[KEDUA]
Aku pun tersenyum dan mengangguk, “habisnya bikin penasaran, perasaan kita tuh selalu barengan, koq bisa gituan di teater.”
“Udah ga usah dipikirin, mending aku layanin kamu ya, biar kamu ga rugi udah keluar banyak uang.” Balasnya sambil tersenyum manis dengan raut wajahnya yang menenangkan diriku, “Sekarang kamu tiduran yang tenang, nikmatin aja jangan tegang.” Ci Shani pun menenangkanku dengan mengusap bahuku lalu mengatur supaya bantalnya nyaman dan menyuruhku untuk rebahan, Ci Shani jelas tahu kalau aku tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya, jangankan oleh sesama perempuan, dengan lelaki saja aku belum pernah berbuat nakal.
Setelah rebahan dan memastikan posisiku tenang, Ci Shani pun pergi ke bawah kakiku dan melebarkan keduanya, tiba tiba hatiku deg degan, tubuhku gemetaran, dan tegang melihat Ci Shani berada di bawahku, dia pun tersenyum dengan manisnya, “Tenang sayang, yang relax, tarik nafas dalam dalam terus buang pelan pelan.”
Aku pun menurutinya dan melakukannya berkali kali sampai terasa tenang, berbarengan dengan itu Ci Shani menaikan rok gaunku dan masuk ke dalam rok untuk menurunkan celana dalamku, “Loh koq ga ada, kamu ga pake?”
Dengan malu malu ku gelengkan kepala.
“Ciee.. kayanya emang udah siap banget ya hihihi mana pas buka pintu puting kamu keliatan banget berdiri, hayo aku pergi malah jadi nakal ya sekarang, udah berapa kali loh jujur?” Tanya Ci Shani seolah seperti kakak yang sedang mengintrogasi adiknya.
“Ih enak aja, ini baru pertama kali, orang niatnya buat temenin ngobrol doang, kamu sih main grad gitu aja.”
Ci Shani pun menasehati, “Kan masih ada Feni, ada Gita, ada member lain, kenapa kamu stress?? jangan kebanyakan overthinking, ga baik buat diri kamu dan karirmu.”
Aku pun melihat ke arah lain lalu menjawab, “iya sih tapi.. Aahh.. aahh.. Oohh Ci Shanii.. Aahh,,” Tidak ku sangka ternyata Ci Shani sengaja menasehatiku supaya mengalihkan pandanganku, entah sejak kapan rok gaunku terangkat namun yang pasti jilatan dan kuluman Ci Shani sangat luar biasa. Tidak pernah ku bayangkan lumatan Ci Shani bisa seenak ini.
“Oohh.. oohh.. Aaahh..” Mataku pun merem melek, tanganku mencengkram sprei kasur dan badanku menggeliat karena tidak kuat dengan rasa geli sekaligus nikmat yang diberikan orang yang paling kusayangi ini, saking nikmatnya aku sampai menjambak rambut Ci Shani dan menariknya agar semakin rapat dengan vaginaku.
“Oohh Enak banget Ci Shan.. Aahh aahh.. Oohh.. gila enak bangeett.. Maaf Ci Shani a,, aku ga kuat lagi aahh!!” Crr.. CRrr.. Crrr!! Aku pun langsung orgasme dan aku tidak menyangka Ci Shani akan melumat habis semua cairan yang keluar, setelah itu Ci Shani kembali mengulum dan menghisap semua sisa cairan yang berada disana.
Setelah merasa tenang, kubuka mata dan memberanikan diri melihat Ci Shani, hingga mata kami kini saling tatap, “Enak kan sayang?”
“Jadi dari tadi kamu liatin aku nih?”
“Iya dong, kapan lagi bisa liat kamu keenakan.”
Aku pun tertawa malu mendengarnya, “Thanks ya.. Kayanya orang itu beruntung bisa dilayani kamu.”
“Udah lah ga usah dibahas lagi, aku jadi ga enak bikin kamu overthinking lagi.”
