Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Rahwana : Kisah Seorang Manusia [LCPI 2016]

flavus.banana

Semprot Lover
Daftar
24 Jan 2013
Post
228
Like diterima
68
Lokasi
Bananaland
Bimabet
flavus.banana
mempersembahkan






RAHWANA
Kisah Seorang Manusia

untuk
Lomba Cerita Pendek Indonesia 2016​
 


1

Hening!

Sekejap waktu seakan berhenti. Bahkan, telapak tangan yang dipakai untuk menampar pipi, masih menggantung di udara.

Sang penengah, nomor dua dari tiga bersaudara terlambat menyadari gerakan sang kakak. Satu tempelengan keras menampar Wibisono, setelah saling berteriak dan memaki selama hampir satu jam.



"Bahkan Romo, ayahanda kita pun, tak pernah menamparku Kakang." Sang adik dengan mata marah berusaha berdiri dibantu kakak keduanya, lalu berjalan keluar ruangan.

"Biarkan saja Dik." Kakak Pertama, Rahwana, menahan langkah adiknya yang akan mengejar si bungsu keluar ruangan.




"Kumbokarno, adikku." Rahwana berkata pelan, beberapa saat kemudian.

"Kakang..." Lelaki bertubuh tinggi besar itu menyahut. Kumbokarno, anak kedua, Pangeran dari Dinasti Alengka.

"Aku sedih Dik. Sedih sekali." Rahwana, pemimpin Alengka menjawab lirih.

"Aku tahu kakang. Aku tahu. "



Mata Rahwana menerawang, seberingas apapun, lelaki itu tak pernah berpikir sedikitpun untuk menyakiti adik adiknya. Masih jelas di dalam ingatannya, ketika Wibisono sang bungsu yang lucu dan pintar, selalu jadi tempat bertanya baginya.

Rahwana lahir dan tumbuh di saat ayahnya masih di bawah. Masih berjuang di kerasnya kehidupan, disisihkan dari masyarakat karena tak punya keterampilan apa apa.
Kehidupan keras membuat sang Ayah mendidik Rahwana secara keras pula. Hidup di jalan di masa masa itu, tidak lah gampang. Siapa kuat, dia menang, siapa tak tahan, dia mati.



Dan sang Ayah berhasil membesarkan nama Dinasti Alengka ke jagad. Rahwana tumbuh menjadi orang yang kuat dan tegas. Pilihan paling bagus sebagai penerus kebesaran nama Alengka.

Wibisono, adik bungsu yang dibesarkan dia, hidup enak dan berkecukupan. Hampir tak pernah merasakan kerasnya kehidupan jalan seperti yang dia alami. Rahwana sudah berjanji ke ayahandanya, sebelum mangkat, kalau kelak Wibisono akan dididiknya menjadi orang yang pintar. Orang yang berpendidikan, tidak seperti dirinya yang terlanjur bebal.

Dan di hari ini, pertentangan antara keduanya memuncak.

Wibisono menyalahkan semua yang sudah dilakukan Rahwana dalam memimpin berbagai bidang bisnisnya.

"Dia tak tahu Adikku. Dia tak tahu, kalau uang yang dia pakai untuk makan, sekolah tinggi bahkan sampai ke kawinnya dia, aku dapatkan dari keringat para wanita di pelacuran, dari asap narkoba para pecandu, dari rintihan siksa mereka yang tak mau membayar keamanan."

Kumbokarno terdiam. Dia tahu persis apa yang terjadi. Dia tahu persis dilema yang sedang terjadi di antara dua saudaranya. Sang adik, wibisono, berteriak teriak tentang moral, tentang kebaikan, memaksa sang kakak meninggalkan dunia hitam.

"Kakangku Rahwono. Adik Wibisono, keblinger. Tapi kakang harus sabar. Ingat pesan Ayahanda. Ingat kita ini saudara sedarah. Darah selalu lebih kental, kakangku."

"Kumbokarno adikku. Hanya kamu yang tahu apa yang aku rasakan."

Lelaki itu bangkit dari duduknya. Tubuhnya hampir sama besar dengan Kumbokarno.

