rambut hitam lebat pada bagian puncaknya saja, sedang liangnya yang merah yang tersembunyi dibawahnya membuat tiga warna itu menjadi dominan sekali, kuning lansat, hitam dan merah.
Kuletakkan lututku diantara kakinya lalu kuangkat pantatnya dan kuletakkan di pangkuanku. Kepala penisku tepat kuarahkan di gerbang vaginanya. Kuusap-usap sebentar meratakan cairannya lalu, Sllleeep. Meluncur pelan. "Mmm... Yahh... Nikmat sekali, Sat," desahnya merasakan dorongan penisku di liangnya yang ternyata masih juga sempit.
"Kukira kau sudah sering, Wi?" tanyaku sambil memutar-mutar pingulku agar lebih terelaksasi.
"Siapa bilang? Aku belum pernah main sama sekali," jawabnya aneh.
"Lalu... siapa yang menjebol perawanmu?" tanyaku sambil terus memutar.
"Aku sendiri... " jawabnya singkat.
"Lalu, isapan tadi? Darimana kau belajar itu?" cecarku lebih jauh.
"Itulah pertama kali aku melihat kontol asli, selama ini aku hanya melihatnya dari film dan film memang guru yang paling baik kalau urusan ngentot begini," jelasnya.
"Kalau begitu kau akan sangat menyukai ini, Wi," tuntasku dengan mendorong penisku jauh kedalam sekali, hingga penisku terbenam habis.
"OOoooooorrgghhhhh... " lolongnya merasakan rojokanku.
Kemudian kutarik sampai hampir di leher kepalanya lalu kudorong habis kembali dan kembali Dewi melolong keras, begitu berulang-ulang hingga Dewi hampir lemas karena terlalu letih berteriak. Karena tak sampai hati, kuperlunak gerakanku pendek-pendek agar ia dapat lebih menikmati ngentotnya yang pertama ini.
"Ohh... Ohh... Ohh... ya... Begitu, Sat. Enak sekali... Emmmph... " desahnya kini mulai sangat menikmati permainan ini. Aku rapatkan lututku kelantai sehingga aku hanya bertumpu pada tanganku dan kurapatkan wajahku kearahnya. Matanya yang terpejam segera terbuka ketika aku melumat bibirnya yang terbuka oleh desahan.
"Satriaaa... Mpph... Mmm... " ia juga sangat senang dengan ciumanku dengan ikut menggila dirongga mulutku dengan lidahnya yang membelit lidahku. Kocokan penisku masih keluar masuk liang sempitnya dengan teratur. Lalu lumatanku kupindahkan ke dadanya yang membusung dari tadi terhadap dadaku. Putingnya yang berwarna coklat muda telah menegang keras seperti karet penghapus di pangkal pensil dengan aerola kecil di sekelilingnya. Dada kanannya kuremas sedang yang kiri didalam mulutku, disedot dan dijilati.
"Ooorrhh... Yaaahh... Isap terus, Sat... Mpphh... Oohhh... "
Sudah hampir lima belas menit aku mengeluar-masukkan penisku di liangnya tapi belum ada tanda-tanda kalau Dewi bakalan orgasme. Aku harus mencari titik itu tapi dimana ya? Aku harus mencoba dibeberapa tempat dengan kecupan, jilatan, rabaan seperti dibelakang telinga, ketiak, pusar juga pada klitnya. Mencari titik ini memang sangat sulit dan kali ini aku tidak terlalu beruntung menemukannya dengan cepat seperti dengan Putri dan si kembar lima itu.
Aku memutuskan untuk berhenti mencarinya dan lebih berkonsentrasi pada Dewi seutuhnya. Kembali aku menciumi bibirnya yang ranum dan seperti tadi ia sangat menyukainya. Sesekali ketika dorongan penisku menyentuh dalam liangnya, Dewi menengadahkan kepalanya menahan nafasnya sehingga lumatanku terlepas dari bibirnya dan bibirku hanya menyentuh dagunya. Ya sekalian saja, dagunya kuciumi, mulai dari bawah bibir sampai ke batas lehernya.
Yes... Berhasil. Aku merasakan tanda-tanda orgasme itu. Tubuh Dewi mengejang, juga bibir vaginanya mengatup kencang batang penisku. Lalu disusul getaran hebat, "AAAaaargghhhhh... Saaatt... Oooooooohhhh... " teriaknya menandai orgasme yang nikmat sekali. Demi melihat itu, Putri lalu mendekat, akupun memperlambat kocokanku lalu berhenti sama sekali. Dewi kini terlentang di lantai dengan lemas akibat puncak kenikmatan yang didapatkannya. Penisku perlahan kucabut dari liangnya yang sangat basah dan cairannya meleleh keluar dari sela bibir vaginanya yang rapat begitu batangku yang masih tegang keluar dari sana.
Melihat cairan itu aku jadi tergoda untuk merasakannya. Apa ya rasanya? Dengan jariku kuambil seusap dan mencicipinya. Hm... Rasanya aneh, sedikit asin dan sedikit gurih seperti rasa putih telur. Aku sering melihat di film atau di foto orang menjilati liang vagina wanita dan sepertinya mereka senang sekali. Coba aja, ah. Siapa tau memang enak.
Aku berjongkok didepan vaginanya lalu membentangkan kakinya lebih lebar. "Ngapain, lo, Sat?" tanya Putri heran karena sekarang seharusnya gilirannya.
"Tenang aja, Put. Kita harus menyambut pendatang baru, kan? Lagipula aku mau nyoba ini. Apa betul enak," jelasku sementara Dewi hanya mengangkat kepalanya melihat apa yang kan terjadi.
Mulai kujilati cairan yang meleleh dibibir vagina Dewi hingga licin oleh ludahku lalu kukuak bibir vagina yang tidak terlalu tebal itu untuk melihat bagian dalamnya. Bagian dalamnya lebih indah dari luarnya. Bentuknya penuh dengan tonjolan daging-daging kecil yang saling terkait juga dalam keadaan basah. Lidahku kujulurkan disana dan ketika tiba, Dewi bereaksi dengan mengangkat pantatnya tinggi. Pasti nikmat sekali. Segaris daging yang memanjang dari atas adalah fokus lidahku dengan menggetarkannya. Aku juga mengapitnya dengan bibirku lalu menyedotnya. Badan Dewi kembali terombang-ambing sehingga aku harus memegangi pinggulnya. Dan suaranya melolong dan meraung kenikmatan tiada tara.
Dan ketika lidahku kumasukkan kedalam liang vaginanya yang tersembunyi di dua lipatan kecil dibawah lubang kencingnya. Lalu semua cairan yang tersisa disana kusedot habis dan tentu saja cairan itu tak akan habis begitu saja, dengan bertambah hot-nya Dewi bertambahlah cairan asin-gurih itu. Lalu berpusat pada klitoris yang bengkak di bagian atas.
Digetarkan dengan lidah, dijepit dengan bibir lalu disedot dan terakhir digigit pelan dengan gigi akhirnya membuat Dewi kembali orgasme. "Oooooorrrrghhhhhhhh... " dan cairan itu kembali membanjiri yang langsung kulahap habis lagi.
Aku mungkin tak akan berhenti sampai ada yang menghentikan hisapanku disana. Mungkin aku terlalu gemas dengan bentuk dalam vagina itu, disamping ini pertama bagiku menjilat bagian itu. Seseorang menarik pantatku menjauh dari Dewi. Orang itu Putri, ia terlihat cemberut karena aku terlalu lama dengan Dewi. Ia telah telanjang bulat seperti yang lainnya di kamar ini.
"Yah... Satria mentang-mentang ada yang baru, giliranku dilupain. Hu-uh," ujarnya sambil berdiri didepanku.
"Iya, deh... Sini.. " jawabku menggapai pahanya agar mendekat. Tujuanku adalah vaginanya. "Aku mau menjilat pepekmu, Put," kataku. Ia hanya tersenyum sambil merapatkan selangkangannya dan mengangkat sebelah kakinya kebahuku.
Putri juga sudah sangat basah pada bagian selangkangannya, segera lidahku menyapu seluruh permukaan vaginanya lalu menyelip di selanya mengenai berbagai daging didalamnya. "Kali ini, kontolku tak akan kupakai untuk membuat kalian orgasme. Aku hanya akan memakai lidahku. Aku mau mencicipi seluruh rasa pepek kalian satu-satu," ujarku mengumumkan aturan baruku. Mereka nampaknya senang akan variasi ini.
Masih dengan berdiri, klit Putri kini kujilat-jilat membuatnya mendesah-desah keenakan juga getaran-getaran sambil ia memutar pinggulnya. Ia kini bertindak seperti sedang mengentoti mukaku dengan bergerak maju-mundur seirama dengan lidahku yang juga keluar-masuk liangnya. Dengan cara ini waktuku akan sangat banyak dan aku bisa lebih banyak menikmati kedekatanku dengan alat kelamin mereka dan melumatnya sekuat-kuatnya. Karena kalau aku bekerja dengan penisku, ini pasti tak akan lama karena aku pasti tergoda untuk menyentuh titik-titk rahasia yang membuat mereka orgasme secara instan.
Sekali waktu, aku memasukkan kedua bibir vagina Putri dan memasukkannya semua kemulutku dan membiarkannya begitu untuk beberapa saat lalu menghisapnya sekuat-kuatnya hingga Putri sendiri berteriak kenikmatan. "Hooohhh... hooohhh... Sat... Satriaahh... enakk sekaliii... ohh... " Lalu agar ia segera selesai dengan orgasmenya, aku kini mengulum klitorisnya dan menghisapnya kuat-kuat. Dan akhirnya dorongan kuat itu datang juga, Putri mengangkangkan kakinya semakin lebar dan menekankan selangkangannya ke mukaku ketika semburan itu menerpaku dengan suara decit halus, sejumlah cairan bening mendarat dimulutku. "OOoooooohhhhh... "
"Hm... Rasanya enak sekali, Put. Rasanya sangat lezat," ujarku sambil menyeka sisa-sisa cairan di mulut dan pipiku dengan jari lalu kujilat kembali sampai bersih. Putri lalu selonjoran di lantai merasakan sisa orgasme yang masih dirasakannya, tangannya menggosok-gosok sela vaginanya sendiri.
Aku juga masih duduk di lantai, tangan menopang dilutut. "Diva... Mau kujilati juga?" ajakku padanya dan ia tersenyum lebar seperti telah membayangkan rasanya dijilati. Diva lalu mendekat dan segera mengambil posisi yang ia suka, berbaring di lantai dan melebarkan kakinya. Liang vaginanya lalu terbentang terbuka mengundangku untuk bekerja. Aku segera mengatur tempatku tepat didepan vaginanya, berbaring diperutku dan segera tercium aroma khas yang terasa lain dari bau Dewi atau Putri tadi. Sama wangi dan merangsang tetapi sedikit lebih tajam.
Pertama sekali kujilati permukaan bibir vaginanya dan kurasakan rambut-rambut halus pada bagian atas bibir tebal itu. Lalu dengan jari, kukuak belahan bibir itu hingga bagian dalamnya yang berwarna merah cerah terlihat. Mulut dan lidahku segera menari-nari disekitar klitorisnya yang menegang. Suara-suara desah Diva menderu-deru dikamarnya. Terkadang tubuhnya terguncang dan gemetaran ketika lidahku menyusup masuk keliang sempitnya. Sejumlah cairan yang dari tadi telah kujilati rasanya juga sedikit berbeda dengan cairan Dewi atau Putri. Apa memang rasanya tidak ada yang sama ya?
Kini kujepit daging yang meliputi lubang urethea dan labia minora Diva dengan bibirku lalu kusedot-sedot hingga ia mengeluarkan suara. Diva juga menjerit-jerit keenakan dengan perlakuan itu lalu sedotanku kupindahkan ke klitorisnya dan memang disanalah pusat segalanya kalau melakukan oral seperti ini. Apalagi kusentuh lubang anusnya yang merupakan titik rahasianya. Kepalaku dijepitnya diantara kakinya dan ditekan sehingga semakin masuk kesana. Pantatnya diangkat keatas, perutnya kejang dan guncangan hebat terjadi. Tubuhnya terombang-ambing kesana kemari. Sesekali tubuhnya berguling dan aku terpaksa mengikuti kekuatan orgasmenya dan ikut berguling.
Ketika ia tenang, Diva dalam posisi menyamping demikian juga aku, masih dalam dekapan pangkal pahanya dan lidahku sesekali menyentuh bagian dalam vaginanya, mengirimkan getaran-getaran kecil susulan. Kemudian, akhirnya Diva membuka kakinya membebaskan kepalaku karena bagiannya telah berakhir dan Athena telah menunggu berjongkok disamping kami.
Ketika Diva beringsut menjauh, kujangkau vagina tebal Athena yang tersembunyi dilipatan pahanya. Melihat perbuatanku ia diam saja dan membiarkan aku hanya menyentuh bagian atas gundukan itu. Dengan ibu jari, kulingkari dan tekan-tekan agar ia mau membuka kakinya sedikit. Malah sepertinya ia menggodaku dengan semakin merapatkan kakinya.
"Aku tau apa, yang harus kulakukan untuk membuka kakimu, Then," ujarku sambil merendahkan kepalaku menuju lututnya yang bertumpu dilantai. Lalu kuciumi lututnya sampai ia kegelian, kemudian naik kepaha lalu tetap berkisar disana, dari bagian luar ke bagian dalam lalu keluar lagi. Maksudku mengena juga akhirnya, Athena terpancing nafsunya hingga ia mulai membuka kakinya. Aku hanya melirik benda indah itu dan terus menciumi pahanya sampai ia nggak sabar.
"Mas Satria... Cepat, mas," ujarnya dengan nafas berat dan tangannya menuntun kepalaku ke arah selangkanganya yang terbuka. Aku hanya kembali menciumi sekitar pangkal pahanya saja dan dapat kurasakan hangat dan aroma yang dihasilkan vaginanya yang mulai basah dengan cairan. "Mass... Cepatan... mass... " ujarnya lagi lebih tak sabar.
"Itulah rasanya kalau digoda, Then... Kau suka itu? Sangat nggak enak, kan?" jawabku sambil melekatkan daguku tepat diantara belahan vaginanya. "Ya... Maaf, mas... Tapi cepatan... Rasanya gatal sekali... " serunya sambil mendorongkan pinggulnya ke arahku lebih dalam. "Ok... Baiklah, Then... " senyumku penuh kemenangan dan menuruti keinginannya mencicipi vaginanya.
Dengan lidahku kumasuki belahan itu, menyapu dan merasakan permukaannya yang bergerinjal penuh daging yang mengeras dan basah. Athena menggoyang-goyangkan pinggulnya maju-mundur dan kanan kiri dan membuat mukaku berlepotan cairan manisnya. "Then... Kau hot sekali, kan?... Mau nembak sekarang, nggak?" ujarku diantara jilatanku.
"Jangan... jangan sekarang, mas... " jawabnya menahan nafsunya yang membludak diujung klitorisnya yang belum terlalu kuperhatikan.
Kuhisap-hisap pelan lubang yang menuju ke rahimnya itu dengan menjepit bibir kecil minoranya dengan mulutku dan Athena semakin menggila dengan getaran dan erangan nikmatnya. Sementara wajahku sesekali kuseka, membersihkan cairan yang membasahi disana. Dan setelah kupikir telah terlalu lama menikmati kemaluan Athena dan yang lainnya tampaknya sudah tidak sabar terutama Venus, aku memutuskan untuk segera mengakhirinya. Kufokuskan sedotanku pada klitorisnya. Terkadang agak kugigit pelan daging kecil itu juga mempermainkannya dengan lidahku.
Dan tidak lama, aku sudah merasakan tanda-tandanya. Akan datang orgasmenya yang besar membuatku bersiap dengan memegangi pingggul erat-erat. Bibirku terjepit oleh gundukan tebal itu dan pantatnya diangkat dari lantai. Punggungnya menekuk jauh dari lantai menyusul semburan kecil yang keluar, yang semakin membanjiri liang sempit itu. Dan segera kusedot habis cairan bening gurih asin itu sampai licin.
"Hmm... Enak sekali, mas Satria... " desahnya merasakan sisa-sisa kenikmatan yang baru dinikmatinya.
"Ya, memang enak. Pepekmu juga enak sekali, Then," setujuku dengannya.
"Udah, Then. Minggir, lo. Sekarang giliranku," potong Venus mengusir Athena dari posisinya sekarang.
"Nggak usah buru-buru, non. Aku nggak akan kemana-mana," kataku menenangkan nafsu Venus yang mengebu-gebu.
"Mas Satria, aku mau mengisap kontolmu juga," cetusnya mengejutkan dan memang ia langsung menunduk di depanku. Sementara burungku itu sudah lemas mengecil karena kurang perhatian.
"Pertama-tama, kau harus membangunkannya dulu, Ven," tunjukku dengan menggenggam anuku yang lemas.
"Tidak masalah. Aku sudah belajar," lanjutnya mengambil alih genggamanku dan mulai mengocoknya. Pertama dengan jari, tepat dibawah kepalanya dan menurunkan kulitnya lalu naik dengan kecepatan sedang.
Dengan posisi duduk berhadapan, aku tidak mau hanya menganggur. Jadi kujangkaukan tanganku menyentuh vaginanya juga. Dengan jari tengah, kumasukkan ia melewati celah bibirnya dan menemukan klit itu dibagian atas. Lalu kumasukkan jari itu kedalam liang vaginanya dan membuat Venus meringis-ringis keenakan. Perhatian Venus pada penisku telah membuatnya menegang dan ia telah mengunakan telapak tangannya untuk menggenggam dan mengocok penisku.
Dengan tegangnya penisku, Venus kini bisa meneruskan maksudnya untuk menghisapnya. Masih dalam keadaan duduk, Venus menundukkan kepalanya dan menjangkau selangkanganku. Pertama sekali dilakukannya adalah mencium ringan bagian kepalanya lalu dengan lidahnya mulai menjilati bagian itu. Awalnya agak canggung, tetapi segera ia terbiasa dan tak malu-malu lagi dengan mengulum keseluruhan benda tegang itu. Benda yang kemarin menjebol perawannya.
Aku hanya bisa memandangi punggungnya yang telanjang dan sedikit bagian pantatnya yang bergerak ritmis mengikuti gerakan kepalanya yang maju-mundur dibatang penisku. Merasakan kepala penisku menyentuh bagian belakang dan tonsil rongga mulut Venus dan urutan lidahnya di sekujur batangku. Rasanya tak terperikan. Aku mengusap-usap permukaan punggungnya yang halus lalu meraih dadanya yang hampir menyentuh karpet lantai lalu meremasnya.
Venus terus mengulum penisku seperti tak akan pernah puas melakukannya. Padahal ini adalah pertama kalinya ia melakukannya dan ia sudah sangat ahli. Rambutnya yang panjang bergelombang sudah bertebaran keseluruh kakiku menutupi pekerjaannya dibawah sana. Dari belahan pantatnya disana kucoba raih lubang vaginanya. Pertama sekali yang kutemukan adalah lubang anusnya, Venus sedikit bergidik geli karenanya. Lalu lipatan bibir vaginanya yang tebal. Dengan mudah aku menemukan jalan masuk karena ia dalam posisi yang sedikit menungging dengan kaki yang dilebarkan kesamping.
Dengan jari tengahku kembali, kukeluar-masukkan dengan cepat membuat Venus juga mengulum penisku dengan cepat juga. "Ooh... Ven... Venus... Aku mau merasakan pepekmu dengan mulutku... " mintaku lalu merebahkan badanku dan menjilat jariku yang basah dengan cairan lendirnya. Venus yang mengerti keinginanku, tanpa melepas pekerjaannya, memutar badannya 180° hingga vaginanya kini berada tepat didepan mukaku. Tanpa menunggu lebih lama, segera kulahap pemandangan indah itu.
Dengan suara sruputan dari liang Venus yang becek dan kulumannya pada batangku, memenuhi kamar itu. Dengan gemasnya aku menggigiti bibir vaginanya yang tebal dan menghisapnya kuat-kuat hingga Venus mengapitkan kakinya kekepalaku dengan kuat. Dan dengan keyakinan yang sama, kusedot kuat juga klitorisnya agar semuanya berakhir dengan orgasmenya yang kuketahui sangat besar.
Ketika gelombang pasang itu datang, Venus terpaksa melepas kulumannya dan berteriak histeris kenikmatan dengan menekankan gundukan itu keras dimulutku yang basah kuyup. Kudekap pantatnya dengan meremas kuat tiap bongkahnya yang montok. Lalu ia terbaring lemas diatasku dan batangku masih mengacung tegang disamping pipinya.
"Aduh... Pelan-pelan, dong... " aduh Venus ketika seseorang menggulingkan tubuhnya dariku jatuh ke lantai. Orang itu Aphrodite dan ia langsung mengambil alih batang penisku, mengulumnya, meniru apa yang dilakukan Venus. Dan tanpa basa-basi menempatkan selangkangannya di mukaku, memampangkan liangnya yang masih sangat rapat dengan berbagai isinya yang sangat menggairahkan.
Aphrodite dengan cepat belajar mengulum dan menyedot penisku dengan mulutnya sama ahlinya dengan Venus tadi. Kulebarkan bibir vaginanya dengan jariku lalu kumasuki liangnya, merasakan dinding uterusnya yang bergerinjal basah. Masih dengan jariku di dalam sana, aku juga menggunakan lidahku memainkan klitorisnya yang menegang. Rambut-rambut halus yang masih berwarna gelap kemerahan menangkap beberapa titik air ludahku pada bagian atas gundukan itu.
Entah karena ia terlalu hot atau apa, Aphrodite telah mendekati orgasmenya dengan jariku di liangnya dan lidahku mempermainkan klitorisnya. Jari tengahku dijepitnya di liang ketatnya dan semburan itu menetes di jariku. Aku hanya ingat mendekap punggungnya erat ketika tanganku diangkat menjauh dan Aphrodite telah menjauh dariku digantikan oleh Hellen dengan kembali mengulum penisku yang masih tegar berdiri.
Hellen, seperti Venus dan Aphrodite tadi, juga menyodorkan vaginanya ke mulutku. Dan sepertinya aku nggak sempat bangkit dari posisi berbaringku ini. Pepek berganti pepek mampir di mulutku dan rasanya selalu baru dan berbeda satu dengan lainnya. Aku merasa sangat beruntung dapat merasakan perbedaan rasa itu. Dari rasa asin, amis, gurih, manis, kelat dan rasa aneh lain yang mungkin belum pernah kudefinisikan.
Hellen lebih tahu cara menyenangkan dirinya. Ia lalu menghentikan segala rutin itu dan bangkit. Ketika aku bermaksud bangkit, Hellen telah berusaha memasukkan batang penisku ke liang vaginanya dengan posisi mengangkangiku. Dan, bleees... Meluncur dan rasanya nikmat sekali bagi kami berdua. "Mas Satria pasti mau nembak di pepekku, kan?" godanya dan tersenyum lebar.
Dan mulailah ia menunggangi batangku yang menghujam jauh didalam liangnya. Dengan liangnya yang masih sangat sempit, Hellen melakukan banyak trik-trik baru yang baru dipelajarinya. Sedang aku hanya berbaring disana, menikmati setiap gerakannya yang hebat. Dan aku tahu tujuan semua ini adalah membuatku segera keluar, nembak diliangnya. Karena dengan begitu ia juga mengalaminya bersama-sama denganku.
"Hellen... Hellen... " ujarku sambil berusaha bangkit dan Hellen berhenti sebentar dengan goyangannya. "Aku mau nyoba begini," kataku sambil menahan punggungnya dan membiarkan kakinya tetap diposisinya dan aku jadi duduk dan menahan tubuhnya di pangkuanku. Dengan posisi duduk begini, ngentot kami jadi lebih rapat, penisku terbenam jauh sampai mentok di batas terjauhnya.
Lalu kucium bibirnya, membagi berbagai rasa yang telah kucicipi dari liang saudari-saudarinya terdahulu. "Bagaimana, kau suka rasanya, Len?" tanyaku. "Ya, suka sekali. Aku juga pernah merasakannya sendiri. Lezat sekali" jawabnya. Lalu berpindah ke dadanya yang bulat. Ooh, rasanya semuanya ini tak akan pernah berakhir.
Ketika kurasakan sesuatu yang telah diusahakan Hellen untuk segera keluar, telah mengumpul dipelirku, aku segera mengambil posisi baru. Hellen kubaringkan di punggungnya dan tanpa sedikitpun melepaskan penisku dari liangnya. Dan kukocokkan dengan kuat keliangnya hingga Hellen-pun hampir kehabisan nafas untuk mengikuti gerakan cepatku.
"Len... Hh... Aaaaarrrhhhhhh... " akhirnya sebuah semburan kuat membanjiri liang Hellen dan disusul oleh beberapa semburan susulan. Cairan kental berwarna putih kekuningan itu memicu Hellen untuk juga mencapai orgasmenya dan mengakhiri urutan permainan seksku yang mencakup tujuh orang saudariku sekaligus.
Kujatuhkan diriku terbaring disisi Hellen ketika Dewi langsung mendekati kami diikuti yang lain. Dewi langsung mencabut penisku dari liang Hellen dan membersihkannya dari sisa-sisa sperma kentalku dengan lidahnya, juga mengurut-urutnya agar sisanya juga keluar.
Yang lain berkerumun di kaki Hellen dan membersihkannya dengan cepat.