“Hihihi abisnya…”
Ci Shani langsung memotong, “..jadi mau ku layani kaya gimana?”
“Bingung hahaha belum pernah kaya gini soalnya, ini aja awalnya iseng dong, terserah kamu deh, atau gini, kamu layani aku sama kaya kamu layani orang itu, bisa kan?”
“Emmhh..” Ci Shani terlihat berpikir keras dan mengusap belahan kemaluanku.
Aku pun tersenyum mendengarnya, “Kenapa sih kayanya kepikiran amat.”
“Gimana ga kepikiran, punya kamu ini masih mulus dan rapat banget, pasti belum pernah kan sebelumnya.”
Sambil tersenyum aku menjawab malu malu, “Ya tapi kalau main sendiri ya pasti pernah lah Ci namanya juga orang normal kan.”
“Iya juga sih, tunggu kayanya aku ada ide.” Ci Shani pun mengeluarkan sesuatu dari tas jinjingnya. Setelah sekian lama mencari, Ci Shani lalu mengeluarkan sebuah celana dalam berbahan latex dengan benda berbentuk lingkaran di tengahnya.
Setelah memakai celana dalam latex itu, Ci Shani kembali mencari sesuatu dari dalam tas besarnya, “Nah ketemu kayanya kamu cocok ukuran segini.” Lalu mengeluarkan dildo seukuran 7-9 cm dan memasangkan pada bagian tengah celana dalam latexnya.
“Gimana sayang, aku makin cantik ga pake ginian.” Ucap Ci Shani sambil berdiri di atas kasur dan mengocok dildo itu dengan dress panjang yang masih dikenakannya.
Mataku melotot dan benar benar takjub dengan apa yang kulihat, tidak salah lagi dirinya dijuluki si paling sempurna, pemandangan di hadapanku benar benar sangat indah, dengan penampilannya yang cantik, gaunnya yang elegan, Ci Shani berdiri dan mengocok dildo itu seolah kontolnya sendiri.
“Koq diem sayang? Kaget ya liat aku kaya gini?” Tanyanya sambil mendekatiku dan mengocok dildo itu tepat di hadapan wajahku.
Aku pun melihat ke wajahnya dan menjawab, “Ga salah lagi disebut sempurna.” Aku berdecak kagum, mataku berkaca kaca, mulutku pun menganga, tidak percaya dengan yang barusan aku lihat.
“Makasih sayang.” Ci Shani tiba tiba meletakan dildo itu di bibirku, reflek ku buka mulutku dan mengulum dildo itu dengan perlahan, Ci Shani mengusap rambut kepalaku dengan lembut seolah menikmati apa yang kulakukan pada dildonya, “enak sayang?”
Tentu saja aku mengangguk dan mulai menegakan tubuhku, Ci Shani meraih kedua sisi rambutku dan mulai menggenjot mulutku dengan perlahan, “Kamu cantik banget sekarang sayang.”
Walaupun beberapa kali tersedak, walau sedikit kesakitan, namun entah kenapa aku malah menikmatinya, tidak ku sangka digenjot oleh Ci Shani bisa seenak ini. Apalagi kini Ci Shani menurunkan dress yang ku kenakan dan kedua toket besarku langsung terlihat jelas, dengan lembutnya Ci Shani memainkan puting dan toketku sampai membuatku tidak kuat dengan rasa nikmat dan rangsangan yang diberikan, aku pun menurunkan dressku sampai terlepas lalu menungging agar Ci Shani lebih bebas menggenjot mulutku.
“Oohh oohh nikmatnya.” Entah aku tidak tahu apa Ci Shani benar benar merasakan enak, namun mendengar desahan dan genjotan dimulutku semakin kuat, membuatku penasaran bagaimana rasanya menggenjot perempuan dengan kontol palsu.