"Coba adikku, dekatilah Wibisono tresnaku. Aku sudah mengampuninya." Rahwana menghela nafas lalu beranjak keluar.


~0~​


Dentuman suara bass bergetar ritmis. Tiga cahaya lampu spot bundar bergerak kacau di langit langit ruangan yang gelap dan penuh sesak.

Di salah satu sudut, Rahwana duduk terpuruk. Badan tegapnya bagai tumpukan karung di atas sofa kulit mewah. Matanya redup, kepedihan masih terpancar meski sudah memerah tertutup beberapa gelas air jahat yang menggelontor di tenggorokannya selama dua jam terakhir.

Tak ada yang berani mendekat. Beberapa orang berbadan tegap menjaga sang pemimpin di dalam ruang kesunyiannya. Sunyi di keramaian.



Klub Malam Alengka, namanya, dipadati pengunjung sejak matahari mulai tenggelam. Penuh dengan wajah wajah manusia yang butuh pelampiasan, wajah wajah manusia yang penat atas kehidupan nyata di luar sana. Sebutir dua butir pil setan mampir di hampir tiap kepala, menggoyang badan mereka dengan penuh semangat mengikuti irama musik.

Semesta ikut bersedih, melihat seorang pemimpin gundah hatinya, sehingga mempertemukan dua pasang mata di antara ratusan kepala di dalam ruang yang gelap itu. Seorang wanita cantik, berbaju putih anggun, dengan rambut indah panjang berombak.



Rahwana, tiba tiba mendongakkan badan. Sesuatu di dalam dadanya bergemuruh. Matanya tajam menatap kerumunan yang tak jauh di depannya. Sedetik kemudian, mata indah yang menariknya tadi menghilang tertutup punggung pengunjung yang berjingkrak jingkrak di sekelilingnya.

Meski hanya sekejap, namun dua bola mata indah yang juga menatapnya tersebut membekas dalam. Rahwana segera berdiri, matanya memicing mendelik, mencoba menelusuri tiap wajah di kerumunan. Namun sesosok cantik tadi tak ditemuinya. Terlalu gelap.



~0~​



Indrajit, seorang lelaki kecil berpenampilan perlente menunjuk ke pintu belakang, kemudian mengikuti langkah Rahwana. Pintu terakhir yang mereka lewati adalah pintu keluar.

Beberapa pria duduk duduk di pelataran lantai yang ditinggikan. Mereka bergegas berdiri tegak, dan sedikit mengangguk melihat sang pemimpin keluar dari pintu dapur.



"Bawa kesini..." Indrajit memberikan perintah.

Dua orang segera menarik, atau lebih tepatnya menyeret, seseorang yang tampak ketakutan.

Rahwana membungkukkan badan, tangan kanan kepercayaannya berbisik menceritakan sesuatu.



"oh...oh Rahwana pemimpinku... Apa salahku." Rona ketakutan sangat terlihat di wajahnya.

"Ceritakan, apa yang baru saja kau lihat." Rahwana sambil tersenyum bertanya.

"oh..Rahwana...maafkan aku oh Sang Pemimpin." Kepalanya menunduk.



"JAWAAAB..., " Indrajit membentak keras.



"Ohh..maaf Sang Pemimpin, maaf...uhuk uhuk..."

Dengan terbata bata, lelaki tersebut menceritakan tentang sebuah pertemuan rahasia. Dia awalnya tidak menyangka, saat sedang duduk duduk di pinggir sungai, dia menjadi saksi sebuah peristiwa besar.


"Berani kau memfitnah adikku... SUDAH BOSAN HIDUP HAH..." Sekejap mata Rahwana kembali menyala garang.


Brugg....


Satu pukulan keras menghajar perut. Disusul beberapa pukulan lagi, bertubi tubi. Darah segera mengucur, membuat wajahnya tak lagi bisa dikenali.

Indrajit, sang tangan kanan, tak berani mendekat maupun menghentikan.

Satu pukulan keras membuat sang informan melayang, hingga menabrak pagar dan tak bergerak lagi.



"Dengar kalian semua... " Rahwana berkata dengan tegas. Matanya masih menyala marah.

"Tak ada satupun yang boleh bicara tentang malam ini."



