Part 3
Keesokan paginya Mama Naila terbangun. Dia hampir setiap pagi bangun menyiapkan bumbu masak yang akan dimasak untuk sarapan sendirian. Kedua kakinya yang terbalut stocking masih gemetaran karena sudah crot dua kali semalam. Dia membiarkan kamarnya berantakan selepas bangun karena dia sangat lapar. Perutnya sudah meminta jatah pagi-pagi buta. Dia berharap sekali liburan sekolah anaknya bisa membantunya dirumah. Terutama soal bangun pagi. Mama Naia sangat ingin anaknya bangun pagi karena dia takut kalau anaknya terbiasa seperti itu, saat lulus sekolah dia menjadi malas.
Saat mengupas bahan untuk dimasak, dengan duduk diatas lantai dia melihat kearah celana dalamnya sendiri. Dia berpikir sangat mesum sekali jika berpakaian setengah telanjang didalam rumah. Tapi, besar kemungkinan anaknya tidak akan menyalahkannya lagi.
“Wah celana dalamku bau sekali” Mama Naia menyoroti celana dalamnya. Dia merasa kalau bau celana dalamnya cukup kuat. Mungkin akibat semalam pikirnya. Dia ingin melepaskan celana dalamnya namun takut kalau tiba-tiba saja anaknya melihatnya.
Setelah mencampurkan bahan masakan, dia berpikir akan bagus jika menyegarkan badan dipagi hari dengan mandi. “Tapi pakaian apa yang aku kenakan setelah mandi?” Mama Naia berpikir keras sambil membolak balikkan adonan masakan yang telah dicampurkan dengan irisan daging ayam dan kecap.
“Mungkin pakaian ini bagus deh” Mama Naia kabur dari dapur dan loncat ke arah lemari bajunya. Dia telah menemukan pakaian yang mungkin saja cocok untuk dipakai hari ini. Mencoba merasakan perasaan dalam hatinya dan menggabungkan selera fashionnya dengan baik. Menjaga tubuh tetap cantik adalah cara seseorang mengapresiasi dirinya sendiri pikirnya.
Setelah menggoreng hingga matang, Mama Naia mandi dan berdandan. Pakaian yang ia kenakan dari kaki adalah kaus kaki putih panjang selutut. Rok sepanjang lutut dan kaos putih polos sepinggang. Dia berpose di depan lemari kaca sambil menyisir rambutnya. Rambutnya bergelombang sebahu. Warna hitam rambutnya membuat Mama Naia tampak seperti masih muda.

Sebenarnya Mama Naia sadar kalau umurnya sudah tidak bisa dibilang muda. Dia kurang yakin dengan aktivitas yang dia lakukan sekarang. Tetapi jika tidak dia akan mati kebosanan di dalam rumah.
Paha nya yang lebar dan kaus kaki putih yang dia kenakan membuat tubuhnya semakin ketat. Celana dalam tipis warna hitam tersemat menutupi lubang memeknya. Baginya umur tidaklah penting karena kecantikan bisa dibuat. Ia juga mengambil sebotol parfum yang berada disamping tumpukan dokumen kerja suaminya. Bau vanila tercium kuat dari dalam kamar. Cairan parfum itu disemprot ke sekujur tubuhnya.
“Ahhh…. segar sekali rasanya.” Ucapnya.
Saking senangnya berdandan ia lupa bahwa sedari tadi perutnya sudah minta pertolongan pertama. “Astaga… Anakku kenapa belum bangun sih. sudah jam 8 loh.” Lantas ia dengan terburu-buru menuju kamar Naia.
"Tiap hari kan? Papa? Gimana jadinya yah?" Mama Naia mengingat Papa yang dulu membuat perjanjian denganya setelah melahirkan anak perempuan.
“Harus dengan ini.” Mama Naia mengisi segelas air yang sudah dicampurkan obat perangsang.
"Mama masuk lohh!!! Bangunlah Naii… bangun!!!"
Mama Naia mematung didepan kamar anaknya. Mencoba mengetuk pintu kamar anaknya berulang-kali.