*****************************************************************************
 
Terakhir diubah:
Tok... tok... tok... "Non Diva... Non Diva ada temannya yang nyari. Temannya menunggu di depan, non," terdengar suara bibi mengetuk dari luar.
"Siapa yang datang, Div? Apa kau sedang menunggu seseorang?" tanya Venus pada Diva. Yang lain juga memandang penuh tanda tanya padanya.
"Entah... Aku nggak nunggu siapa-si.. " kalimatnya terpotong karena Putri dengan telah mengenakan pakaiannya kembali telah menuju pintu lalu keluar. "Mbak Putri... Mau kemana?" tanya Diva lebih heran. Putri tidak menjawab, ia segera menghilang di balik pintu yang ditutupnya kembali.
"Apa yang datang itu temannya mbak Putri, ya?" cetus Aphrodite dalam kesunyian kamar. Tapi pertanyaan itu adalah pertanyaan semua orang yang tersisa di kamar itu. Tak ada yang tahu. Tidak terlalu lama, Putri telah kembali dan tampaknya membawa serta jawaban pertanyaan itu. Menunggu Putri kembali, kami memakai kembali semua pakaian yang sudah tanggal dan rapi kembali.
Putri membawa seorang gadis muda berpakaian seragam SMA, lumayan tinggi. Hei aku kenal orang ini, ia teman akrab Putri di sekolah. "Ng... Mbak Putri... Siapa bule ini?" tanya Diva heran.
"Hush... Jangan keras-keras... Dia ngerti bahasa Indonesia, tau... " potong Putri lalu mempersilahkan temannya duduk di sudut.
Memang teman Putri itu orang bule, kulitnya yang putih kemerahan karena sinar matahari, kornea matanya hijau dan rambutnya coklat dengan dasar gelap. Tingginya sekitar 170 cm dan berat 50-an kg. Dan disanalah ia duduk dengan santai, bahkan sangat cuek. Ia tidak melihat satupun orang diruangan itu kecuali memperhatikan dinding, lampu dan benda-benda di kamar Diva.
"Mbak Putri... ngapain dia disini?" tanya Diva lebih lanjut.
"Ok. Akan kujelaskan... Dia temanku. Namanya Carrie... Carrie... Hi, Carrie, say hi to them... " ("Hei, Carrie, sapa mereka") mintanya pada temannya itu. Lalu tanpa sungkan ia menyalami kami semua dan menyapa. Hellen sampai tertawa melihat tingkahnya yang aneh. Padahal disuruh menyapa bukan menyalami kami semua.
Lalu ketika ia menyalamiku, "Is this the boy we saw at the class this morning, Tri?" ("Apakah ini cowok yang kita liat di kelas tadi pagi, Tri?") katanya melirik pada Putri. Putri hanya mengangguk. "Nice. You're much bigger than I thought you so," ("Bagus. Kamu lebih gede dari pada yang kukira") lalu ia kembali ke tempat duduknya.


"So... Do you wanna fuck me now?" ("Jadi... Apa kau mau mengentotiku sekarang?") cetusnya begitu ia duduk bersandar. Lalu karena mungkin tidak ada yang menjawab, Putri lalu berbisik padanya. "Ok... A-pa... kha-bhar se-myuanya?" ulangnya terpatah-patah dalam bahasa Indonesia yang aneh. Si Hellen dan Aphrodite terkekeh-kekeh tertawa melihatnya sedang yang lain saling berpandangan heran.
"Div... Elo, kan les bahasa Inggris sama bahasa lain... Apa katanya tadi?" tanya Athena pada Diva yang kabarnya menguasai tiga bahasa asing. "Dia tadi bilang apa mas Satria mau mengentotinya seka... Hah... Mengentotnya juga... " Diva juga kaget mendengar terjemahannya sendiri.
"Ya... Carrie datang kemari, kuundang untuk ngentot dengan Satria juga," ujar Putri menerangkan rencananya. "Put,... Apa... ini bagian dari kejutannmu. Apa maksudmu?" tanyaku balik. Putri hanya menyunggingkan senyum lebar menjawabnya. Sementara Carrie malah sedang asyik sendiri berusaha berkomunikasi dengan Aphrodite yang mengangguk-angguk coba mengerti apa yang sedang dibicarakannya.
"Dit... Apa yang dikatakannya padamu?" Diva mencoba mengetahui apa yang mereka bicarakan.
"A... mm... Dia... mau tau... apa artinya... bakso... ya... bakso... Betul... " jawabnya lebih aneh.
Carrie memang belum lama di Indonesia. Ia berasal dari Australia. Ayahnya pegawai kedubes Australia yang ditugaskan di kota ini dan ikut pindah bersama seluruh keluarganya. Ia tidak mau bersekolah di sekolah Internasional karena mau bergaul dengan anak-anak lokal. Ia segera akrab dengan Putri karena ia sekelas dengannya dan satu meja.
"Kenapa Sat... Apa kau tak suka padanya...?" tanya Putri didekatku.
"Kukira ini cuma diantara kita saja... Tidak ada orang luar" lanjutku. "Benar... Tapi kau nggak bisa terus begini. Kau harus punya pacar, kan?" ungkap Putri padaku.
Benar juga pikirku. Apa aku mau terus-menerus begini? Tentu aja nggak. Aku juga kan ‘pengen punya pacar seperti orang-orang lain. Apa lagi aku ini masih remaja masih butuh hal-hal begituan. “Tapi apa dia beneran mau sama aku, Put?”
“Ya, iyalah. Jadi untuk apa dia datang sekarang, selain untuk itu? Iya, kan?” jawabnya pasti. “Lagipula si Carrie ini orangnya asik, loh. Dia tau banyak hal yang orang seharusnya tau dan tidak tau. Pokoknya asik, deh,” lanjutnya.
Putri memang sangat terbuka dan menjadi sangat akrab dengan Carrie semenjak pertama kali ia mulai sekolah di tempat kami belajar. Aku dan Putri berlainan kelas. Aku di kelas XI-4 dan Putri XI-2.
Carrie yang dari tadi berbicara dengan Aphrodite dengan bahasa Indonesianya yang belum lancar kini seperti sedang berkonsentrasi pada suatu hal. “I smelled that you guys just have fucked, haven’t you?” ("Aku mengendus bahwa kalian orang baru saja pada ngentot, kan?") ujarnya sambil berpaling pada Putri yang langsung mengiyakannya. Mungkin ia mencium bekas-bekas pergumulan kami sebelumnya.

______________________________________________________

Carrie bukanlah orang baru dalam hal yang beginian. Ia telah menikmati seks mulai dari umur yang sangat muda di Thailand. Orang tuanya telah bercerai dan di negara itu pula ayahnya menikah dengan orang lokal dan mendapatkan seorang adik perempuan dari ibu tirinya itu.
Ketika ia berumur 11 tahun adalah pertama sekali menikmati permainan seks yang didapatkannya dari seorang pegawai ayahnya. Kantor dan perumahan mereka berada pada satu lokasi sehingga Carrie kecil bisa dengan mudah bisa keluar-masuk kantor. Ia sering berada di kantor ayahnya dan orang ini. Laki-laki ini masih muda dan belum berkeluarga. Dan yang pasti ia sangat suka pada anak-anak. Ia sering dipangkunya sambil bermain komputer di kala ia tidak ada pekerjaan. Karena Carrie tidak merepotkan maka ayahnya tidak melarang selama ia tidak mengganggu. Mereka bermain berbagai hal seperti games-games anak dan menggambar.
Karena Carrie waktu itu masih anak-anak jadi pakaian yang dikenakannya adalah tipe pakaian yang pendek seperti rok dan celana. Mulanya orang itu hanyalah mengelus-elus kulit mulus putihnya. Mulai tangan dan kakinya. Karena Carrie sepertinya tidak terlalu terganggu, ia mulai berani menyentuh bagian depan celana dalamnya. Ia mengikuti garis-garis kemaluannya dan merasakan isi belahan vaginanya dari bahan kain pakaian dalam itu.
Pun, Carrie sepertinya tenang-tenang saja bahkan berkesan suka dengan geliat gelinya ketika jari-jari itu agak dalam menyentuhnya. Dan dalam beberapa kesempatan berikutnya ia mulai berani menyusupkan tangannya masuk dari sela atas celana dalamnya dan langsung menggengam seluruh vagina kecilnya. Dan getaran-getaran nafsu itu mulai dirasakan Carrie ketika jari-jari itu bermain-main dengan klitoris kecilnya yang dan sensitif. Carrie kadang bergidik tegang ketika ujung jari orang itu menyentuh lubang kemaluannya yang sama sekali belum terbuka-masih merupakan lubang rapat kecil yang menutupi jalan masuk itu.
Boleh dikatakan kalau Carrie senang sekali dengan pengalaman dan perlakuannya terutama pada vagina kecilnya. Orang itu bukan hanya menyentuh itu saja. Ia juga mengelus-elus dadanya yang masih rata terutama putingnya selagi tangannya yang satu terbenam di celana dalamnya. Sesekali ia juga berusaha mencium bibir Carrie kecil.
Dan suatu hari menunjukkan sebuah gambar lewat komputer, gambar seorang laki-laki sedang berhubungan seks dengan seorang anak yang kelihatannya lebih muda dari Carrie. Carrie memperhatikan gambar itu tidak mengerti apa yang sedang mereka lakukan. Sedikit-sedikit ia dijelaskan tentang gambar tersebut.
Saat itulah juga ia merasakan bahwa jari yang menyentuh kelaminnya terasa lebih besar dan ujungnya terasa basah. Jari besar itu masuk dari sisi kain bagian kakinya ketika ia menyadari bahwa kedua tangan orang itu sedang berada di luar celananya. Tangan kanan memegang mouse komputer dan yang kiri meremasi dadanya.
Segera ia menyibak roknya untuk melihat benda hangat apa itu. Benda itu lebih besar dan keras. Ia keluar dari celana orang itu yang restletingnya dibuka.
Carrie bertanya untuk apa itu, ia hanya mendapatkan jawaban pendek dan selebihnya ia hanya mendengar dengus nafasnya dan kursi kantor yang mereka duduki bergoyang-goyang pelan.
Lalu ada cairan kental yang menyemprot dan membasahi vagina kecilnya. Cairan kental, hangat dan lengket itu berasal dari benda yang keluar celana orang itu. Kepalanya lalu bersandar pada bahu Carrie dan mulai menciumi leher kecilnya sampai Carrie kegelian.
Cairan kental itu terasa gatal di kulit vaginanya dan benda besar itu masih bercokol disana sampai Carrie merasa risih dan menariknya keluar. Tapi ia tidak segera melepaskan genggamannya. Benda itu masih berlumuran cairan kental, lengket berwarna putih itu. Carrie agak membungkuk untuk melihatnya dengan jelas.
Diluar dugaan, mungkin karena genggaman Carrie pada penisnya, benda itu kembali menegang dan keras kembali. Carrie berbalik melihat orang itu. Ia langsung dicium pada bibir. Genggamannya pada penis orang itu dibantu dengan tangan kanannya yang juga menggenggamnya dan mengocoknya maju-mundur. Sementara tangan kirinya masuk kembali ke celana dalamnya dan menggosok belahan vaginanya sehingga cairan itu membalur keseluruh permukaan vagina kecilnya juga ke belahannya.
Carrie menikmati genggamannya di kocokan penis orang itu. Sisa cairan kental tadi memperlicin pergerakan. Ia sendiri yang mempercepat gerakan maju-mundur itu seakan ia tahu apa yang akan terjadi karenanya.
Nafas orang itu kembali kembali memburu dan dengan sebuah dengusan, sejumlah cairan putih kental kembali memuncrat keluar dari ujung benda itu dan mendarat di lantai di bawah meja komputer.
Bersamaan dengan itu, Carrie juga mengaduh kesakitan karena jari orang itu menekan keras lubang kemaluannya. Tapi ia hanya menyandarkan kepalanya lemas ke sandaran kursi dan kedua tangannya tetap pada posisi awalnya, di vagina Carrie dan di penisnya sendiri.
Setelah itu, Carrie mulai risih dengan cairan lengket di celananya itu dan orang itu juga menyadari hal itu. Carrie lalu dibujuk untuk membersihkannya di kamar mandi yang juga berada di ruangan yang sama.
Carrie lalu didudukkan di atas wastafel karena ia sendiri yang akan membersihkannya. Celana dalamnya yang berlumuran sperma yang disisihkannya pertama sekali. Lalu dengan air ia membasuh vagina kecil Carrie dengan seksama. Dengan jempolnya ia membuka bibir vaginanya dan menuangkan air agar spermanya yang tertinggal didalamnya juga terbasuh. Dengan begitu, nafsunya malah datang kembali. Kini ia membentangkan kaki Carrie lebar-lebar dan itu diturutinya tanpa ragu.
Setelah yakin telah bersih ia mendekatkan kepalanya ke arah vagina Carrie dan mengeluarkan lidahnya. Mulai melahap vagina kecil Carrie yang terbentang. Terutama klitorisnya yang keluar dari belahan vaginanya.
Walaupun masih kecil, Carrie tentu saja bisa merasakan nikmatnya mendapat perlakuan seperti itu. Mulutnya mendesis-desis keenakan. Klitoris kecil panjangnya dihisap-hisap dengan bibir sementara tangannya yang satu lagi sepertinya sedang mengocok penisnya lagi.
Sepertinya ia sudah nggak tahan lagi menahan gejolaknya sendiri. Ia lalu melepaskan mulutnya dan menggenggam penisnya ke arah Carrie kecil yang terlihat kecewa yang mengira kenikmatan itu telah selesai.
Posisi duduk mengangkang Carrie kini diperbaiki hingga di pinggir wastafel. Orang itu agak berjinjit agar ia dapat menjangkau vagina Carrie dengan penisnya yang kembali menegang. Carrie melihat saja apa yang akan dilakukan orang itu tanpa bertanya.
Ketika sebagian kepala penisnya melesak melewati bibir vagina kecilnya yang terbentang bebas, orang itu memeluk Carrie erat-erat dan mengelus-elus punggungnya agar tenang. Dan dengan dorongan-dorongan kecil ia melesakkan penisnya.
Tentu saja hal ini akan sangat sulit sekali karena anak seumur Carrie belum mengalami pembukaan uterus sebab belum menjalani siklus menstruasi. Tapi ia tidak menyerah walaupun ia melihat Carrie agak meringis karenanya.
Sekarang ia melepaskan pelukannya dan membuat tubuh Carrie tersandar di cermin wastafel dan kakinya dipegangnya melebar kesamping kanan dan kiri. Ia kembali mencoba mendorong dengan lebih keras kali ini sampai Carrie hampir menangis tapi ia tidak perduli lagi. Kini ia memegang pinggang Carrie dan dengan sebuah dorongan keras ia menerobos hymen anak 11 tahun itu dengan penuh kemenangan. Carrie sendiri terisak-isak kesakitan karena perih yang dirasakannya di seluruh tubuhnya terutama di pangkal vaginanya yang terasa terbakar.
Ketika ia berusaha melihat apa yang tejadi, ia melihat darah segar menitik di batang penis orang itu. Dari sanalah asal rasa sakit itu ternyata, pikirnya. Orang itu mulai mendorong penisnya maju mundur di dalam liang Carrie yang sangat sempit, seret dan segar.
Tubuh Carrie terguncang-guncang karena gerakan orang itu. Ia terus menahan perih yang membakar kemaluannya yang dihajar membabi buta orang itu dengan ganas.
Karena telah ejakulasi dua kali, butuh waktu lama untuk orang itu untuk mengumpulkan spermanya lagi dan sepertinya ia sulit untuk memuntahkan cairan kental itu lagi.
Setelah begitu hampir 5 menit, liang Carrie mulai terelaksasi dan dapat menerima besarnya batang penis di liang vagina kecilnya. Dan kini ia sudah dapat merasakan nikmatnya seks pertamanya. Itu mungkin karena ia sudah mulai mengeluarkan cairan pelumas yang melicinkan uterus mudanya.
Nafas orang itu kembali memburu dan ia mencium bibir kecil Carrie ketika ia mendorongkan penisnya sekuatnya dan memuntahkan sperma terakhirnya untuk hari itu. Cairan itu hanya seperempat dari sperma pertamanya.
Rahim Carrie kecil yang belum berbentuk sempurna disirami sperma hangat pertamanya dengan puas. Walaupun vagina kecilnya agak bengkak dan merah juga berdarah, Carrie mengusap sisa sperma yang keluar dari liangnya yang baru dijebol oleh orang yang selama ini bersamanya bermain-main.
Orang itu terduduk di lantai tanpa celana dengan penisnya yang merah terkulai lemas karena telah 3 kali ejakulasi hari itu. Carrie berusaha bangun dan duduk di wastafel dan membersihkan vaginanya sendiri dengan air. Sejumlah sperma kembali mengalir keluar dari liangnya yang bengkak dan sakit sekali. Carrie kembali mempelajari alat kelaminnya karena ia baru tahu akan fungsi liang yang selama ini tertutup rapat dan kini telah terbuka. Ia meringis pedih sambil sesekali menyeka air matanya.
Saat orang itu telah pulih ia bermaksud menurunkan Carrie yang tidak berani turun dari wastafel. Sebelumnya ia masih sempat menjilat vagina Carrie untuk terakhir kali dan mengecup bibirnya.
Carrie masih merasakan perih saat berdiri atau berjalan sedang celana dalamnya yang berlumuran sperma disembunyikan orang itu karena takut dicurigai. Dengan begitu Carrie pulang ke rumahnya dengan tanpa pakai celana dalam sama sekali.
Dengan mengendap-endap Carrie pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari kantor karena cara jalannya dengan mengapit vagina bengkaknya. Di kamarnya, Carrie kembali menggosok-gosok vaginanya untuk mengurangi rasa perih yang tersisa dengan kenikmatan yang diciptakannya sendiri.
Jari kecilnya-pun dimasukkan ke liang yang masih bengkak itu sambil membayangkan dan mengingat kembali yang baru terjadi. Ia terus begitu sampai dengan tak terduga ia mendapat orgasme pertamanya.
Ia menjerit kaget karenanya. Nafasnya satu-satu memburu ketika mamanya mengetuk pintu kamarnya menanyakan kenapa ia berteriak. Ia beralasan tidak apa-apa, hanya kaget ada cicak. Carrie mendapat pengetahuan akan apa yang didapatkannya dengan vagina kecilnya itu.
Sejak saat itu hampir tiap ada kesempatan ia berhubungan seks lagi dengan staf kedubes papanya itu. Dengan senang hati orang itu menerimanya. Atau bila malam ia melakukannya sendiri dengan tangannya. Ketika ia akan orgasme, Carrie menggigit bantal agar tak berteriak keras menarik perhatian orang lain.
Hingga dua bulan kemudian, Papa Carrie dipindah tugaskan kembali ke negara asal mereka, Australia.
Perpisahannya dengan orang itu mereka melakukan hubungan seks terakhir di kamar Carrie. Musik dipasang agak keras agar bisa berteriak sesukanya.
Setelah itu orang itu menciumi Carrie seakan nggak rela kehilangan anak yang menjadi lahan pelampiasan nafsunya yang dengan sangat rela dan senang hati mau ngentot dengan kontolnya yang termasuk kecil. ("Yang tentu saja bagi anak seumur Carrie sudah sangat besar. Apalagi Carrie belum pernah melihat ukuran yang lain")
Setelah kembali ke negaranya dan tumbuh menjadi remaja yang cantik. Di Barat kebanyakan remaja telah dapat menikmati seks secara bebas, Carrie malah tidak suka pacaran dengan orang Kaukasia lainnya. Ia lebih suka pada pria Asia apalagi papanya sering ditugaskan di sekitar Asia. Setelah lima tahun di Thailand, kembali ke Australia selama setengah tahun lalu pindah ke Philipina selama empat tahun lalu di Jepang dua tahun setelah itu tahun lalu mereka ke Indonesia.
Carrie bersekolah dan sekelas dengan Putri yang membuat mereka sangat akrab, hingga Putri mencomblangkan Carrie dengan saudara laki-lakinya; Satria.
______________________________________________________

“Gimana, Sat? Kamu mau, kan?” desak Putri lebih lanjut. Aku harus cepat mengambil keputusan. Aku memandang pada mereka yang lain, Dewi, Diva, Athena, Venus, Aphrodite dan Hellen. Mereka juga memandangiku dan aku menemukan persetujuan disana. Hal ini penting, karena saat ini aku tidak bisa memutuskan hal seperti ini begitu saja.
Secara pribadi aku oke-oke saja. Kan nggak sering-sering ada bule yang mau pacaran denganku dengan cara begini. Apalagi Carrie cantik dan bodinya hampir setinggi aku dan bentuknya bagus. Dadanya membusung besar dan lehernya jenjang. Pokoknya menggairahkan deh.
Berpaling darinya ke Putri, Put... gimana cara memberitahukannya?” Putri tersenyum lebar mendengar jawabanku. Ia lalu memberikan semacam kode pada Carrie yang membuat wajah cantiknya berseri-seri, senyum manis menghiasi kegembiraannya.
Aku memandanginya berjalan menghampiriku. Mungkin karena sofa tempatku duduk untuk satu orang, Carrie langsung saja duduk dipangkuanku. Tangannya dilingkarkan ke leherku dan merapatkan badannya. Tampaknya ia senang berada di pangkuanku.
Pantatnya yang padat digoyang-goyangkan agar pas di pangkuanku yang malah menyentuh penisku yang tadi kusimpan buru-buru. Sewaktu kuberanikan untuk melihat wajahnya, ia rupanya dari tadi telah menatapku lekat. Dengan gerakan ringan, Carrie mendaratkan bibirnya padaku. Lidahnya menerobos mulutku dan bermain didalam. Tangannya menelusup dari bawah bajuku, mengusap-usap dadaku.
Carrie mengeluarkan suara-suara senang dan bisa kubilang menggairahkan. Sebelah tangannya meraih tanganku dan membimbingnya kearah pahanya. Ditelusupkannya melalui rok abu-abu sekolah itu dan kuikuti segera dengan menemukan bagian depan celana dalamnya.
Kutekan-tekan jariku yang membuat kakinya membuka lebar agar tanganku lebih leluasa bekerja. Carrie sendiri yang menarik roknya keatas hingga sebagian besar paha putihnya kelihatan lalu hanya merupakan kerutan besar kain yang menggantung di pinggangnya.
Masih di pangkuanku, tanganku telah berhasil masuk kedalam celananya dan merasakan hangatnya vagina bule Carrie. Lalu ia membuka kancing baju seragamnya menyusul branya yang berkait depan tinggal menggantung di badannya.
Carrie lalu melepaskan ciumannya lalu beralih mencoba membuka bajuku dan celanaku. Setelah aku telanjang bulat di sofaku dengan penisku telah dengan sempurna berdiri tegang, Carrie kembali duduk dipangkuanku.
Penisku diarahkannya tepat di selangkangannya dan dengan tanpa ragu diturunkan badannya menerima batangku penuh. “Ooorrgh... Yeaaahhhsst... " desisnya keenakan. Liangnya terasa berkontraksi menerima batangku. Memijit dan meremas batangku sambil ia berusaha menyesuaikan keadaan liangnya yang masih lumayan sempit.
Carrie sangat berpengalaman sekali, ("atau aku yang tidak tau apa-apa?") ia lalu mengoyangkan pinggulnya naik turun sekaligus berputar. “Waahhh... Enak sekali... " seruku tak sadar. Mendengar itu Carrie makin semangat. Ia lalu mencondongkan badannya kedepan dan bertumpu pada lututku sehingga ia bisa menghunjamkan liang vaginanya lebih dalam.
Kupegangi bongkah pantatnya lalu kuremas sekuat-kuatnya sampai ia meringis. Sebentar kemudian setelah melepas penisku dari liangnya sebentar, Carrie memutar tubuhnya hingga kami kini berhadapan.
“Ok, honey, we’ll start the real fuck real soon now” ("Ok, sayang, kita akan memulai kentotan sebenarnya sebentar lagi") ujarnya hampir berbisik yang tak kumengerti sama sekali. Sementara itu batangku telah bercokol lagi didalam liang hangatnya. Segera ia memulai pompaannya lagi, mengocok penisku dengan cepat.
Yang bisa kulakukan kini hanyalah mencari titik itu agar aku bisa menaklukkannya seperti yang lain. Mulailah tangan dan mulutku bekerja. Kusentuh dan kuraba semua titik sensitif kewanitaanya yang berhasil pada Putri, Dewi juga si kembar lima.
Rasanya telah kucoba semua tapi tak berhasil, malah ia makin ganas membuat penisku semakin terasa enak dan panas. Carrie menggumamkan bahasa yang tak kumengerti. Yang pasti ia sangat keenakan. “Man... you’re so fuckin’ greaat... Oohhhh... shhhhhiiiittt... How can’t I meet you earlier ‘n have this so goddamn fuck... Ohh... fuck... aahh... mmm... " ("Kau sangat hebat. Sial. Kenapa aku tidak menemukanmu sebelumnya dan menikmati ML hebat ini") Liangnya semakin panas dan basah. Keringatnya menetes ke badanku.
Carrie semakin liar. Ia menciumi mukaku dengan nafsu meluap-luap. Aku rasa aku masih sanggup melayaninya tanpa harus ejakulasi walaupun ia menggila seperti itu. Aku meremasi kedua dadanya agar ia lebih menggila lagi.
Tiba-tiba... Crrroooot... croooot... Badanku menegang. Penisku menembakkan beberapa kali cairan kental itu. “Aaaaahhh... Aahh... Ahhhhhh... " Membuat liang vagina Carrie semakin becek dan panas. Ketika aku menyadarinya aku melihat senyum puas Carrie disamping leherku. Giginya masih menempel di kulit leherku.
“Honey... I’ve found your little secret. He he..” ("Sayang, aku sudah menemukan rahasia kecilmu") Senyumnya tambah lebar. Rupanya tadi saat Carrie menggigit leherku, mungkin secara tidak sengaja ia menemukan titik sensitifku. Persis seperti saat aku menemukan titik-titik sensitif saudariku.
Carrie menurunkan tempo goyangannya. Dekapannya di badanku makin dieratkannya seolah tak mau aku pergi dan melepaskannya. “Honey, I love you... You great... It doesn’t get even softer in my pussy. Maybe we can carry on a little bit while,” ("Sayang, aku cinta padamu. kau hebat. Penismu tidak juga lembek di pepekku. Mungkin kita bisa lanjut lebih lama") ujarnya yang membuat perbendaharaan kata bahasa Inggrisku entah dimana. Tapi yang jelas ia mempercepat kembali tempo goyangannya.
Kupegang pipinya dan kucium bibirnya lalu dengan terbata.’’I... love... you... too” ("Aku juga cinta padamu") ucapku aneh. Entah dari mana kudapat pikiran untuk mengatakan itu. Tapi Carrie kelihatannya suka dan membuat kami berciuman erat.
Aku juga ingin berpartisipasi, badanku yang tadinya bersandar ke sofa kuselonjorkan hingga Carrie kini bertumpu di pahaku dan kakinya di lantai. Aku mulai menggoyangkan pantatku maju mundur, menghunjamkan penisku sedalam-dalamnya ke liangnya. Aku akan membuatnya orgasme walau tanpa titik itu.
Carrie kembali mengerang-erang keenakan. Ia sama sekali berhenti dan menikmati goyanganku. Kepalanya diangkat tinggi keatas seperti mencari udara segar membuat rambut coklatnya terurai lembut di bahu dan punggungnya.
Pantatnya kembali kuremas dengan geram setelah itu dadanya kukulum. Suara-suara Carrie mengisi kamar itu membuat seluruh mata di ruangan ini hanya tertuju pada kami. Lidahku menyusuri kulit dada Carrie dari lehernya hingga ke belahan dadanya... Zzzwooshhh... Carrie terpaku sesaat lalu berteriak keras..”Hhaaaaahhh...”
Yes! Aku menemukannya. Disitu rupanya tempatnya. Aku berusaha menahan tubuh Carrie yang berkelojotan diatasku tak terkendali karena orgasme gilanya. Setelah badai itu lewat, tubuhnya terkulai lemas seperti tak bertulang di pelukanku.
Tubuhnya penuh peluh. Baju seragam sekolah dan branya yang tak dilepas itu basah kuyup oleh keringat. Kubaringkan tubuh lelahnya di sofa itu juga tanpa melepas penisku dari liangnya.
Kuurut-urut vaginanya yang dihiasi rambut coklat yang tumbuh pada bagian atasnya saja, agar ia tersadar dari kenikmatannya tadi. Juga penisku agak kukontraksikan di dalam liangnya yang juga berdenyut kencang.
Beberapa saat kemudian, barulah ia membuka matanya dan tersenyum manis sekali. Carrie menyentuhkan tangannya pada penisku dan mendorongkannya lebih masuk. Lalu ia mendorongkan wajahnya ke padaku untuk berciuman.
“Cut it out, Carrie! That’s enough. He’s not all yours” ("Hentikan, Carrie! Itu sudah cukup. Dia bukan milikmu sendiri") potong Putri menghentikan ciumannya. “You’ve got to save him for us, y’know. That’s the deal. Remember?” ("Kau harus menyisakannya untuk kami, tau. Itu kesepakatannya. Ingat?") lanjut Putri.
“But, he’s my boy now. Can’t I have mo’?” ("Tapi dia pacarku sekarang. Tidakkah aku dapat lebih?") jawabnya.
“I don’t hear his agreement on that. We should hear it in person, shouldn’t we?” ("Aku tidak mendengar persetujuannya. KIta harus mendengarnya langsung, kan?") cetus Putri sambil mengeluarkan penisku dari liang vagina Carrie membawa keluar sejumlah cairan campuran spermaku dan cairan Carrie.
“’Gimana, Sat? Kau mau jadi pacarnya?” tanya Putri tentang keputusanku. Semuanya terserah padaku. Aku harus memilih apa lagi. Aku suka Carrie dan sepertinya ia juga suka aku. Tidak ada alasan untuk menolaknya.
“Ya” jawabku singkat.
“Ya, apa? Yang jelas dong, Satria sayang?” tanya Putri ingin lebih jelas.
“Aku mau jadi pacarnya,” jelasku.
“Thank you,” (“Terima kasih”) Carrie menghambur padaku dan memelukku lagi. Hal itu hanya membuat penisku bertengger di selangkangannya karena tinggi Carrie hampir sama denganku. Sekilas aku melihat ekspresi tak puas dari yang lain. Putri tampaknya cepat tanggap dengan hal ini dan menjelaskan perjanjiannya dengan Carrie.
“Begini. Walaupun mereka, Satria dan Carrie pacaran. Kita tetap bisa main dengan Satria. Carrie tidak bisa melarang kita lebih berhak dari pada dia. Ini semua tentu saja tergantung pada Satria. Apa dia masih mau sama kita walaupun sudah ada Carrie?” jelas Putri.
Wah... perjanjiannya... Kenapa harus mengorbankan semuanya kalau aku bisa dapat semuanya. Lagipula aku tidak masalah kalau mereka semua main denganku. Aku sanggup mengatasi mereka semua, kok.
“Baik. Aku setuju. Tidak ada yang berubah. Kita masih pakai aturan yang kemarin, kan? Gilirannya cuma ditambah Carrie dan Dewi. Jadi... tadi Carrie, sekarang Putri, Dewi..., Diva, Athena, Venus, Aphrodite dan Hellen. Benar, kan?” Aku melihat senyum puas di wajah tiap orang di kamar ini yang tentu saja membuat beban penisku semakin bertambah. Delapan cewek totalnya. Ganas-ganas lagi.
Berturut-turut mereka kuladeni semua sampai sore sampai aku sendiri kecapekan dan tertidur di kamar Diva sampai hampir malam. Malam itupun aku tak sepenuhnya tidur dengan nyenyak karena kali ini Putri dan juga Dewi masuk ke kamarku. Artinya... Fiuh... ^-^
 
Terakhir diubah:
Chapter 4 : Here Comes The Trouble

Disekolah, aku yang biasanya kurang diperhatikan warga sekolah karena biasanya diam, mulai diperhatikan orang-orang. Ini karena semua orang sudah tahu kalau aku baru jadian dengan Carrie, satu-satunya bule di sekolah ini. Karena itulah aku jadi ngetop disini.
Rasanya risih juga begini terlebih Carrie yang tanpa malu-malu menunjukkan kalau kami pacaran. Mungkin karena aku belum terbiasa dengan kehidupan baru ini.
Carrie dengan kebiasaan Barat-nya, jadi tontonan gratis teman-temanku ketika ia menciumku di depan mereka. Aku nggak bisa bilang apa-apa.
Untung aja aku tidak sekelas dengannya, jadi hal itu tidak berlanjut ke kelas. Tapi waktu jam istirahat, ia langsung aja nyelonong ke kelasku dan duduk di sampingku karena teman semejaku langsung cabut memberinya tempat.
Pokoknya, aku merasa menjadi gosip paling hot di sekolah melebihi affair picisan orang paling beken di sekolah sekalipun.
Ada juga keuntungan sampingan yang kudapat, terutama dalam mata pelajaran Bahasa Inggris. Aku biasanya bego banget dalam pelajaran satu ini. Tapi kali ini berbeda.
Waktu itu ibu guru Karen memintaku menjawab beberapa pertanyaan dengan susunan kata yang pas. Aku secara tak terduga dapat menjawabnya dengan benar. Wuih... Aku sendiri juga heran. Mungkin terpaksa karena aku harus berkomunikasi dengan Carrie dalam bahasa Inggris dan itu membuatku jadi semakin lancar menggunakan bahasa asing ini.
Bu guru Karen senang sekali melihat perkembanganku. Aku jadi malu sebab ia memuji-muji aku dan dijadikan contoh untuk ditiru yag lain. Mereka lalu meneriakkan, “Wooooooo...” Bete, nggak?

Hari itu sudah hari Jum’at dan menurut rencana, hari Sabtu-nya Papa dan Mamaku akan menyusul Oom Ron dan Tante Dara ke Paris untuk ikut liburan. Sejalan dengan itu, mereka juga sudah menyiapkan rencana sendiri.
Keluarga kami mempunyai sebuah villa di dekat pantai. Villa itu terletak cukup jauh dari keramaian dan terletak agak di atas bukit. Pemandangannya keren abis pokoknya. Bayangin, kalo pagi kita bisa melihat sunrise dari teras bangunan bertingkat dua itu, trus kalo sore bisa lihat sunset. Di bagian bukit atas villa ada air terjunnya dan mengalirkan sungai kecil yang melewati depan villa. Didepan tentu saja pemandangan laut yang luar biasa. Untuk ke pantai, kita harus menuruni jalan setapak yang telah dibeton, menuruni bukit dan di beberapa titik dibuatkan tempat berteduh. Ada empat tempat seperti itu sebelum akhirnya sampai di pantai berpasir putih yang ditumbuhi pohon kelapa juga tanaman lain. Airnya biru bening hingga ikan dan tanaman laut terlihat jelas. Lalu diujung kiri ada batu karang yang memagari bukit karang diatasnya. Tempatnya sempurna sekali.
Aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kali aku kesana. Putri mengatakan kalau Sabtu ini setelah pulang sekolah dan setelah Papa dan Mama pergi, kami akan pergi kesana.
“Kita sudah persiapkan segala sesuatunya, kendaraan yang muat kita semua akan dikendarai oleh Dewi, trus makanan bagian si Diva ama Athena. Bagian-bagian kecil lainnya serahkan padaku. Pokoknya kamu terima enak aja, deh, Sat... Kenapa? Si Carrie? Ya, dia kan ikut juga. Elo jangan khawatir, deh. Kamu bakalan puas. Kita ngentot abis-abisan disana. Aku janji itu. Pasti yang lain sudah nggak sabar menunggu hari Sabtu datang.
Hmm... kerjaan lagi. Emang kalau dipikir-pikir enak sih. Aku tak usah khawatir akan ketahuan orang kalau main di tempat terpencil seperti villa itu. Tidak seperti di rumah yang banyak pembantunya.
Tapi kalau mengingat kata-kata Putri, kalau kami akan ngentot habis-habisan. Hihh... Serem juga, bisa mati lemas aku. Karena harus melayani delapan cewek yang ganas-ganas dalam urusan seks. Apalagi Carrie, pacarku itu. Dia bisa dibilang maniak seks. Setiap hari aku harus melayani nafsunya yang menggebu-gebu sejak kami jadian hingga hari ini. Masalah...
Hari ini, di sekolah masih seperti biasa, Carrie jadi semakin menjadi-jadi. Bayangin aja, dia bilang kalo dia sedang pingin main. Dan ingin sekarang juga. Tapi disini? Di sekolah? Yang benar aja. Aku hanya bisa menyanggupi mencumbuinya di belakang sekolah, tempat yang paling aman menurutku.



Karen :
Hari ini sungguh panas, untunglah sudah jam istirahat, jadi aku bisa mencari udara segar. Hmm... anak-anak ini, masih kecil udah pada pacaran semua. Mereka berani-berani lagi menunjukkan kalau mereka sedang pacaran. Pakai pegang-pegang tangan lagi. Iiih, apa itu?
Tapi apa mereka sudah melangkah terlalu jauh nggak, ya? Mengingat pergaulan bebas mereka seperti itu. Ya, bagaimana lagi, aku tau perasaan seperti itu. Suamiku jarang sekali memperhatikan aku. Kebutuhan batin jarang sekali kudapatkan. Paling banter sekali sebulan. Itupun jauh dari kategori puas disebabkan kelemahannya. padahal aku kurang cantik bagaimana lagi. Di sekolah ini aku guru paling seksi dan paling cantik. Aku suka memakai pakaian yang menunjukkan bentuk tubuhku. Aku juga sering tersenyum sendiri, melihat murid-murid pria berlomba duduk ke depan menunggu kesempatan melihat paha atau celana dalamku. Atau kusengaja memakai pakaian dalam yang berwarna terang hingga terlihat menembus bahan pakaianku.
Ahh... Dibelakang sekolah, kan banyak pohon-pohonan. Pasti disana lebih sejuk. Aku melewati parkir kendaraan. Mobilku juga di parkir disana. Kuperiksa keadaannya sebentar lalu berjalan perlahan kebelakang sekolah.
Eh... Suara apa itu? Suaranya mencurigakan. Lebih baik kuperiksa. Disana kulihat dua orang murid berada di teras bekas lab yang tak dipakai lagi. Yang wanita berjongkok didepan pria yang bersandar di dinding. Sedang apa mereka? Aku akan melihatnya lebih dekat... Yah, Tuhan... Mereka sedang... Itu, kan Satria... dengan murid bule itu... Carrie.

*Yang sedang dilihat bu guru Karen adalah pemandangan mengejutkan dimana Carrie sedang asyiknya menghisap penis Satria dengan lahapnya. Satria menutup matanya, menikmati tiap sedotan Carrie.

Betul... Mereka telah melewati batas-batas itu. Perbuatan tak bermoral ini harus kuhentikan.
Belum sempat aku melanjutkan niatku tadi, mataku terpaku pada penis muridku itu. Ukurannya besar sekali, dua kali ukuran suamiku. Wah, hebat sekali. Apakah ia bisa memuaskan Carrie, ya?

Teeeeeeeeeetttttt!
(Bel tanda jam istirahat kedua selesai)

Satria :
“Carrie... that’s enough, Carrie. We gotta go back to class right away,” ("Carrie, cukup, Carrie. Kita harus kembali ke kelas sekarang juga") kataku mencoba menarik kepala Carrie dari penisku yang belum juga mau nembak.
“Aw, honey... I wanna make you cum in my mouth” ("Aw, sayang. Aku mau membuatmu nembak di mulutku") jawabnya manja.
“You can’t make me cum just by suckin’ me off. That’s not the way. You know how... and I won’t let you. C’mon, we gotta go back. We’ll figure it out back home, won’t we?” ("Kau tidak bisa membuatku crot hanya dengan menyedotku. Bukan itu caranya. Kau tau caranya dan aku tidak mengizinkanmu. Ayo, kita harus kembali. Kita akan melanjutkan ini di rumah lagi, ya?") bujukku lagi. Susah juga punya pacar kayak Carrie yang harus dituruti maunya ini. Aku harus pandai-pandai mencari celah mengalihkan perhatiannya.
Aku menarik tangannya agar kembali ke kelasnya sementara tanganku yang satu lagi menekan penisku yang belum juga lemas. Hu-uh... Ada-ada saja masalahnya.

Bu Karen :
Hmm... Jadi karena itu... bahasa Inggris Satria jadi bagus. Karena setiap hari harus berbicara dengan pacarnya yang bule dalam bahasa Inggris. Hasilnya bagus juga. Kemajuannya cukup memuaskan. Tapi apa bisa, ya? Hmm... tapi memang harus dicoba.

*****************************************************************************

Satria :
Pukul 11.30. Terlihat kelas Putri dan Carrie sudah bubar. Mungkin gurunya tidak datang atau gimana. Putri yang melewati kelasku dengan teman-temannya memberi kode kalau ia pulang duluan bersama Carrie menyiapkan perjalanan kami ke villa nanti.
Kelas akhirnya selesai pukul 12.10. Akhirnya... Soalnya aku harus buru-buru pulang sebab aku harus ikut mengantar Papa dan Mama ke bandara. Di pintu kelas seseorang memanggilku.
“Ada apa?” tanyaku sekenanya.
“Kamu dipanggil bu Karen sekarang. Sedang ditunggu di ruangannya” lalu tanpa penjelasan lagi ia langsung cabut mengejar teman-temannya yang lain.
Huh... Apa lagi, sih? Lagi buru-buru begini dipanggil lagi. Nggak ada kerjaan nih orang.
Aku menyusuri lorong sekolah lalu naik ke lantai dua tempat ruangan ibu Karen. Sekolah sudah sepi saat kulihat dari lantai dua ini. Kupandangi pintu ruangan ibu Karen dan menghela nafas lagi. "Apa lagi, ya, masalahku?”
“Ya... masuk” jawabnya dari dalam setelah kuketuk pintunya. Setelah itu kututup pintunya lagi. Ia sedang berdiri dekat rak buku membaca sebuah folder. Blazernya terlihat diletakkannya di kursi kerjanya sehingga ia hanya memakai blus tanpa lengan dan rok sejengkal dari lututnya, jenis pakaian yang biasa ia kenakan sehari-hari mengajar. “Ya... Satria... silahkan duduk. Sebentar, ya?
Aku duduk disana menunggu dengan gelisah. Tapi tampaknya ia masih asyik dengan bacaannya. Dengan kesal aku duduk dengan lemas memandangi langit-langit. Hu-uh.
“Heh, duduk yang benar!” katanya tiba-tiba karena wajah cantik ibu guru Karen muncul hanya beberapa inchi dariku dan... apa benar yang tadi kurasakan di kepalaku tadi. Benda lembut yang telah kuhapal bentuknya itu menempel sejenak di kepalaku. Apa mungkin ibu guru Karen mau melakukan itu. Ah, mungkin nggak sengaja. Lupakan saja.
“Kamu gelisah, Satria. Ada yang perlu kamu lakukan di rumah?” tanyanya. Yah... ini kesempatanku. Apapun ini harus ditunda dulu hingga hari Senin saja.
“A...??”
“Nih... kamu telepon saja ke rumah bilang kalau kamu harus pulang terlambat karena urusan sekolah. Kalau mereka tidak percaya, biar saya yang bicara karena ini akan memakan waktu,” katanya sambil menyodorkan handphonenya.
Fiuh... Habis, dah. Aku nggak bisa berkutik lagi. Aku nggak menelepon rumah karena pasti mereka sudah pergi. Aku menghubungi handphone Putri.

“Halo?... Siapa, nih? Satria? Heh, kamu dimana? Dimana...? Di sekolah? Ngapa’in? Kan udah pulang semua? Apa? Ada urusan sama ibu Karen? Ngapa’in dia? Eh... Ini HP-nya dia, ya?

“Sudah, bu Karen...” kataku mengembalikan HP-nya. “Sudah, ya... Begini... Saya sudah melihat perkembangan kemampuan bahasa Inggrismu. Saya nilai itu bagus sekali. Cuma... saya ingin tau, ya? Bagaimana cara kamu belajar... agar bisa saya terapkan kepada murid-murid lainnya,” jelasnya.
Bah... Apa ini? Kenapa ia menanyakan hal ini. “Ng... saya hanya berlatih saja, bu... setiap hari,” jawabku semampunya.
“Hm... Latihannya bagaimana...? Maksud saya... tentang metodenya. Sebab kamu itu perkembangannya drastis sekali, lho,” pujinya membuatku mati kutu.
“Hmm... itu, bu... Saya ada teman... orang bule... saya belajar dari dia,” jelasku lagi.
“Oh..maksudmu si Carrie anak Aussie itu, ya?” cecarnya mengejutkanku. Tapi pasti ia mendengar gosip-gosip itu ("eh, itu sih bukan gosip lagi") tentang hubungan kami.
“Kalian pacaran, ya?” cecarnya lebih gencar. Kurasa mukaku jadi merah karenanya. Aku mengangguk pelan.
“Huh... disini panas, ya?” ujarnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya lalu blusnya juga dikibas-kibaskannya membuat bekas keringatnya menempel di kain lembut itu. Mungkin cuma dia aja yang kepanasan. Muka, leher, sebagian dada serta tangannya terlihat basah, padahal ruangan ini kan pakai AC. Aku aja hampir kedinginan.
Lalu ia berdiri sambil membawa sebuah buku yang dijadikannya kipas. Ia kini berada di belakangku. “Sudah berapa lama kalian pacaran?” Aku merasa mulai kesal karena ia mulai mengganggu privacy-ku. Aku paling tidak suka didesak masalah pribadi begini.
“Bu Karen... begini, ya... Saya masih ada urusan yang lebih penting dari pada interogasi in...???” Mulutku mungkin menganga karena pemandangan yang kulihat sewaktu aku mencoba mencarinya di belakangku.
Ibu Karen sedang berdiri di depan pintu yang telah dikuncinya. Buku yang dijadikannya kipas tergeletak di lantai. Kedua tangannya meremas dua payudaranya yang montok. Blus basahnya entah dimana. Segera kupalingkan wajahku kembali ke depan. Tanganku mencengkram pegangan kursi erat-erat.
Wah... Gila! Ada apa ini??? Kenapa aku bisa ada dalam situasi seperti ini? Apa salahku?
Sebentar kemudian, aku melihat tangan halus yang biasanya menuliskan pelajaran di papan tulis meremas bahuku lalu turun mengelus dadaku.
Nafasnya yang berat penuh nafsu menerpa tengkukku, membuatku merinding. Lalu satu-persatu kancing seragamku dibukanya. “Ibu melihat Carrie denganmu tadi di lab belakang,” desahnya di dekat telingaku.
Apa? Mati aku. Rupanya ada yang melihat dan orang itu bu Karen. Karena tanganku mencengkram erat pegangan kursi, bajuku hanya disisihkan ke samping setelah semua kancingnya lepas. Bu Karen menciumi leherku dan tangannya mengitari dada dan perutku.
Aku lupa atau bagaimana karena kursi yang kududuki itu bisa berputar. Aku langsung berhadapan dengan dada busung bu Karen. Putingnya berwarna coklat dengan aerola sedang. Dengan gemas bu Karen mendesakkan dadanya ke mukaku.
“Ayo, Satria... ayoo... oohh... Isap-isap Satria... Ibu tau kau pernah melakukan ini, kan? Ayoo... Isap... " Mukaku terus didesak dada-dada itu. Aku terus berusaha mengelakkannya.
Sementara itu, tangan bu Karen dengan cepat sudah mempreteli celana abu-abuku. Aku terlambat sehingga aku hanya berhasil menutupi celana dalamku yang tak dipungkiri sudah mulai menggembung.
Dengan kasar, tanganku ditepiskannya dan batang penisku melompat keluar. Tanpa ragu ia menggengamnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya. “Oooh... Bu... Kaaa-ren... " desahku kaget karena mulutnya yang hangat mengulum penisku. “Hmm... hmmm... hmmmm... Satria... Lihat ibu Karen... lihat mata ibu... Satria... " perintahnya karena aku menutup mataku dengan lengan kananku.
Mendengar perintahnya, mau tak mau aku harus melihat ibu Karen dengan ganas menghisap penisku. Wajahnya yang cantik dan biasanya tenang terlihat garang mengeluar-masukkan batangku di mulutnya.
“Seperti ini kan? Carrie meng-karaoke kau tadi...?” katanya diantara hisapannya. “Kontolmu besar sekali, Satria... Ibu jadi gila dibuatnya... hahhhhmmmm...” Mendengar ibu guru Karen bicara kotor membuatku kehilangan hormat padanya.
Pegangan tangan kulepas dan menarik badannya hingga kulumannya terlepas. Dengan sekali kibasan, meja kerjanya bersih dari benda-benda stationery-nya. Bu Karen kubaringkan di sana bengong akan keberanianku.
“Apa ini yang ibu mau?” yakinku.
“Ya... ya...” jawabnya pasti karena ia mulai mengerti. Rok mini ketatnya itu kunaikkan ke atas hingga aku menemukan celana dalam thong seksi merahnya. Segera benda itu kuloloskan lepas.
Gundukan daging tebal itu dihiasi rambut hitam tebal dan sedikit ikal. Kulebarkan paha ibu Karen dan kubenamkan mukaku di selangkangannya yang panas. Hidungku kugunakan sebagai penggali rimbunnya rambut pubik itu dan lidahku membuka bibirnya.
Pinggang guru yang lagi hot berat ini menjulang tinggi ketika muridnya ini bermain dengan klitorisnya. Tanganku menjangkau sekaligus menahan dadanya agar tidak bergerak liar. Agar ia tidak berteriak histeris, blazernya kusumpalkan ke mulutnya.
Jari telunjuk dan jari tengahku kumasukkan ke liang vaginanya yang sudah basah. Belum pernah aku sekasar ini dalam memperlakukan wanita tapi sepertinya bu Karen suka yang begini. Dengan cepat kedua jariku keluar masuk seperti penis kecil yang membuatnya menggelinjang keenakan.
Entah pikiran dari mana kekasaran ini datang, bu Karen kubalikkan membuat dadanya tergencet badannya. Kakinya ke bawah dan dilebarkan. Penisku yang masih tegang segera kuarahkan ke liangnya yang agak terbuka karena jariku tadi. Sleeeepppp... Meluncur kasar membuat bu Karen meringis. Seluruh batangku yang terbenam segera kutarik lagi lalu langsung kubenamkan kembali.
Bu Karen hanya mengeluarkan suara dengusan nafas berat ketika rahimnya kuhajar dengan penis panjangku. Tanganku menelusup kasar meremas dadanya membuatnya terbangun karena aku mau ia berdiri.
Dengan berdiri, vagina guru bahasa Inggris-ku ini kuhajar dengan keras dari belakang. Kepalanya terkulai lemas hingga aku menjatuhkannya kembali kemeja sambil terus memompakan batangku.
Bu Karen lemas sekali, entah sudah berapa kali ia orgasme tertahan karena tidak bisa teriak. Cairan vaginanya mengalir sampai ke lantai dari kedua kakinya.
Aku masih diliputi dengan kekasaran itu hingga aku menampar pantatnya kiri dan kanan. Plak! Plak! Dan tiap tamparan membuat liangnya mengatup erat seperti mencekik batang penisku. Enak sekali. Maka aku terus menampar pantatnya hingga bongkah yang biasanya menggoda seisi sekolah merah merona. Setiap tamparanku membuatku tambah nikmat, disamping bu Karen tidak mengeluh keberatan sama sekali.
Akhirnya sampai juga. Aku merasakan dorongan dari dalam diriku. Dengan dua kali hujaman keras, aku memuntahkan maniku ke liang guru bahasa Inggrisku ini.
Nafasku memburu dan perasaan kasar itu berangsur hilang. Ketika aku mencabut batangku dari liang bu Karen yang berlumuran maniku aku baru merasakan perasaan aneh. Bagaimana aku bisa melakukan ini pada guruku sendiri. Apalagi waktu kulihat bekas merah di kedua pantatnya. Melihat itu aku jadi takut sendiri. Setan mana yang membuatku melakukan kekerasan seperti itu. Aku merapikan rambutku yang entah bagaimana caranya jadi jigrak acak-acakan seperti ini.
Segera kupakai kembali pakaianku. Semoga aku selesai sebelum bu Karen sadar. Baru saja aku memakai celana dalamku, bu Karen sudah menggeliat bangun.
Air matanya masih berurai disana. Aku jadi merasa bersalah. “Satria... Terima kasih... Kau telah membuat ibu puas sekali hari ini, Belum pernah aku merasakan kenikmatan yang seperti itu sebelumnya. Ibu seperti menemukan diriku yang baru,” isaknya bahagia. Aneh sekali.
“Satria... Kita harus melakukan ini lagi... Sabtu depan,” katanya mengejutkanku.
“Apa??! Lagi?” aku mundur merapat ke dinding. Bukannya aku nggak sanggup tapi dengan bu Karen, guruku sendiri. Ini bisa jadi affair terbesar di sekolah. Apalagi hubungan guru dan murid itu dilarang.
“Heh, kita tak perlu melakukannya disini. Kita bisa cari tempat yang enak,” usulnya.
“Tapi... gimana dengan Carrie dan yang lainnya?” kataku.
“Yang lainnya...? Apa kau punya pacar selain Carrie, Satria?” tanyanya penuh selidik. Mati aku. Kelepasan ngomong.
“Ok-ok, bu Karen... Sabtu depan... ya... ya,” terpaksa aku mengiyakan ajakan penuh nafsu bu Karen.
“Satria mau pulang, kan? Biar ibu antar ya? Ayo pakai bajumu,” sementara ia juga memakai pakaiannya. Lalu setelah merapikan rambut dan make-up, kami keluar secara biasa. Aku mengikutinya dari belakang ke parkir kendaraan. Jalannya agak aneh, mungkin karena tamparanku pada pantatnya tadi. Tapi masih sempat-sempatnya ia menggoyang-goyangkan pantatnya itu seperti biasa menggoda seluruh mata yang melihat.
Sepanjang perjalanan di mobil aku diam saja. Ibu Karen berbicara banyak hal yang tidak terlalu kudengarkan. Ia juga sesekali melihat aku dengan senyum kemenangan karena menemukan kenikmatan barunya. Dari muridnya sendiri.
Didepan gerbang rumah Diva, mereka semua sudah menungguku. Sebuah mobil van diparkir di depan dan mereka berada di sekitarnya. Entah dari mana mereka mendapat kendaraan itu.
Sebelum aku turun, ibu Karen menyempatkan diri mencium bibirku. Mungkin maksudnya agar Carrie melihatnya. Mereka semua melotot demi melihat adegan itu.
Ketika mobil ibu Karen menjauh aku langsung dibawa masuk ke mobil van. Tasku dilempar begitu saja melewati pagar. Aku lalu didudukkan di dalam kendaraan itu.
Van itu lumayan besar buktinya semuanya bisa masuk kedalam. Kok ada sepuluh orang? Siapa satu orang itu? “Eh, siapa dia? Kenapa dia juga ikut?” Anak itu seperti anak blasteran. Apa dia adiknya Carrie?
“Nanti saja tentang dia. Jawab dulu ini. Ngapain bu Karen tadi itu? Kok pake cium-cium segala?” cecar Putri.
“Yeah, what’s she doing with my boy?” ("Ya, apa yang dilakukannya dengan cowokku?") Belum aku menjawab, sepertinya hidung Carrie telah menciumnya.
“What the bloody hell?! You’ve just fucked her, haven’t you?” ("Apa?! Kau baru aja ngentot dengannya, kan?") Aku terpaksa mengangguk pelan.
“She saw you sucking my cock at the old lab this morning and bam! She trapped me with her juicy cunt. What can I say? How do I resist a good looking cunt lied in front of my nose,” ("Dia melihatmu menyepong kontolku di lab lama pagi ini dan bam! Dia menjebakku dengan pepeknya. Apa yang bisa kulakukan? Bagaimana aku bisa menolak pepek lezat seperti itu tepat di depan hidungku?") jelasku putus asa bermaksud membela diri juga.
“Wait a minute, Carrie? We can use this to improve our grade, remember?” ("Tunggu dulu, Carrie? Kita bisa memanfaatkan ini untuk menaikkan nilai pelajaran kita, ingat?") potong Putri mendapat ide. “Apa yang kau dapat dari ngentot dengan bu Karen? Apa dia memberimu nilai bagus atau apa?”
Aku mengangguk. Dia memang menjanjikan itu saat ia ngoceh di mobil tadi.
“Bagus. Beres, kita semua akan mendapat nilai bagus dalam mata pelajarannya. Kita bisa memerasnya, eh bukan memeras terlalu kasar... kita meminta nilai bagus,” tandas Putri menyelesaikan masalah ini.
“Are you still jealous, Carrie... of Satria fucked Mrs. Karen. If you are... you’re sure jealous of us too,” ("Apa kau masih cemburu, Carrie karena Satria mengentoti bu Karen. Karena kalau benar, kau juga pasti cemburu pada kami") tanya Putri pada pacarku yang kelihatannya cemburu berat. “Think it over, girl?” ("Pikirkan lagi, sayang?")
Ia berpikir sambil memandangiku beberapa waktu dan Putri sabar menunggu jawabannya. Carrie akhirnya menggeleng,” As long as my honey happy and I got what I want... I won’t be jealous,” ("Selama sayangku senang dan aku mendapat yang kumau, aku tidak akan cemburu. ") dengan senyum lebar.
“Are you sure?” ("Apa kau yakin?") tanyaku. Carrie lalu bergayut manja dan duduk di pangkuanku, kesukaannya–sebagai jawaban pertanyaanku barusan.
Dewi yang memegang setir memberitahu kalau kami segera berangkat. Lalu van itu mulai bergerak meninggalkan rumah. Pandanganku kembali terpaku pada anak blaster itu. Ia terus memandangiku lalu tertunduk lalu memberanikan diri melihatku lagi.
Carrie lalu menyadari hal ini, “Hon... this is my little sister. Have I mentioned about her? Her name is Nicole. She’s come along coz I want you to pop her cherry for me. I want you to because I trust you,” ("Sayang... ini adikku. Aku sudah memberitahumu, belum? Namanya Nicole. Dia ikut karena aku mau kau memperawaninya. Aku mau kau yang melakukannya karena aku percaya padamu") jelas Carrie sambil menarik tangan adiknya mendekat.
Oo... ini adiknya yang ibunya orang Thailand itu. Cantik. Perpanduan kecantikan Eropa dan Asia yang menawan. Besar nanti pasti dia akan sesempurna kakaknya.
“Say... how’d you think, hon?” ("Jadi, apa pendapatmu?") tanya Carrie lagi.
“Isn’t she still too young to fuck? How old is she?” ("Bukankah ia terlalu muda untuk ngentot? Berapa umurnya?") tanyaku ragu.
“Right, she’s just turn 12 two weeks ago. But she’s as eager and fucking ready as your cousins here. And they only 14’s, right? What’s the flaw?” ("Benar, ia baru 12 tahun dua minggu lalu. Tapi ia sudah kepengen dan sesiap para sepupumu ini. Dan mereka juga baru 14 tahun, kan? Jadi apa masalahnya?") desak kakaknya lagi.
“But I gotta ensure her readiness. Does she speak Indonesian, hon?” ("Tapi aku harus memastikan kesediannya. Apa dia bisa bicara bahasa Indonesia?") Carrie mengangguk.
“Hai, Nicole... Kamu yakin mau melakukan ini sebab ini tidak ada paksaannya?” tanyaku. Nicole melihat kesemua orang, Diva, Athena, Venus, Aphrodite, Hellen, kakaknya Carrie dan kembali ke aku. Sedang Putri dan Dewi duduk di depan.
Mungkin karena terpengaruh melihat si kembar lima yang hanya dua tahun lebih tua darinya membuatnya lebih yakin dengan pilihannya.
“Yea.” jawabnya tegas membuat semua orang di dalam van puas. Tapi apa harus sekarang juga aku melakukannya, di van ini?
“Do I have to do it now, hon?” ("Apa aku harus melakukannya sekarang, sayang?") tanyaku pada kakaknya.
“ I dunno... Ask her?” ("Aku tidak tahu. Tanya dia saja?") jawab Carrie terserah adiknya. “
I’d better do it at the villa later. It’s supposed to be a special moment for her... Loosing the virginity for good at a decent place,” ("Aku sebaiknya melakukannya di villa nanti. Ini seharusnya merupakan momen spesial untuknya. Kehilangan kesucian untuk selamanya di tempat yang layak") usulku terasa lebih baik untuk Nicole. “Besides, I need to revive from earlier fuckin’ with Mrs. Karen back at school.” ("Lagipula, aku perlu beristirahat dari ngentot sebelumnya dengan bu Karen di sekolah tadi")
 
Terakhir diubah:

Diva


Athena


Venus


Aphrodite


Hellen


Carrie


Dewi


Nicole


Putri


Satria
Van yang kami tumpangi meluncur pasti keluar kota lewat tol lalu langsung menuju jalan tersingkat kesana. Perjalanan akan berlangsung sekitar dua jam lebih. Hampir semua di van ini tertidur kecuali Putri dan Dewi di depan.
Terakhir kali seingatku kami mengunjungi villa itu bersama-sama, waktu aku masih di bangku SD. Dari kaca jendela aku sudah dapat melihat garis pantai dan gugusan bukitnya. Burung-burung laut berterbangan di atas langit. Langit terlihat cerah dengan awan putih di cakrawala.
Dari jauh, aku bisa melihat villa yang kami tuju diantara hijaunya pohon-pohon bukit itu. Van berhenti tepat di depan villa yang masih tidak banyak berubah. Hanya ada penambahan alat-alat baru seperti lampu taman dan penyiram rumput otomatis.
Villa ini biasanya dirawat oleh seseorang yang menunggui dan merawat keseluruhan bangunan. Ia sudah dihubungi untuk segera pergi oleh Putri sebelum kami sampai di sana.
Aku membangunkan mereka semuanya yang tidur agar segera masuk ke dalam villa. Semua barang-barang juga kami bawa masuk. Setelah semuanya beres, barulah acaranya dimulai.
Mereka tanpa sungkan-sungkan lagi menukar pakaian mereka dengan bikini didepanku karena acara pertama siang ini adalah berenang di pantai. Hanya Nicole yang nampak terheran-heran melihat keberanian mereka.
Dengan riang mereka berlari menuruni jalan setapak menuju pantai. Aku mengikuti di belakang diikuti Carrie dan Nicole. Carrie sebenarnya juga sudah memakai bikininya tapi Nicole tidak. Ia hanya membawa tasnya. Setiba di pantai. Diva, Athena, Aphrodite dan Dewi sudah mencebur ke air laut sedang Venus, Hellen dan Putri masih membalurkan sun-lotion keseluruh tubuh mereka diatas handuk yang dibentang di pasir.
Aku memang tidak berniat berenang di pantai, jadi aku duduk saja di handuk itu. Carrie memintaku mengoleskan sun-lotion ke punggungnya. Nicole terus mengawasi pekerjaan tanganku.
“Nicole nggak ikut berenang?” tanyaku basa-basi. Ia diam saja menunduk.
“She’s still too shy, honey... She already wore those bikinis underneath but she’s too hesitate to show her butt especially you, Sat,” ("Dia masih terlalu malu, sayang. Dia sudah memakai bikininya di balik baju tapi ia masih ragu untuk menunjukkannya terutama padamu, Sat") jelas Carrie tentang adiknya.
Tidak ada yang salah pada Nicole. Badannya termasuk besar untuk ukuran anak SD kelas 6. Tingginya sama dengan Hellen. Hanya saja dadanya yang masih kecil membayang di balik bajunya. Mungkin masih sebesar bola tenis.
Setelah selesai kuolesi minyak itu ke punggung Carrie, ia bangkit dan menghampiri adiknya. “’C-mon, my baby sis. You’ve gotta undress now. I’ll help you. My darling Satria won’t be mind,” ("Ayo, dik. Kau harus ganti pakaian sekarang juga. Aku akan membantumu. Sayangku Satria tidak akan keberatan") ujar Carrie setengah memaksa.
Dengan berat hati, Nicole membiarkan kakaknya membuka bajunya juga celana jeans selututnya. Memang ia sudah memakai bikini itu menunjukkan kulitnya yang putih. Dadanya memang belum tumbuh sebesar si kembar lima apalagi kakaknya, tapi cukup lumayan untuk anak umur 12 tahun. Carrie sendiri yang mengolesi sun-lotion keseluruh tubuh adiknya. Nicole terus menunduk selama itu.
Setelah itu mereka meninggalkanku sendirian di pasir karena kini mereka juga sudah bermain di air laut. Aku jadinya hanya tiduran di handuk—terbuai angin pantai yang membuai tubuhku yang lumayan lelah setelah perjalanan jauh.
Aku hanya mendengar desir angin, suara camar dan canda sembilan cewek-cewek itu bermain di pantai. Selebihnya antara tidur dan sadar.
“Eh, Satria... Elo gak ikut mandi? Yuk...” Kudengar suara seseorang diantara lelapku.
“Hng... Apa...?” jawabku antara sadar dan nggak.
“Mandi... Ya, elo. Kalo mau tidur, di rumah aja, Sat,” rupanya Dewi yang membangunkanku.
Setelah aku duduk, “Aku nggak bawa baju ganti, nih. Nggak usah aja, ya. Aku nonton kalian aja,” karena baju yang kupakai sekarang ini aja masih seragam SMA-ku. Aku juga nggak sempat menyiapkan barang-barangku sendiri karena langsung ditarik mereka ke van. Disamping juga karena bu Karen.
Dewi tampaknya nggak puas dengan jawabanku. “Yah... nggak alasan itu. Pake celana itu aja. Bisa, kan?” lanjutnya.
“Ada apa, Wi?” Putri datang bersama Carrie. “Ini, nih si Satria. Masa mau mandi aja pake banyak alasan. Nggak bawa baju ganti, lah,” jelas Dewi pada Putri.
“Why don’t we just skinny dip...? Nobody else around here but us, right? And Satria won’t have to worry of having no dry clothes,” ("Kenapa kita gak berenang bugil aja? Gak ada orang lain selain kita di sini, kan? Dan Satria tidak perlu khawatir dengan pakaian basah") Carrie datang dengan ide gilanya.
“You mean, we should swim here bare naked. Wow, that’s the freshest idea I’ve ever heard today. ("Maksudmu, kita berenang telanjang bulata aja. Wow. itu ide terheboh yang kudengar hari ini") Eh... ayo..!” Diluar dugaan, Putri juga setuju dengan ide itu. Putri memang terkenal dengan ide-ide gila tapi ini lebih gila dari yang pernah dibayangkannya.
“Ayo, kita buka bikini kita, Wi... C’mon, Carrie... Let’s strip off and show Satria how’s our skin in sunlight.” ("Ayo, Carrie. Mari kita buka baju dan menunjukkan tubuh kita di bawah sinar matahari") Mereka bertiga lalu membuka semua bikini yang menempel di tubuh mereka seperti berlomba. Si kembar lima dan Nicole yang masih di pantai melihat heran pada kami.
“Eh, ngapain mereka. Kok jadi pada telanjang semua di sana. Jangan-jangan mereka mau main dengan mas Satria. Ayo kesana..” Diva memberi komando pada adik-adiknya. Segera mereka menghampiri kami. Nicole mengikuti mereka di belakang.
“Heh... ngapain, mbak? Kok pada begini semua?” tanya Diva begitu dekat bersama saudarinya yang lain.
“Ini nih... Kita orang mau nyuruh Satria ikut mandi di pantai tanpa baju. OK, kan?” jelas Putri. Ia tahu kalau Diva khawatir ia akan memulai main lagi tanpa mereka.
Mereka tampak mengerti dan suka dengan ide itu dan tanpa dikomando lagi langsung saja menanggalkan bikini yang mereka pakai, kecuali Nicole yang masih malu. Aku memang sudah biasa melihat tubuh bugil mereka tapi kali ini di bawah sinar matahari bisa kukatakan jauh lebih indah dari pada dengan sinar lampu kamar.
Pantai ini memang sepi. Tidak ada rumah penduduk atau nelayan di sekitar sini jadi memang tidak perlu takut kalau dilihat orang lain. Tapi apa aku berani melakukannya. Mereka semua mendesakku agar membuka baju dan ikut mandi dengan mereka telanjang di pantai.
Akhirnya dengan enggan aku melakukannya. Mereka berteriak-teriak kegirangan lalu menarikku ke pantai dan menyiramiku dengan air laut. Aku mengikuti saja permainan mereka.
Aku nggak tahu entah siapa yang mulai karena aku sudah merasakan nafsu birahi mereka kini datang lagi karena mereka mengelilingiku dan mulai menyentuh tubuhku. Penisku yang terutama mendapat perhatian utama karena disanalah yang paling banyak orangnya.
Carrie, Putri, Athena dan Venus sedang berebut mengocok penisku agar bangun dari istirahatnya. Sebentar saja ia sudah bereaksi dan mengeras. Di sebelah kiriku aku melihat Nicole berdiri saja memperhatikan kami dengan berbagai ekspresi. Apalagi waktu kakaknya, Carrie mengulum penisku dalam mulutnya.
Diantara ciuman Dewi, Diva, Aphrodite dan Hellen, aku melihat antusias Nicole dengan perlahan mendekat, ingin melihatnya lebih jelas. Berganti-ganti orang yang mengulum penisku yang tegang sempurna membuat total yang mengerubungiku sembilan orang termasuk Nicole yang sudah merapat.
Carrie akhirnya menyadari kehadiran adiknya di dekatnya dan dapat ide baru. Waktu itu Putri yang sedang menggelomoh rakus penisku. “Hi, guys... I think we need to pause a while and give my baby sister a chance, right? She’s needed so bad,” ("Teman-teman, Kupikir kita perlu berhenti sebentar dan memberi kesempatan pada adikku, ya?") kata Carrie yang membuat Putri berhenti.
“Ok... Satria will do it here,” ("OK. Satria akan melakukannya di sini saja") kata Putri menimpali.
“Apa?? di sini? Yang benar aja?” kataku kaget.
“Kenapa? Kami bantu, deh... Apa kau sudah lupa, ya... enaknya dapat perawan? Apalagi setelah itu... dia juga jadi milikmu,” jelas Putri. “Kakaknya dapat... adiknya juga dapat... Klop, kan?”
Lalu setelah itu aku melihat Carrie membujuk adiknya agar mau membuka bikininya juga dan memulai permainan ini. Nicole lalu dengan ragu membiarkan kakaknya mempreteli bikininya. “Satria, honey... Take a good look at my baby sister... Ain’t she great? What d’you think, honey?” ("Satria sayang. Liat adikku baik-baik. Bukankah dia hebat?") setelah semua pakaian Nicole terlepas.
Kulit Nicole yang putih tidak seperti kulit Carrie yang agak kemerahan. Mungkin karena ia campuran Eropa-Asia. Dadanya masih kecil dengan puting kecil berwarna coklat pucat. Perutnya rata dan gundukan vaginanya tanpa rambut. Pahanya yang panjang sebagian terendam di air asin.
Yang kupikirkan, bagaimana cara memulainya. Karena posisi yang mungkin disini hanyalah dengan berdiri. Nicole tidak mungkin kuperawani dengan berdiri. Pasti susah.
Sebagai jawaban pertanyaanku itu, beramai-ramai mereka memegangi Nicole dan mengangkat pinggulnya hingga memungkinkan untuk penis tegangku untuk mencoblos-nya. Mereka penuh ide dan pemikiran.
Aku tidak mau langsung memasukkannya. Aku lebih suka memberikannya servis mulut dulu rasanya. Vagina kecil Nicole kujilati dengan semangat 45. Rasanya lebih asin karena air laut. Labia Minora Nicole juga tidak disunat seperti Carrie, padahal dia, kan lahir di Thailand. Mmm... Bodo amat-lah
Kulebarkan bibir kemaluannya dan mencari lubang yang masih tertutup itu karena ia ternyata belum dapat menstruasi. Kugetarkan lidahku disana membuat Nicole bergelinjang kenikmatan. Saat itu aku melihat bukaan yang cukup berarti di liangnya dan mengeluarkan cairan yang seharusnya dikeluarkan wanita yang sedang birahi. Bagus sekali. Berarti dia sedang hot sekali.
Kucucup setiap tetes cairan itu membuatnya semakin bergerak tak keruan. Dada kecilnya juga sedang mendapat perlakuan isapan dan remasan dari kakaknya. “It’s the time, honey. Beat it now!” ("Sudah waktunya, sayang. Lakukan sekarang!") ujar Carrie.
Benar juga, aku melepas mulutku dan mengambil ancang-ancang, memposisikan kepala penisku di bukaan liangnya itu. Nicole menggigit bibir dan memejamkan matanya. Sedang yang lain bergantian menatap mataku dan pertemuan kelamin kami.
Perlahan-lahan, aku mendorong penisku maju-mundur. Dalam beberapa kali tekanan, kepalanya telah terbenam masuk. Nafas Nicole seperti tercekat dan ia ditenangkan kakaknya. Yang lain mengelus-elus kulitnya memberi rangsangan menyenangkan.
“Nicole... Ini dia... Bersiaplah...” dan dengan dorongan penuh, penisku masuk dan menembus lapisan hymennya. Nicole berteriak histeris dan menangis. Kasihan juga dia. Aku membiarkan batang penisku disana, mengganjal penuh liang sempitnya.
“Hush... honey... It’s okay... It’s just temporary... It’ll gone... Trust me... You’ll like it,” ("Hus, sayang. Tidak pa-pa. Itu hanya sementara. Akan hilang sakitnya. Percaya padaku. Kau akan menyukainya") hibur Carrie. "Satria, honey... Carry on... Pump it slow and gentle... Yeah, that way. How’s it? Good right?” ("Satria sayang. Teruskan. Pompa perlahan dan lembut saja. Ya, begitu. Bagaimana? Enak, kan?") Aku mulai memompa dengan perlahan. Untunglah Nicole sudah mengeluarkan cairan pelumas itu hingga tidak terasa begitu seret di dalam liang kecilnya.
Penisku tidak dapat masuk seluruhnya hanya kurang dari 3/4-nya saja. Tidak seperti pada yang lain yang sampai mentok ke rahim hingga membuat mereka ketagihan.
Saat aku memompakan penisku keluar-masuk dengan teratur, aku teringat sesuatu. Saat aku sedang main sama bu Karen di sekolah tadi, perasaan kasar yang tiba-tiba muncul itu. Bagaimana itu bisa muncul, membuatku seperti kesetanan dan hampir menyiksa bu Karen. Bagaimana kalau tiba-tiba itu muncul lagi waktu sedang main dengan mereka, ya?
“Nicole, kemari... Aku menarik tubuh langsingnya dari dukungan mereka dan memeluknya. Kakinya secara reflek langsung mengait di pinggangku. Kuteruskan memompakan penisku. Wow sekarang sudah terasa penuh. Seluruh batangku telah masuk seluruhnya dan menyentuh batas akhir liangnya.
Nicole mengeluh keenakan saat rahim mudanya tersentuh ujung penisku. Aku lalu menciumi bibirnya dan ia pasrah saja tak tau harus bagaimana. Aku berkuasa penuh dan mengontrol semuanya.
Mukanya habis kuciumi termasuk matanya, pipinya yang ranum, hidungnya yang mancung. Ng... Itu dia. “Hhhhaaaaaaahh... Oooohhhh... Vagina kecilnya mengapit pangkal penisku dengan erat dan mendesirkan cairan orgasmenya. Badannya bergetar dan aku harus mendekapnya lebih erat. Carrie juga menahan tubuhnya agar tidak jatuh ke air.
Kepalanya kusandarkan ke bahuku seperti sedang menggendong bayi yang tertidur. Ia jadi lemas sekali karena orgasme itu. Tapi yang pasti ia sangat puas dengan seks pertamanya denganku ini.
Carrie menerima tubuh lemas adiknya, tapi ia menjaga agar vaginanya tidak terkena air laut karena pasti terasa perih oleh luka robekan perawannya yang berdarah. Nicole dibopong ke hamparan handuk di pasir.
“Ok... Sekarang giliran siapa?” tantangku.
“Kita balik aja dulu ke villa, Sat. Nanti kulit kita terbakar lama-lama berjemur disini,” jawab Putri yang memang betul sekali. Kami lalu beriringan kembali naik melewati jalan setapak menuju villa. Masih dalam keadaan bugil. Gila, nggak?

*****************************************************************************

Mereka kini telah cantik-cantik lagi dengan pakaian dan make-up remaja yang telah dikenakan. Cuma aku aja yang nggak bisa ngapa-ngapain. Gimana? aku kan nggak bawa baju selain yang kupakai ini.
Paling pakaian si Hellen yang bisa kupinjam nanti kalau sudah kepepet. Sebab hanya ia yang lumayan punya banyak koleksi kaos oblong dan jeans. Walaupun kali ini ia seperti cewek-cewek lain dengan baju trendy dan seksi. Apa Hellen membawa pakaian sejenis itu, ya?
Setelah makan kami kembali keluar dari villa dan duduk-duduk di luar. Athena, Venus, Putri dan Carrie membawa Nicole berjalan-jalan di sekitar tempat ini.
“Put... Where’s this road lead to ends? Is there another villa here?” ("Put, jalan ini menuju kemana? Apa ada vila lain di sini?") tanya Carrie tentang kebenaran bahwa hanya kita yang berada di pantai ini saat ini.
“There’s another villa at the end of that cliff over there,” ("Ada vila lain di ujung tebing sebelah sana") Putri menunjuk bukit di ujung, “but it’s still our villa. It belong to my aunt. But, she’s not here. She’s living in the other town where Dewi used to be,” ("tapi itu masih vila kami. Kepunyaan tanteku. Tapi, ia tidak tinggal di sini. Ia tinggal di kota lain dimana Dewi biasanya berada") jelasnya lebih jauh tentang villa lain itu.
Dari pantai dimana mereka sekarang barulah bangunan itu kelihatan dengan jelas. Villa itu dibangun agak menjorok ke ujung bukit karang jadi kelihatan agak rawan longsor walalupun sebenarnya sangat kokoh. Tanteku ini memang agak nyentrik. Ia suka yang aneh-aneh.
“Eh, mbak... Lihat... aku dapat ini... " Venus menunjukkan sebuah kalung. Kalung itu terbuat dari gigi hiu. Ukurannya lumayan besar, seukuran jari kelingking dan teksturnya bergerigi tajam, diikat dengan tali kulit. Tanpa pikir panjang Venus langsung memakainya. “Bagus, kan?” katanya senang dengan temuannya.
“Yuk, kita cari lagi mungkin masih ada yang lain,” Athena jadi ingin mendapat sesuatu dari pantai ini. Ketika kembali mereka membawa banyak kerang dan batu yang menurut mereka bagus.
“Sst... Mas Satria... Sini... Mas... sini... " aku mendengar seseorang berbisik dari balik rimbunnya bunga lily.
“Siapa itu?” tanyaku sambil melihat kesana.
“Ini Diva... Sini... cepat... " aku menemukan dia sedang berjongkok bersembunyi di sana. Langsung ditariknya tanganku agar ikut dengannya berjongkok di sana lalu dengan mengendap-endap membawaku.
“Mau kemana nih, Div?” tanyaku ingin tahu kemana kami menuju. Diva hanya menempelkan jari telunjuknya di bibir sambil terus menarikku. Kami rupanya menuju air terjun di atas bukit yang alirannya lewat di depan villa. Air terjunnya lumayan tinggi, ada sekitar enam meter dengan airnya yang dingin menyegarkan.
“”Ngapain, Div?” tanyaku lagi padanya.
“Ah... Mas Satria... pake nanya segala... Mau ngapain lagi selain itu?” jawabnya yang segera kumengerti karena dengan perlahan ia menanggalkan pakaiannya.
“Baiklah... Tapi Diva jangan bising, ya? Kalau ketahuan mereka bisa berabe nanti urusannya. OK?” kataku padanya membantunya meletakkan pakaiannya di atas batu besar.
“Main di air yok, mas?” usulnya setelah pakaianku juga sudah lepas semua. “Di air? Boleh juga... Tapi dingin, nih. Tahan, kan?” jawabku karena airnya memang dingin sekali. Diva sepertinya tidak perduli dinginnya air. Ia langsung masuk dan berendam di dalamnya padahal dia itu sedang bugil total. Aku ikuti Diva ke dalam air. Brrr... dingin sekali!
Diva seperti sedang mencari-cari sesuatu di dalam air, diantara bebatuan. “Nyari apa, Div?” tanyaku setelah kuhampiri ia.
“Ini, nih. Tadi aku melihat ada yang berkilauan di dalam air. Mana, ya... Nah ini dia... Hm?” Diva memegang sebuah gelang yang terbuat dari logam berbentuk dua helai bulu mengapit sebuah batu kristal.
“Wah... kristalnya bagus... biru dan bening,” langsung saja dipakainya gelang itu di samping gelang yang biasa menghiasi tangannya. “Bagus, kan, mas?” Diva memamerkan gelang barunya sementara tangan kirinya telah melingkar di leherku dan dadanya menekanku.
“Bagus... cocok denganmu...” jawabku mencoba menyenangkannya.
Penisku sama sekali tidak mau bangun karena dinginnya air. Jadinya aku mengemut dadanya dan mengelus kulit Diva meremang karena dingin. Diva menggenggam penis kecilku dan mengocoknya di dalam air. Tanganku juga nggak mau diam. Langsung jari-jariku bermain di belahan vaginanya yang telah beberapa kali kumasuki. Terasa sangat dingin.
Jari tengahku mulai keluar-masuk liangnya membuatnya bergelinjang keenakan dan mulai hangat. Lidah kami lalu saling mengait di mulutku. “Mas Satria... ke tepi aja yo... Ini nih... Kontol mas Satria gak mau naik di sini. Kapan mainnya?” ajaknya ke tepi. Aku menurut saja. Aku kemudian duduk di batu yang bertebaran di pinggir sungai kecil ini. Diva lalu meneruskan pekerjaannya dengan mulutnya.
Dengan cermat, Diva mengulum penisku sampai ia mulai menggeliat bangun karena kehangatan mulutnya. Diva senang sekali melihatnya. Hingga saat batangku telah tegang penuh, Diva melepaskannya dari kulumannya dan mengarahkan batangku ke liangnya yang telah terbentang.
“Hmmm... Ahh... hhhhsssst... Yahh... Nikmat kan, mas?” desahnya ketika batang penisku sudah di liangnya. Dari pantat hingga pinggangnya terendam di air hingga kakinya ditopangkannya kepadaku. Divalah yang menggerakkan pinggulnya maju-mundur hingga penisku terkocok di liangnya.
“Gantian, dong, mas. Capek, nih, goyang terus,” pintanya berhenti menggoyang pinggulnya. “Ok-Ok... Gini... Yak... Hmm... ,” aku kini mengatur posisi kami. Diva sangat suka gaya begini karena aku tahu titik sensitifnya ada pada lubang anusnya.
Dengan tangan dan lututnya bertumpu pada dasar kolam aku memposisikan penisku di liang vaginanya lagi dan meluncur masuk. “Ahh... hhhhmmmmm... Enak, mas... Hmmm... " desahnya saat aku mulai memompa penisku keluar masuk. Pantatnya yang menjulang kini kuremas-remas lembut.
Aku jadi ingat waktu aku memukuli pantat ibu Karen hingga kemerahan lalu karena katupan vaginanya akibat pukulan itu aku jadi nembak.
Dengan jari kulebarkan belahan pantatnya dan secara gemas kuusap lubang anusnya hingga. “Ahh... ahhhhh...” Diva orgasme tanpa berhenti karena aku terus memompakan penisku juga mengusap lubang anusnya. Hingga total lima kali orgasme sampai Diva lemas. Aku menahan tubuhnya dan memeluknya.
“Hah... hah... Enak... enak sekali, mas... Enak...” dengusnya di pelukku. “Aku belum pernah dapat orgasme sebanyak itu... Nikmat sekali... Tapi mas Satria belum nembak, kan? Sejak main sama Nicole tadi. Nggak pa-pa, mas?” tanyanya penuh perhatian.
“Ah, nggak masalah. Diva kan tau, kalau aku nggak mudah nembak. Nanti juga bisa. Kan masih banyak yang lain yang akan kukentot,” jawabku.
“Diiiiiivvaaaaaaaa... Diivvvvaaaaaaaaaaa... kau dimana..?” Kami mendengar kalau Diva sedang dicari. Itu suara Putri. Ia sedang mencari di bawah sana. Mungkin berkeliling.
“Diva, kamu sedang dicari. Kalau kita ketahuan di sini bisa gawat.” Diva langsung saja menyambar pakaiannya lalu langsung memakainya.
“Mas... Diva turun duluan, ya?” lalu ia menghilang di balik rimbunan semak.
Sewaktu aku bangun hendak memakai pakaianku. “Halo, mas Satria... " seseorang muncul dari belakangku. “Mandi sendirian aja, mas?” Dia Venus, berdiri di pinggir kolam.
“Iya... mau ikut? Ayo... " ajakku mencoba menghilangkan kegugupanku. Dengan sigap ia lalu menanggalkan semua pakaiannya lalu mencoba dinginnya air dengan ujung jarinya.
“Iihh... dingin ya, mas” Venus bergidik kedinginan.
“Masuk dulu sini... Nanti pasti nggak dingin lagi,” ajakku. Ia lalu masuk perlahan dan mendekatiku.
“Brr... dingin... hihhh... Mas Satria nggak kedinginan?Ih..kok bisa sih...? Apalagi kontol mas Satria bisa tegang di tempat dingin seperti ini... " cetusnya. Kaget juga dia bisa melihat penisku yang berusaha kusembunyikan. “Hayoo... mas Satria mengkhayalkan siapa, hayoo... " godanya centil.
“Mengkhayalkan Venus, dong. Siapa lagi?” balasku .
“Hmm... Ya nggak usah dikhayalin lagi, deh. Venus, kan udah ada di sini,” Venus kini duduk di pangkuanku. “Tadi mas Satria ‘ngayalin apa, mas?” lanjutnya mengusap-usap dadaku.
“Banyaaaak... sekali. Eh ini kalung apa?” tanyaku tentang kalung yang dipakainya.
“Ini kalung gigi hiu. Tadi aku nemu di pantai. Bagus, kan?” Wah sudah dua orang yang menemukan barang bagus di tempat ini. Venus menemukan kalung gigi hiu ini. Diva menemukan gelang kristal biru.
“Mas... Aku mau main... Boleh, ya?” mintanya sambil menggoyang badannya hingga penisku semakin tegang.
“Aku nggak pernah bisa menolak permintaan seperti itu, Ven. Ayo.” Segera saja ujung penisku mengarah ke pintu vaginanya yang seret dan sleeeeeep.
“Ooohhhh... aahhh... HHhmmmmm,” desahnya keenakan. Kupegang pantatnya dan aku mulai menghunjami liangnya dengan penisku. Payudaranya yang terguncang-guncang kusambut dengan mulutku langsung kuemut. “Oh yeah... oh yeah... Enak sekali, mas. Enak... Oooooooohhhhhh... " desah Venus meracau.
Ketika aku masih memompakan penisku keluar-masuk liang Venus walaupun aku tau cara mengakhirinya, seseorang datang lagi.
“Hayo, ya! Kalian ini sembunyi-sembunyi ngentot di sini, ya!” kejut Athena tiba-tiba muncul dari samping. Aku spontan berhenti.
“Yah, Then... Lo ngagetin orang yang lagi enak aja. Nanti elo dapat bagian, deh. Iya, kan, mas?” Aku terpaksa mengiyakan saja.
“Boleh... Ok... Kalian teruskan saja. Aku tunggu,” Aku tersenyum melihat melihat kesabarannya Athena.
Aku merasa sudah saatnya selesai dengan Venus dan aku berencana membuatnya seperti pada Diva tadi. Jadi sambil memompakan penisku, tangan kanannya kuangkat keatas dan kuciumi ketiaknya.
“Aaaaaaaahhhhhhh... Aaaahhhhhh... " Tubuhnya bergetar hebat walaupun begitu aku tetap mengocokkan penisku dan menciumi ketiaknya. Lima kali juga ia orgasme membuat liangnya terasa luar biasa becek oleh cairannya.
“Wah, mas Satria... Kok bisa begitu? Aku nanti mau yang seperti itu juga, ya?” Athena terheran dengan orgasme berkali-kali Venus. Venus masih lemas ketika aku menggendongnya keluar dari air dan membuatnya berdiri.
Setelah itu Athena mengumpulkan pakaianku dan menarikku pergi dari tempat. Venus saja bengong ditinggal begitu saja masih berdiri di sana telanjang.
“Di sana itu nggak aman lagi. Aku tadi aja melihat kalian dari jendela kamar. Makanya aku mau ke tempat yang gak mungkin terlihat dari jauh.” Athena menarikku hingga masuk hutan. Dia sih enak masih pakai baju, aku kan sedang telanjang bulat begini.
Hingga pada suatu bagian hutan yang yang pohonnya agak jarang kami berhenti. Ia membuatku tersandar pada sebatang pohon besar lalu berjongkok di depanku. Tanpa ba-bi-bu lagi ia mengulum penisku dengan mulutnya. Pasti ia bisa merasakan sisa cairan orgasme Venus barusan.
Sambil begitu ia juga menanggalkan bajunya hingga tinggal CD-nya saja. Enak sekali kalau dihisap dan dijilati Athena di tempat seperti ini. Teduh dan sejuk. Angin terkadang meniup rambut panjang Athena.
Athena akhirnya berhenti dan menurunkan CD-nya dan mengarahkan penisku kesana. Tapi segera berhenti karena ia sepertinya ia melihat sesuatu yang menarik. Tangannya segera menjangkau ke arah pohon. Di samping kepalaku ada lubang pohon yang lumayan lebar.
“Wah... Beruntung sekali aku menemukan ini di sini.” Athena memegang sebentuk cincin dengan mata yang berbentuk seperti api berwarna merah. “Bagus, ya, mas?” begitu dipakainya di jari manis kanannya.
“Pas sekali,” setujuku. Aku mulai heran lagi, tiga orang. Hmm?
“Kalau begitu... bisa kita teruskan, ya?” Athena lalu kembali membimbing penisku kembali ke vaginanya. “HHmmmm... aahhh... " Untuk main berdiri begini aku terpaksa menekuk lututku dan mulai memompa keluar-masuk.
“Ooohh... Oo oh... aahh... Mas... hss..oohh..” desahnya membuat semakin semangat. Sekarang aku mengambil alih, Athena yang kini kusandarkan ke pohon. Sebelah kakinya kunaikkan dan tetap dengan lutut ditekuk aku mengeluar-masukkan penisku dengan cepat.
“Mas... mas... buat aku seperti Venus tadi... Mas,... mas..” pintanya yang segera kulakukan dengan menciumi mukanya lalu telinganya kukulum dan kuhisap tanpa lepas.
“Oooooohhhhhh... Ooohhhhhh... aaaahhhhhh... " bagus sekali seperti yang diharapkannya, Athena mendapat lima kali orgasme seperti Diva dan Venus tadi.
Kakinya tetap kupegang juga penisku masih bercokol di situ sementara Athena masih berusaha mengatur nafasnya. “Enak, kan, Then?” ia hanya mengangguk lemas nggak sanggup mengeluarkan kata-kata. Tiba-tiba... Swat...
Tanganku ditarik orang hingga penisku tercabut dari liang Athena dan ia terjatuh karena tadinya akulah yang membuatnya tetap bersandar di pohon.
Orang itu adalah Hellen. “Len... Len... Apa-apaan, nih? Aku nggak pake baju nih...” Aku berteriak-teriak agar ia berhenti menarikku seperti ini. Tenaganya kuat sekali aku jadi nggak mau melawan tarikannya. Hellen menarikku sambil berlari keluar dari hutan itu dan sampai di bagian lain pantai yang kami biasa bermain. Ia baru melepaskan tangannya di depan sebuah gua.
“Eh... Aku nggak tau kalo di sini ada gua..” komentarku tentang tempat itu.
“Tentu aja. Mas, kan, jarang kemari. Aku sering main kemari. Gua ini tempat favoritku,” lalu ia masuk ke dalam gua. Beberapa lama kemudian ia keluar lagi memandangi sesuatu di tangannya.
“Tebak apa yang kutemukan di sana?” katanya sambil tangannya disembunyikan ke belakang.
“Bagaimana mungkin aku tau?” jawabku.
“Ini!” sambil menunjukkan sebuah anting-anting terbuat dari baja. Dipermukaannya ada semacam ukiran kecil. Gambar tengkorak seperti bendera bajak laut.
Segera ia memakainya di telinga kanannya yang telah penuh dengan tindikan. Anting itu di sangkutkannya pada anting yang telah ada. “Bagus, gak, mas Satria?” tanyanya menunjukkan telinganya padaku. Aku mengangguk saja.
“Anting ini kutemukan di dalam perut kerangka di dalam gua itu,” tunjuknya pada gua favoritnya.
“Kerangka? Kerangka apa?” heranku lalu melangkah ke sana.
Segera ia menghalangiku, “Jangan dilihat, mas. Nanti selera ‘ngentot mas Satria bisa hilang melihatnya.”
Aku jadi semakin penasaran. “Jangan mas... Nanti aja, ya, abis main dulu. Itu kerangka manusia tapi lebih besar dari yang biasanya. Mungkin terbawa ombak terdampar di dalam gua waktu pasang naik. Gitu. Udah, deh. Bukan hal yang luar biasa,” jelasnya berteori. Tapi kalau kerangka manusia pasti hal serius. Walaupun begitu aku nggak mau berdebat dengan Hellen lagi.
“Sekarang aku mau mas Satria mengentoti aku di pantai ini,” ujarnya sambil membuka seluruh pakaiannya.
“Baiklah, Len... Kita ke karang itu aja,” tunjukku pada karang keras di kanan kami.
Hellen lalu bersandar ke karang dan mengangkangkan kakinya lebar-lebar. Penisku yang agak mengendur kembali tegang melihat vagina Hellen yang terbentang lebar. Hmm... Hellen agak sulit dapat orgasme kalau aku nggak ikut nembak. Biar sajalah.
Kudorongkan penisku ke vaginanya dan menerobos masuk. “Hhmmmmm... Yah...” Hellen mengangkat pantatnya dan memutarnya searah jarum jam sementara aku mengocoknya keluar masuk. Hellen memang lebih kuat dari yang lain dan aku dasarnya tak tahu titik sensitifnya. Yang kutahu aku harus nembak untuk membuatnya orgasme. Setelah hampir lima belas menit, tubuh Hellen kuangkat dan kuletakkan di pasir pantai.
Dari belakang kini kusodok vaginanya membuatnya kembali mendesah keenakan. Dengan jariku aku mengusap-usap klitorisnya yang mencuat keluar dari bibir vaginanya. Karenanya Hellen mendengus dan mendesah lebih keras. Itu dia...
Kalau aku melakukannya lebih kuat, aku bisa membuatnya orgasme. Aku tidak lagi mengusap melainkan menggosok daging kecil bengkak itu dengan keras dan cepat. Membuatnya menjerit penuh ekspresi. Sakit dan nikmat mungkin.
Lalu ketika aku menjepitnya dengan kedua jariku atau lebih tepatnya lagi mencubitnya, masih menungging begitu, Hellen orgasme. “Ooooohhhhhh... Aahhhh...” aku bisa merasakan decit semburan cairan itu membasahkan liang dan batangku, lalu lagi dan lagi sampai lima kali. Setelah itu ia ambruk ke pasir membuat batangku terlepas meninggalkan sebentuk tali cairan yang menghubungkan penisku dan liang vaginanya.
Hellen yang kuat, akhirnya kutemukan juga cara menaklukkannya. Wah aku harus mengambil bajuku kembali di dalam hutan. Kalau pulang begini pasti Carrie bisa cemburu lagi. Tapi kemana arahnya. Aku tidak mengingat arah Hellen membawaku tadi.
“Kenapa? Mas Satria nggak tau jalan pulang, ya?” aku mendengar suara dari atas karang. Karena ia berada tepat di depan matahari, aku silau melihat cahayanya. Tapi kalau tidak salah itu Aphrodite.
Ia kemudian melompat turun. “Nggak. Aku mau mencari bajuku. Ketinggalan di hutan,” jelasku.
“O... di tempat waktu mas main sama Athena tadi, kan?” Glek. Dia tahu juga. “Aku tau tempatnya. Ayo, aku antarin ke sana,” katanya sambil mulai berjalan menuju ke pepohonan.
Aku mengikutinya. Kesal juga karena sesekali ia menghilang lalu muncul lagi sepertinya tempat ini tempat bermainnya saja. Ia seperti tahu setiap inchi tempat ini hingga di kejauhan aku melihat ia melambaikan celana seragam abu-abuku.
Ketika aku sampai di sana ia sudah di depanku lagi melambaikan seragam putihku. Ia memintaku mengikutinya kurasa. Ia melambaikan celana dalamku terakhir kali sampai aku tiba di puncak bukit.
Dari sana aku bisa melihat semuanya. Villa, pantai, air terjun, villa tanteku di ujung. Semuanya. “Bagaiman pemandangan disini? Bagus, kan?” Aphrodite menghampiriku dari belakang. Ia tidak memakai baju lagi. “Dari sini kita bisa melihat semuanya. Gua favoritnya Hellen tadi di sebelah sana,” tunjuknya pada karang tempatnya berdiri tadi.
“Seluruh tempat ini sudah kujelajahi. Lihat... disebelah sana adalah tempat burung camar bersarang,” katanya sambil mengambil sebuah batu dan melemparnya, membuat burung-burung malang itu berterbangan kaget. Kawanan itu melewati kami. Aku mengawasi mereka menjauh lalu kembali ke sarangnya.
“Udah, Dit... Jangan dilempar lagi. Kasihan,” cegahku saat melihat ia akan memungut batu lagi.
“Nggak... aku nggak mau melempar lagi. Tapi tadi burung-burung itu menjatuhkan ini,” katanya menunjukkan sebuah gelang lengan dari logam. Ukuran gelang lengan lebih besar dari gelang biasa dan gelang ini berputar dua kali dan diujung-ujungnya ada semacam bandul bulat yang berujung runcing.
“Gimana, ya cara memakainya?” katanya bingung saat ia mencoba di pergelangan tangan yang tentunya kebesaran.
“Di pakai disini, Dit,” aku membantunya memakai gelang itu pada bagian lengannya.
“Oh, disini make-nya,” katanya senang lalu memelukku erat.
“Adit,... kau tau kalo yang lain juga mendapat benda-benda seperti ini?” kataku padanya yang membuat Aphrodite melonggarkan dekapannya.
“Siapa?” tanyanya lebih jelas.
“Hmm... Diva dapat gelang dengan kristal biru, Athena dapat cincin merah... Venus... dapat kalung gigi hiu, Hellen tadi dapat anting tengkorak,” ceritaku.
“Dan aku dapat gelang lengan ini, kan? Mungkin yang lain juga sudah dapat. Mas Satria sudah dapat?” Aku menggeleng.
Aphrodite melirik ke bawah dimana batang penisku sedang berada diantara kakinya, tepat di bawah vaginanya. “Mas, Adit mau main... Boleh, gak?” mintanya. Aku tersenyum aja melihatnya,
“Tentu saja boleh, Dit. Boleh,” jawabku mencium pipinya.
Aphrodite lalu membuatku berbaring di permukaan batu gamping luas yang membentuk bukit ini. Aphrodite sendiri yang mengarahkan penisku ke liangnya yang telah terbuka karena ia jongkok mengangkangiku. Saat kurasa hangatnya daging kenyal liang menyentuh kepala penisku. Kuangkat pantatku hingga masuk dalam liangnya.
“HHmmmm... Aaahhh...” desahnya saat aku memompakan penisku dengan cara berbaring begini. Ia juga ikut menaik turunkan badannya hingga ujung penisku sering menyentuh dasar rahimnya.
Kembali tanganku nggak mau nganggur. Segera kuremasi kedua dadanya yang terguncang. Lalu pinggangnya kutekan ke bawah apalagi waktu penisku menghujam dalam.
“Mas... Buat aku seperti mereka tadi, masss... " desahnya. Seperti mereka? Apa Aphrodite juga melihat waktu aku main dengan Diva, Athena dan Venus tadi? Ah, masa bodolah.
Tanganku lalu beralih ke perutnya, tepatnya di bagian pusar hingga memulai ledakan orgasme Aphrodite. Dengan jari tengahku, aku mengaduk pusarnya dan tetap kuputar-putar jariku di sana sampai lima orgasme Aphrodite reda. “AAAHHhhhhhhhhhh... Hahh... hah... Nikmat sekali, mas” desahnya kelelahan lalu seenaknya dia juga berbaring di tanah.
Aku masih melihatnya di tanah ketika selesai kubersihkan punggungku dan berpakaian. Aku kembali bingung bagaimana caranya kembali ke villa. Aku berdiri tepat di tepi bukit dan menandai beberapa pohon sebagai patokanku. Lalu kuberanikan diri turun mengikuti pohon-pohon itu.
Aah... Akhirnya... Setelah beberapa kali hampir nyasar, aku melihat villa itu. Sewaktu akan memasuki pagar tanaman villa, aku mendengar suara Carrie.
“Hi, honey... Where’ve you been? I”ve been looking all over for you. Mpph... I miss you, honey,” ("Hai, sayang. Kamu dari mana aja? Aku sudah cari kamu kemana-mana. Aku kangen kamu, sayang") katanya memelukku dari belakang.
“Oh, Carrie. I’ve been wandering around the forest and get lost.” ("Oh, Carrie. Aku tadinya jalan keliling hutan dan malah nyarar") Jelasku padanya.
“O, my... But... you don’t tell me what’s happening before you get lost?” ("Astaga. Tapi kau tidak memberitahuku apa yang terjadi sebelum kau nyasar") tanya Carrie lagi.
“Umm... What y’mean?” ("Um, apa maksudmu?") elakku.
“Don’t lie to me. I know everything you did this afternoon. Got that, hon?” ("Jangan bohong padaku. Aku tau semua yang kau lakukan sore ini. Paham, sayang?") jelasnya walaupun begitu ia tetap tersenyum.
“’C-mon, follow me,” ("Ayo, ikuti aku") Carrie menarik tanganku masuk ke villa dan ke kamar di lantai atas. Kami melewati Putri dan Dewi yang sedang ngobrol di ruang depan. Mereka hanya tertawa tertahan melihat kami.
Sesampai di kamar, Carrie langsung mengunci pintu lalu membuka bajunya. “I know you haven’t cum yet after those five fucks in a row. So... I make sure you’ll have it wonderfully, honey,” ("Aku tau kau belum ngecrot setelah lima kentotan berturut-turut tadi. Jadi, aku akan memberikannya padamu seenak-enaknya, sayang") ujar Carrie sambil duduk di pangkuanku yang duduk di tepi ranjang.
Aku hanya membiarkan Carrie membuka pakaianku dan melemparkannya ke tumpukan pakaiannya. “I’m gonna suck you off to wake this little guy up,” ("Aku akan menyepongmu untuk membangunkan si kecil ini") katanya dan mulai melakukan maksudnya.
“Man... you’re good, girl... " ("Enak sekali") pujiku atas hisapannya yang nikmat. Penisku yang tadinya kecil, sekarang perlahan-lahan membesar ke ukuran maksimalnya. Lidahnya bermain-main di batang penisku. Bagian kepala penisku disedot-sedotnya kuat lalu ujung lidahnya mengutik-utik lubang kencingku.
“All right, honey. Let’s boogey...” ("Baiklah, sayang. Ayo kita lakukan") katanya melepas emutannya dan naik lagi ke pangkuanku. Dengan sebelah tangannya, Carrie mengarahkan penisku ke liangnya yang telah basah. Dadanya rapat ke dadaku.
“Yeahh, baby... HHhhssssstt... Nice... Uuuhhhh... Baby... I feel great,” ("Yea, sayang. Enak... Sayang... Rasanya enak sekali") desah Carrie sambil menggoyang-goyang tubuhnya seirama dengan kocokanku. “Honey, baby... Make me cum first... C-mon... honey. You know how... Hssstt... you know the spot,” ("Sayang. Buat aku dapat duluan. Ayo, sayang. Kau tau caranya. Kau tau titiknya") mintanya yang segera kuturuti karena ini bakalan lama sampai ia memutuskan untuk membuatku nembak.
“Ooaaaohhhh... Aahhhh... " teriaknya saat aku menjilati belahan dadanya yang sensitif. Dasar Carrie, ia malah makin segar dan semangat menggoyang badannya. “I love you, honey... Keep it up... yeahh... " ("Aku cinta padamu, sayang. Teruskan, ya")
Sekarang ia berputar hingga menghadap ke depan. Gerakanku dan dia tetap saja tapi kini dadanya di genggamanku. Kalau begini, nampaknya cewekku ini bakalan menggantungku lebih lama lagi.
Lalu ia menukar gayanya dengan meletakkan tangannya ke lantai dan kedua kakinya di kasur. “C-mon, baby. Improvise!” ("Ayo, sayang. Improvisasi!") ditantang begitu membuatku berpikir.
Kuangkat kedua kakinya kuangkat dari kasur dan dengan menyamping tanpa melepas penisku kuhajar lagi liangnya dengan cepat. “Yeah baby... Oooohh... ssstt... You’re fuckin’ great... I love you... Oo..fuck... yes... yes... " ("Ya, sayang. Kau hebat sekali. Aku cinta padamu. Ya, ya")
Lalu karena disuruh improvisasi, Carrie kuangkat dari posisi buatannya itu lalu kurapatkan ke jerjak jendela dan kuhajar terus di situ dengan posisi berdiri.
Walaupun sudah berapa kali ganti posisi, sepertinya Carrie belum lelah malah semakin menjadi-jadi. Tubuhku dan tubuhnya telah bermandi peluh. Carrie sudah orgasme beberapa kali hingga ia harus mengelap cairan vaginanya sendiri sebelum memasukkan penisku lagi ke sana.
Sesekali aku mendengar tawa Carrie di antara desahan nikmatnya. Dan ketika ia mendapat orgasme kali ini, Carrie berbalik padaku menggigit leherku.
Itu memicu sebuah ledakan di selangkanganku yang sudah panas dari tadi menunggu saat ini. Dengan sebuah sodokan keras aku memuntahkan maniku yang kedua untuk hari ini. Semburan-semburan keras itu banyak sekali sampai keluar dari sela-sela bibir vaginanya.
“Hmm... Isn’t it great, honey? You and me. Just alone in this very own room. Having a great sex together before...” ("Hm. Tidakkah ini hebat, sayang. Kamu dan aku. Hanya berdua saja di kamar ini sendiri. Ngeseks gila-gilaan bersama sebelum... ") Carrie menghentikan ucapannya.
“Before... what?” ("Sebelum... apa?") membuatku penasaran.
“Well... D’you know what they’re up to plan tonight?” ("Baiklah. Apa kau tau apa rencana mereka malam ini?") jawabnya.
“Yeah... I do know,” ("Ya, aku tau") jawabku membuat teka-tekinya basi.
“What? You already knew? What’s the plan?” ("Apa? Kau sudah tau? Apa rencananya?") tantangnya lagi.
“You guys wanna fuck me till I drop, right?” ("Kalian mau mengentotiku sampai habis-habisan, kan?") jawabanku yang membuatnya tersenyum.
“He... he... You caught me... But the best part of it is... I’ll fuck you too. Isn’t great? ("He... he... Ketauan, ya? Tapi bagian terhebatnya adalah... Aku juga akan mengentotimu. Hebat, kan?")
“Yeah, fuckin’ great... " ("Ya, hebat sekali") ejekku yang membuat Carrie mencubit dadaku. “Aw... It’s hurt..aw... aw... " ("Aw. Atit... ")
Malam itu memang seperti yang mereka rencanakan. Semuanya kugilir termasuk Nicole yang mulai berani sedikit heran dengan pesta seks malam itu. Sembilan orang kulayani.
Kali ini dalam satu giliran aku belum nembak karena Hellen sudah ketahuan rahasia sensitifnya, sedang Carrie tidak mau menggigit leherku.
Saat-saat kemenanganku cuma berlangsung sebentar gara-gara Carrie. Ia menjanjikan kalau tiap cewek di tempat ini akan merasakan semburan maniku di liang vagina mereka.
Gila, nggak. Sembilan kali... Mati aku. Ide Carrie yang satu ini memang sangat gila. Mereka semua senang sekali mendengar itu. Tetapi aku bisa mati lemas karenanya. Walaupun bagaimana perkasanya aku dengan mereka tapi kalau Carrie sudah menggigit leherku, sudah, deh.
Waktu bagian Putri dan Dewi aku masih fit, juga waktu bagian Diva dan Athena. Tapi di giliran Venus dan Aphrodite aku mulai lemas.
Yang aku nggak habis pikir kenapa juga penisku ini masih mau juga tetap tegang walaupun sudah beberapa kali nembak. Tidak berkurang lemas sedikitpun. Padahal sudah terasa ngilu.
Pada waktu giliran Hellen, kepalaku mulai pusing. Dan pada Nicole yang kuingat hanya waktu penisku yang bandel itu berkontraksi menyemburkan sperma. Lalu terakhir kali yang kuingat nafas Carrie di leherku ketika ia menggigit daging leherku menyebabkan sperma terakhirku untuk malam itu lalu aku tak ingat apa-apa lagi.
 
Terakhir diubah:
Diperes terus sampe tetes terakhir....
 
Chapter 5 : Bound

Pagi-pagi sekali aku terbangun di kamar. Aku sendirian saja. Saat ini aku diselimuti dan memakai piyama. Punya siapa ini, ya? Yang pertama kuperiksa adalah penis sialan ini. Sanggup-sanggupnya dia nembak sembilan kali pada sembilan cewek sekaligus berurutan tadi malam.
Tubuhku masih terasa penat tapi aku nggak bisa tidur lagi. Apa mereka masih tidur, ya? Udara masih terasa dingin ketika aku menginjak lantai. Brr...
Pintu kamar-kamar itu nggak di kunci sehingga saat aku melihat siapa saja di dalam, aku melihat Putri, Dewi, Carrie dan Nicole tidur berhimpitan, berpelukan di ranjang yang rasanya kurang besar itu. Kamar berikutnya isinya si kembar lima yang tak kurang berantakan tidurnya.
Kucari sendal jepit di villa ini dan setelah kutemukan aku melangkah keluar. Kuikuti jalan satu-satunya menuju ke kedua villa di sini. Setelah lumayan jauh, baru perutku terasa lapar.
Wah... Kenapa baru sekarang terasa laparnya, nggak dari tadi waktu bangun. Kan aku bisa makan dulu. Mana sudah jauh lagi. Lagian kalau terus juga nggak bakalan nemu warung. Terpaksa balik lagi, deh ke villa.
Hanya seperempat perjalanan balik, aku mendengar suara kendaraan bermotor. Siapa yang mau lewat jalan ini? Mobil sport itu berwarna merah dengan kap terbuka melaju dengan kecepatan rendah hingga akhirnya melewatiku. Pengemudinya seorang wanita memakai kaca mata hitam.
Aduh... bodoh sekali aku. Kenapa nggak minta numpang. Lewat, deh. Eh tunggu dulu... Dia berhenti.
Mobil itu berhenti beberapa meter dari tempatku berdiri. Lalu mundur hingga aku bisa melihat pengemudinya.
“Kamu mau kemana?” tanyanya agak sombong.
“Itu mbak, mau kesana. Ke villa disana?” jawabku berusaha sopan.
“Hm..Kamu siapanya Elisa?” tanyanya lagi.
“Oh... itu tante saya, mbak. Saya keponakannya,” jawabku lagi seramah mungkin.
“Hm... begitu. Kenalin saya Vita. Saya mau ke villanya Elisa. Katanya aku bisa memakai villa itu sesukaku selama ia di Paris,” katanya sambil mengulurkan tangannya.
Kusambut dengan jabat erat, “Satria.”
“Mau kuantar...?” akhirnya ia menawarkan itu.
“Makasih,” jawabku langsung membuka pintu mobil dan duduk di bangku samping. Mobilnya terus berjalan perlahan dan sepanjang perjalanan ia diam saja. Hingga ketika villa sudah kelihatan di ujung baru dia bicara lagi.
“Kamu sudah sarapan?” tawarnya lagi.
“Belum,” jawabku cepat karena perutku rasanya sudah melilit minta diisi.
“Apa disana ada makanan?” tanyanya lebih lanjut.
“Kenapa?” tanyaku heran. Apa maksudnya?
“Nggak, cuma apa kau menemaniku sarapan di villa Elisa?” jawabnya tanpa melepaskan pandangannya dari jalan.
Benar juga. Lebih baik aku ikut makan dengannya dari pada kembali ke villa. Belum tentu ada makanan yang siap. Lalu setelah itu aku akan “dihajar” lagi oleh cewek-cewek maniak itu. Apa lagi Carrie.
“Boleh... Kebetulan saya sudah lapar sekali,” setujuku. Ia hanya tersenyum kecil dan terus mengemudi.
Segera kami melewati villa dan kelihatannya mereka belum bangun karena tanda-tanda keberadaan cewek-cewek berisik itu tak ada. Lalu sebentar saja mobil sudah memasuki pagar villa milik tante Elisa.
Ia bahkan tak mengajakku masuk. Biar saja, yang penting bisa makan makanan yang benaran. Ia hanya menunjuk meja makan agar aku duduk di sana. Aku melihatnya menyiapkan makanan di dapur di seberang yang hanya di batasi penyekat kaca grafir.
Beberapa saat kemudian ia membawa piring penuh sandwich dan segelas jus jeruk. Ia memberikan kode agar aku memakannya. Ia kembali ke dapur lalu balik lagi dengan secangkir kopi. Waktu ia kembali, aku sudah menghabiskan sandwich kedua. Ia hanya tersenyum kecil dan memberiku kode untuk terus makan.
Ia sama sekali tidak menyentuh sandwich itu hanya kopi. Aku hampir tercekik karena makan terlalu cepat dengan cepat aku sambar jus jeruk dan meneguknya sampai habis. Ia lalu mengambilkan jus jeruk baru. Lalu meneruskan minum kopi sambil terus menontonku makan.
Akhirnya semua sandwich di piring habis kumakan. “Maaf... semuanya kuhabiskan,” ia menggeleng sambil mengayunkan tangannya tanda ia tidak keberatan.
Dengan kaca mata hitamnya, entah apa dari aku yang dilihatinya. Entahlah. Yang penting perutku nggak melilit lagi. Walaupun itu seharusnya sarapan tapi rasanya aku kenyang dengan dua kali makan siang. Aku kini berusaha menyesuaikan diriku dan tiba-tiba...
Blep... ("mati lampu") Gelap...

*****************************************************************************

Wuhh... Nyenyak sekali tidurku. Ng??
Dimana ini? Siapa yang mengikat kedua tanganku. Bajukupun entah dimana. Kakiku juga terikat.
Aku berada di ruang yang berukuran 5 x 5 meter. Berwarna putih keseluruhannya. Di depanku ada sebuah meja, diatasnya ada segulung besar tali dan kursi kecil. Sedang aku diikat di semacam platform dari kayu yang ditempatkan hampir rapat ke dinding. Tali yang mengikat tangan dan kakiku dari kulit berwarna hitam. Kuat sekali menyatu dengan platform itu.
Aku masih bingung dengan keadaanku saat ini hingga aku tidak bisa berpikir. Lalu aku teringat urutan kejadiannya. Pagi tadi aku bangun pagi, lalu jalan keluar sendirian. Karena lapar aku balik lagi hingga bertemu wanita ini... Siapa namanya?... Vita! Ya, Vita. Pasti dia yang menyebabkan aku jadi begini.
Dimana dia sekarang? Dimana perempuan itu? “Vita!... Vita!


Sementara di villa :
“Hei, kalian liat Satria, nggak? Gak ada dia di kamarnya,” tanya Putri pada si kembar lima yang baru mencuci muka.
“Nggak tau, mbak. Aku aja baru bangun,” jawab Diva sambil mengeringkan mukanya dengan handuk.
“Mungkin dia jalan-jalan di luar, mbak,” ujar Hellen menghentikan sikat giginya sebentar.
“Hm... Benar juga. Aku liat keluar dulu. Kalo ketemu dia, suruh nunggu di meja makan. Dia pasti lapar,” pesannya pada sepupu-sepupunya.
“Eh, Then... Aku tadi malam mimpi aneh, deh,” kata Diva pada Athena yang sedang menyikat rambutnya. “Aku mimpi bertemu dengan monster ini. Ia seperti memakai topeng burung, lehernya penuh bulu burung. Trus badannya, tangan, kakinya penuh dengan tato. Jari tangannya besar-besar dengan kuku. Tapi yang paling aneh, kakinya seperti kaki binatang.”
“Tau, nggak? Yang paling menakutkan dari mimpi itu... Aku sama sekali gak takut ama monster itu. Lalu ketika ia mengeluarkan kontolnya... Wiiih... gede banget. Trus kami ngentot... Lah karena itu aku jadi basah, gini...” cerita Diva pada Athena yang terus menyikat rambutnya.
“Mimpimu oke juga. Tapi mimpiku juga nggak kalah seru. Aku juga ketemu monster ini. Rambutnya dari api. Memang seharusnya aku takut dengan mahluk seperti itu. Tapi anehnya, seperti kamu tadi, aku nggak takut. Dia juga mengeluarkan kontolnya... panjang banget, besar juga. Tapi bentuknya agak serem. Agak bergerigi diujungnya. Tapi... nggak tau, ya... Enak aja... makanya aku juga basah tadi.”
Lalu Venus datang. Dia nampaknya baru bangun. Tangan kanannya mengucek mata dan tangan kirinya memegangi selangkangannya. Tapi karena Aphrodite sedang di dalam kamar mandi ia menggerutu.
“Kenapa, Ven? Lo basah juga, ya?” tanya Diva pada Venus yang masih uring-uringan.
“Iya, nih... Lengket semua... " Venus kemudian bersandar ke dinding.
“Mimpiku aneh sekali... " lanjutnya. “Ada monster yang ngentot denganku. Kontolnya besar dan panjang. Anehnya aku suka sekali, padahal kontolnya itu serem. Ujungnya seperti payung yang sedang kembang dengan pinggirnya yang bergerigi. Sudah kubilang belon kalau monsternya kaya ikan hiu... "
“Aku juga mimpi yang seperti itu,” Hellen yang baru selesai gosok gigi lalu ikut nimbrung di sana dengan saudara-saudaranya. “Gila... Kontolnya dari besi. Badannya gede, tinggi. Penuh jahitan. Kakinya besi. Tangannya yang kiri tangan robot.” Jelasnya penuh semangat.
“Eh, bukannya begitu gambaran fantasi anak-anakmu,” goda Athena pada Hellen. Yang digoda malah mencibir. Pintu kamar mandi terbuka. Venus sudah siap-siap menghambur tapi karena Aphrodite masih duduk di toilet ia urung dan menghentikan niatnya.
“Ini pasti karena benda-benda yang kita temukan kemarin,” katanya sambil menunjukkan gelang lengannya. “Cuma kita berlima yang menemukan benda-benda ini dan cuma kita yang mendapat mimpi aneh ini,” lanjutnya.
“Mimpimu bagaimana, Dit?” tanya Hellen kepingin tahu.
“Monster itu seperti manusia serigala. Badannya penuh bekas cakaran. Tangannya penuh bulu dan kukunya panjang. Kakinya melengkung seperti kaki anjing dan kontolnya besar dan merah,” cerita Aphrodite hampir sama dengan yang lain.
“Tapi kau suka ngentot dengannya, kan?” tanya Hellen lagi. Aphrodite hanya nyengir menjawabnya. “Benar juga yang dibilang Adit. Ini pasti ada hubungannya dengan benda-benda yang kita temukan kemarin. Tadi mbak Putri juga nggak ada menyinggung soal mimpi aneh.”
Pintu kamar terbuka, ”Did you guys see my knight?” ("Apa kalian melihat ksatriaku ("Satria")?") tanya Carrie masih dengan mata sayu karena kantuk.
“We don’t know. Mbak Putri is looking for him outside,” ("Kami gak tau. Mbak Putri sedang mencarinya di luar") jawab Diva dan ia langsung keluar dari kamar.
“C-mon, sis. He’s not here. Let’s go get him outside...” ("Ayo, dik. Dia tidak di sini. Ayo cari dia di luar") katanya pada adiknya, Nicole yang mengikuti.
“Did you find him, Tri?” ("Apa kau menemukannya, Tri?") tanyanya pada Putri yang sudah kembali.
“No... He’s just gone. I couldn’t find him anywhere,” ("Tidak, Dia tidak ada. Aku tidak bisa menemukannya dimanapun") jawab Putri dengan lemas.
“Sudah kau temukan dia, Put? Makanannya sudah siap,” Dewi datang menanyakan Satria lagi. Putri makin lemas dengan pertanyaan itu.
“Belum... Entah dimana dia sekarang. Apa dia lari karena takut dengan kita, ya?” Berbagai macam rasa bersalah muncul pada Putri karena ialah yang mengajak Satria ke tempat ini juga seks gila-gilaan malam tadi.
Entah bagaimana nasib Satria sekarang...
URL=http://www.imagebam.com/image/452987478911388]
452987478911388.jpg
[/URL]
Vita