Rahwana berbalik, lalu segera berjalan masuk. Indrajit tampak kepayahan mengikuti, sambil tangannya menunjuk pria yang dari tadi tak berani bersuara. Kode untuk membereskan si mayat.



~0~​



Kumbokarno terpekur. Tangannya menggenggam erat sepucuk surat.

"Wibisono pergi..." katanya lirih. Sang istri memeluknya, meski tak begitu paham apa yang terjadi, namun wanita cantik tersebut tahu, sang pasangan hati sedang kacau hatinya.

"Bagaimana aku harus menghadap Kakang Rahwana... " Lelaki bertubuh besar itu berkeluh kesah sepanjang malam di pelukan istri mungilnya.



~0~​



"Shinta... "

"Rahwana..."

Telapak tangan saling berjabat, mata beradu. Rahwana, seorang pemimpin dinasti besar, petarung tanpa tanding, pagi ini lumer seketika. Di hadapan seorang wanita yang hanya dari tatapan mata, berhasil mengalahkannya. Melembutkan kerasnya karang, mencairkan bekunya hati, mendinginkan api amarah.



Indrajit semalam mengingatkan, wanita itu adalah istri seorang pejabat besar dari kota seberang. Ditinggal pergi suaminya bertugas di luar negari. Malam itu, menurut sang tangan kanan, adalah malam perayaan ulang tahun seorang kawan dekat si istri.

Malam yang sama, ketika Rahwana mendapati sebuah kabar yang sangat meresahkan dirinya. Hari yang sama, ketika tangan kasarnya, tangan yang telah menghajar puluhan orang, untuk pertama kalinya mampir di pipi Sang Adik yang selama ini sangat dia kagumi kecerdasannya.



Tapi hari sudah berganti. Sang Surya sudah kembali memberikan cahaya, membuang segala kegelapan dan bayangan. Di depannya, seorang wanita cantik tersenyum manis.

Rahwana merasa cahaya kembali menyertai langkahnya.

blas sun kuras wis samudraning waspo
Wosing panggah tresnamu tan montro
Sun saparing, saklimah, tengaraning wae
Kae Pamothat ujarmu kaladuk
kedlarung uba rampe tresnaku
Panggah tresnamu pungguh tanpo tondo
(cinta tanpa tanda, Sujiwo Tejo)​



~0~​






2


Beberapa bulan kemudian.

"Kakang... Maafkan adikmu ini. Aku tak sanggup membawa Wibisono pulang."

Rahang sang kakak mengeras, matanya menyipit, tangannya terkepal.



"Ya sudah, adikku. Biar saja. Biar saja Wibisono pergi. Semoga dia selalu dilindungi Yang Maha Kuasa." Rahwana berkata tegas, meski hatinya teriris pedih.

"Kakang...satu hal lagi kakang." Kumbokarno meneruskan.



"Shinta... Kenapa Shinta ada di sini kakang? Kakang tahu, dia istri Rama ?"

Rahwana memandang tajam ke wajah adiknya.


"Lantas kenapa? Sebaiknya kau pergi saja. Jangan rusak hariku, Adik."

"Aku cuma mengingatkan saja... "

Rahwana membuang muka, tangannya menunjuk ke pintu menyuruh adiknya pergi dari hadapannya.



~0~​



Mengatur dunia hitam tidaklah mudah. Tegas, dan keras, namun juga harus penuh perhitungan. Beruntung, Rahwana selalu ditemani Indrajit. Anak didik yang paling ulet.

Hari ini, di hadapannya terpapar selembar kertas berisi laporan hasil mingguan. Mulai dari bisnis narkoba, pelacuran hingga jasa keamanan yang dia sediakan.

"Bos, semua jalan sempurna. Setoran meningkat, pesaing bisnis esek esek dan narkoba mundur, takut mendengar namamu." Indrajit berapi api melaporkan dengan bangga.



" Indrajit...." kata Rahwana tegas, "perasaanku tak enak. Kumbokarno, adikku, pamit berlayar setengah tahun. Perasaan apa ini... "

Lelaki kecil di depannya terdiam, tak berani bersuara. Jarang sekali Rahwana tidak menimpali laporan bagusnya dengan candaan candaan khas jalanan.