Tidak kuat dengan rangsangan yang diberikan tanganku pun meraih kemaluanku sendiri dan toketnya lalu menggosoknya dengan cepat, “emmhh.. Eemmhh..” Aku pun melenguh menikmatinya.
“Udah ga kuat juga ya sayang?”
Aku menatap wajah Ci Shani dan mengangguk pelan dengan mata sayu.
Ci Shani lalu mengeluarkan dildonya dari mulutku dan melepaskan dressnya, aku benar benar takjub melihat tubuh sempurnanya, apalagi dengan dildo yang tidak terlalu besar itu. Betapa kagetnya ketika Ci Shani menggantinya dengan dildo yang jauh lebih besar lagi, bahkan mencapai 30 cm lebih dengan lingkaran sangat besar.
“Ci.. ga salah?” Tanyaku sambil melongo.
“Kenapa sayang? Kan bagus?” Tanya Ci Shani yang sudah telanjang dan mengocok dildo jumbonya ke arahku.
Dia pun mendekatiku sambil mengocok dildo itu kembali, reflek ku buka mulut dan memasukan dildo yang jelas terlalu besar untuk masuk seluruhnya ke dalam mulutku, tentu hanya masuk kepala hingga leher dildonya saja.
Ci Shani mencengkram kepala belakangku dan mendorongnya perlahan, langsung ku tatap wajah Ci Shani sambil menggelengkan kepala, memberi kode kalau tidak bisa masuk lebih dalam lagi.
“Bisa koq, ayo dicoba ya, bisa koq bisa.” Ci Shani pun menggenjot dildo itu semakin kuat hingga membuatku tersedak dan kepenuhan. Mataku pun sedikit berkaca kaca dan menggelengkan kepala, namun Ci Shani malah tersenyum dan semakin kuat menggenjot mulutku dengan dildo jumbo itu.
Mulutku sudah semakin pegal, tidak kuat lagi dengan rasa sesak dan sakit yang kurasa, aku pun mencoba mendorong tubuh Ci Shani supaya tahu kalau aku tidak nyaman, namun yang ada Ci Shani malah tertawa puas sambil semakin cepat menggenjot mulutku, “Kenapa Ge? Suka kan aku kasarin hahaha.”
Aku benar benar tidak kuat lagi dengan dildo jumbo itu dimulutku, setelah sekian lama memperkosa mulutku, Ci Shani kemudian melepaskan dildo itu sampai membuatku megap megap.
“Hah.. hah.. Hah.. emang tega ya kamu dari dulu.”
Ci Shani tidak menjawabnya dan malah mengusap kemaluanku, “Coba disini ya sayang?”
Jelas aku menggelengkan kepala, tidak terbayang bagaimana kemaluanku yang masih rapat dimasuki dildo sebesar itu.
“Ayo dong, masa kalah sama member lain. Sakit sedikit koq, tapi nanti kamu keenakan. Ayo dong mau ya? Kapan lagi coba aku genjotin.” Ci Shani benar benar memaksaku memasukan dildo jumbo itu, tentu saja aku terus menolaknya.
Namun saat Ci Shani mendorong tubuhku, entah kenapa aku malah menurutinya dengan merebahkan tubuhku, meski mulutku berkata tidak namun kakiku malah meregang.
“Biar kamu cepat terbiasa sayang.” Ci shani pun mendekati kemaluanku dan melahapnya sambil memasukan 1 jari tengahnya.
“Aahh aahh.. Enak Ci.. oohh oohh..”
“Sluurpp.. Sluurpp.. Enak kan? Baru 1 jari loh, gimana kalau dildonya aku masukin ke dalem hihihi.”
Pikiranku pun melayang, dan mulai penasaran bagaimana rasanya digenjot, apalagi yang akan menggenjotku adalah perempuan cantik yang selalu ku kagumi dan selalu ada untukku. Melihat tidak ada lagi perlawanan dari diriku, Ci Shani kemudian bangkit dan mengarahkan dildo itu ke belahan kemaluanku yang sangat basah dan banjir cairan pelumas. Kepalaku terus menerus menggeleng saat dildo itu semakin dekat namun tanpa perlawanan sama sekali.