"Kok bangunnya siang terus akhir-akhir ini? Bantu Mama dong Naiii…" Mama Naia tertahan menunggu balasan dari kamar anaknya.
"Ehhmmmm uhh…. iyah… mamah…. bentar yah… sabar… Nai masih capek nih…" Suara dari Mama membangunkanku. Suara itu lantang dan nyaring tapi aku mengerti bahwa aku memang salah.
"Berapa kali mama bilang kalo liburan sekolah tuh harus rajin bangun pagi. Naia ga sayang mama yah?"
Mama masuk kedalam kamarku. Menaruh segelas air putih setiap pagi diatas meja belajarku. Aku takut saat mamaku melihat seisi dalam kamarku dia jadi marah. Berjalan perlahan menghampiriku lalu mengelus kepalaku yang masih berat.
"Bukan gitu mah.. Emang lagi cape aja loh.. jadi mau bangun pagi itu susah"
"Yaudah abis ini bantuin mama cuci piring. lagi numpuk itu. Tapi cuci muka dulu. Wajahmu berantakan gitu mama gasuka"
Mama berpaling lalu keluar kamar. Aku mencoba bangun sekuat tenaga. Badanku rasanya capek sekali seperti habis olahraga maraton. Selimut tipis masih menutupi tubuhku. Menahanku untuk berdiri.
"Tapi kenapa dengan outfit mama?" Aku menaruh perhatian setelah sadar pakaian yang mama gunakan. Aku baru sadar setelah mama keluar dari kamarku. Pakaiannya sangat menarik mata. Bau badannya juga sangat wangi. Membikin badanku langsung tegap berdiri.
Kebiasaan yang sering mama lakukan adalah tiap pagi memberiku segelas air. Walaupun seharian kadar air didalam tubuhku tercukupi tapi entah kenapa mama selalu memberiku segelas air. Lagipula semalam mama tau kalo aku juga minum air didepannya.
Aku meminum gelas air itu sambil menatap keluar jendela. Membuka jendela kamarku dan menatap langit yang membiru. Aku pasrah jika dimarahi oleh mama. Karena aku sudah berjanji padanya kalau liburan ini aku akan bangun pagi dan membantunya. Tapi Mama hanya menegur tanpa nada marah.
Setiap kali aku meminum segelas air dari Mama tubuhku terasa sangat hangat. Kedua kakiku belum siap menopang tubuh kini bergetar. Rasanya degup jantungku juga tiba tiba mengencang. Perasaan yang sama tiap kali minum air galon dirumah.
Aku merasa hari ini aku sangat bahagia sekali. Entah kenapa setiap meminum air dari mama mood ku langsung berubah. Aku merasakan itu seperti hal hal yang membuat hari ku mengesalkan kuterima begitu saja jika itu terjadi. Aku pasrah dan senang. Tubuhku rasanya seperti diisi ulang oleh energi. Dan kesadaran akan tubuhku juga semakin meningkat.
Aku bergegas menuju dapur. Melihat tumpukan alat dapur itu ingin kubersihkan habis tanpa sisa. Keringat badanku masih menempel saat mencuci piring. Aku belum mau mandi jika pekerjaan rumahku belum selesai.

"Habis makan mandi yah! Mama mau pergi sebentar soalnya" Mama mengelap piring lalu menaruhnya diatas meja. Sisanya jadi tempat makanan yang sudah matang dari kompor.
"Eh…emm i-iyah ma"
Aku melihat mama. Pakaian mama membuat tubuh mama yang seksi semakin menggairahkan. Kaus kakinya panjang. Padahal belum masuk musim hujan ga mungkin juga cuaca tiba tiba hujan. Rok panjang dan kaos polosnya membuat mama masih seperti anak gadis. Tapi yang membuatku takjub adalah sorot matanya sama seperti sorot mataku. Sorot mata yang menyembunyikan sesuatu namun tajam. Rambut gelombang nya juga elok dipandang.