"Kau persiapkan semua pasukan kita. Hati hati di semua langkah. Keadaan terlalu tenang, berbahaya". Pikiran Rahwana mengembara, terlalu sempurna tak pernah bagus.



~0~​



Tawaran Rahwana untuk tetap tinggal di pusat kekuasaan Alengka diterima Shinta.

"Di luar sana, wanita cantik sepertimu tak akan bertahan lama. Dari serigala lapar, sampai menjangan berhati iblis, akan siap memangsa. Tinggallah kau disini, bidadari cantikku. Niscaya, tak akan kau kekurangan apapun"



Shinta hanya diam, namun keinginan wanita itu untuk meninggalkan rumah pondokan yang merupakan bagian dari bisnis properti Alengka, semakin pupus.

Mungkin sejak malam tersebut, Shinta melihat Rahwana berbeda. Badan sebesar beruang, dengan mata yang biasanya merah menyala garang, malam itu terlihat sangat rapuh. Reputasi sebagai seorang pemimpin tak kenal takut, pemimpin yang selalu bertindak dengan tangan besi, musnah malam itu.



Kerapuhan di mata seorang lelaki satria, membuat Shinta ingin merengkuhnya. Bagai induk ayam melindungi anak anak di bawah sayapnya.

Setelah perkenalan di malam berikutnya, beberapa kali Shinta menemui sorotan rapuh itu di sana. Meski tak pernah memberikan jawaban pasti, sering hanya melengos dengan muka memerah, namun Shinta tak pernah menolak segala rayuan yang keluar dari mulut kasar Rahwana.

Apakan ini cinta? Rahwana selalu mengulang pertanyaan itu di hadapan Shinta.



Shinta tak pernah menolak, ataupun menerima. Hanya tatap mata mereka berdua lah yang saling menumpahkan kerinduan.



~0~​



"Komjen Hanuman. Wow... angin apa yang membawa seorang komjen datang ke gubug hina kami?" Rahwana menyindir keras.

"Sudahlah... Memang belum ada bukti kuat. Tapi, saya dan seluruh pasukan Bareskrim, tak akan istirahat sebelum kamu, Rahwana, hancur."



"Loh loh loohh... Memangnya ada apa Komjen." Rahwana menyodorkan gelas minuman dingin.

"Pabrik-pabrikmu sudah terbongkar, kawan. Sebentar lagi kau tak akan bisa mengelak lagi." Hanuman berkata sambil terkekeh.

"Oh... Pabrik? Aku tak pernah punya pabrik. Mungkin, kawan kawan sesama monyet suka berhalusinasi dengan bubuk-setan.. Hahaha... "



Hanuman melengos, kemudian berbalik melangkah keluar.

"Ingat, Rahwana. Shinta bukan milikmu, Rama adalah suami sahnya. Kembalikan dia, atau aku...aku yang akan menghancurkanmu."

Punggung Hanuman segera bergerak menjauh, diikuti puluhan orang berbaju hitam dengan senjata lengkap.



"Silakan bawa Shinta, Komjen. Silakan bawa. Bukan salahku, wanita itu tak mau ikut kau pergi. Hahahaa... " Rahwana tertawa mengejek.



~0~​



"Benar Tuanku Sang Pemimpin Besar Alengka, distrik barat mendapat serangan. Sejak polisi menangkap pesta narkoba di sana, operasi semakin rutin. Sore tadi, empat pengawal kita mati Tuanku oh Rahwana yang Agung." Indrajit panik melaporkan.

"Bangsaaatt.... dasar monyet monyet keparat." Teriakan Rahwana menggelegar.

"Indrajit, perkuat keamanan pabrik pabrik dan sebar semua kekuatan kita di pasar pasar. Jangan sampai kita kehilangan suara dari orang pasar. Jangan sampai monyet monyet sialan itu membuat kacau di pasar."

" Siap Tuanku."



Rahwana segera berdiri setelah Indrajit keluar dari ruangan kerjanya. Lelaki besar itu mencoba menghubungi beberapa nomor dari telepon di mejanya.