JLEB!! Akhirnya kepala dildo berukuran jumbo pun masuk ke dalam kemaluanku.
“AARRGH!! SAkiit!! SAKITT! CII!! AARGHH!!”
Ci Shani sama sekali tidak mengindahkan dan terus memasukan dildo itu sampai masuk leher dildonya, barulah dia menimpa tubuhku dan berkata, “Sakit di awal doang sayang, nanti juga kamu keenakan.”
“Aargh!! Ampuun Ci ampuun sakit bangeet.” Ucapku sambil menangis.
Ci Shani pun menyeka air mataku, mendiamkan genjotannya sejenak, lalu mencium bibirku, akhirnya, setelah pertemanan 9 tahun lebih aku bisa merasakan bibir lembut dan tipisnya, lidah Ci Shani pun keluar membuka mulutku dan langsung melumat habis lidahku, sapuan lidahnya benar benar sangat lembut, sedikit kasar, basah, dan sangat hangat. Aku yang barusan kesakitan pun sudah mengabaikan rasa sakit dan perih di kemaluan, ku buka mataku hingga mata kami saling bertemu, ku perhatikan wajah cantiknya benar benar tulus mencium bibirku. Tiba tiba Ci Shani melepaskan ciumannya dan mengangkat tubuhnya dengan bertumpu ke samping tubuhku, dia pun kembali menggenjotku yang tadi sempat tertunda.
“Aargh.. Arrgh.. Aargh..” Aku masih saja kesakitan, namun yang membedakan, kali ini aku tidak mengeluh atau menolaknya, ku biarkan perempuan cantik ini memperkosa kemaluanku yang masih rapat, biarlah kemaluan ini akan rusak dan berlubang, aku iklas selama yang memperkosaku adalah Ci Shani.
“Gimana sayang? Masih sakit?”
“Aargh sakit banget Ci.. tapi ga apa apa.. Selama Ci Shani yang perawanin.. A.. aku iklas koq.. Aku tahan sampai bisa enak.”
Ci Shani tersenyum mendengarku, “Gitu dong, nanti kalau kamu udah enak, pasti aku layanin, sekarang pasrah aja ya sayang, jangan dilawan.”
Aku mengiyakan dan berusaha tenang meski rasa sakit dan perih ini sangat luar biasa merusak dan merobek robek kemaluanku.
Menit demi menit berlalu, perlahan namun pasti akhirnya aku merasa terbiasa juga, kini sudah tidak ku rasakan rasa sakit dan perih itu, mengetahui itu Ci Shani langsung meraih kedua kakiku dan meletakan di kedua bahunya, dia pun meletakkan bantal dibawah pinggulku sampai terangkat tinggi lalu menggenjot kemaluanku dengan kecepatan penuh dan sangat kencang.
“Aahh aahh.. Aaahh enak Ci.. oohh.. Enak bangeet.. Aahh aahh..” Jelas saja aku mendesah sangat kencang, rasa nikmat ini sangat luar biasa, belum pernah kurasakan nikmati ini sebelumnya.
“Gimana sayang, sekarang udah enak kan? Udah ku layani kan?”
“Iya sayang.. Oohh oohh.. Enak banget Cii.. aahh, Ayo genjot aku lebih kencang lagii.. Oohh.. mantab bangeet.”
Ci Shani tentu menuruti keinginanku dengan menggenjotnya makin kuat. Pandangan Ci Shani kala itu benar benar terlihat puas memperkosaku dan senang melihat ekspresi keenakanku.
Saat aku orgasme untuk kedua kalinya, Ci Shani tidak menghentikan genjotannya, bahkan untuk segera mengizinkanku menikmati orgasmeku sendiri, Ci Shani berkata sengaja supaya aku bisa terus menerus orgasme dan dipuaskan olehnya, benar saja tidak lama dari itu aku kembali orgasme, beberapa menit kemudian orgasme, dan terus orgasme berurutan dengan jarak yang semakin singkat.
Entah sudah berapa lama aku digenjot Ci Shani, kini tubuhku sudah bermandikan keringat, rambutku sudah berantakan, dan kasur ini benar benar basah dengan orgasmeku. Saat itu lah Ci Shani mulai menghentikan genjotannya, “Istirahat dulu ya sayang, pegel banget.” Ucapnya sambil menarik dildo itu begitu saja, hebatnya saking kuatnya tarikan sampai membuatku orgasme untuk kesekian kalinya.
Ci Shani dengan polosnya hanya rebahan disampingku.
“Hah.. hah.. Hah.. udah berapa lama sih? Gila cape banget, tapi puas sih.” Ucapku sambil pergi mengambil botol air mineral di seberang kasur, aku pun memberikan 1 untuk Ci Shani, “Terima kasih.” Balasnya.
Setelah minum sampai seperempatnya barulah Ci Shani menjawab, “Baru 20 menit Ge.”
Aku melotot dan melihat ke arah jam, “Wah beneran ternyata cuma 20 menit, koq kaya lama banget ya.. Perasaan tadi aku keluar banyak banget.”
“Ya memang, semenit sekali, makanya kasurnya banjir banget.” Jawab Shani sambil tiduran di atas kasur basah itu.
“Ga apa apa Ci tiduran di kasur basah gitu?”
“Justru enak tiduran di atas orgasme kamu.”
Aku sedikit salting dan rebahan di samping Ci Shani sambil memeluknya dari samping. Ci Shani lalu meraih wajahku dan kami pun ciuman. Tangan Ci Shani di toketku dan aku mengocok batang dildonya.
“Terima kasih ya sayang udah bikin aku puas.”
“Maaf udah bikin memek kamu berlubang.”
“Masa?” Aku pun merebahkan diri dan memasukan jari tengah ke dalam kemaluanku, benar apa kata Ci Shani, terasa mudah saat ku masukan dan terasa sedikit longgar, “Ih iya hahaha lubangnya gede gini, tapi ga apa apa deh, kenang kenangan dari kamu.”
“Sekarang giliran kamu dong sayang.”
“Gimana?” Tanyaku penasaran.
Ci Shani pun mengarahkanku untuk menaiki tubuhnya dan mengajariku untuk WOT, awalnya aku kaku hanya naik turun biasa dan bergoyang maju mundur biasa, sampai Ci Shani menyuruhku untuk tenang menikmatinya dan membebaskan pikiranku, ku coba semua yang diperintahkan Ci Shani sampai akhirnya aku keenakan dan mulai bergoyang bebas.
“Aahh.. aahh enak Cii..” Ucapku sambil merem melek menikmati dildo jumbo itu mengaduk aduk di kemaluanku.
Ci Shani pun mendukungku dengan mengusap klitoris dan memainkan kedua toketku bergantian. Aku mendesah semakin kuat sampai akhirnya aku tidak kuat dan kembali orgasme sampai membuatku terjatuh di atas tubuh Ci Shani.
Dengan dildo yang masih berada di kemaluanku, kegoyang dan kugenjot sambil ciuman kembali dengan bibir lembutnya. Kali ini aku yang menguasai permainan, meski begitu tetap saja aku tidak bisa menahan orgasme dan semakin membasahi kasur ini.
“Udaahh udah cii.. Ga kuat.. Hah.. hah.. Hah..” Ucapku sambil melepaskan diri dan kembali rebahan di kasur ini. Ku pejamkan mata dan mengistirahatkan diriku, tidak kuat setelah berkali kali orgasme. Kini kurasakan Ci Shani memeluk tubuhku sambil menggesekan dildo di pahaku, ku biarkan Ci Shani melakukan apapun atas tubuhku saat aku tidur nanti, aku tidak kuat lagi, dan kini semuanya gelap.