Berapa lama mama berdandan seperti ini? Kurasa waktunya habis hanya untuk merias diri pagi-pagi buta.
"Ehh… hati hati dong. Nanti piringnya jatuh"
"Ehhmm iya ma." Aku mencoba fokus pada pekerjaan ku didepan.
"Duh… anakku pelan-pelan dong. Kayak gini loh…"
Setelah melihatku yang terburu-buru ingin cepat membereskan piring, dia menghentakkan kakinya mendekatiku. Tapi apa yang mungkin kusangka mama ternyata menempelkan payudaranya dipunggung hangatku. Mama meraih kedua tanganku dan mencontohkan gerakan sambil menempelkan putingnya.
"Pelan-pelan gini loh sayang… jangan buru-buru"
Mama memberikan gerakan santai saat memberiku contoh cara mencuci piring yang benar. Tapi entah mengapa aku merasakan dua tonjolan dibalik punggungku. Apa jangan-jangan puting mama mengeras? Aku juga merasa mama tidak memakai BH dibalik kaos polosnya.
"Uhmm… iyah.. pe-pelann.. pelann.. kan mama?"
Aku terkejut mama menggesekkan kedua putingnya dipunggungku. Gerakannya cepat seolah itu normal tapi semenjak aku meminum segelas air pagi saraf tubuhku semakin sensitif. Aku bisa merasakan gerakan naik turun dari payudara mama dibelakangku. Aku penasaran raut muka apa yang mama pasang sekarang.
Jatungku berdebar-debar karena perbuatan mama. Ia tidak menyentuh bagian tubuh sensitif ku tapi aku merasakan kehangatan dari tubuh mama dipunggungku. Ada perasaan aneh yang terbayang dalam pikiranku, apa yang aku lakukan setelah ini aku tidak tahu. Pikiranku kosong.
Mama kemudian melepaskan tubuhnya dan pergi. Aku meliriknya sekilas diekor mata kiriku kalau dia sedang tersipu dan tersenyum tipis. Lantas dia menuju ke luar rumah mengambil mobil didalam garasi.
Aku tetap melanjutkan pekerjaan rumahku. Tapi pikiranku masih tertuju pada momen tadi. Tubuhku semakin hangat dan berkeringat. Aroma parfum mama juga masih mengudara di dapur. Aroma dari tubuh mama juga membuat libido ku seketika naik. Aku yakin dan merasa bahwa barusan mama sedang menggodaku.
Dengan kesadaran yang semakin tidak terkendali aku mencoba meraih sepiring nasi dan lauk pauk. Mencoba tetap bersikap normal padahal dibalik celana leggingku sudah ada cairan memekku yang lumer.
"Oh ya… makan yang banyak yahh. Biar berisi. Setelah makan aku mau pergi. Naia berani jaga rumah sendirian kan?" Mama datang ke meja makan setelah menyiapkan barang dan memakirkan mobilnya tepat didepan rumah.
"Uh, eh, g... ga bisa," jawabku dengan raut muka yang membingungkan.
"Kok enggak bisa?" tanya mama dengan menengok ke arahku yang masih menunduk malu-malu.
Di saat itu aku sadar, dengan segala kehangatan dan keharuman yang ada pada tubuh mama, aku merasa terangsang.
"Iya tapi, eh, uh..."
Sudah, apa yang akan kuucapkan? Aku tidak bisa berakting normal.
"Masa karna ga bisa jaga rumah, Naia ga berani?"
"Iya tapi Mama, uhm…"
Suasana di meja makan tampak canggung dan tak seperti seharusnya. Apa yang harus ku jelaskan ke Mama? Tentu mama tidak akan memahami perasaan aku sekarang. Tetapi, mama harus mengerti alasan yang sebenar-benarnya.
"Ma, jadi, uh, kalo aku bisa jaga rumah, uh..." Ku tanya mama sambil menahan nafsu.
Mama memandang ku dengan ekspresi yang heran. Aku berusaha keras untuk menahan nafsu saat memandang mama dan mengingat bau wangi tubuhnya. Tubuhku juga terlalu panas dan keringatku keluar terlalu banyak.
"Apa sih Naia?" tanya mama dengan raut muka yang makin heran.
Aku takut kalau mama meragukan kelayakan anaknya dalam menjaga rumah tetapi, bagaimanakah nasibku jika aku terus berada dalam situasi ini?
Tubuhku yang panas dan keringat yang keluar terus, ditambah dengan bau harum dari tubuh mama yang tercium, tidak dapat terbendung lagi. Tangan mama yang mengusap pundakku tidak dapat dibiarkan lagi.
"Mama, eh, uh, uh..."
"Apa yang ada di benak kamu, Naia? Kenapa kamu ga fokus makan?"
Suasana di meja makan pun makin gelisah. Aku tidak dapat menahan nafsuku lagi.
"Aku tau kamu pasti sangat senang saat berada dirumah sendirian. Mama tahu apa yang ada didalam kepalamu."
Aku terkejut, karena apa yang mama ucapkan memang betul. Tetapi, apakah aku harus mengakui keinginanku sekarang? Apakah aku harus bersikap usil dan mengakui semua pikiran mesumku?
Mama pun mengangguk dengan ekspresi wajah yang memahami perasaanku saat mengurung di rumah sendirian. Mama melemparkan senyuman dan meraih pundakku.
"Jangan terlalu serius, Naia, aku hanya bercanda," Ucap mama dengan nada yang ramah.
Meski mama bercanda, pikiranku ada di tempat lain. Apa yang mama lakukan jika dia tau apa yang kulakukan nanti? Apakah mama hanya bercanda?
Aku baru tersadar. Selama mama berada didekatku dia selalu melemparkan senyuman kecil ke arahku secara tidak langsung. Aku mengetahui itu saat mencuri waktu meliriknya ketika mencuci piring dan berbincang. Apa yang dia pikirkan sedari tadi? Apa ada yang salah denganku? Apa tentang minuman makanan yang akan kami makan?
Sejak awal aku menginjakkan kaki ke dapur aku tidak bisa fokus.
“Apa yang kamu pikirkan? cepat habiskan makanannya. Mama takut kalo Naia kekurangan asupan kalori. Lagipula tubuh kamu juga butuh gizi yang banyak. buktinya udah ada yang semakin menonjol”
Mama melirik ke dadaku. Melihat crop top ku yang menggelembung dan ketat. Aku malu mengakuinya tetapi ini adalah soal tubuh. Lagipula gizi juga cukup penting untuk kesehatan tubuh. Dibalik itu hatiku cukup gembira saat mama tau perubahan anaknya. Tidak salah meremas payudaraku tiap hari. Ternyata memang ada hasilnya. Enak lagi.
Mama tersenyum melihat aku yang tersipu malu ketika sadar akan payudaraku yang sedang tumbuh. Kulit cerahku mengkilat karna keringat yang mengucur. Aku mencoba memalingkan badan. Aku tidak mau kalo mama tau putingku menonjol. Lagipula sedari tadi crop top ku udah mengetat.
“Mama ihh… jangan liat aku kayak gitu dong.”
“Aku kan mama kamu, wajar dong kalo mama pengen tau perkembangan dan pertumbuhan anaknya sendiri.”
“Iya betul.. tapi tatapan mama jangan kek gitu”
“Uhm.. maaf kalo soal itu.”
Astaga mama kenapa matanya menyiratkan rasa pengen tau yang besar kepada anaknya sendiri. Ingat privasi mama, privasi.
“Jangan lupa cuci sepatunya, bajunya juga. sama kamar Nai juga dibersihin, baunya aneh soalnya.”
“Eh… i-iya ma.” Hah? kamarku emang bau apa? apa jangan-jangan parfum yang ku semprot buat menyamarkan bau masih ga mempan?
Mama kemudian membereskan piring dan menaruh piring bekas makanan ke dalam wastafel.
“Yaudah, mama pergi dulu. Jaga rumah baik-baik. I love youu sayangg”
“Iya kok ma, aku akan menjaga rumah dengan ba-baik.” Aku menjawab sambil menahan hasratku yang menggebu-gebu. Jika mama tahu kondisi celana leggingku dibawah meja makan mungkin aku bakal malu seumur hidup.
Mama kemudian masuk ke kamar mengambil tas dan hp nya. Dia juga menyemprotkan wangi parfum vanilanya ke segala arah didalam kamarnya. Dia membiarkan pintu kamarnya terbuka setengah. Memakai sepatu favoritnya, high heels berwarna hitam. Bunyi sepatu high heels nya terdengar anggun. Berjalan meraih ganggang pintu depan rumah. Sambil meraih aksesoris kacamata di dalam tasnya lalu dipakainya.
Aku berjalan mengekor lalu melihat mama di balik jendela rumah. Mobil Toyota Supra MK-4 Hitam itu perlahan pergi meninggalkan rumah tanpa ada pagar ini. Kadang saat memikirkan alasan kenapa rumah tak ada pagar cukup membuatku khawatir. Tetapi berbagai alasan yang muncul di kepalaku, yang paling jelas adalah faktor dari Papa. Papa yang punya nama di dalam organisasi kemiliteran resmi dalam negeri dan kerabat yang membantunya menemukan perumahan ini. Kabar anginnya banyak tetangga yang segan dan sulit berbicara dengan keluargaku. Termasuk mama sendiri. Seharusnya Ibu-ibu lebih cepat akrabnya. Tapi lain soal jika melihat kondisi mamaku. Entahlah, aku masih belum paham urusan begitu.
Aku masuk ke dalam rumah, menutup pintu depan dan belakang rumah. Mematikan ruangan yang masih hidup lampunya lalu berjalan menuju ruang dapur.
“Seharusnya aku mandi sih. Tapi….” Aku menelan ludah ketika melihat pintu kamar mama yang seolah seperti menggodaku untuk masuk kedalamnya. Kedua pahaku berkedut-kedut. Rangsangan dari ketatnya celana leggingku juga semakin memberikan suasana lebih panas. Aroma vanila samar tercium menyebar perlahan menyusuri setiap jengkal dari rumah ini.
“Ahh baunya..” Bau wangi parfum mama membuat tubuhku makin tidak bisa kukendalikan.
Aku berjalan perlahan menuju ruang kamar mama yang berada di lorong dekat ruang dapur rumah. Tidak ada orang yang melihat kenapa aku harus berhati-hati. Tetapi dada ini berdegup kencang. Bulir keringat menetes dari dahiku.
Aku meraih dan mendorong perlahan pintu mama. Mencoba mengintip apakah ada orang didalam kamarnya walaupun sebenarnya usaha itu tidak perlu. Melihat sudut kamar mama yang cukup luas.
Melihat barang-barang yang tertata rapi di dalam kamar mama membuatku kagum. Apa dia tidak bosan menyusun barang yang begitu banyak didalam kamarnya itu. Beberapa pakaian papa juga masih terjaga rapi menggantung di lemari baju. Kaos, celana santai, baju militer papa dan beberapa sepasang sepatu mama dan papa berjejer berdempetan dengan lemari itu.
“Lampu kamarnya selalu saja membuat suasana kamar mama jadi lebih gimana gitu…” Aku masih heran dengan beberapa lampu yang terpasang diatas plafon kamar mama. Lampunya membuat suasana menjadi lebih bergairah dan eksotis.
Aku tau aku harus segera mencari itu. Aku deg-degan dan harus bertarung dengan waktu. Waktuku menjelajahi kamar mama sangatlah terbatas. Meskipun dari gelagat mama yang seperti mencoba merayuku masuk kedalam kamarnya secara tidak langsung, aku tetaplah masih seorang anak perempuan. Juga akupun tidak tahu berapa lama mama akan pergi.
Foto mama dan papa saat menikah terjaga bersih di bingkai fotonya. Menghadap tepat ke arah ranjang mama yang cukup lebar. Ekspresi wajah mama dan papa membuatku berfikir apa bisa aku menemukan cowok seperti papa. Setelah melirik ke foto itu aku mendekat ke arah ranjang mama. Meraba sesuatu dibalik bantal atau sarung kasurnya. Dibalik selimut tanganku mencoba meraih sesuatu, berharap menemukan benda itu yang disembunyikan oleh mama. Tapi rasanya tidak mungkin mama membiarkan anaknya tahu akan benda itu.
“Sepertinya mustahil” Aku mencoba menahan perasaan menyerah mencari benda itu. Berdiri mematung sejenak sambil mencium aroma pekat parfum yang baru saja mama semprot dalam-dalam.
Aku lalu merebahkan tubuhku yang gemetaran menahan hasrat ini diatas sofa. Meraba tubuhku kembali sambil menikmati aroma parfum mama.
"Sialan mama… kamu sembunyikan dimana dildo mu itu.. aku udah ngga tahan… ahhh…."
Aku malah menikmati gejolak tubuhku. Meraih payudaraku yang siap menyembul keluar dari crop topku. Aku meraba payudaraku, menahan rasa kesalku dengan memainkan itu.
"Mama sialan… mana benda busuk mu itu.. uhmmm… ahhh…. Memekku dah ga tahan… "
Aku makin ga kuat. Tubuhku menggelinjang diatas sofa mama. Keringat ku pasti menempel di sofa mama yang terbuat dari kulit sintetis.
Sebelum aku meneruskan rasa haus nafsuku yang makin meninggi, aku buru-buru keluar dari kamar mama. Aku takut mama tahu barangnya diselidiki oleh anaknya sendiri. Tapi….
"Waitt.. uhhh.. apa itu? Laci apa itu?" Sebelum aku menarik pintu kamar mama aku melihat laci aneh.
Aku penasaran. Laci itu terletak pas di samping pintu kamar mama. Laci itu berada diatas rak lemari kecil yang berdekatan dengan stop kontak dan saklar lampu kamar mama.
"Oh… apa yang harus aku lakukan sekarang."
Tidak disangka dildo mama berada di dalam laci itu. Dildo itu berdiri tegak. Aku meraih dan merabanya sedikit.
“Lah? kok dildonya masih lembab.”
Setelah memegang penuh mainan itu, ternyata masih basah oleh cairan lengket.
"Kapan mama memakai mainannya ini? Kok masih lengket sekali. Dan benda apa lagi ini?"
Karena terlalu fokus memandang mainan seks itu, aku tersadar bukan mainan seks itu saja yang ada di dalam laci. Celana dalam tipis warna hitam mama juga ada disitu.
"Celana dalam model apa ini? Uhmm….. baunyaa ahh… waitt… apa ini celana dalam mama semalam?"
Aku mengambil celana dalam tipis mama. Menggenggamnya erat lalu mengendusnya.
"Ahh.. baunyaaa anjinghh…uhmmm…… enak bangett…mpphshhmm… apa bau memek harus seenak ini."
Aku menciumi dan menjilati cairan yang masih menempel di celana dalam itu.
"Hah? Kalo dari semalam dipake lalu kenapa celana dalam ini masih basah?"
Aku bingung dan baru tersadar. Hal yang pasti adalah mama masih menggunakan celana dalamnya semalaman dan saat dipagi hari. Tapi soal cairan yang masih seperti baru ini bagaimana? Apakah mama pagi tadi masturbasi?
"Ahh… sialan mamah…. Ahh…. Uh…. Ehhmmmm….. aku ju-jugahh.. peng-en… colmek tiap pagihh… ahhhsshh.."
Aku tak kuasa menahan kegilaan nafsu ini. Celana dalam mama kucium dengan penuh nafsu. Tanganku juga memainkan dan menggesek memekku. Klitorisku yang mungil aku elus-elus dengan manja dibalik celana legging hitam ku yang masih aku pakai sedari malam. Dan sekarang aku merebahkan badan dan menikmati setiap bagian tubuhku mengeluarkan keringat basah akibat kejadian ini.
Aku bingung menanggapi benda ini. Benda yang sebenarnya menjadi rahasia terbesar mama dibalik sifatnya yang baik dan cenderung taat pada agama. Beberapa saat mama juga kadang mengingatkan aku akan pentingnya sholat dan kewajiban yang lain. Tetapi setelah tidak sengaja menemukan benda imut ini dikamar mama, citra mama di mataku jadi rusak.
“Ahhkhhh… ngapain juga sok-sokan polos.. dasar lonte.. uhmmsssshhp.. ahhkkkhh. Mamaku lontee.. ternyata… Ufftthpphhmmmsss….” Aku menepuk-nepuk dildo itu ke liang vaginaku. Labia vaginaku juga kuelus memutar. Aku melakukannya sambil membayangkan mamaku yang polos, menyimpan segala kenakalannya sendiri.
“Hmm.. Kenapa ga kupake” Celana dalam mama yang dari tadi aku letakkan dilubang hidung langsung kupakai. Legging hitamku kucopot, kulempar begitu saja diatas lantai. Lalu perlahan-lahan memakai celana dalam mama yang sangat menggairahkan.
“Kok ukurannya pas sih…. kan mama udah tua, kenapa ukuran pinggulnya sama kayak aku?” Aku tidak menyangka, ukurannya pas dengan lebar pinggangku. Perasaan yang membuncah mengisi gejolak nafsu ini semakin meluber dan membanjiri perasaanku yang kian meledak.
“Ouhh.. yeahh..mpphhsshmm… dasar mama mesum… mainan lo gw pake nih. mampus… ahhhmm…mainan lo kotor kena cairan gw nih anjinghhhshs… ahhhmmm..”
*Clok Clok CLok*
Aku masih menepuk vaginaku dengan mainan mama. Kedua pahaku tidak karuan, menendang-nendang ke berbagai arah karena menahan rasa nikmat. Lalu berkontraksi menekan pusat saraf di tengah selangkanganku.
“Uhhhmmmmhhhpphh… yesss.. do it again…” Semakin aku mengencangkan tempoku, semakin memekku basah oleh cairanku sendiri. Bunyi cairanku yang lumer saat ditabok mainan mama keluar muncrat kemana-mana. Turun dan mengotori sofa mama. Membuat selangkanganku semakin lembab dan basah.
“Lihat nih mahh… anakmu yang cabul.. i-i-iniii ahhsshhmmpphh…hufftthh..”
Aku tidak kuat, vaginaku memohon untuk dimasuki. Aku lalu menekan, menggesekkan mainan mama lalu memasukkan batang dildo itu ke dalam rahimku.
“A-ahkkhirnyaa mahh… bekass.. ca-cairaann mamaahh.. masuukk… ke rahimku…
“Sorry yah mamah… ahhhmmsshh..ce-celanaaahh dalaaamm mamah.. aku pa-pa-ke… uffthhssmm.. buat colmekkk…. mmpphh…”
Aku tidak habis pikir bisa tertelan nafsuku sendiri. Cairan air mani bekas colmek mama merangsek masuk bertemu dengan cairan anaknya sendiri. Air mani mama yang masih menempel di mainan seks itu merusak kepolosanku. Membuatku semakin bahagia atas suasanaku hari ini.
Aku mendesah hebat. Lonjakan gairah itu mengharuskanku untuk menekan mainan seks itu lebih dalam ke lubang rahimku.
*Clok Clok Clok*
“Ohh yeah mamah… fuck mee.. ahhhmppffttt…”
*Clok Clok CLok*
“Harder mamah.. lebih kenceng lagi… ahhhhh..” Aku mempercepat tempo kocokan.
*Clok Clok CLok*
“Hukum aku dengan mainan seks mu ini mamah.. mphhhmm” Bunyi becek cairan vaginaku semakin mengencang.
Memekku semakin berkontraksi seiring berjalannya waktu. Dengan tempo yang semakin cepat, aku berusaha menahan kenikmatan ini sedikit lebih lama. Berusaha untuk tidak muncrat tiba-tiba. Tubuhku juga semakin kegirangan merasakan aliran darah yang memusat menuju memekku. Perhatianku akan sekitar semakin kabur dan hilang, digantikan oleh suasana horny yang kubuat sendiri di dalam kamar mama.
“Ma… mamah…. a-akuu bo-lehhhh muncratt.. di-di mainan ma-maaa..kann? Ahhkkhh…”
Pikiranku semakin kosong. Cairan mama bertemu dengan cairanku juga semakin mempercepat jalanku menuju klimaks. Celana dalam tipis mama semakin basah dan lembab oleh bulir keringat dan cairan lengket memekku. Aku menarik celana dalam mama, memainkan celana dalam itu sembari semakin menekan mainan mama menuju lubang rahimku yang semakin panas.
“Mahh…. boleh muncrat kann?? Ahhkhh…..”
Pikiranku tak bisa jernih kembali. Biarlah tampang keluarga ini nampak berwibawa dan taat dari depan. Yang penting pikiranku dan kegiatanku tidak dikekang oleh kedua orang tuaku.
“Ahh..hhh Ahhh… Mphhhmmmpp.. Ufhffttt Huhfff… maafin anakmu ma.. Ahkkkkhhh.. Ufftthh “
Badanku gemetar hebat. Syarafku menegang dan seluruh tubuhku menggelinjang nikmat. Cairan memekku mengalir membasahi seluruh permukaan sofa mama. AIr maniku bercampur dengan air kencingku. Aku memuncratkan cairan bening kayak pipis di sofa mama. Seluruh tubuhku mulai terkulai lemas.
Aku mengeluarkan dildo itu segera dan meraih sehelai tisu disamping ranjang mama dengan kepayahan. Aku berjongkok, merangkak, aku belum bisa dan tidak kuat untuk berdiri normal. Aku mengelap cairan memekku yang tumpah ke segala arah di sofa mama perlahan-lahan.
“Duh gimana ini?” Aku baru sadar kalo bau badanku pasti akan tercium setelah berlama-lama di dalam kamar mama. Apalagi dengan tubuh berkeringat basah ini, aku yakin mama pasti akan tahu kalo anaknya masuk kedalam kamarnya. Ditambah lagi bau cairan vaginaku pasti akan tercium jika mama secara teliti mengendus sofanya.
Dengan sikap yang ragu aku kembali ke kamar mengambil sebotol parfum kesukaanku dengan badan penuh keringat basah. Aku menyemprot parfum favoritku ke sofa mama dan ke beberapa petak lantai keramik.
Aku kemudian merapikan sofa mama lalu menaruh kembali mainan dan celana dalam mama yang telah basah oleh air maniku ke tempat semula. Aku hanya bisa mengelap sisa cairan yang telah menempel di kain celana dalam mama. Dengan harapan supaya tidak tampak terlalu basah. Lalu menyemprotkan parfum sedikit supaya menyamarkan bau mesum yang telah kubuat.
“Puas bangettt. makasih mainannya mamah…” Aku membuka laci itu lagi lalu mengecup dildo dan celana dalam mama dengan bibirku.
Baru mau keluar kamar mama.
“Astaga, kenapa ngga ku jilatin cairan memekku aja tadi. Ngabis-ngabisin stok tisu ajah. Huft…” Aku kesal menyadari itu setelah mengelap dildo mama dengan tisu.
Aku keluar kamar mama dengan perasaan penuh amarah. Mengembalikan posisi pintu kamar mama ke semula dengan menahan itu. Celana leggingku juga aku lempar ke mesin cuci. Juga dengan crop top ku yang telah basah seluruh bagiannya.
“Yok semangat mencuci yok.” Aku menghampiri keranjang baju kotor dengan tubuh telanjang.
Aku tertegun setelah melihat keranjang baju kotorku penuh dengan pakaian mini yang telah kugunakan masturbasi hampir setiap hari. Kurasa aku harus berpikir ulang dan menahan aktivitas itu.
“Semoga mama tidak kepo soal keranjang baju kotor yang hampir menggunung ini.”