"Bangsat kau politisi busuk. Demi sekian rupiah kau lupakan semua jasa jasaku. Siapa yang membuatmu bisa duduk di sana HAH...! Aku sumpah, setelah prahara Alengka ini berakhir, kalian para politisi adalah sasaranku selanjutnya."



Perang !



Wajah Rahwana memerah. Kekuatan politik yang dia pakai untuk mengamankan kerajaan bisnisnya selama ini, mengkhianatinya. Meksipun berdalih mereka dipaksa di bawah ancaman kepolisian, namun tetap saja, pengkhianatan ini sangat fatal.



Tanpa dukungan dari mereka, polisi dengan cepat akan segera menyerbu masuk ke dalam. Bisnis legal yang dipakai Dinasti Alengka untuk menutupi bisnis ilegal lainnya, seperti telur di ujung tanduk. Keruntuhan bisnis ilegal serta bisnis pengamanan, akan menghancurkan dan membuat peperangan di dalam tubuh Alengka. Dan seluruh kerajaan nya akan runtuh.

Satu nomor telepon terakhir, terpaksa dia pencet.



~0~​



"Kakang, aku sudah pulang" Kumbokarno menghaturkan salam.

"Adikku... Alengka dalam bahaya." Raut muka Rahwana menghitam.



~0~​





3


Masasi warso mawindu-winduan
Sun ungkal sun unus idep pangroso
Tak wutakke netro panamatku mung lumantar roso
Rekodoyo ponco indrio gyo wus tuntas tak singkurke
Mung mantheng sun tyaske sakabeh kang tak kasat ndriyo
(Cinta Tanpa Tanda, Sujiwo Tejo)​


"Kakang Rahwana... "

"Oh..bidadariku Shinta. Akhirnya kau bersuara. "



Shinta, selalu menjaga diri, selama ini memang hampir tak pernah berkata langsung kepada Rahwana. Meskipun rayuan dan pujian selalu diberikan tulus, hanya rona memerah wajah dan senyum menunduk yang selalu menjadi jawaban.



"Ada apa dewiku... Oh, titisan Dewi Widowati pujaan hatiku."

"Maafkan aku Kakang Rahwana. Ini ulah suamiku."

"Suami mana yang meninggalkan istri cantiknya sendirian di tengah hutan belantara penuh kebusukan, dewiku"

"Rama, Kakang. Rama, suamiku, sudah pulang. Dan dia mencariku."



"Tak mengapa Shinta, dewiku. Akan kuperangi siapapun yang akan memaksa membawa cintaku pergi. Akan kuhantam karang sekuat apapun, kalau itu berarti cintaku menemukan pasangannya. "

Shinta memandang wajah beringas Rahwana, lalu menunduk dan berbisik.

"Mintalah ampun kepada suamiku, Kakang. Mintalah aku dari suamiku, dan aku akan kembali pulang ke Alengka untukmu."

"Jagad Dewo Batoro. Tidak bisa Dewiku. Mana ada seorang suami menyerahkan istrinya. Yang ada, aku pasti dipancung dan di arak di alun alun" Rahwana membalas agak keras.

Shinta kembali diam, menunduk dan setitik air mata menetes turun ke bumi.



Rahwana tak mau memperlihatkan wajah marahnya di depan sang pujaan hati. Dia berbalik, dengan sedikit kasar dia mengambil langkah. Namun, tangannya digenggam erat. Sang pujaan hati, tanpa kata, membalas cintanya.

"Doakan saja Kakangmu Rahwana ini, Diajeng. Akan kubuktikan cintaku. Akan kupinang kau dengan segala jiwaku. Atau biarkan aku mati berjuang untuk cintamu." Rahwana menunduk dan berbisik pelan sebelum menguatkan hati untuk pergi.



~0~​



"Indrajit.... Adikku sang pendekar Alengka, Kumbokarno, sudah pulang. Kali ini kita pasti bisa menang." Rahwana berkata tegas di hadapan beberapa petinggi Alengka.

Kumbokarno, yang tidak bisa menyembunyikan kegagahannya, duduk di pojok ruangan.

"Ini perang besar. Persenjatai setiap sisi, kalo perlu, ibu ibu penjual lotre, kasih pistol"


"Kakang..." Kumbokarno bersuara, setelah ruangan hanya tinggal berdua.