Di villa Elisa :
Satria :
Aku sudah capek memanggil-manggil Vita tapi ia tak kunjung muncul. Pergelangan tangan dan kakiku sudah sakit karena berontakku yang tak berhasil.
Pintu yang dari tadi jadi sasaran teriakanku akhirnya terbuka dan perempuan itu muncul. Ia datang memakai kostum aneh serba hitam berbahan kulit.
Aneh karena pada bagian dada menganga hingga aku bisa melihat putingnya yang gelap. Perutnya tertutup sama sekali sedang vaginanya tidak ditutup pakaian berbahan kulit itu melainkan celana dalam berbahan jaring hingga aku bisa melihat bulu hitam yang menghiasi bagian atas gundukan itu. Matanya ditutupi topeng, bibirnya yang tebal diolesi lipstick hitam dan di tangannya ia memegang cambuk kulit. Kakinya yang jenjang ditutupi stoking hitam hingga setengah pahanya dan sepatunya berhak stiletto tinggi 10 cm. Pada bagian punggung terbuka semua sampai dekat ke belahan bokong.
Vita kini mengelilingiku. Ia memandangi seluruh tubuhku dengan pandangan matanya yang sombong, terutama penisku yang menggantung lemas di bawah perutku.
“Apa mau, mbak Vita? Kenapa aku diikat begini? Kenapa?!” teriakku pada Vita yang berdiri tepat di depanku, terus menatap tubuh telanjangku. Seperti akan menjilat seluruh tubuhku. Nafasnya mulai tidak teratur, berat dan akhirnya...
“Ha... ha... ha... " tawanya keras sekali. Ia lalu mendekati lalu menjangkau daguku. “Kau bertanya, apa mauku? Akan kuberitau... kalau... kau sekarang adalah budakku... Budakku! Dengar itu dan ingat itu!” teriaknya dengan kejam.
Manusia ini sudah gila. Apa dia sudah sering melakukan ini. Jadi budaknya? Lalu kenapa harus diikat dan ditelanjangi begini?
Dia tertawa-tawa kesenangan di kamar ini hingga kupingku sakit mendengarnya. “Diam!... Tolong diam!” teriakku balik tidak tahan mendengarnya. Ia lalu dengan geram mendekatiku.
Spak! Sebuah cambukan mendarat di dadaku. Meningalkan bekas merah yang terasa perih terbakar. “Akhh... "
“Heh... Kau menyuruhku diam? Kau tidak bisa memerintahku! Cuma aku bisa memerintah di sini, tau?!?!” teriaknya lagi sambil mengangkat daguku dengan gagang cambuk kulit itu. “Ingat itu!”
Aku hanya merasakan bilur merah di dadaku terasa perih terbakar. Sakit sekali sampai nafasku sesak.
“Aku melihat semua yang kau lakukan kemarin dengan cewek-cewek ABG itu,... budak,” lanjutnya lagi di belakangku. Lalu aku merasakan platform tempatku itu bergerak. Tepatnya berputar sebab rupanya tepat di belakangku ada sebuah jendela.
Karena sinar matahari yang terang membuat mataku silau, aku perlu menyesuaikan pandanganku. Di depan aku bisa melihat villa tempat aku dan yang lain menginap. Ada sebuah teleskop ukuran besar diletakkan dekat jendela.
“Saudara-saudaramu pasti sedang mencari kau sekarang, budakku. Mari kita lihat,” ia lalu menunduk melihat dengan teleskop ke arah villa. Pantatnya ditunggingkannya ke arahku agar aku dapat melihatnya, membuat penis sialan ini tergelitik bangun.
Ia pasti sengaja melakukan itu sebab ketika ia berbalik ada senyum kecil aneh itu di sudut bibirnya. “Kamu mau melihat, budakku?” Langsung saja ia mendorongkan pangkal teleskop itu ke mataku.
Aku melihat Putri di jalan sedang kebingungan. Pasti sedang mencari aku. Lalu ke arah teras di lantai dua, si kembar lima juga terlihat cemas.
“Coba lihat ke mari!” perempuan itu mengalihkan arah teleskop ke suatu arah baru. “Ingat tempat ini?” ingatnya padaku. Glek! Itu air terjun tempat kemarin aku main dengan Diva dan Venus.
“Lalu di sini... " Itu hutan tempat aku main dengan Athena. “Dan di sini..” Lalu teleskop menunjukkan pantai dekat gua favorit Hellen juga puncak bukit tempat aku main dengan Aphrodite.
“Dan seluruh villa. Aku bisa melihat waktu kau ngentot di pantai dengan anak kecil itu, juga waktu kau main dengan bule itu. Bahkan pesta gila-gilaan kalian tadi malam... Ha... ha... ha... "
Gila! Dia tahu semua yang kulakukan... Jadi selama ini ia mengawasi kami dari tempat ini. Jadi tempat ini tidak benar-benar aman. Wooo...
Wanita gila ini memutar platform ini lagi hingga aku kembali menghadap ke dalam ruangan dan aku mendengar jendela ditutup kembali.
“Kau sudah mengerti apa yang kumau, budakku?” tanyanya lanjut sambil tangannya menggenggam penis serta testisku dan meremasnya. Aku menggeleng.
“Apa?!?! Dasar budak bodoh!” Spak! Sebuah cambukan mendarat di dadaku lagi. Menambah bilur kedua. “Apa otakmu sudah bisa berputar atau perlu kupukul lagi, hah?!?!” ancamnya lagi.
Aku tak menjawab dengan kata-kata, hanya dengan sebuah gerakan kecil bangunnya penis sialanku ini. “Ah... Bagus... Aku merasakan adanya kerjasama di sini,” katanya meraih penisku yang digenggamnya kuat dengan tangan kanan sementara yang kiri mengelus dadaku yang berbilur merah.
Ia lalu menunduk dan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Terasa hangat dan nyaman saat ia memainkan lidahnya. Lalu penisku perlahan-lahan mulai berkembang besar dan panjang. Dasar penis sialan. Dia nggak kira-kira keadaan gawat seperti ini.
Vita senang sekali dengan penisku yang maksimal besar dan panjangnya telah berhasil ia dapatkan. Dengan ganas ia menghisap dan mengulum penisku.
Kuku-kuku jarinya mencengkram paha dan perutku tanpa ampun. Aku hanya bisa meringis. “Menjerit! MENJERIT KATAKU!“ teriaknya histeris lalu memukulkan cambuk itu ke lantai. Spakkk! Suaranya menggema di kamar ini.
Lalu kuku-kuku itu mencengkram lebih kuat, aku tak kuasa menahan suaraku. “Ahhh... Ahhh... Arrgggghhhhh...” Vita senang sekali mendengar erang kesakitanku. Makin keras eranganku, makin senang ia. Ia tertawa-tawa sambil terus menghisap penisku dan mencengkram seluruh bagian bawah tubuhku dengan kuku jarinya yang panjang.
“Hahhh... hahh... mmppphhh... Budakku... kau sungguh hebat sekali... Sudah lama begini kau belum nembak-nembak juga... Hebat.. Hebat!” teriaknya histeris kegirangan. Aku mencium bau cairan vaginanya telah merebak di kamar ini.
Hampir lima belas menit ia terus menghisapi penisku dengan garang. Seluruh paha dan perutku telah penuh dengan bekas kukunya. Sekarang tangannya mulai naik ke dadaku dan matanya terlihat lebih sadis.
“Aarrgghhh! “ teriakku lebih menyakitkan karena wanita iblis ini sekarang mencengkram bekas bilur di dadaku. Ia terlihat makin gembira karenanya. Sambil terus menghisapi penisku ia kini mencengkram bekas dua bilur di dadaku yang terasa lebih menyakitkan.
Akibatnya, luar biasa. Rasa sakit yang kurasakan menyebabkan penisku berkontraksi hebat dan bersiap memuntahkan sperma pertamaku untuk hari ini.
Bergulung-gulung rasanya dunia ketika semburan demi semburan keluar dari penisku yang langsung masuk ke mulut Vita. Ia senang sekali menerima maniku. Semburan berikutnya mendarat di dada dan lehernya. Semuanya dijilatnya kembali tak bersisa.
Kepalaku terkulai lemas. Bukan karena ejakulasi itu karena penis sialan ini masih tegang dengan gagahnya, tapi karena lega ia tidak mencengkram luka bilur itu lagi.
“Ha ha ha... Hebat sekali kau... Tapi ini masih lama lagi. Aku belum puas sama sekali. Ha ha ha... Kita teruskan...” Vita berdiri dan menanggalkan CD jaringnya dan menempelkannya di hidungku.
“Cium baunya!... Nikmat sekali, kan? Cium! CIUM KATAKU!” perintah-perintah kasarnya itu membuat sesuatu terbuka di dalam diriku. Aku tak tahu apa itu tapi aku tidak bisa mengontrolnya.
Mataku terasa panas. Kepalaku kudongakkan ke depan menatapnya. Vita mengira aku mengikuti perintahnya untuk mencium aroma CD jaring yang telah bernoda cairan itu.
Kemudian ia meraih penisku yang terasa lebih keras untuk memasuki liang vaginanya yang telah basah.
“Aaahhhhhhhh... Enak sekali kontolmu di pepekku... MMppphhh... Yeahh... Oooooghhhhh... " desahnya tak menyadari perubahanku. Kontolku terasa menembus vaginanya yang sangat basah dan panas...
______________________________________________________

Satria mulai berubah, matanya menatap tajam Vita yang sedang keenakan mengeluar-masukkan penis Satria yang tak disadarinya lebih besar dan panjang dari waktu dihisapnya tadi.
Giginya gemeletuk menahan amarah. Urat-urat besar mulai bermunculan di sekujur tubuhnya. Dahi, tangan, dada, perut serta kakinya. Badannya mulai bergetar.
Baru setelah itu Vita menyadarinya. “Heh... Kenapa kau? Kau pikir bisa menakutiku dengan marah seperti itu?!?!” serunya seperti biasa tanpa takut. Masih terus menggoyang badannya karena penis Satria terasa lebih nikmat oleh besar dan panjangnya yang bertambah-tambah. “Menunduk! Menunduk kataku! MENUNDUK! Dasar budak tak tau diri!”
Segera ia memungut cambuk kulit itu dari lantai dan, PLAK! Sebuah bilur baru menghiasi dada Satria.
Pukulan cambuk itu malah mempercepat kemarahan Satria. Dengan raungan seperti harimau terluka, Vita terlempar dari tubuhnya dan terseret di lantai di depannya. Satria kini terlihat menyeramkan. Rambutnya naik ke atas. Seluruh otot tubuhnya menegang, urat-urat menonjol di sana-sini. Luka bilur itu membuat sebuah bentuk luka yang menyerupai simbol aneh. Matanya menatap nanar ke arah Vita.
Lalu dengan sentakan ringan tali kulit pengikat yang membelenggu kedua tangannya putus menyusul pada bagian kaki. Lalu dengan langkah berat, Satria yang seperti kerasukan setan, mendekati Vita yang ketakutan di lantai.
Dengan sekali sentakan, Satria menarik rambutnya hingga ia berdiri. Vita menjerit kesakitan karena tak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu. Tetapi ia tercekat saat melihat mata Satria yang tanpa ampun dan belas kasihan.
Vita dilemparkan ke atas meja dan dengan kecepatan yang luar biasa, ia telah terikat dengan tali yang tersedia di meja. Tangannya diikat ke belakang dan kedua kakinya juga dengan erat diperlakukan sama. Ia sama sekali tak bisa berkutik mendapat serangan balik ini.
Lalu dengan ringan, sisa tali yang masih banyak itu di naikkan keatas melalui kayu atap yang asbesnya telah dirusak Satria, lalu ditarik hingga Vita tergantung sampai menjerit kesakitan lagi karena posisinya.
“Rrrrggghhhh... “ geram Satria seram sekali. Vita yang tadinya garang, kini bergidik ngeri ketika Satria mulai menyentuh tubuhnya. Satria merobek-robek seluruh pakaian kulit Vita dengan gampang dengan tenaganya yang tak terbayangkan.
Vita menjerit-jerit kesakitan karena tekanan robekan pakaiannya itu tinggal menyisakan beberapa potong yang tak berarti lagi menutupi kulit mulusnya.
“Eeerrggggghhhhhh...“ Satria mendengus lagi sambil mengarahkan penisnya yang berkembang luar biasa besar dan panjang ke liang vaginanya. “Oooorrhhhhhhh....” lolong Vita memilukan merasakan besarnya penis Satria menerobos liang vaginanya.
Dengan kasar Satria memompakan penis besarnya keluar-masuk liang Vita cepat. Geram Satria dan lolong Vita memenuhi ruangan kecil itu. Walaupun kasar begitu, Vita masih bisa mendapatkan orgasme karena hunjaman penis Satria menyentuh bahkan merangsek rahimnya.
Setelah itu, Vita makin lemas karena orgasme juga sakitnya siksaan Satria. Tidak sampai situ saja, dengan sisa tali dari tangan yang melewati atap, Satria mengikatkannya ke kaki Vita hingga ia sepenuhnya menggantung.
Lagi, Satria menghajar vaginanya hingga Vita menjerit-jerit lagi. Sekarang ia mulai menikmati kesakitannya karena ia bisa mendapatkan kenikmatan pada saat yang bersamaan di dalamnya.
“Kak Vita... Kak Vita... Dimana kakak?” Ada seseorang yang baru masuk. Suaranya sayup-sayup terdengar dari lantai bawah. Satria langsung membungkam mulut Vita dengan tangannya dan berpikir sebentar.


Shanti


Shanti :
Namaku Shanti, umurku 22 tahun, dua tahun lebih muda dari kakakku Vita. Aku sangat menyukai seks seperti kakakku juga. Kemarin siang ia meneleponku dari villa ini. Katanya ada sasaran empuk untuk kami kerjai karena sepertinya dia kuat sekali mainnya.
Saat aku menuju kemari, aku melewati villa mereka. Sepertinya kosong walaupun pintunya terbuka lebar. Nggak urusan. Aku melihat mobil kak Vita di depan villa. Di dalam aku juga menemukan bekas piring dan gelas sarapan. Tapi di mana kak Vita, kenapa ia nggak menyambutku.
A-ha... Pasti dia sedang asik dengan anak itu. Mana mau dia menunggu aku. Mungkin dia di atas dengan anak itu. Di lantai atas hanya ada dua kamar. Kuperiksa kamar pertama. Kosong. Pasti di kamar yang satu lagi.
Saat kubuka pintunya, aku terkejut karena bukan laki-laki yang terikat di sana melainkan kak Vita sendiri. Posisinya tergantung dengan tali mengikat tangan dan seluruh betisnya. Baju kulitnya telah robek di sana-sini.
“Kak Vita...? Apa yang... Hehh...” seruku karena sebuah tangan mencekik leherku dari belakang lalu mendorongku masuk ke dalam kamar. Lalu menekanku rapat dengan dada menekan pada platform kayu di dekat dinding. Kedua tanganku dengan cepat terikat di bekas tali kulit yang telah putus dengan sambungan tali.
Kakiku masih bebas, tidak terikat sehingga aku bisa melihat ke belakang apa mengikatku di sini. Tapi aku tidak melihat siapa-siapa selain kak Vita yang masih menggantung dengan tali di atap.
“Kak Vita...? Ada... apa? Ada apa... ini?” tanyaku diliputi rasa takut yang luar biasa. Kak Vita tak bisa menjawab karena mulutnya disumpal dengan cabikan baju kulitnya. Ia hanya mengguman tak menentu.
Dari selangkangannya masih mengalir sisa cairan vaginanya tanda bahwa ia baru berhubungan seks. “Siapa yang melakukan ini?” tanyaku lagi.
“Mmph... mmpph...” kak Vita menggoyang-goyangkan kepalanya memberi tanda.
Breeeeet...! Seseorang dari belakang mengoyak pakaianku hingga aku merasakan punggungku terbuka. Karena sebenarnya aku telah siap dengan acara pesta ini, aku telah memakai kostumku ini sejak dari rumah. Pakaianku hampir sama dengan pakaian kulit hitam milik kak Vita kecuali warnanya putih.”
“Hnngghhh...” aku mendengar dengusan itu. “Si... siapa... Siapa itu...? tanyaku putus asa karena suaranya sangat menyeramkan seperti dengus binatang buas. Aku merasakan angin gerakannya di belakangku tapi aku tak dapat melihatnya.
Aku hanya dapat merasakan ia menarik kasar sisa-sisa pakaianku hingga aku hanya memakai pakaian kulit itu saja.
“Hah...?!?!” kagetku saat sesosok wajah tiba-tiba muncul menatapku. Matanya garang sekali, tanpa belas kasihan dan kejam. Lalu kemudian ia mulai mendekati kak Vita.
Dia tidak memakai pakaian sepotongpun apalagi ketika aku melihat penisnya... Alamak! Besar sekali... panjang pula... Wuihhh Gimana ya rasanya...?
Ia menggeram lagi lalu menampar pantat kak Vita. Plak! Hingga ia menegang kaget dan sakit. Lalu ia berputar dan menampar pantatnya yang sebelah lagi. Plak!
Kak Vita hanya bisa mengeluh dengan mengejat karena mulutnya tersumpal. Saat ia berdiri di depan kepala kak Vita, ia lalu melepaskan sumpal mulutnya dan melemparkannya ke belakang platformku.
Lalu karena tali yang menggantungkan kak Vita hanya begitu saja, orang itu bisa menukar-nukar sudut gantungannya. Kepala kak Vita di pegangnya lalu diturunkannya hingga pantatnya di atas dan kepalanya di bawah.
Kepala kak Vita tepat di depan penis luar biasa orang itu. Ia lalu menyodorkan benda raksasa itu ke mulutnya. Tanpa sungkan, kak Vita memasukkannya ke mulutnya.
“Hmmmhhh... " ia terlihat puas dengan kepatuhan kak Vita dengan senyum kecil yang aneh di sudut bibirnya. Lalu mendorong pinggulnya maju-mundur seperti ia sedang mengentot dengan mulut kak Vita.
Lalu dengan matanya yang menyeramkan ia menatapku. Brrr... Aku langsung berpaling menghadap platform lagi. Tapi... aku tak sanggup tidak melihatnya... Orang ini kelihatan masih sangat muda.. Masih remaja tepatnya. Kutaksir paling 16 sampai 18-an tahun.
Tapi apa yang membuatnya jadi begini menyeramkan. Dari cerita kak Vita di telepon kemarin, ia bilang kalau dia masih pakai baju sekolah waktu sampai di villa itu dengan beberapa orang. Dan ia tak sanggup menolak semua cewek-cewek itu.
Wajahnya pasti cukup tampan tanpa kernyit marah itu, matanya serta rambutnya berdiri tegang. Pasti dia punya banyak fans di sekolah, yang cantik-cantik dan rela untuk ditidurinya. Tapi mungkin memang itu caranya. Masochist?
Lalu sepertinya ia telah selesai... Wah, hebat juga... Selama itu dihisap kak Vita nggak nembak juga. Ia lalu beralih ke arah belakang kak Vita lalu mengarahkan penisnya ke vaginanya dengan membuat pantatnya kembali turun dan kepalanya naik seperti posisi awalnya.
“Oooohh... oooouuuuhhhh... " desah nikmat kak Vita waktu penis besar itu memasuki liangnya dari belakang dan ia mulai memompakan pinggulnya lagi.
Pasti nikmat sekali... Selangkanganku terasa panas dan mulai mengalirkan cairan birahiku. Putingku terasa keras menekan papan dingin di depanku membayangkan kalau anak itu melakukannya padaku...
Entah sudah berapa kali kak Vita orgasme terlihat dari beberapa kali ketegangan yang dialaminya. Dari vaginanya menetes cairan yang lumayan banyak hingga menitik di lantai.
Ia lalu mencabut penisnya dari liang kak Vita dan menggeram lagi. Kini ia menempelkan ujung penisnya ke anus kak Vita. “Oh... Jangan... Jangannn... Aaakkhh... " suaranya tercekat karena dengan tanpa ampun anak itu menghunjamkam penisnya yang luar biasa besar itu memasuki anusnya.
Kak Vita dengan susah payah berusaha bernafas. Satu-satu nafas berat berhasil ia tarik dan hembus. Lalu dengan kecepatan yang sama waktu menghajar vagina kak Vita, ia memompakan penisnya maju mundur di dalam anusnya.
“Akh... Akh... Akh... " hanya begitu yang bisa keluar dari mulut kak Vita. Anak itu nampaknya sangat menikmati anus kak Vita yang pasti lebih kencang mengapit penis besarnya. Terlihat dari ekspresi muka dan geramannya yang terasa lain.
Kak Vita mungkin sudah bisa membiasakan anusnya dengan besarnya penisnya karena erangnya kini berubah menjadi desah keenakan.
Mendengar desahannya, anak itu malah tidak senang. Ia kembali memukuli pantat kak Vita lagi bertubi-tubi. “Akkkhhhh... Akkkhhhhhhh...” teriaknya kesakitan.
“Arrrrrghhh...ha... ha...” geramnya senang.
“Ampun... Ampun, Satriaaa... Amp... aaaaaggghhhhh... Satria... Ampunn...” tangis kak Vita kesakitan.
Jadi itu namanya... Satria... Kak Vita sangat kasihan sekali tapi ia juga merasakan kenikmatan pada saat yang bersamaan juga. Air mata sudah membasahi mukanya sebanyak cairan vagina yang juga membasahi pahanya. Kak Vita malah mendapatkan orgasme lagi sampai membuatnya batuk.
Waktu kak Vita batuk-batuk itulah kulihat Satria berkonsentrasi pada sesuatu. Kurasa ia akan nembak... Ia terlihat menarik nafas panjang dan...
“Aaaerrrrrggghhhhh...” kepalanya mendongak ke atas. Seluruh otot tubuhnya menegang membuat urat-urat besarnya menonjol. Dan spermanya menyemprot di dalam usus kak Vita dengan tak terbendung.
Tubuhnya berkelojotan, begitu juga kak Vita yang menerima sperma hangatnya. Satria kembali mengerang pelan lalu mencabut penis luar biasa itu keluar.
Karena anus kak Vita sudah terbiasa dengan ukuran penis besar itu, membuatnya agak lama mengatup kembali. Dari sana sejumlah besar spermanya keluar kembali masuk ke vagina dan jatuh ke lantai. Aku sempat melihat uap putih membumbung baik dari anus kak Vita, penis Satria juga ceceran spermanya di lantai. Sepanas itukah?
Satria masih dengan pandangan yang sama menyeramkan kini beralih menatapku yang dari tadi menyaksikan perbuatannya. “Jangan... Jangan aku... " hanya itu yang keluar dari bibirku ketika dengan langkah berat ia mendekatiku.
Aku berusaha membela diriku dengan menendangnya dengan kakiku yang tak terikat. Tapi ia tidak bergeming sedikitpun padahal aku menendangnya keras sekali. Kutendang ia lagi.
Tapi dengan sigap ia menangkap kakiku dan dengan putus asa dengan kaki sebelah lagi aku berusaha menendangnya lagi. Sia-sia, kini ia memegang kedua kakiku.
“Hahh... Jangan... Jangan... " aku mengerti maunya saat kulihat penisnya itu tetap besar dan panjang. Dengan sebelah tangan ia memegang kedua pergelangan kakiku dan sebelah lagi menjangkau CD putih jaringku. Dengan sekali tarik. Breet! Koyak! Aw... sakit sekali.
Satria segera melebarkan kakiku dan mengarahkan penisnya ke selangkanganku yang basah. “AAAaaaarrrrrgggghhhhhh... “ teriakku saat tanpa ampun sama sekali penisnya mendesak masuk tanpa berhenti di liangku yang terasa penuh.
Ak... aku... tak bisa bernafas... Hah... hah... Tak kusangka penis sebesar itu akan pernah mampir ke vaginaku dan rasanya aku akan pingsan. Tapi sebentar saja aku sudah sadar lagi waktu Satria menarik penisnya dan mendorongnya masuk lagi. Badanku... seluruh tubuhku terasa seperti dikoyak-koyak penis raksasa ini.
“Arrrrggghhhhhhh...” nafasku tercekat lagi waktu tak terduga aku orgasme... "Hooohhhhh... Ya, tuhan nikmat sekali... " kataku tak sadar. Karena memang nikmat sekali saat aku menikmati sisa-sisanya mengaliri setiap jalur syarafku.
Tanpa akal sehat lagi aku menggoyang-goyang pantatku agar lebih nikmat lagi. Plak! Ouch! Sebuah tamparan keras mendarat di pantat kananku. Tampaknya ia tidak suka dengan gerakanku tadi.
Tapi ia kelihatan suka dengan tamparannya tadi yang menyebabkan rongga vaginaku menjepit batang penisnya lebih kencang. Ia kembali menampari pantatku.
Plak! Plak! Berkali-kali tamparannya menghujani kedua bongkah pantatku hingga terasa perih. Menyebabkannya menjadi senang sekali karena setiap kali pula penisnya teremas oleh vaginaku.
Seperti kak Vita yang entah berapa kali orgasme, yang sekarang terkapar tak sadarkan diri, entah yang keberapa kali ini aku orgasme sampai vaginaku terasa becek sekali.
Saat aku berusaha bernafas dengan benar, Satria melepas penisnya dan menempelkannya di depan anusku. “Oooh... " cuma itu yang keluar. Tak sanggup aku menghalanginya lagi. “Mmmphh... "
Untuk beberapa saat aku tak menghirup udara ketika penis raksasa itu tanpa ampun menerobos anusku dan bermain di sana. Liurku meleleh keluar membasahi sampai daguku juga derai air mataku membasahi seluruh mukaku.
Aku tak sanggup lagi mengeluarkan suara. Yang bisa kurasakan saat ini hanyalah rojokan bertubi-tubi Satria pada anusku yang terisi penuh penisnya. Masih terasa nikmat, bahkan aku mendapat orgasme lagi yang menambah ceceran cairanku di lantai.
Dan ketika aku mulai terbuai dengan goyangannya, “Hhhhhheeaaaaaarrrrrgggggggghhhhhhhh...” teriak Satria tiba-tiba dan menyemburkan cairan kental panas itu di liang anusku.
Mataku terasa berkunang-kunang, ada cahaya terang, lalu redup... Gelap.
______________________________________________________
 
Terakhir diubah:
Di Villa :
“Dimana Satria sekarang ini? Kita sudah cari kemana-mana, kan?” tanya Putri pada Dewi yang sedang serius menonton TV.
“Hush... Diam dulu... " jawabnya tanpa melihat.
“Yahh... Kau ini... Saat-saat gawat begini, bisa-bisanya nonton tivi?” marah Putri menuju TV dan mencoba mematikannya. “Eh... Jangan dulu... Ada berita gawat di kota... " cegah Dewi yang segera diurungkan Putri.
“Dalam tiga hari ini sudah sembilan wanita mengalami perkosaan yang mengerikan... Keadaan semuanya sangat menyedihkan. Terkadang mereka pingsan lagi setelah berteriak-teriak ketakutan. Mereka mengatakan kalau pelakunya berbentuk monster-monster yang berbeda. Sangat aneh, kan?” jelas Dewi pada Putri karena ia sudah menyaksikan berita itu dari awal.
“Iya, ya... Aneh sekali memang...” kata Putri yang ikut tertarik dengan berita itu. “Eh... Kemana mereka semua? Si Carrie, Nicole, si Diva dan lainnya?” tanyanya lagi lalu berdiri setelah berita tentang perkosaan itu berakhir.
“Mereka masih mencari Satria di luar,” jawab Dewi sambil terus memelototi TV. Tak lama kemudian Carrie masuk bersama adiknya Nicole.
“And...? What’d you got, Carrie?” ("Dan? Apa yang kau dapat, Carrie?") tanya Putri pada Carrie yang baru duduk di samping Dewi. Sementara Nicole naik ke lantai atas.
Ia hanya mengangkat bahunya tanda nihil. Mereka bertiga kini duduk berdampingan di sofa. Dak, dak, dak... Seseorang datang berlari.
“Mbak Putri... mbak Putri... Ada orang di villa tante Elisa... Aku melihat dua mobil di sana... Mas Satria mungkin ada di sana...” cetus Aphrodite tanpa kehabisan nafas walaupun sudah berlari jauh begitu.
“Ayo kita lihat kesana!” dengan sigap Putri mengambil keputusan. “Aku melihat mobil itu dari atas bukit...” jelas Aphrodite tentang caranya melihat tanda-tanda keberadaan Satria.
Berbondong-bondong mereka menuju villa kecil yang berada di ujung lokasi pribadi ini. Mereka langsung masuk ke dalam tanpa basa-basi dan memeriksa tiap kamarnya.
“PUTRI!... " seseorang berteriak di lantai atas. Putri yang mendengarnya juga yang lain segera memburu ke atas.
“Itu suara Carrie... Ia mungkin menemukan sesuatu... " katanya diantara larinya.
Mereka menemukan Carrie di depan pintu sebuah kamar. Segera Putri mendesak masuk dan tercekat kaget. “Satria...?”
Di dalam kamar mereka menemukan Satria terbaring di lantai di antara dua wanita yang terikat. Satu tergantung tali di langit-langit, yang satu terikat di sebuah papan kayu lebar. Keduanya tak sadarkan diri seperti juga Satria.
Mereka juga menemukan banyak cairan sperma dan cairan vagina berceceran di lantai membuat aroma ruangan kecil ini jadi aneh.
Putri membalik tubuh Satria, “Astaga! Satria terluka!” serunya kaget menemukan luka bilur di dada Satria yang membekas merah.
“O my God... My knight... What’s happening to you... Ohhh... Honey... Wake up, honey... wake up... " ("Ya, Tuhan. Ksatriaku. Apa yang terjadi padamu? Sayang, bangun, sayang/ bangun") tangis Carrie menyadari keadaan Satria yang menyedihkan. Ia merapikan rambut Satria yang berantakan.
“Ayo kita bawa dia keluar dari sini...” ajak Putri dan menggotong Satria beramai-ramai dengan yang lain. “Adit... Lepaskan ikatan perempuan-perempuan itu tapi biarkan saja di lantai,” perintahnya lagi pada Aphrodite.

*****************************************************************************

Satria :
Hmm... Lelah sekali tidurku... Hmm???
Dimana aku ini? Tempatnya pada putih semua. Dan ada sebuah jarum infus menusuk lengan kiriku. Rumah sakit? Bagaimana aku bisa sampai di sini?
Ketika kuraba dadaku, ada perban yang menempel di sana juga memang terasa perih. Apa yang telah terjadi padaku. Aku harus mengingatnya.
Yah... Hari Sabtu sepulang sekolah, Putri dan yang lain membawaku ke villa. Kami membuat pesta seks gila-gilaan di sana. Lalu paginya, waktu aku jalan sendirian aku bertemu wanita ini. Siapa namanya... Vita! Terus dia memaksaku berhubungan seks dengannya... Orang itu gila sekali... Lalu apa, ya? Seterusnya aku tak ingat. Paling aku mengingat waktu ia mencambukku beberapa kali dengan cambuk kulit hingga kulit dadaku terluka dan ejakulasi waktu ia meremas lukaku. Tak lebih dari itu...

Susan

“Oh... Sudah sadar rupanya...” seorang suster memasuki kamar perawatanku. Ia memeriksa tabung infus juga detak jantungku. “Hm... Sudah membaik... Kau tau saudara-saudaramu sangat khawatir pada keadaanmu. Mau kupanggilkan mereka?” tanyanya.
Aku mengangguk saja. Ia memandangku sebentar lalu keluar. Hoh... Badanku masih terasa penat dan pegal seperti baru ikut kerja paksa. Benar! Samar-samar aku mengingat seorang wanita tergantung lalu ada seorang wanita lagi terikat di platform tempatku terikat. Keduanya sama-sama pingsan. Yang tergantung aku kenali sebagai Vita tapi yang satu lagi ini entah siapa...
Pandanganku kembali beralih ke pintu. Itu mungkin Putri... Beberapa saat kemudian baru bayangannya masuk. Tapi itu bukan Putri tapi perawat yang tadi.
“Mana saudaraku?” tanyaku pelan. Ia mendekatiku dengan tangan di pinggang.
“Sayang sekali... mereka tidak ada di luar... Mungkin sedang mencari makanan... Nanti juga mereka datang lagi,” jawabnya.
“Sudah berapa lama aku di sini, suster?” tanyaku lagi. “Hmm, baru sebentar... Kau sampai di sini tadi siang sekitar jam 13.30... Sekarang jam 20.15... Jadi kau sudah tidur selama sekitar tujuh jam. Itu waktu tidur biasa, normal saja,” jelas perawat ini dengan penuh kesabaran.
Ia kemudian menutup kerai jendela besar yang ada di depan ranjangku lalu menutup gordennya. Ia bahkan menurunkan suhu AC hingga terasa lebih sejuk. Aku terus memperhatikan perawat itu bekerja hingga ia kembali merapikan gorden jendela. Hm? Benarkah ini?
Tadi sewaktu perawat ini pertama sekali masuk, seingatku ia memakai rok putih, tapi sekarang tidak lagi. Hanya baju perawatnya yang panjang menutupi setengah pahanya. Dan saat ia sedang mengambil sesuatu di lantai, aku bisa melihat celana dalam putihnya.
O-o... Aku rasa aku dalam kesulitan lagi, nih... Perawat itu kemudian datang menghampiriku dan terlihat senyum yang manis sekali menghiasi wajah cantiknya. “Bagaimana keadaanmu sekarang, dik? Sudah merasa nyaman?” tanyanya sambil merapikan selimutku.
Tangannya ditempelkan ke keningku, “Sudah tidak panas lagi... Besok pagi pasti sudah bisa pulang.” Ia kemudian menatapku dalam-dalam tanpa berkedip membuat aku melihat ke arah lain. “Maaf... Apa aku membuatmu gugup, dik?” tanyanya basa-basi. Aku diam saja dan terus menatap pintu keluar.
“Hmm... Kau harus istirahat lagi... Walaupun itu tidak mudah. Tunggu sebentar... Mau makan? Maaf aku lupa kalau kamu belum makan sama sekali,” ingatnya tentang keadaanku sekarang. Perutku memang terasa kosong untungnya tidak melilit seperti tadi pagi yang membuatku mendapat masalah ini.
Entah bagaimana kejadiannya, perawat itu sudah naik ke ranjang rumah sakit ini dan lalu melebarkan kakinya di atasku. Benar dugaanku, ia sudah tidak memakai rok lagi bahkan celana dalam, ("entah kapan ia menanggalkannya") saat ia menaikkan baju putih seragamnya dan menampakkan organ tersembunyinya.
“Enng... sus... Ada apa ini? Kenapa suster naik ke tempat tidurku?” tanyaku sedikit ragu. Ia masih tersenyum manis, ”Kamu, kan harus makan... Aku akan memberimu makanan... Makanan yang paling bergizi dan lezat di dunia ini... Mau, kan?” jelasnya aneh sekali. Ia terus mendorongkan selangkangannya ke arah mulutku. Aku bahkan sudah mencium aroma khas vaginanya yang sudah basah.
Dengan gerakan yang lembut, perawat itu menekankan selangkangannya ke mulutku yang anehnya tak dapat kuhindari. Seluruh gundukan vaginanya telah masuk ke mulutku. “Ayo... makanlah... Mmm... makanlah... Oooohhh... Ayo... Jangan ragu... Aku mohon... makanlahhh...” pintanya penuh nafsu.
Pinggulnya digoyang-goyangkan sehingga vaginanya bermain di mulutku. Bulu-bulu pubic yang menghiasi seluruh permukaan vaginanya telah basah dengan air ludahku. Lidahku juga sudah ikut bermain di belahannya dan mempermainkan klitorisnya.
“Oohhhh... Yeahhhh... Oh... Ooohhssssstt...“ desahnya keenakan. Lalu seperti yang dijanjikannya, perawat itu mengeluarkan cairan vaginanya lewat orgasme yang tenang. Cairan itu memang terasa enak dan gurih. Terasa lain dari cairan yang pernah kurasakan, tidak seperti punya Carrie, Putri, Dewi atau kembar lima itu.
Lidahku terus saja berkutat di sana dan perawat itu seperti tidak bosan-bosannya mengeluarkan cairan lezatnya itu. Secara tidak langsung dan anehnya, ia seperti seperti seorang ibu yang sedang menyusui anaknya tetapi tidak lewat ASI melainkan dengan cairan vaginanya yang mungkin menurutnya sama bergizinya.
Berkali-kali ia orgasme dengan tenang, tidak berisik dan gaduh tidak seperti perempuan lain yang pernah kubuat orgasme. Bandingkan saja dengan Carrie yang saat orgasme pake acara segar kembali segala.
Sekali lagi ia orgasme dan memberikanku sejumlah cairan baru yang segera saja mengalir ke kerongkonganku. Lalu ia berhenti menggerakkan pinggulnya dan dengan hati-hati ia turun dari tempat tidur agar tidak mengenai perban di dadaku. “Kamu belum kenyang, kan?” tanyanya setelah ia merapikan bajunya.
Aku hanya mengangguk dan menyeka sisa cairannya di sekitar mulutku. “Saya punya makanan lain untukmu dan ini sama bergizinya dengan yang tadi,” katanya lagi sambil membuatku duduk bersandar di tempat tidur, melepaskan kancing bagian atas bajunya dan mengeluarkan payudara sebelah kirinya. Payudaranya itu berukuran besar, lebih besar dari punya Carrie atau ibu Karen. Putingnya juga besar dan berwarna coklat tua.
Perawat itu lalu mendorongkan dadanya ke mulutku yang segera saja kusambut. Mmp...? Ada cairan yang juga keluar dari payudara ini. Apa ini air susu?
“Ya... ini memang air susu. Kamu pasti tau kalau ASI sangat bergizi, kan?” Cairan putih hangat yang biasanya dikonsumsi bayi ini memang enak, manis dan gurih. Aku jadi terus ketagihan menghisapnya keluar dari dada perawat ini. Segera saja susu itu mengisi perutku yang lapar.
Aku juga secara otomatis meremas-remas agar ASI-nya lebih banyak keluar. Kupejamkan mataku menikmati makanan bergiziku. Perawat itu mengelus-elus rambutku seakan ia sedang menyusui anaknya yang sedang lapar. Aku terus menikmati susuku dengan tenang.
Saat air susu di dada kiri ini terasa berkurang, perawat itu mengeluarkan dadanya yang sebelah lagi dan segera saja kuhisap dengan lahap. Apa seperti ini, ya, waktu aku bayi dulu? Mamaku menyusui kami bertiga, Putri, aku dan Dewi bergantian. Pasti sangat melelahkan.
Susu di dada kanan ini juga mulai habis tetapi aku sudah kenyang. “Sudah cukup? Baiklah,” katanya setelah aku melepaskan putingnya dari mulutku dan menyimpan dadanya kembali ke balik baju putihnya. “Kamu pasti akan sehat besok pagi setelah mendapat makanan bergizi ini. Sekarang kamu istirahat, ya?” ujarnya sambil membuatku berbaring di tempat tidur lagi dan merapikan selimutku.
Ia juga membersihkan bibirku dari sisa susu dengan penuh kasih sayang dengan kain lembab. Sebelum keluar, ia memandangi wajahku sekali lagi agak lama dengan pandangan yang sama seperti awalnya tadi. Apa yang dilihatnya padaku hingga ia mau melakukan perawatan yang tidak biasa ini. Aku juga memandangi sampai ia menghilang di balik pintu.
______________________________________________________

Di luar kamar :
“Can we see him now, Putri? I kinda worry ‘bout my knight in there...” ("Bisakah kita menjenguknya sekarang, Putri? Aku sangat khawatir tentang keadaan ksatriaku di dalam sana") tanya Carrie pada Putri yang duduk di sampingnya di bangku tunggu di dekat kamar perawatan Satria.
“I dunno Carrie. I’m worry too, y’know. I feel like responsible for all this mess. But the nurse ask us to wait untill she’s done fixing Satria. So we gotta wait,” ("Aku tidak tau, Carrie. Aku juga khawatir. Aku merasa bertanggung jawab untuk kekacauan ini. Tapi perawat itu menyuruh kita untuk menunggu selagi ia memeriksa Satria. Jadi kita harus menunggu") jelas Putri mencoba bersabar.
Mereka semua ada di situ, Carrie, Putri, Dewi, kembar lima juga Nicole. Mereka telah menunggu sejak siang tadi, khawatir tentang keadaan Satria yang tak sadarkan diri sejak mereka temukan terbaring tak berbaju di lantai kamar villa tante Elisa.
“Eh... Itu susternya sudah keluar, Put... " seru Dewi saat melihat seorang wanita berpakaian putih keluar dari kamar Satria. Segera mereka menghambur padanya. Perawat ini kemudian dengan sabar menjelaskan kondisi Satria.
“Dia tidak apa-apa... Hanya sedikit lelah. Yang ia butuhkan adalah istirahat yang cukup dan makanan yang bergizi untuk mengembalikan energinya. Saya rasa... besok pagi ia sudah bisa pulang.” Mereka terlihat lega.
“Kami boleh melihatnya, sus?” tanya Diva mengharap.
“O, tentu... Tapi ingat kalian tidak boleh membuatnya lelah... Kalian ini kan ramai sekali. Ingat, ya? Silahkan... Ia baru saja makan,” persilahnya pada anak-anak perempuan ini.
Satria baru saja akan memejamkan matanya ketika Carrie menghambur padanya menangis. “Satria... my knight... Are you okay, honey?... I’m so sorry... It’s my fault so you ended up like this... I’m so.. so very sorry... Forgive me, honey?” ("Satria, ksatriaku. Apa kau baik-baik saja. sayang? Maafkan aku. Ini salahku kau jadi begini. Aku sangat-sangat menyesal. Maafkan aku sayang?") isaknya sambil memeluk leher Satria.
“It’s not your fault... It’s noone’s fault... It’s okay, Carrie... Nothing to worry about... I’m fine now. I just need a good long rest after all of those fucks. Remember?” ("Ini bukan salahmu. Ini bukan salah siapa-siapa. Tidak apa-apa, Carrie. Tidak ada yang harus dikhawatirkan. Aku sudah sembuh sekarang. Aku hanya perlu istirahat panjang sehabis semua ML itu. Ingat?") Satria mencoba menenangkan pacar bulenya ini.

Satria :
Mereka semua berdiri mengelilingi tempat tidurku. “Aku kira kalian semua sedang cari makan?” tanyaku.
“Kami nggak kemana-mana sejak tadi. Kami terus menungguimu di luar,” jawab Putri.
“Oh...? Ya, sudah... nggak apa... " jawabku sedikit bingung. Apa suster itu berbohong padaku?
“Mas Satria sudah makan, kan?” tanya Athena lalu mencari-cari sesuatu. “Suster tadi bilang kalau mas Satria sudah makan tapi ia tidak membawa apa-apa tadi juga nggak ada kereta makanannya di sini?” lanjutnya lagi.
Aku hanya tersenyum saja melihat kebingungan mereka. “Perawat tadi... Apa kalian tidak melihat keanehan padanya. Waktu pertama kali ia muncul dan mengatakan kalau Satria sudah bangun, ia masih memakai rok. Tapi... tadi dia tidak memakainya lagi...?” Dewi ikut memberi komentar.
“I smell something on you, honey. Did you just fuck her? ‘Coz I smell lots of cunt juice in this room and some scents I don’t recognize..” ("Aku mencium sesuatu padamu, sayang. Apakah kau baru ngentot dengannya? Karena aku mencium banyak bau pepek dan aroma lain yang tak kukenali") tanya Carrie penuh curiga.
“Aku sudah diberi makan oleh suster itu. Kalian tau itu, kan?” jelasku. “Suster itu memberi aku cairan pepeknya dan juga air susunya... Sampai aku kenyang begini.. Tapi kami nggak main sama sekali. Ia betul-betul memberi makanan yang sangat lezat juga bergizi,” lanjutku yang membuat mereka semua bengong.
“Suster itu memberi kamu cairan pepeknya juga air susunya? Langsung dari pepeknya??? Teteknya juga?” Putri meyakinkan dirinya yang kujawab dengan anggukan.
“Jeez... I wish I got milk in my breasts too so I can feed you, hon... You liked it, didn’t you?” ("Wah, aku harap aku juga punya susu di tetekku sehingga aku bisa menyusuimu juga, yang. Kau suka susunya, kan?") Carrie ikut menimpali sambil melirik pada dadanya yang tentu saja belum memproduksi susu. Diraba-rabanya sebentar payudaranya.
“Yeah... And it make me healthy and strong again... But still I need to rest, y’know... " ("Ya. Dan itu membuatku sehat dan kuat lagi. Tapi aku masih butuh istirahat, kalian tau") jawabku.
“Ok... Apapun yang kau lakukan, Satria... Asal kau senang, kami tetap mendukungmu. Ingat itu, ya? Right, Carrie? Are you with me?” ("Benarkan, Carrie? Begitu, kan?") potong Putri mengenai kejadian ini. Carrie juga setuju dengan Putri. Asal aku senang, mereka setuju-setuju saja.
“Kau mau masuk sekolah besok, Sat?” tanya Putri selanjutnya. “Iya, dong. Memangnya kenapa?” jawabku.
“Sebaiknya jangan... Lebih baik kau istirahat sampai besok siang di sini. Aku akan meminta surat izin dari rumah sakit ini. Atau kau sudah rindu sama bu Karen, ya?” jelas Putri lebih lanjut.
“Yee... Siapa yang rindu? Emangnya apa?” jawabku kheki.
“He he... Enggak... Gini, lho... Karena kau nggak muncul di sekolah, bu Karen pasti akan mencari aku. Lalu aku akan ceritakan kalau setelah pulang di antar bu Karen, kau jadi begini... Trus... baru aku bisa minta nilai bagus darinya. Bagus, kan?” jelasnya panjang lebar.
“Ah... Put... Itu memanfaatkan aku namanya. Jahat kamu,” tolakku. “A-lah... kau Satria... Ini kesempatan bagus...” Aku memang nggak bisa menolak permintaan Putri tentang yang satu ini. Lagi pula kenapa kalau aku nggak masuk sekolah. Aku juga sudah sering bolos. Jadi tambah satu hari lagi dengan surat izin dari rumah sakit, kan sama saja.
Hampir jam 10 mereka semua pulang. Satu per satu mereka mencium bibirku lumayan lama sampai bisa dibilang berebutan.
Setelah mereka pergi tinggal aku sendiri di kamar ini dan aku tak bisa tidur lagi. Kuhibur diriku dengan mengingat-ingat suster cantik dengan dada besar tadi. Yang telah memberiku “makanan” lezat dan bergizi, yang telah membuatku kenyang dan segar kembali.
Apa aku bisa jalan-jalan di rumah sakit ini, ya? Aku sudah bosan sekali terbaring di sini terus. Apalagi baru besok siang Putri dan yang lain menjemputku pulang.
Koridor rumah sakit ini lumayan panjang. Sebuah bangku kayu panjang ada di sebelah kiri pintu kamarku. Pasti di situ mereka semua menungguku bangun. Beberapa pengunjung rumah sakit kulewati hingga aku sampai di ruang tunggu utama yang ada TV-nya.
Beberapa orang sedang duduk menonton sementara beberapa perawat berseliweran di sekitar kami. Aku jadi ingin melihat suster itu lagi. Tapi aku bahkan tak tau namanya. Ia tak memakai badge nama seperti perawat-perawat lain, makanya aku tidak bisa melihat namanya.
“Jangan... Tolong!... Tolong aku... Ada monster... Tolong...” ada seorang wanita sedang berlari-lari di koridor, dikejar oleh beberapa perawat. Anehnya wanita itu tidak memakai baju sama sekali dan ia kelihatan sangat takut sekali. Akhirnya dua orang perawat laki-laki menangkapnya lalu membawanya lagi ke arah datangnya tadi.
“Orang gila kali, ya? Telanjang bulat pula, tuh,” komentar seorang bapak yang sama duduk denganku di bangku ini. “Itu perempuan yang diperkosa monster itu, pak. Sudah banyak yang jadi begitu. Jadi gila dan kebingungan kaya tadi,” komentar temannya.
“Ah, monster apa... Mana ada monster di sini. Itu kan cuma ada di film. Paling itu laki-laki bejat yang pakai topeng monster untuk menghilangkan jejaknya,” lanjutnya.
“Iya juga, ya... Tapi kalau manusia biasa nggak bakalan heboh begini, pak. Lagian sudah banyak wanita yang jadi korbannya. Trus monsternya berbeda-beda lagi,” lanjut bapak yang satu lagi.
Wah... Kenapa aku nggak tahu berita besar seperti ini. Apa aku terlalu asik dengan para cewek maniak ini hingga tak tahu berita di kotaku sendiri.
“Pokoknya... Perempuan-perempuan harus hati-hati sekarang... Jangan jalan sendirian. Siang sama malam sama saja bahayanya. Sebab ada juga yang diperkosa siang bolong,” cerita bapak itu lagi.
Gawat juga keadaan kota ini. Siapa orang yang melakukan ini semua. Bapak-bapak itu kemudian pergi dari ruang tunggu utama rumah sakit. Tinggal aku sendiri di sini dan dua orang perawat di meja resepsionis. Lebih baik aku kembali ke kamar.
Hampir mendekati kamar aku melihat perawat itu lagi. Ia tersenyum lebar sambil terus berjalan ke arahku. Ia masih tidak memakai rok itu. “Kemana saja kamu? Tadi saya cariin, lho?” tanyanya setelah dekat denganku dan membukakan pintu kamarku. “Kamu, kan seharusnya istirahat di kamar... Ayo, masuk,” ajaknya.
Ia lalu dengan sabar membantuku naik ke tempat tidur dan menyelimutiku. “Nah... Kamu di sini saja, ya? Istirahat yang enak..” setelah selesai.
“Sus... saya nggak bisa tidur lagi... " kataku.
“O ya..? Mau saya temani?” usulnya. Aku mengangguk cepat. Mungkin ia mau menemaniku ngobrol atau apalah.
Kemudian ia mengambil tempat duduk di sampingku. “Nama suster siapa?” tanyaku memberanikan diri.
“Nama saya Susan... Nama kamu Satria, kan?” jawabnya. “Kamu sudah sehat nampaknya, ya? Kamu pasti bisa pulang besok,” lanjutnya.
“Iya... berkat ‘makanan’, suster Susan... " jawabku berani. Ia tertawa ringan saja mendengar godaanku.
“Ah... kamu bisa aja. Itu, kan sudah tugas saya. Terutama membuat Satria menjadi sehat kembali,” jawabnya.
“Sus... apa yang terjadi pada wanita-wanita yang diperkosa monster itu? Kenapa mereka jadi gila begitu?” tanyaku lagi.
“Oh... Tentang itu. Saya juga tidak mengerti secara langsung. Yang pasti bahwa mereka sangat ketakutan saat itu. Salah satu dari mereka pernah bercerita kalau monster itu punya banyak penis dan berganti-gantian memperkosanya. Mengerikan sekali...” ceritanya. “Sampai sekarang entah sudah berapa wanita yang sudah jadi korban. Di rumah sakit ini saja ada enam wanita. Belum lagi di rumah sakit lain,” lanjut suster Susan.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd