andytama124
Guru Semprot
- Daftar
- 25 Dec 2014
- Post
- 565
- Like diterima
- 83
3
Ketika keluar dari kamar tahanan, para penjaga ternyata masih tetap dalam keadaan tertotok, sehingga gerakan Kiang Cun Le dan kawan-kawan masih belum tercium. Tetapi dengan jumlah yang meningkat dan dengan tingkat kepandaian yang berbeda jauh, Kiang Cun Le sudah menduga, bahwa gerakan mereka akan dengan segera tercium.
Karena dia sadar, ada setidaknya seorang tokoh lihay yang becokol di markas utama ini. Karena itu, dengan segera dia meminta Kwi Beng bersama Ma Heng Kong dan Tian Kui Hok untuk segera bergerak cepat. Karena sangat percaya diri, para sandera ditempatkan disekitar markas pertama Tiam Jong Pay, markas pengendalian urusan dagang, tetapi sedikit agak di luar perkampungan.
Ketiga tokoh itu segera melaju dengan melalui jalan jalan yang tidak biasa, karena kedua tokoh utama Tiam Jong Pay itu sudah tentu mengenal jalanan di markas utama perguruannya. Sementara itu, sebagaimana dugaan Kiang Cun Le, gangguan setitik saja, sudah membuat si sosok langsing yang sangat sakti itu tergugah dan sadar sesuatu sedang terjadi.
Kiang Cun Le menyadari, bahwa mereka perlu segera bergegas ke kamar Ciangbunjin, waktu sangat terbatas. Perlu segera meminta Bu Kang Cu memimpin dan memerintahkan perlawanan massal anak murid Tiam Jong Pay.
Kakek sakti itu sadar, tokoh yang tergugah tadi, pasti masih harus menghabiskan sedikit waktu guna memastikan yang terjadi dan membangunkan kawan kawannya. Dan memang seperti itu yang terjadi, tetapi pun tidak cukup lama waktu yang diperlukan orang itu. Segera terdengar sebuah siulan tanda bahaya dari mulutnya, dan hal itu membuat Kiang Cun Le tercekat.
Suara itu suara seorang wanita. Tetapi, bukan fakta bahwa suara itu suara seorang wanita yang mengejutkannya, tetapi kenyataan bahwa lawannya tersebut memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Mungkin bahkan tidak disebelah bawahku batinnya.
Untungnya waktu seketika yang terbatas itu telah mencukupi bagi mereka untuk mencapai kamar Ciangbunjin, yang sekaligus sebenarnya menjadi tempatnya ditahan. Betapa kagetnya Bu Kang Cu ketika melihat kembali Kiang Cun Le, bahkan bersama Gui San Bu dan Souw Kwi Song. Ada sinar gembira, sinar kaget dan juga kecemasan yang memantul dari pandang matanya.
Betapa tidak, orang-orang yang berdiri dihadapannya adalah tokoh yang diharapkannya menyelamatkan Tiam Jong Pay serta wakilnya yang dia tahu dalam tahanan musuh. Gembira karena Kiang Cun Le yang sakti mandraguna akan menolong mereka, tetapi khawatir karena sesuatu yang mengerikan bagi keluarganya sangat mungkin terjadi.
Kiang Locianpwee, kalian . Gui Sute, kalian sudah bebas?
Hm, suheng, waktunya mengadakan perlawanan
Tapi .. tapi Bu Kang Cu masih mengalami kekagetan
Tidak ada tapi lagi suheng. Tenangkan hatimu, ji suheng dan su sute sudah berangkat membebaskan sandera dengan dibantu pedekar kembar dari Siauw Lim Sie. Disini kita dibantu Kiang Locianpwee, maka saatnya kita memukul para penghianat itu Gui San Bu berkata dengan penuh semangat dan perlahan sanggup membakar semangat ksatria Bu Ciangbunjin.
Baiklah, sute, engkau bunyikan tanda bahaya dan tanda panggilan Ciangbunjin, sebentar lagi lohu akan bergabung diberanda depan untuk mengeluarkan perintah. Mohon petunjuk Kiang Locianpwee
Lakukanlah Bu Ciangbunjin
Terima kasih locianpwee dan bergegas kemudian Gui San Bu dengan dikawani Kwi Song melangkah kedepan ruangan Ciangbunjin, sementara Bu Kang Cu memasuki kamarnya kembali dan tidak lama kemudian saat dia menggenggam Pedang tanda jabatan Ciangbunjin Tiam Jong Pay, telah berkumandang tanda bahaya dan panggilan untuk bertempur bagi anak murid Tiam Jong Pay.
Tidak lama kemudian mulai bermunculan anak murid Tiam Jong Pay, terutama murid-murid dari Markas Pertama. Karena murid-murid di markas utama rata-rata sudah terbeli atau sudah dalam kekuasaan pihak penyusup yang dikomandani Kwan Bok Hoan. Dan sudah tentu yang tiba lebih dahulu adalah para murid utama, atau murid-murid didikan Ciangbunjin dan para sutenya.
Tetapi, mereka yang tersisa, rata-rata sudah dalam kekuasaan penyusup, tetapi meskipun demikian masih tersisa rasa hormat mereka terhadap mereka yang menjadi guru pada beberapa waktu lalu. Karena itu, sambil memberi hormat mereka kemudian bertanya:
Ciangbunjin, ada perintah apakah, apa yang terjadi?
Bagus, kalian masih memanggilku ciangbunjin partay kita. Hari ini kutegaskan dan harus kalian pilih, berdiri dibelakangku membela kehormatan Tiam Jong Pay, atau berdiri di belakangku berhadapan dengan Tiam Jong Pay
Wajah kelima murid utama yang telah membangkang itu menjadi pucat. Betapapun mereka merasa berhutang budi kepada guru dan pemimpin partaynya, tetapi keuntungan dan godaan kemewahan menahan langkah kesetiaannya.
Karena itu, mereka menjadi ragu-ragu dan agak sulit untuk mengambil keputusan. Tengah mereka kebingungan, mulai pada masuk puluhan anak murid Tiam Jong Pay dari markas pertama, dan bersamaan dengan itu pula, Tibet Sin Mo Ong menampilkan dirinya:
Engkau .. iblis busuk dari Thian Liong Pang Kwi Song memandang gemas dan ingin secepatnya menggempur iblis tersebut. Dan nampak di belakang iblis tersebut berdiri tokoh-tokoh lain, yakni Ciu Lam Hok dan Bu Tek Coa Ong (Raja Ular Tanpa Tanding). Bahkan tidak lama kemudian, kawanan pencoleng yang berilmu tinggi dan menyamar sebagai murid Tiam Jong Pay dan berjumlah nyaris 50an orang, telah berdiri di belakang mereka bertiga. Dan melihat 5 murid utama penghianat dari Tiam Jong Pay seperti susah menghadapi Ciangbunjinnya, maka berkatalah Tibet Sin mo Ong:
Hahahaha, pilihlah, berjuang bersama kami atau bertobat dan dihukum berat di perguruanmu dan hebat akibat hasutan Tibet Sin Mo Ong ini. Kelima murid utama tersebut dengan cepat menemukan kenyataan bahwa tiada jalan mundur bagi mereka. Hanya ada jalan darah, dan setelah saling lirik, akhirnya mereka menetapkan pilihan .. pilihan itu adalah melompat mundur ke barisan Tibet Sin Mo Ong.
Dan pada saat itu juga, berdiri dua barisan yang hampir sama banyak, tetapi barisan Tiam Jong Pay semakin lama semakin banyak jumlahnya. Bahkan, murid-murid tingkat pertama, di bawah murid utama, semakin banyak berdatangan dari markas pertama. Dan melihat keadaan tersebut, semangat ksatria tumbuh kembali di dada Bu Kang Cu dan Gui San Bu.
Baiklah murid-murid Tiam Jong Pay, disini berdiri Ciangbunjin kalian dengan lambang kepemimpinan Pedang Tiam Jong. Partai kita telah kemasukan pengkhianat bernama Kwan Bok Hoan yang telah mengajak kelima murid utama lainnya berkhianat. Bukan tidak mungkin kematian murid utama lainnya disebabkannya. Bahkan mereka berani menangkap dan menyekap Gui Sau Bu Wakil Ciangbunjin dan juga para penasehat dan pelindung Tiam Jong Pay. Hari ini, selaku Ciangbunjin, lohu memerintahkan semua murid Tiam Jong Pay yang masih setia untuk bertarung menyelamatkan partay
Hahahahahahaha terdengar suara tertawa mengguntur dari Tibet Sin mo Ong
Perguruan Tiam Jong Pay akan tergusur habis jika berani melawan kekuatan Thian Liong Pang. Silahkan jika kalianpun ternyata ingin ikut terkubur bersama nama Tiam Jong Pay hebat nada ejekan tokoh iblis ini.
Dengar murid-murid Tiam Jong Pay .. mereka yang masih setia, bersiap menghadapi musuh dan membela kehormatan perguruan teriak Bu Kang Cu bersemangat. Dan diam-diam, Gui San Bu terharu melihat bahwa dugaannya benar, jauh lebih banyak murid Tiam Jong Pay yang setia dibanding yang berkhianat terhadap partaynya.
Hahahaha, Ciangbunjin, apakah engkau tidak lagi peduli dengan keselamatan keluargamu? Terdengar Tibet Sin Mo Ong mengancam
Sudahlah, tenangkan hatimu ciangbunjin suheng, sudah ada tenaga yang lebih dari cukup membebaskan sandera beberapa waktu lalu bisik Gui San Bu yang membuat Ciangbunjinnya kembali tenang.
Apabila merekapun memang ditakdirkan menjadi korban dari perlawanan Tiam Jong Pay, apa boleh buat akhirnya terdengar kalimat mengharukan itu dari Bu Kang Cu dan membuat Tibet Sin Mo Ong mengerutkan keningnya. Marah. Karena itu, segera dia mengeluarkan siulan panjang. Nampaknya semacam kode tertentu untuk memberi perintah kepada pengikutnya.
Dan dalam waktu bersamaan, Bu Kang Cu kemudian mengeluarkan perintah menyerbu pihak penyusup dan penghianat itu. Dan Kwi Song dengan cepat telah melayang menggempur Tibet Sin Mo Ong yang dengan cepat pula menyongsong serangan Kwi Song, sementara Gui San Bu telah menyerang Bu Tek Coa Ong, sedangkan Ciangbunjin Tiam Jong Pay menyerang Ciu Lam Hok.
Meskipun jumlah murid Tiam Jong Pay sudah jauh lebih banyak daripada lawannya, tetapi di pihak Thian Liong Pang terdapat 5 murid utama yang berkhianat serta juga Kwan Bok Hoan yang lihay. Karena itu, keadaan Tiam Jong Pay justru lebih membahayakan. Untungnya tokoh-tokoh penghianat itu menghadapi perlawanan penuh semangat dan keroyokan murid-murid pertama dari Tiam Jong Pay.
Dengan demikian, meskipun banyak korban yang jatuh di pihak Tiam Jong Pay tetapi masih belum sanggup menggoyahkan perlawanan mereka. Sementara di piha tokoh mereka, nampaknya Kwi Song masih sedikit di atas angin, sementara Gui San Bu dan Bu Kang Cu bertarung sangat ketat melawan Bu Tek Coa Ong dan Ciu Lam Hok.
Dan kelihatannya untuk waktu yang lama pertarungan mereka sulit ditentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dengan demikian, pertarungan berlangsung semakin lama semakin seru dan otomatis korbanpun jatuh semakin banyak. Terutama korban di pihak Tiam Jong Pay yang meski berjumlah lebh besar, tetapi harus menghadapi tokoh-tokoh sekelas Kwan Bok Hoan dan murid utama penghianat lainnya.
Jatuhnya korban di pihak Tiam Jong Pay nampaknya tidak banyak berpengaruh, selain karena mereka bertarung mempertahankan kehormatan perguruan, juga karena murid yang berdatangan terus bertambah. Sementara jumlah anak buah di pihak Thian Liong Pang selalu susut dan berkurang akibat tiada lagi penambahan kekuatan.
Apalagi, salah seorang dari lima murid utama yang berkhianat sudah jatuh dan tidak sanggup melanjutkan pertempuran, sementara yang satu lagi sudah terluka. Sementara itu Tibet Sin Mo Ong semakin lama semakin keteteran menghadapi serbuan dan serangan Kwi Song yang bertarung semakin lama semakin hebat. Hanya Ciu Lam Hok dan Bu Tek Coa Ong saja yang bertarung cukup trengginas meskipun juga bisa ditahan oleh lawan mereka masing-masing.
Tetapi, Tibet Sin Mo Ong anehnya sebagai pemegang komando masih merasa aman dan tidak mengeluarkan perintah mundur. Nampaknya mereka memiliki sandaran dan pegangan untuk memenangkan pertarungan di Tiam Jong Pay ini. Tetapi lama kelamaan, Tibet Sin Mo Ong yang akhirnya melihat betapa anak buahnya semakin susut menjadi khawatir dan berpikir: Kemana gerangan nenek tua itu?, dan meskipun terdesak masih sempat sekali dua kali matanya mencari-cari tokoh yang dimaksudkannya.
Apalagi Kwi Song yang suka meledek akhirnya mengerti, bahwa lawannya sedang menunggu bantuan telah meledeknya:
Masih ada siapa lagi sandaranmu Hu Pangcu, apa engkau takut bayangan kegagalan ada di depan matamu?
Binatang, apa engkau kira aku takut menghadapimu? erang Tibet Sin Mo Ong penuh kemurkaan
Bukan, bukan takut kalah melawanku. Toch engkau sudah kalah berkali kali melawan kami. Tapi kalah sekali lagi, dan sebentar lagi engkau harus tertawan atau kembali melarikan diri hahahahaha Kwi Song benar benar usil dan terus menerus berusaha merusak konsentrasi Tibet Sin Mo Ong yang memang sebenarnya sudah kewalahan.
Hm, kita lihat nanti siapa yang akan kalah atau menang tegas Tibet Sin Mo Ong pendek, karena setelah itu dia harus kewalahan menangkis sejumlah pukulan Kwi Song.
Semakin lama pertempuran menjadi semakin brutal. Bisa dipastikan dengan keunggulan jumlah anak murid Tiam Jong Pay yang masih terus bertambah, maka pihak penyusup akan terpukul kalah. Melihat keadaan yang terus menerus memburuk, para pentolan kelompok penyusup yang sebenarnya adalah tokoh Thian Liong Pang semakin khawatir. Dan di tengah keadaan demikian, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang menghentak udara, penuh daya magis dan merontokkan nyali lawan:
Orang-orang Tiam Jong Pang, letakkan senjata atau kalian menjadi santapan ular besarku ini
Dan tiba-tiba di udara nampak seekor ular besar, sangat besar meliuk-liuk siap menerkam siapa saja. Ular itu terlihat sangat besar, beberapa kali besar orang dewasa dan membuat para murid Tiam Jong Pay gementar ketakutan. Tetapi pada saat itu, Kwi Song yang sadar apa yang terjadi, telah menyiapkan pukulan Ban Hud Ciang yang mujijat, dalam jurus Tapak Budah Mendorong Awan, jurus kedelapan yang diiringi suara-suara memuji kebesaran Budha.
Pukulan keras berhawa mujijat yang diiringi puja-puji kebesaran Budha terlontar kearah ular hitam besar itu. Dan ketika membentur, Ular Hitam itu nampak mengejang dan hilang sekejap, tetapi sebentar kemudian ular itu sudah nampak kembali mengambang dan meliuk-liuk di udara. Kwi Song segera menyiapkan pukulan lain yang lebih dahsyat, tetapi sebelum melakukannya dia mendengar bisikan lirih di telinganya:
Mundurlah anakku, biarkan yang tua melawan yang tua
Sadarlah Kwi Song bahwa kakek Kiang Cun Le ternyata tidak melibatkan diri karena menunggu lawan satu ini untuk tampil. Dan benar saja, tiba-tiba terdengar sebuah suara berhawa mujijat lain yang mengambang di udara, tetapi nampaknya melawan pengaruh magis sebelumnya:
Gayatri .. buat apa menakut-nakuti anak-anak, mari, biar yang tua dilayani oleh yang tua
Hi hi hi . .. Cun Le, engkau salah jika mengira masih akan sanggup mengalahkanku seperti pertarungan dulu itu Nenek tua yang ternyata adalah tokoh perempuan asal Thian Tok itu menyahut.
Sayangnya, jadwal pertempuran masih setahun dua tahun lagi Gayatri. Buat apa engkau melibatkan diri dalam kekisruhan di Tionggoan ini?
Hi hi hi . Cun Le, engkau bodoh atau pura pura bodohkah? Banyak tokoh-tokoh sepuh dan maha sakti sekarang berkeliaran karena kisah lembaran berisi ilmu sakti digdaya itu. Masakan aku tingal diam saja?
Bukankah engkau bahkan telah menguasai isi dari salah satu dari lembaran itu Gayatri? Apakah itu belum cukup? Kakek Cun Le tetap bersuara sabar.
Sementara Tanya jawab dengan kekuatan mujijat berlangsung, pertempuran untuk sementara terhenti. Gedoran suara suara berhawa mujijat yang menyusup masuk ke sanubari mereka, merasuk dan mempengaruhi keseimbangan jiwa dan semangat mereka. Untungnya tanya jawab itu berlangsung timbale balik, suara si Nenek menyerang sementara suara Kakek Cun Le menyeimbangkan keadaan.
Sehingga tanya jawab itu sendiri merupakan sebuah pameran pertandingan berhawa sihir. Hanya saja, Kakek Cun Le paham, dalam hal sihir, dia masih dibawah Gayatri. Hanya karena kekuatan batin dan ilmu lurus yang dikuasainya sajalah yang membuatnya mampu mengimbangi.
Tapi, jika pertandingan adu sihir terjadi, dia paham bahwa banyak korban yang tidak bersalah akan jatuh:
Justru karena aku telah menguasai sebagian isi lembaran itulah maka sulit bagimu untuk mengulangi kemenangan di masa lalu Cun Le
Jika engkau butuh kemenangan itu, biarlah kali ini aku mengaku jika aku memang kalah olehmu Gayatri
Hm, engkau pikir aku anak kecil yang mudah dibujuk seperti itu Cun Le?
Karena aku tidak butuh kemenangan itu
Baiklah, mengapa tidak dicoba sekarang saja, hitung-hitung pemanasan sebelum waktunya tiba Dan seiring dengan lenyapnya suara Gayatri, angin pukulan menderu dari ular hitam yang masih mengambang sudah mengarah kepada kakek Cun Le. Keduanya ternyata berdiri di wuwungan rumah yang tenga-tengahnya adalah arena pertempuran. Sesaat sebelum pertempuran aneh dan mengerikan itu terjadi, Kwi Song mendengar bisikan lirih di telinganya:
Pertempuran ini bakal sangat berbahaya, jauhkan semua orang dari arena. Nenek itu, adalah tokoh hitam asal Thian Tok, dia kini sudah jauh lebih berbahaya dibandingkan puluhan tahun silam. Mudah-mudahan lohu bisa mengimbanginya
Nampak Kakek Cun Le mengibaskan tangannya kearah ular yang menyerang datang, tetapi benturan keduanya sama sekali tidak menerbitkan suara apapun. Tetapi, ada cahaya berkeredepan yang terpancar dari benturan antara Ular Hitam dan Kiang Cun Le. Padahal, dimata Cun Le, Ular Hitam itu hanyalah semacam sapu tangan yang diisi kekuatan sihir dan digunakan menyerangnya. Tetapi, keseudahan benturan pertama itu sungguh luar biasa:
Hebat hebat Gayatri, engkau memang maju sangat jauh
Hik hik hik, ternyata engkaupun rajin mengasah diri Cun Le. Apakah adikmu juga setangguh engkau sekarang ini? Nenek Gayatri juga memuji. Kaget, karena setelah menguasai beberapa ilmu dari lembaran sakti itu, dia masih belum sanggup mengatasi Kiang Cun Le. Karena itu, tubuhnya tiba-tiba melayang dan melesat keudara, langsung menyerang kearah Kiang Cun Le.
Melihat keadaan itu, Kakek Cun Le paham, bahwa hanya dengan balas menyerang dia tidak akan celaka. Kesaktian Gayatri sekarang ini sudah jauh melampaui pertempuran mereka dulu, dan jika membiarkan diri diserang, sama dengan jatuh dibawah angin.
Karena itu, tubuhnyapun melesat keudara dan keduanya bagaikan bayang-bayang yang bertarung diudara bebas, sebentar berbenturan dan sebentar berpisah. Untungnya, arena di bawah sudah dikosongkan setelah Kwi Song menghubungi Bu Kang Cu dan Gui San Bu dan bertindak cepat mengosongkan arena. Hal yang sama juga dilakukan oleh kelompok Thian Liong Pay, sehinga arena kini bebas digunakan Kakek Cun Le dan Nenek Gayatri.
Kedua kelompok kini dipisahkan oleh arena pertempuran yang meski tidak mengeluarkan suara mengelegar, hanya bunyi desisan dan suara mencicit dari benturan kekuatan mereka yang bertarung, tetapi justru sangat mencekam. Berkali-kali Kakek Cun Le dan Nenek Gayatri berbenturan, dan hanya Kwi Song dan Tibet Sin Mo Ong belaka yang mampu mengikuti pertarungan luar biasa itu.
Kwi Song bisa melihat, bahwa sebetulnya Kakek Cun Le masih menang matang dibandingkan Nenek luar biasa itu. Tetapi, jurus-jurus serangan dan kekuatan Nenek Gayatri, diyakininya masih berada diatasnya, dan jika dia yang maju, maka dia masih belum tandingan nenek sakti itu. Diam diam Kwi Song mengeluh, betapa banyak tokoh hebat di pihak lawan.
Sementara itu, Kiang Cun Le akhirnya berdiri ditengah lapangan, dan bersilat dengan banyak mengibaskan lengan kiri dan kanannya. Sementara Nenek Gayatri seperti melayang-layang dan kadang nampak bagaikan seekor ular besar yang coba melilit Kiang Cun Le.
Kekuatan sihir sajalah yang membuat Gayatri sedikit mampu mengimbangi Kakek Cu Le. Tetapi, kekuatan-kekuatan mujijat yang mengalir keluar dari pukulan-pukulan Khong Ih Loh Thian, membuat kekuatan kekuatan sihir membuyar. Dan karena itu, Nenek Gayatri tidak sanggup mendekati Kakek Cun Le, bahkan semakin lama tenaga batin dan tenaga dalamnya banyak terkuras dalam menyerang lawan yang kokoh tersebut.
Sementara Kakek Cun Le tidak meladeni adu tenaga batin dan sihir, karena dia kurang terlatih dibandingkan lawan yang memang melatih diri dalam ilmu ilmu sihir di India (Thian Tok). Tengah kedua tokoh sakti mandraguna itu bertempur, tiba-tiba masuk Kwi Beng bersama Ma Heng Kong dan Tian Kui Hok.
Tetapi, langkah Kwi Beng sungguh sangat berat, nampaknya dia terluka tidak ringan disebelah dalam. Begitupun Kwi Beng masih tetap memaksakan diri untuk berjalan, dan ketika melihat Kwi Song dalam keadaan sehat tiba-tiba tubuhnya ambruk, nampaknya tidak tahan lagi:
Koko, ada apa denganmu? tetapi tiada jawaban sama sekali.
Locianpwee apa yag terjadi dengan koko Kwi Beng? Kwi Song bertanya kepada Ma Heng Kong ketika mendapati Kwi Beng sudah tidak sadarkan diri.
Souw Tayhiap bertarung dengan seorang yang lihaynya luar biasa. Baru kali ini lohu melihat ada kesaktian seperti itu di dunia persilatan jawab Ma Heng Kong bergidik membayangkan kehebatan lawan Kwi Beng.
Tetapi Souw Tayhiap bisa meladeni orang itu beberapa lama timpal Tian Kui Hok yang betapapun mengagumi perlawanan Souw Kwi Beng. Sementara itu, Kwi Song dengan cepat sudah membantu menyalurkan tenaga dalamnya kepada kakaknya. Hatinya sedikit mencelos menemukan kenyataan betapa tubuh kakak kembarnya seperti tak bertenaga lagi.
Dilain pihak, Tibet Sin Mo Ong tercekat melihat adanya tenaga tambahan dari pihak Tiam Jong Pay, bahkan muncul pula Kwi Beng meski terluka. Harapan tinggal terletak kepada Nenek Gayatri. Katanya ada seekor Naga maha sakti yang mendekam di Tiam Jong Pay, mana Naga itu? rutuk Tibet Sin Mo Ong penasaran.
Tambah penasaran lagi karena melihat kenyataan Nenek Gayatri perlahan namun pasti mulai melemah perlawanannya karena menghamburkan tenaga batinnya dalam upaya menindih Kiang Cun Le. Di pihak Kakek Cun Le sendiri merasa semakin tercekat: Tanpa petunjuk locianpwee Kolomoto Ti Lou, mustahil aku sanggup menahan dan mengalahkan Gayatri, Luar biasa, kemajuannya sungguh sangat luar biasa.
Sementara Gayatri sendiri juga terkejut luar biasa: Luar biasa setan tua ini, setelah menguasai banyak ilmu dari lembaran pusaka itu, ternyata masih juga belum mampu menundukkannya. Bahkan baik dengan Ilmu Sihir maupun dengan Ilmu Silat masih belum mampu untuk mengalahkannya.
Menyadari keadaan yang bertambah runyam itu, tiba-tiba Nenek Gayatri mengeluarkan teriakan yang penuh dengan hawa mematikan. Inilah Gelap Ngampar, sebuah jurus yang sangat berbahaya dari lembaran ketiga pusaka yang tercuri di Kerajaan Sriwijaya.
Sebuah Ilmu mematikan, mirip dengan Sai Cu Ho Kang, tetapi memiliki kedahsyatan yang luar biasa. Dalam waktu singkat, 7 tubuh terlontar dengan dada pecah, 5 orang dari anak murid Tiam Jong Pay dan 2 dari pihak Thian Liong Pang. Mereka berdiri paling depan, padahal ilmunya paling cetek, karena itu dengan segera mereka menjadi korban.
Melihat keadaan tersebut, mau tidak mau Kiang Cun Le harus bertindak cepat. Jika ilmu ciptaan dan andalannya, Khong Ih Loh Thian selama ini digunakan hanya untuk membela diri, maka kali ini digunakan dengan penuh kekuatan terlontar kearah Nenek Gayatri.
Sebab jika Nenek itu dibiarkan beberapa lama lagi memekik seperti itu dan menaikkan nada suaranya, maka akan lebih banyak lagi korban yang jatuh. Betapa welas asihpun Kiang Cun Le, tidak sanggup dia melihat pembantaian di hadapannya tanpa berbuat apa-apa. Maka keluarlah hembusan angin yang terasa semilir, tetapi berisi kekuatan yang mengerikan, meluncur kearah Gayatri.
Tahu diri, Gayatri dengan segera menarik pekikan Gelap Ngampar, yang juga sebenarnya kode memangil kawan, dan bersiap memapaki serangan Kiang Cun Le. Hanya terdengar benturan dengan suara lembut: Wusssss, tetapi akibatnya Nenek Gayatri terdorong sampai 3 langkah ke belakang, sementara Kiang Cun Le hanya bergoyang-goyang sebentar.
Belum lagi Nenek Gayatri tegak berdiri, tiba-tiba serangan dengan kekuatan yang mengunci jalan keluarnya karena pengerahan tenaga yang luar biasa telah mengurungnya di tengah. Tetapi, tidak kecewa Gayatri menjadi tokoh Thian Tok yang maha sakti, dengan menggoyang goyang tubuhnya bagaikan ular menggeliat, dia membentur serangan Cun Le, tetapi tidak dengan kekerasan.
Bahkan dia membiarkan tubuhnya terdorong kebelakang dan memunahkan daya serangan lawan sambil menyiapkan serangan balik. Tetapi, Kakek Cun Le sadar apa yang terjadi, dia tidak mengejar lawan, tetapi menyiapkan jurus-jurus pamungkas lainnya. Karena itu, dia tidak termakan tipuan lawan, tetapi menjaga agar Gayatri tidak menimbulkan korban lebih jauh.
Setelah Gelap Ngampar dikeluarkan dan Naga terpendam yang dimaksud belum juga muncul, mulailah baik Tibet Sin Mo Ong maupun Nenek Gayatri khawatir. Ada sesuatu yang tidak beres nampaknya. Karena itu, adu pandang sekilas antara keduanya segera memperoleh konfirmasi, bahwa harapan bertahan sudah buyar.
Kehadiran Kiang Cun Le dan entah halangan apa yang ditemui Naga Terpendam yang diandalkan membuat mereka dalam posisi terdesak. Untung Kwi Song dan Kwi Beng sedang berhalangan, jika tidak, maka jalan mundur sungguh sangat terjal. Pada saat itulah tiba-tiba setelah bertukar kode dengan Tibet Sin Mo Ong, Gayatri menyerang dengan seluruh kekuatannya.
Dia membuat Kiang Cun Le sibuk, dan tiba-tiba terdengar lengkingan Gelap Ngampar sekali lagi, tetapi tidak menimbulkan korban karena semua orang sudah menyingkir dan menjauhi arena. Kapok melihat korban pekikan Gelap Ngampar yang dikeluarkan Nenek Gayatri. Bersamaan dengan pekikan itu, terdengar komando Tibet Sin Mo Ong:
Mundur
Dan terdengar teriakan makian dan umpatan serta langkah-langkah yang berusaha kabur dari Markas Utama Tiam Jong Pay. Gui San Bu memandang keadaan Ciangbunjin yang masih tertegun segera berupaya untuk mengeluarkan perintah mengejar:
Kejar ..
Tahan, sebuah suara berwibawa dari Bu Kang Cu menahan langkah siapa saja murid Tiam Jong Pay yang ingin mengejar.
Tapi Ciangbunjin Suheng Gui San Bu berkeras
Cukup Gui Sute, korban sudah cukup banyak. Tanpa disertai oleh Kiang Locianpwee, mengejar mereka sama dengan menyerahkan nyawa kita tegas Bu Kang Cu yang disetujui oleh sutenya yang lain, dan bahkan juga Kiang Cun Le mengangguk setuju atas tepatnya kebijakan Ciangbunjin Tiam Jong Pay.
Cukup banyak korban yang jatuh, tetapi yang memilukan Bu Kang Cu, sang Ciangbunjin adalah betapa perguruannya mengalami keruntuhan moral yang cukup besar. Bahkan kekayaan merekapun tergerogoti secara besar-besaran dan dipergunakan untuk mengobok-obok dunia persilatan di Tionggoan. Masih untung pada saat terakhir datang Kiang Cun Le dan kedua Pendekar Kembar untuk membantu mereka.
Meskipun pilu dan sangat terpukul, Bu Kang Cu menunjukkan watak kepemimpinannya. Dia memerintahkan menguburkan semua korban, menghukum 3 murid utama yang murtad dengan memunahkan ilmu kepandaian mereka dan diusir dari perguruan dan kemudian menata kembali murid tingkat pertama.
Sayang, si pengkhianat Kwan Bok Hoan mampu meloloskan diri bersama 2 murid utama lainnya. Sementara itu, disudut lain, setelah sekian lama Kwi Song menyalurkan sinkang ke tubuh kakaknya, akhirnya Kwi Beng mulai sadarkan diri. Pada saat dia mulai siuman itulah Kiang Cun Le mendekati mereka berdua:
Bagaimana keadaanmu sicu? Tanya Kakek Cun Le kepada Kwi Beng
Lukanya agak parah Locianpwee jawab Kwi Song sedih melihat keadaan kakaknya. Perlahan Kiang Cun Le memegang nadi Kwi Beng, dan beberapa saat kemudian dia berpaling kearah Bu Kang Cu:
Ciangbunjin, apakah lohu bisa meminta sedikit pertolongan?
Sudah tentu locianpwee, apa yang bisa kami lakukan? Bu Kang Cu menjawab dengan gopoh
Lohu membutuhkan sebuah kamar yang agak terpencil besama kedua anak muda ini. Luka anak ini terhitung agak parah, mungkin butuh waktu lama bagi lohu untuk bisa menyembuhkannya. Karena itu lohu membutuhkan ruangan yang tidak gampang diganggu orang
Setelah berpikir agak lama Bu Kang Cu, agaknya menimbang-nimbang kamar mana yang patas buat para penolong perguruannya, akhirnya dia memutuskan dan berkata:
Gui Sute, antarkan para penolong kita ke Wisma Cemara
Baik Ciangbunjin Suheng
Ketika keluar dari kamar tahanan, para penjaga ternyata masih tetap dalam keadaan tertotok, sehingga gerakan Kiang Cun Le dan kawan-kawan masih belum tercium. Tetapi dengan jumlah yang meningkat dan dengan tingkat kepandaian yang berbeda jauh, Kiang Cun Le sudah menduga, bahwa gerakan mereka akan dengan segera tercium.
Karena dia sadar, ada setidaknya seorang tokoh lihay yang becokol di markas utama ini. Karena itu, dengan segera dia meminta Kwi Beng bersama Ma Heng Kong dan Tian Kui Hok untuk segera bergerak cepat. Karena sangat percaya diri, para sandera ditempatkan disekitar markas pertama Tiam Jong Pay, markas pengendalian urusan dagang, tetapi sedikit agak di luar perkampungan.
Ketiga tokoh itu segera melaju dengan melalui jalan jalan yang tidak biasa, karena kedua tokoh utama Tiam Jong Pay itu sudah tentu mengenal jalanan di markas utama perguruannya. Sementara itu, sebagaimana dugaan Kiang Cun Le, gangguan setitik saja, sudah membuat si sosok langsing yang sangat sakti itu tergugah dan sadar sesuatu sedang terjadi.
Kiang Cun Le menyadari, bahwa mereka perlu segera bergegas ke kamar Ciangbunjin, waktu sangat terbatas. Perlu segera meminta Bu Kang Cu memimpin dan memerintahkan perlawanan massal anak murid Tiam Jong Pay.
Kakek sakti itu sadar, tokoh yang tergugah tadi, pasti masih harus menghabiskan sedikit waktu guna memastikan yang terjadi dan membangunkan kawan kawannya. Dan memang seperti itu yang terjadi, tetapi pun tidak cukup lama waktu yang diperlukan orang itu. Segera terdengar sebuah siulan tanda bahaya dari mulutnya, dan hal itu membuat Kiang Cun Le tercekat.
Suara itu suara seorang wanita. Tetapi, bukan fakta bahwa suara itu suara seorang wanita yang mengejutkannya, tetapi kenyataan bahwa lawannya tersebut memiliki kekuatan yang sangat luar biasa. Mungkin bahkan tidak disebelah bawahku batinnya.
Untungnya waktu seketika yang terbatas itu telah mencukupi bagi mereka untuk mencapai kamar Ciangbunjin, yang sekaligus sebenarnya menjadi tempatnya ditahan. Betapa kagetnya Bu Kang Cu ketika melihat kembali Kiang Cun Le, bahkan bersama Gui San Bu dan Souw Kwi Song. Ada sinar gembira, sinar kaget dan juga kecemasan yang memantul dari pandang matanya.
Betapa tidak, orang-orang yang berdiri dihadapannya adalah tokoh yang diharapkannya menyelamatkan Tiam Jong Pay serta wakilnya yang dia tahu dalam tahanan musuh. Gembira karena Kiang Cun Le yang sakti mandraguna akan menolong mereka, tetapi khawatir karena sesuatu yang mengerikan bagi keluarganya sangat mungkin terjadi.
Kiang Locianpwee, kalian . Gui Sute, kalian sudah bebas?
Hm, suheng, waktunya mengadakan perlawanan
Tapi .. tapi Bu Kang Cu masih mengalami kekagetan
Tidak ada tapi lagi suheng. Tenangkan hatimu, ji suheng dan su sute sudah berangkat membebaskan sandera dengan dibantu pedekar kembar dari Siauw Lim Sie. Disini kita dibantu Kiang Locianpwee, maka saatnya kita memukul para penghianat itu Gui San Bu berkata dengan penuh semangat dan perlahan sanggup membakar semangat ksatria Bu Ciangbunjin.
Baiklah, sute, engkau bunyikan tanda bahaya dan tanda panggilan Ciangbunjin, sebentar lagi lohu akan bergabung diberanda depan untuk mengeluarkan perintah. Mohon petunjuk Kiang Locianpwee
Lakukanlah Bu Ciangbunjin
Terima kasih locianpwee dan bergegas kemudian Gui San Bu dengan dikawani Kwi Song melangkah kedepan ruangan Ciangbunjin, sementara Bu Kang Cu memasuki kamarnya kembali dan tidak lama kemudian saat dia menggenggam Pedang tanda jabatan Ciangbunjin Tiam Jong Pay, telah berkumandang tanda bahaya dan panggilan untuk bertempur bagi anak murid Tiam Jong Pay.
Tidak lama kemudian mulai bermunculan anak murid Tiam Jong Pay, terutama murid-murid dari Markas Pertama. Karena murid-murid di markas utama rata-rata sudah terbeli atau sudah dalam kekuasaan pihak penyusup yang dikomandani Kwan Bok Hoan. Dan sudah tentu yang tiba lebih dahulu adalah para murid utama, atau murid-murid didikan Ciangbunjin dan para sutenya.
Tetapi, mereka yang tersisa, rata-rata sudah dalam kekuasaan penyusup, tetapi meskipun demikian masih tersisa rasa hormat mereka terhadap mereka yang menjadi guru pada beberapa waktu lalu. Karena itu, sambil memberi hormat mereka kemudian bertanya:
Ciangbunjin, ada perintah apakah, apa yang terjadi?
Bagus, kalian masih memanggilku ciangbunjin partay kita. Hari ini kutegaskan dan harus kalian pilih, berdiri dibelakangku membela kehormatan Tiam Jong Pay, atau berdiri di belakangku berhadapan dengan Tiam Jong Pay
Wajah kelima murid utama yang telah membangkang itu menjadi pucat. Betapapun mereka merasa berhutang budi kepada guru dan pemimpin partaynya, tetapi keuntungan dan godaan kemewahan menahan langkah kesetiaannya.
Karena itu, mereka menjadi ragu-ragu dan agak sulit untuk mengambil keputusan. Tengah mereka kebingungan, mulai pada masuk puluhan anak murid Tiam Jong Pay dari markas pertama, dan bersamaan dengan itu pula, Tibet Sin Mo Ong menampilkan dirinya:
Engkau .. iblis busuk dari Thian Liong Pang Kwi Song memandang gemas dan ingin secepatnya menggempur iblis tersebut. Dan nampak di belakang iblis tersebut berdiri tokoh-tokoh lain, yakni Ciu Lam Hok dan Bu Tek Coa Ong (Raja Ular Tanpa Tanding). Bahkan tidak lama kemudian, kawanan pencoleng yang berilmu tinggi dan menyamar sebagai murid Tiam Jong Pay dan berjumlah nyaris 50an orang, telah berdiri di belakang mereka bertiga. Dan melihat 5 murid utama penghianat dari Tiam Jong Pay seperti susah menghadapi Ciangbunjinnya, maka berkatalah Tibet Sin mo Ong:
Hahahaha, pilihlah, berjuang bersama kami atau bertobat dan dihukum berat di perguruanmu dan hebat akibat hasutan Tibet Sin Mo Ong ini. Kelima murid utama tersebut dengan cepat menemukan kenyataan bahwa tiada jalan mundur bagi mereka. Hanya ada jalan darah, dan setelah saling lirik, akhirnya mereka menetapkan pilihan .. pilihan itu adalah melompat mundur ke barisan Tibet Sin Mo Ong.
Dan pada saat itu juga, berdiri dua barisan yang hampir sama banyak, tetapi barisan Tiam Jong Pay semakin lama semakin banyak jumlahnya. Bahkan, murid-murid tingkat pertama, di bawah murid utama, semakin banyak berdatangan dari markas pertama. Dan melihat keadaan tersebut, semangat ksatria tumbuh kembali di dada Bu Kang Cu dan Gui San Bu.
Baiklah murid-murid Tiam Jong Pay, disini berdiri Ciangbunjin kalian dengan lambang kepemimpinan Pedang Tiam Jong. Partai kita telah kemasukan pengkhianat bernama Kwan Bok Hoan yang telah mengajak kelima murid utama lainnya berkhianat. Bukan tidak mungkin kematian murid utama lainnya disebabkannya. Bahkan mereka berani menangkap dan menyekap Gui Sau Bu Wakil Ciangbunjin dan juga para penasehat dan pelindung Tiam Jong Pay. Hari ini, selaku Ciangbunjin, lohu memerintahkan semua murid Tiam Jong Pay yang masih setia untuk bertarung menyelamatkan partay
Hahahahahahaha terdengar suara tertawa mengguntur dari Tibet Sin mo Ong
Perguruan Tiam Jong Pay akan tergusur habis jika berani melawan kekuatan Thian Liong Pang. Silahkan jika kalianpun ternyata ingin ikut terkubur bersama nama Tiam Jong Pay hebat nada ejekan tokoh iblis ini.
Dengar murid-murid Tiam Jong Pay .. mereka yang masih setia, bersiap menghadapi musuh dan membela kehormatan perguruan teriak Bu Kang Cu bersemangat. Dan diam-diam, Gui San Bu terharu melihat bahwa dugaannya benar, jauh lebih banyak murid Tiam Jong Pay yang setia dibanding yang berkhianat terhadap partaynya.
Hahahaha, Ciangbunjin, apakah engkau tidak lagi peduli dengan keselamatan keluargamu? Terdengar Tibet Sin Mo Ong mengancam
Sudahlah, tenangkan hatimu ciangbunjin suheng, sudah ada tenaga yang lebih dari cukup membebaskan sandera beberapa waktu lalu bisik Gui San Bu yang membuat Ciangbunjinnya kembali tenang.
Apabila merekapun memang ditakdirkan menjadi korban dari perlawanan Tiam Jong Pay, apa boleh buat akhirnya terdengar kalimat mengharukan itu dari Bu Kang Cu dan membuat Tibet Sin Mo Ong mengerutkan keningnya. Marah. Karena itu, segera dia mengeluarkan siulan panjang. Nampaknya semacam kode tertentu untuk memberi perintah kepada pengikutnya.
Dan dalam waktu bersamaan, Bu Kang Cu kemudian mengeluarkan perintah menyerbu pihak penyusup dan penghianat itu. Dan Kwi Song dengan cepat telah melayang menggempur Tibet Sin Mo Ong yang dengan cepat pula menyongsong serangan Kwi Song, sementara Gui San Bu telah menyerang Bu Tek Coa Ong, sedangkan Ciangbunjin Tiam Jong Pay menyerang Ciu Lam Hok.
Meskipun jumlah murid Tiam Jong Pay sudah jauh lebih banyak daripada lawannya, tetapi di pihak Thian Liong Pang terdapat 5 murid utama yang berkhianat serta juga Kwan Bok Hoan yang lihay. Karena itu, keadaan Tiam Jong Pay justru lebih membahayakan. Untungnya tokoh-tokoh penghianat itu menghadapi perlawanan penuh semangat dan keroyokan murid-murid pertama dari Tiam Jong Pay.
Dengan demikian, meskipun banyak korban yang jatuh di pihak Tiam Jong Pay tetapi masih belum sanggup menggoyahkan perlawanan mereka. Sementara di piha tokoh mereka, nampaknya Kwi Song masih sedikit di atas angin, sementara Gui San Bu dan Bu Kang Cu bertarung sangat ketat melawan Bu Tek Coa Ong dan Ciu Lam Hok.
Dan kelihatannya untuk waktu yang lama pertarungan mereka sulit ditentukan siapa yang menang dan siapa yang kalah. Dengan demikian, pertarungan berlangsung semakin lama semakin seru dan otomatis korbanpun jatuh semakin banyak. Terutama korban di pihak Tiam Jong Pay yang meski berjumlah lebh besar, tetapi harus menghadapi tokoh-tokoh sekelas Kwan Bok Hoan dan murid utama penghianat lainnya.
Jatuhnya korban di pihak Tiam Jong Pay nampaknya tidak banyak berpengaruh, selain karena mereka bertarung mempertahankan kehormatan perguruan, juga karena murid yang berdatangan terus bertambah. Sementara jumlah anak buah di pihak Thian Liong Pang selalu susut dan berkurang akibat tiada lagi penambahan kekuatan.
Apalagi, salah seorang dari lima murid utama yang berkhianat sudah jatuh dan tidak sanggup melanjutkan pertempuran, sementara yang satu lagi sudah terluka. Sementara itu Tibet Sin Mo Ong semakin lama semakin keteteran menghadapi serbuan dan serangan Kwi Song yang bertarung semakin lama semakin hebat. Hanya Ciu Lam Hok dan Bu Tek Coa Ong saja yang bertarung cukup trengginas meskipun juga bisa ditahan oleh lawan mereka masing-masing.
Tetapi, Tibet Sin Mo Ong anehnya sebagai pemegang komando masih merasa aman dan tidak mengeluarkan perintah mundur. Nampaknya mereka memiliki sandaran dan pegangan untuk memenangkan pertarungan di Tiam Jong Pay ini. Tetapi lama kelamaan, Tibet Sin Mo Ong yang akhirnya melihat betapa anak buahnya semakin susut menjadi khawatir dan berpikir: Kemana gerangan nenek tua itu?, dan meskipun terdesak masih sempat sekali dua kali matanya mencari-cari tokoh yang dimaksudkannya.
Apalagi Kwi Song yang suka meledek akhirnya mengerti, bahwa lawannya sedang menunggu bantuan telah meledeknya:
Masih ada siapa lagi sandaranmu Hu Pangcu, apa engkau takut bayangan kegagalan ada di depan matamu?
Binatang, apa engkau kira aku takut menghadapimu? erang Tibet Sin Mo Ong penuh kemurkaan
Bukan, bukan takut kalah melawanku. Toch engkau sudah kalah berkali kali melawan kami. Tapi kalah sekali lagi, dan sebentar lagi engkau harus tertawan atau kembali melarikan diri hahahahaha Kwi Song benar benar usil dan terus menerus berusaha merusak konsentrasi Tibet Sin Mo Ong yang memang sebenarnya sudah kewalahan.
Hm, kita lihat nanti siapa yang akan kalah atau menang tegas Tibet Sin Mo Ong pendek, karena setelah itu dia harus kewalahan menangkis sejumlah pukulan Kwi Song.
Semakin lama pertempuran menjadi semakin brutal. Bisa dipastikan dengan keunggulan jumlah anak murid Tiam Jong Pay yang masih terus bertambah, maka pihak penyusup akan terpukul kalah. Melihat keadaan yang terus menerus memburuk, para pentolan kelompok penyusup yang sebenarnya adalah tokoh Thian Liong Pang semakin khawatir. Dan di tengah keadaan demikian, tiba-tiba terdengar sebuah suara yang menghentak udara, penuh daya magis dan merontokkan nyali lawan:
Orang-orang Tiam Jong Pang, letakkan senjata atau kalian menjadi santapan ular besarku ini
Dan tiba-tiba di udara nampak seekor ular besar, sangat besar meliuk-liuk siap menerkam siapa saja. Ular itu terlihat sangat besar, beberapa kali besar orang dewasa dan membuat para murid Tiam Jong Pay gementar ketakutan. Tetapi pada saat itu, Kwi Song yang sadar apa yang terjadi, telah menyiapkan pukulan Ban Hud Ciang yang mujijat, dalam jurus Tapak Budah Mendorong Awan, jurus kedelapan yang diiringi suara-suara memuji kebesaran Budha.
Pukulan keras berhawa mujijat yang diiringi puja-puji kebesaran Budha terlontar kearah ular hitam besar itu. Dan ketika membentur, Ular Hitam itu nampak mengejang dan hilang sekejap, tetapi sebentar kemudian ular itu sudah nampak kembali mengambang dan meliuk-liuk di udara. Kwi Song segera menyiapkan pukulan lain yang lebih dahsyat, tetapi sebelum melakukannya dia mendengar bisikan lirih di telinganya:
Mundurlah anakku, biarkan yang tua melawan yang tua
Sadarlah Kwi Song bahwa kakek Kiang Cun Le ternyata tidak melibatkan diri karena menunggu lawan satu ini untuk tampil. Dan benar saja, tiba-tiba terdengar sebuah suara berhawa mujijat lain yang mengambang di udara, tetapi nampaknya melawan pengaruh magis sebelumnya:
Gayatri .. buat apa menakut-nakuti anak-anak, mari, biar yang tua dilayani oleh yang tua
Hi hi hi . .. Cun Le, engkau salah jika mengira masih akan sanggup mengalahkanku seperti pertarungan dulu itu Nenek tua yang ternyata adalah tokoh perempuan asal Thian Tok itu menyahut.
Sayangnya, jadwal pertempuran masih setahun dua tahun lagi Gayatri. Buat apa engkau melibatkan diri dalam kekisruhan di Tionggoan ini?
Hi hi hi . Cun Le, engkau bodoh atau pura pura bodohkah? Banyak tokoh-tokoh sepuh dan maha sakti sekarang berkeliaran karena kisah lembaran berisi ilmu sakti digdaya itu. Masakan aku tingal diam saja?
Bukankah engkau bahkan telah menguasai isi dari salah satu dari lembaran itu Gayatri? Apakah itu belum cukup? Kakek Cun Le tetap bersuara sabar.
Sementara Tanya jawab dengan kekuatan mujijat berlangsung, pertempuran untuk sementara terhenti. Gedoran suara suara berhawa mujijat yang menyusup masuk ke sanubari mereka, merasuk dan mempengaruhi keseimbangan jiwa dan semangat mereka. Untungnya tanya jawab itu berlangsung timbale balik, suara si Nenek menyerang sementara suara Kakek Cun Le menyeimbangkan keadaan.
Sehingga tanya jawab itu sendiri merupakan sebuah pameran pertandingan berhawa sihir. Hanya saja, Kakek Cun Le paham, dalam hal sihir, dia masih dibawah Gayatri. Hanya karena kekuatan batin dan ilmu lurus yang dikuasainya sajalah yang membuatnya mampu mengimbangi.
Tapi, jika pertandingan adu sihir terjadi, dia paham bahwa banyak korban yang tidak bersalah akan jatuh:
Justru karena aku telah menguasai sebagian isi lembaran itulah maka sulit bagimu untuk mengulangi kemenangan di masa lalu Cun Le
Jika engkau butuh kemenangan itu, biarlah kali ini aku mengaku jika aku memang kalah olehmu Gayatri
Hm, engkau pikir aku anak kecil yang mudah dibujuk seperti itu Cun Le?
Karena aku tidak butuh kemenangan itu
Baiklah, mengapa tidak dicoba sekarang saja, hitung-hitung pemanasan sebelum waktunya tiba Dan seiring dengan lenyapnya suara Gayatri, angin pukulan menderu dari ular hitam yang masih mengambang sudah mengarah kepada kakek Cun Le. Keduanya ternyata berdiri di wuwungan rumah yang tenga-tengahnya adalah arena pertempuran. Sesaat sebelum pertempuran aneh dan mengerikan itu terjadi, Kwi Song mendengar bisikan lirih di telinganya:
Pertempuran ini bakal sangat berbahaya, jauhkan semua orang dari arena. Nenek itu, adalah tokoh hitam asal Thian Tok, dia kini sudah jauh lebih berbahaya dibandingkan puluhan tahun silam. Mudah-mudahan lohu bisa mengimbanginya
Nampak Kakek Cun Le mengibaskan tangannya kearah ular yang menyerang datang, tetapi benturan keduanya sama sekali tidak menerbitkan suara apapun. Tetapi, ada cahaya berkeredepan yang terpancar dari benturan antara Ular Hitam dan Kiang Cun Le. Padahal, dimata Cun Le, Ular Hitam itu hanyalah semacam sapu tangan yang diisi kekuatan sihir dan digunakan menyerangnya. Tetapi, keseudahan benturan pertama itu sungguh luar biasa:
Hebat hebat Gayatri, engkau memang maju sangat jauh
Hik hik hik, ternyata engkaupun rajin mengasah diri Cun Le. Apakah adikmu juga setangguh engkau sekarang ini? Nenek Gayatri juga memuji. Kaget, karena setelah menguasai beberapa ilmu dari lembaran sakti itu, dia masih belum sanggup mengatasi Kiang Cun Le. Karena itu, tubuhnya tiba-tiba melayang dan melesat keudara, langsung menyerang kearah Kiang Cun Le.
Melihat keadaan itu, Kakek Cun Le paham, bahwa hanya dengan balas menyerang dia tidak akan celaka. Kesaktian Gayatri sekarang ini sudah jauh melampaui pertempuran mereka dulu, dan jika membiarkan diri diserang, sama dengan jatuh dibawah angin.
Karena itu, tubuhnyapun melesat keudara dan keduanya bagaikan bayang-bayang yang bertarung diudara bebas, sebentar berbenturan dan sebentar berpisah. Untungnya, arena di bawah sudah dikosongkan setelah Kwi Song menghubungi Bu Kang Cu dan Gui San Bu dan bertindak cepat mengosongkan arena. Hal yang sama juga dilakukan oleh kelompok Thian Liong Pay, sehinga arena kini bebas digunakan Kakek Cun Le dan Nenek Gayatri.
Kedua kelompok kini dipisahkan oleh arena pertempuran yang meski tidak mengeluarkan suara mengelegar, hanya bunyi desisan dan suara mencicit dari benturan kekuatan mereka yang bertarung, tetapi justru sangat mencekam. Berkali-kali Kakek Cun Le dan Nenek Gayatri berbenturan, dan hanya Kwi Song dan Tibet Sin Mo Ong belaka yang mampu mengikuti pertarungan luar biasa itu.
Kwi Song bisa melihat, bahwa sebetulnya Kakek Cun Le masih menang matang dibandingkan Nenek luar biasa itu. Tetapi, jurus-jurus serangan dan kekuatan Nenek Gayatri, diyakininya masih berada diatasnya, dan jika dia yang maju, maka dia masih belum tandingan nenek sakti itu. Diam diam Kwi Song mengeluh, betapa banyak tokoh hebat di pihak lawan.
Sementara itu, Kiang Cun Le akhirnya berdiri ditengah lapangan, dan bersilat dengan banyak mengibaskan lengan kiri dan kanannya. Sementara Nenek Gayatri seperti melayang-layang dan kadang nampak bagaikan seekor ular besar yang coba melilit Kiang Cun Le.
Kekuatan sihir sajalah yang membuat Gayatri sedikit mampu mengimbangi Kakek Cu Le. Tetapi, kekuatan-kekuatan mujijat yang mengalir keluar dari pukulan-pukulan Khong Ih Loh Thian, membuat kekuatan kekuatan sihir membuyar. Dan karena itu, Nenek Gayatri tidak sanggup mendekati Kakek Cun Le, bahkan semakin lama tenaga batin dan tenaga dalamnya banyak terkuras dalam menyerang lawan yang kokoh tersebut.
Sementara Kakek Cun Le tidak meladeni adu tenaga batin dan sihir, karena dia kurang terlatih dibandingkan lawan yang memang melatih diri dalam ilmu ilmu sihir di India (Thian Tok). Tengah kedua tokoh sakti mandraguna itu bertempur, tiba-tiba masuk Kwi Beng bersama Ma Heng Kong dan Tian Kui Hok.
Tetapi, langkah Kwi Beng sungguh sangat berat, nampaknya dia terluka tidak ringan disebelah dalam. Begitupun Kwi Beng masih tetap memaksakan diri untuk berjalan, dan ketika melihat Kwi Song dalam keadaan sehat tiba-tiba tubuhnya ambruk, nampaknya tidak tahan lagi:
Koko, ada apa denganmu? tetapi tiada jawaban sama sekali.
Locianpwee apa yag terjadi dengan koko Kwi Beng? Kwi Song bertanya kepada Ma Heng Kong ketika mendapati Kwi Beng sudah tidak sadarkan diri.
Souw Tayhiap bertarung dengan seorang yang lihaynya luar biasa. Baru kali ini lohu melihat ada kesaktian seperti itu di dunia persilatan jawab Ma Heng Kong bergidik membayangkan kehebatan lawan Kwi Beng.
Tetapi Souw Tayhiap bisa meladeni orang itu beberapa lama timpal Tian Kui Hok yang betapapun mengagumi perlawanan Souw Kwi Beng. Sementara itu, Kwi Song dengan cepat sudah membantu menyalurkan tenaga dalamnya kepada kakaknya. Hatinya sedikit mencelos menemukan kenyataan betapa tubuh kakak kembarnya seperti tak bertenaga lagi.
Dilain pihak, Tibet Sin Mo Ong tercekat melihat adanya tenaga tambahan dari pihak Tiam Jong Pay, bahkan muncul pula Kwi Beng meski terluka. Harapan tinggal terletak kepada Nenek Gayatri. Katanya ada seekor Naga maha sakti yang mendekam di Tiam Jong Pay, mana Naga itu? rutuk Tibet Sin Mo Ong penasaran.
Tambah penasaran lagi karena melihat kenyataan Nenek Gayatri perlahan namun pasti mulai melemah perlawanannya karena menghamburkan tenaga batinnya dalam upaya menindih Kiang Cun Le. Di pihak Kakek Cun Le sendiri merasa semakin tercekat: Tanpa petunjuk locianpwee Kolomoto Ti Lou, mustahil aku sanggup menahan dan mengalahkan Gayatri, Luar biasa, kemajuannya sungguh sangat luar biasa.
Sementara Gayatri sendiri juga terkejut luar biasa: Luar biasa setan tua ini, setelah menguasai banyak ilmu dari lembaran pusaka itu, ternyata masih juga belum mampu menundukkannya. Bahkan baik dengan Ilmu Sihir maupun dengan Ilmu Silat masih belum mampu untuk mengalahkannya.
Menyadari keadaan yang bertambah runyam itu, tiba-tiba Nenek Gayatri mengeluarkan teriakan yang penuh dengan hawa mematikan. Inilah Gelap Ngampar, sebuah jurus yang sangat berbahaya dari lembaran ketiga pusaka yang tercuri di Kerajaan Sriwijaya.
Sebuah Ilmu mematikan, mirip dengan Sai Cu Ho Kang, tetapi memiliki kedahsyatan yang luar biasa. Dalam waktu singkat, 7 tubuh terlontar dengan dada pecah, 5 orang dari anak murid Tiam Jong Pay dan 2 dari pihak Thian Liong Pang. Mereka berdiri paling depan, padahal ilmunya paling cetek, karena itu dengan segera mereka menjadi korban.
Melihat keadaan tersebut, mau tidak mau Kiang Cun Le harus bertindak cepat. Jika ilmu ciptaan dan andalannya, Khong Ih Loh Thian selama ini digunakan hanya untuk membela diri, maka kali ini digunakan dengan penuh kekuatan terlontar kearah Nenek Gayatri.
Sebab jika Nenek itu dibiarkan beberapa lama lagi memekik seperti itu dan menaikkan nada suaranya, maka akan lebih banyak lagi korban yang jatuh. Betapa welas asihpun Kiang Cun Le, tidak sanggup dia melihat pembantaian di hadapannya tanpa berbuat apa-apa. Maka keluarlah hembusan angin yang terasa semilir, tetapi berisi kekuatan yang mengerikan, meluncur kearah Gayatri.
Tahu diri, Gayatri dengan segera menarik pekikan Gelap Ngampar, yang juga sebenarnya kode memangil kawan, dan bersiap memapaki serangan Kiang Cun Le. Hanya terdengar benturan dengan suara lembut: Wusssss, tetapi akibatnya Nenek Gayatri terdorong sampai 3 langkah ke belakang, sementara Kiang Cun Le hanya bergoyang-goyang sebentar.
Belum lagi Nenek Gayatri tegak berdiri, tiba-tiba serangan dengan kekuatan yang mengunci jalan keluarnya karena pengerahan tenaga yang luar biasa telah mengurungnya di tengah. Tetapi, tidak kecewa Gayatri menjadi tokoh Thian Tok yang maha sakti, dengan menggoyang goyang tubuhnya bagaikan ular menggeliat, dia membentur serangan Cun Le, tetapi tidak dengan kekerasan.
Bahkan dia membiarkan tubuhnya terdorong kebelakang dan memunahkan daya serangan lawan sambil menyiapkan serangan balik. Tetapi, Kakek Cun Le sadar apa yang terjadi, dia tidak mengejar lawan, tetapi menyiapkan jurus-jurus pamungkas lainnya. Karena itu, dia tidak termakan tipuan lawan, tetapi menjaga agar Gayatri tidak menimbulkan korban lebih jauh.
Setelah Gelap Ngampar dikeluarkan dan Naga terpendam yang dimaksud belum juga muncul, mulailah baik Tibet Sin Mo Ong maupun Nenek Gayatri khawatir. Ada sesuatu yang tidak beres nampaknya. Karena itu, adu pandang sekilas antara keduanya segera memperoleh konfirmasi, bahwa harapan bertahan sudah buyar.
Kehadiran Kiang Cun Le dan entah halangan apa yang ditemui Naga Terpendam yang diandalkan membuat mereka dalam posisi terdesak. Untung Kwi Song dan Kwi Beng sedang berhalangan, jika tidak, maka jalan mundur sungguh sangat terjal. Pada saat itulah tiba-tiba setelah bertukar kode dengan Tibet Sin Mo Ong, Gayatri menyerang dengan seluruh kekuatannya.
Dia membuat Kiang Cun Le sibuk, dan tiba-tiba terdengar lengkingan Gelap Ngampar sekali lagi, tetapi tidak menimbulkan korban karena semua orang sudah menyingkir dan menjauhi arena. Kapok melihat korban pekikan Gelap Ngampar yang dikeluarkan Nenek Gayatri. Bersamaan dengan pekikan itu, terdengar komando Tibet Sin Mo Ong:
Mundur
Dan terdengar teriakan makian dan umpatan serta langkah-langkah yang berusaha kabur dari Markas Utama Tiam Jong Pay. Gui San Bu memandang keadaan Ciangbunjin yang masih tertegun segera berupaya untuk mengeluarkan perintah mengejar:
Kejar ..
Tahan, sebuah suara berwibawa dari Bu Kang Cu menahan langkah siapa saja murid Tiam Jong Pay yang ingin mengejar.
Tapi Ciangbunjin Suheng Gui San Bu berkeras
Cukup Gui Sute, korban sudah cukup banyak. Tanpa disertai oleh Kiang Locianpwee, mengejar mereka sama dengan menyerahkan nyawa kita tegas Bu Kang Cu yang disetujui oleh sutenya yang lain, dan bahkan juga Kiang Cun Le mengangguk setuju atas tepatnya kebijakan Ciangbunjin Tiam Jong Pay.
Cukup banyak korban yang jatuh, tetapi yang memilukan Bu Kang Cu, sang Ciangbunjin adalah betapa perguruannya mengalami keruntuhan moral yang cukup besar. Bahkan kekayaan merekapun tergerogoti secara besar-besaran dan dipergunakan untuk mengobok-obok dunia persilatan di Tionggoan. Masih untung pada saat terakhir datang Kiang Cun Le dan kedua Pendekar Kembar untuk membantu mereka.
Meskipun pilu dan sangat terpukul, Bu Kang Cu menunjukkan watak kepemimpinannya. Dia memerintahkan menguburkan semua korban, menghukum 3 murid utama yang murtad dengan memunahkan ilmu kepandaian mereka dan diusir dari perguruan dan kemudian menata kembali murid tingkat pertama.
Sayang, si pengkhianat Kwan Bok Hoan mampu meloloskan diri bersama 2 murid utama lainnya. Sementara itu, disudut lain, setelah sekian lama Kwi Song menyalurkan sinkang ke tubuh kakaknya, akhirnya Kwi Beng mulai sadarkan diri. Pada saat dia mulai siuman itulah Kiang Cun Le mendekati mereka berdua:
Bagaimana keadaanmu sicu? Tanya Kakek Cun Le kepada Kwi Beng
Lukanya agak parah Locianpwee jawab Kwi Song sedih melihat keadaan kakaknya. Perlahan Kiang Cun Le memegang nadi Kwi Beng, dan beberapa saat kemudian dia berpaling kearah Bu Kang Cu:
Ciangbunjin, apakah lohu bisa meminta sedikit pertolongan?
Sudah tentu locianpwee, apa yang bisa kami lakukan? Bu Kang Cu menjawab dengan gopoh
Lohu membutuhkan sebuah kamar yang agak terpencil besama kedua anak muda ini. Luka anak ini terhitung agak parah, mungkin butuh waktu lama bagi lohu untuk bisa menyembuhkannya. Karena itu lohu membutuhkan ruangan yang tidak gampang diganggu orang
Setelah berpikir agak lama Bu Kang Cu, agaknya menimbang-nimbang kamar mana yang patas buat para penolong perguruannya, akhirnya dia memutuskan dan berkata:
Gui Sute, antarkan para penolong kita ke Wisma Cemara
Baik Ciangbunjin Suheng