"Ada keresahan apa adikku. Kau segera persiapkan diri. Kau satu satunya panglima perang Alengka yang tak ada tanding. Indrajit, aku tak yakin bisa mengalahkan para monyet berpangkat sialan di luar sana."

"Maaf Kakang... Kakang Rahwana pernah berpikir... Untuk memulangkan Shinta?" Kumbokarno berkata pelan.



"TAK AKAN... SHINTA TAK AKAN AKU SERAHKAN KE MEREKA." Suara Rahwana menggelegar. Bahkan Kumbokarno pun sedikit ciut nyalinya. Meksipun secara kemampuan, sang adik jauh lebih kuat dan muda, namun sekali lagi Rahwana adalah kakaknya, dan pemimpin besar Alengka.


Di benak kedua kakak beradik ini tahu, Dinasti Alengka, tak akan jatuh hanya karena serangan polisi. Terlalu kuat. Rahwana dan Kumbokarno, terlalu pintar buat mereka. Kecuali, kabar angin yang menyesakkan dada dua petinggi ini benar.



~0~​



Hari demi hari, bisnis ilegal Dinasti Alengka mulai hancur satu demi satu. Beberapa pabrik narkoba, yang bahkan sudah disembunyikan sedemikian rupa, tiba tiba terbakar. Hotel hotel hampir tiap malam rutin di razia, mulai dari peredaran narkoba hingga wanita penjaja, satu demi satu ditangkap.


Kumbokarno beberapa kali memimpin pasukannya, sebagian desersi tentara, bertukar peluru dengan Brimob di jalanan. Hingga Kapten Sugriwo, komando pleton Brimob tertangkap.

Kumbokarno membopong badannya, setelah pingsan dihajar. Berniat membawanya ke hadapan Rahwana, sebagai janji setia sang pendekar terhadap keluarga nya, terhadap rakyatnya.


Namun, apa lacur, dalam perjalanan, Kumbokarno dicegat sekelompok pasukan berbaju hitam. Tak hanya Kapten Sugriwo yang berhasil lolos, Kumbokarno malah berhadapan dengan Wibisono, adiknya.

"Wibisono adikku. Tega sekali kau. Aku kira hanya rumor, kau benar benar sudah melupakan rumahmu, keluargamu, darah dagingmu sendiri, adikku." Kumbokarno tertatih tatih berkata lantang.


"Kakangku Kumbokarno, aku tak akan pernah mau membela kebusukan Kakang Rahwana."

"Tapi dia Kakangmu... "

"Tidak membuat dia menjadi benar, Kakang! "

Kumbokarno menghela nafas.


"Ketahuilah adikku, aku tak akan pernah membela Kakang Rahwana karena kelakuannya. Tapi, rakyat Alengka, warisan ayahanda, akan tetap aku bela sampai darahku berhenti mengalir."

"Maafkan aku, Kakang. Aku harus melakukan ini."


Kembali, muntahan peluru dan lemparan granat saling bolak balik dari dua kubu. Namun, pasukan Kumbokarno kali ini terdesak. Setelah sebelumnya, hampir separuh tewas di pertempuran melawan Sugriwa. Kali ini pasukan khusus yang mengawal Wibisono benar benar membuat campuran desersi tentara di bawah kendali sang raksasa Kumbokarno habis.



~0~​



Kabar kekalahan Kumbokarno, yang sekaligus mangkatnya beliau, membuat sang kakak benar benar hancur.

"Adikku diiii....... " rengek Rahwana di ruang kerjanya. Suaranya begitu keras, dan pilu. Shinta yang ikut mendengar pun basah matanya meratap.

Rahwana segera mempersiapkan diri, sembahyang, lalu bersiap perang.

"Sudah saatnya..." Kedua batin mahluk yang saling mencinta ini saling berbisik dari kejauhan.

Mata Rahwana menyala merah. Tangan kanan dan kirinya memegang senjata. Sang pejuang ini siap mati.

Mata Shinta sembab. Sesenggukan tangis tak kuat ditahan dari bibirnya yang cantik.

Kita tak pernah memiliki
Rumah yang kita diami semusim
Telah dituntut kembali
Dan tanah yang kita pijak makin larut dalam pasang laut
Sedang kesetiaan yang dijanjikan kekasih berhenti pada khianat
Dan nyawa ini sendiri terancam setiap saat
Tak ada yang kita punya
Yang kita bisa hanya membekaskan telapak kaki, dalam, sangat dalam, ke pasir,
Lalu cepat lari sebelum semuanya berakhir
Semuanya luput
Juga waktu
(Juga Waktu, Subagio Sastrowardoyo)​

Tamat.​

 
Terakhir diubah:
Catatan Penulis :

Rahwana, Kisah Seorang Manusia.

Adalah sebuah interpretasi terhadap epos Ramayana. Sebuah cerita tentang cinta-persaudaraan-pengkhianatan dan tentu saja tentang manusia.

Terima Kasih sudah membaca,

Semoga terhibur.
 
Terakhir diubah:
tandai dulu,,, cerita Dalang Gedhang.
akan ku pandang setelah jalan pulang
( ( ( (:)motor6:


saat proses:baca: membaca tadi.. gambar di kepala ini seolah sedang menyaksikan tayangan sinema drama televisi swasta buatan juragan India...

yeahh seperti itu sichh:Peace: kesan yang ane tangkap... pakem wayang nuansa geng mafia dalam game GTA..:hammer:


maap, Pak Pisang:ampun: ane komen suka ngasal. emang segitu saja batas kemampuan ane untuk mengungkapkan yang ane rasakan...

ada satu yang mengejutkan:matabelo: Shinta sampai bisa jatuh hati pada Rahwana itu benarkah??
Gosip atau Fakta yaa;)
berhasil donh SSI nya dasamuka..:bata:


bawah ane nichh ahlinya..:)
 
Terakhir diubah:
Duh, Kangmas Loka..

Membaca cerita ini menimbulkan sensasi yg mirip dengan yg nubi rasakan ketika pertama kali nonton Sherlock BBC Series.

Ruh klasik dalam raga yg modern nan apik..

:ampun:
 
tandai dulu,,, cerita Dalang Gedhang.
akan ku pandang setelah jalan pulang
( ( ( (:)motor6:


saat proses:baca: membaca tadi.. gambar di kepala ini seolah sedang menyaksikan tayangan sinema drama televisi swasta buatan juragan India...

yeahh seperti itu sichh:Peace: kesan yang ane tangkap... pakem wayang nuansa geng mafia dalam game GTA..:hammer:


maap, Pak Pisang:ampun: ane komen suka ngasal. emang segitu saja batas kemampuan ane untuk mengungkapkan yang ane rasakan...

ada satu yang mengejutkan:matabelo: Shinta sampai bisa jatuh hati pada Rahwana itu benarkah??
Gosip atau Fakta yaa;)
berhasil donh SSI nya dasamuka..:bata:


bawah ane nichh ahlinya..:)

Justru itu yg menarik.
Ada beberapa fakta yg "unik" dari riset ane.

1. Anoman obong.
Anoman berhasil masuk ke alengka, dan membujuk shinta pulang. Tapi dia gagal. Kenapa? Shinta tak pernah mau pulang ke ayodya.
Lalu anoman kemudian ngamuk, dan bakar kota alengka.

2. Shinta diberi senjata oleh rama, utk bunuh diri jika rahwana 'menjamah'nya. Tapi senjata itu tak pernah dipakai.

3.stlah alengka tumbang, shinta diboyong pulang oleh rama. Tak lama, shinta diusir-diasingkan ke padepokan walmiki, krn dakwaan tak lagi suci. Padahal, shinta sdh bersumpah membakar diri atas kesuciannya.

4. Rahwana dijanjikan oleh salah satu batara, akan dipasangkan dg titisan dewi widowati jauh sebelum rama meminang shinta.
Dan shinta adalah titisan yg dimaksud tsb.

5. Rama memilih jalan 'gelap' dg berkawan dg pengkhianat wibisono, utk menumpas alengka, kemudian mengangkat wibisono jadi raja berikutnya.
Cara yg dipakai dalam perang pun, kurang elegan sbg ksatria 'putih'
 
Duh, Kangmas Loka..

Membaca cerita ini menimbulkan sensasi yg mirip dengan yg nubi rasakan ketika pertama kali nonton Sherlock BBC Series.

Ruh klasik dalam raga yg modern nan apik..

:ampun:

Waah... Ane cuma kebanyakan berkhayal bro..

Hampir jadi satu-dua sex scene malah :ha:
 
Keren, suhu...

Kita yg hanya menikmati ibrah pada cerita dan epos mmg perlu membacanya tidak hanya dari 1 versi.

Nubi pernah baca kisah konflik rama-rahwana dalam versi cerita rakyat Srilanka.

Beberapa detail karakter dan perasaan pd versi itu sejalan dengan cerita suhu.
Sebuah persepsi yg sama sekali berbeda dengan versi india.

Once again, well written..
:)
 
Thanks bro

:ampun: :ampun:
 
Harus baca 2-3 kali baru bisa ngerti jalan ceritanya, terutama bagian 2-pasca peringatan hanoman sampai dengan bagian 3.

Sip, keren ceritanya suhu :ampun:
 
Keren, suhu...

Kita yg hanya menikmati ibrah pada cerita dan epos mmg perlu membacanya tidak hanya dari 1 versi.

Nubi pernah baca kisah konflik rama-rahwana dalam versi cerita rakyat Srilanka.

Beberapa detail karakter dan perasaan pd versi itu sejalan dengan cerita suhu.
Sebuah persepsi yg sama sekali berbeda dengan versi india.

Once again, well written..
:)
mengapa untuk versi rakyat Srilangka berbeda dengan yang versi India, bisa jadi karena Srilangka adalah tempat yang sama dengan Alengka ialah negeri dari Rahwana. Ini lebih merupakan harga diri bangsa Dravida yang merupakan penduduk asli sriLangka.​

Harus baca 2-3 kali baru bisa ngerti jalan ceritanya, terutama bagian 2-pasca peringatan hanoman sampai dengan bagian 3.

Sip, keren ceritanya suhu :ampun:

:ha: ada yang tersesat,, mungkin gara-gara SS (scene yang di sunat) yang hilang =)):lol:
 
:ampun: :ampun: :ampun:

Semoga tdk terlalu mengecewakan

:ampun: :ampun: :ampun:
 
Menarik sekali Om. :)
wes gitu aja deh. :D
 
sayangbanget aku menanti cerita selanjutny dri anda om,,,
:mantap:
 
:ampun: :ampun:

Matur nuwun rawuhipun.
 
wuuihh karya nya masterpiece... yg nulis ama yg komen guru besar sedoyo... ngapunten hu... nderek maos...
 
Waduuh.. lanjutannya .. Harus Ane sendiri yang membayangken ya Suhu... :pusing:

Tapi gak apa apa.. Nubi lebih memilih akhir yang bahagia untuk Rahwana.. , salahnya Rama yang gak Muncul.. :bata:

Terima kasih untuk ceritanya Suhu.. ternyata suhu bukan pisang mesum biasa... :bata:
 
setahu saya epos ramayana dan mahabarata merupakan fakta sejarah yang memang terjadi ribuan tahun silam. seperti biasa sang pemenang lah yang menulis sejarah.
 
sejarah yang terulang dan kembali tertuang
dalam kertas putih yang bersih.
cerita cinta saudara dan penghianatan.
well done.
 
Bimabet
@batman:

ini persoalan interpretasi. Ketika sudut pandang dirubah, hitam tak lagi melulu hitam, putih juga tak selalu suci, maka teks bisa diinterpretasikan sendiri.
Jika brada batman memilih rahwana utk happy ending, artinya paling tidak cerita ane sukses terbaca buat brada.

Bukan soal siapa menang siapa kalah, happy ending atau sad, tapi pembaca punya hak interpretasi. Persis yg saya lakukan saat mengkonsep cerita ini.
:ampun: :ampun: :ampun:

@awansamudra:
Ada yg bilang gtu bro. Sejarah-melegenda kemudian ditulis. Tapi tak ada bukti jelas.

@kumanbangsa & kessydut
Thankyou udah baca. :ampun:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd