Permulaan
Aku Toni umur 30 tahun dan istriku nisa umur 25 tahun yang sehari-harinya selalu memakai hijab dan cadar. Kita sudah membina rumah tangga sekitar 3 tahunan.
Kisah ini dimulai saat aku dan istriku mengobrol sebelum kita tidur.
Dek gimana ya, mas tidak tega melihat ayah selalu melamun di teras rumah sendirian? Tanyaku.
Adek juga memikirkan tentang hal itu, adek pikir dalam rentang waktu satu tahun ayah bisa melupakan ibu. Maksud adek, ayah sudah mengiklhaskannya karena memang sudah takdir Tuhan. Jawab nisa.
Iya dek, mungkin karena ayah cinta banget dengan ibu. Saking cintanya, kehilangan ibu tidak mudah. Ya mungkin dulu karena ibu berjuang dengan ayah sejak dari nol sampai seperti sekarang memiliki perusahaan di bidang jasa sebesar sekarang. Ibulah orang yang memberi dorongan semangat saat ayah putusasa karena banyak hambatan yang menghalangi. Mas tau karena ayah pernah cerita ke mas. Kataku.
Iya mas, jarang banget sekarang menemukan perempuan seperti ibu. Aku saja kalo aku tidak berkaca mungkin aku akan sama saja seperti perempuan-perempuan di luar sana mas. Jawab nisa sambil tersenyum simpul.
Enggak lah istri mas sama kok dengan almarhum ibu. Jawabku menghiburnya sambil mengusap-usap kepalanya yang tertutup hijab.
Makasih maskuh, nisa menggelendot manja kepadaku.
Akhirnya aku dan istriku tertidur setelah mengobrol tentang kondisi ayah.
************
Keesokan harinya aku berusaha menemani ayah di depan teras rumah mencoba menghiburnya. Dan semoga bisa menghapus kesedihannya.
Yah, sebelumnya maaf kalo lancang, beneran ayah sudah mengiklhaskan kepergian ibu? Tanyaku agak ragu-ragu takut ayah semakin sedih.
Jujur , ayah belum bisa melupakan ibu. Jawab ayahku yang langsung menunduk lesu.
Maaf yah, Toni gak bermaksud membuat ayah teringat ibu lagi.
Gapapa ton, ayah mengerti. Jawab ayahku.
Kupegang tangan ayahku, kalo ada apa-apa bilang ke Toni jangan dipendam sendiri. Toni cuma gak mau ayah memendam sendiri lalu mengganggu kesehatan ayah.
Terimakasih Ton sudah perhatian ke ayah. Kata ayahku tersenyum.
Yasudah hari sudah semakin larut, ayah tidur ya. Jaga kesehatan ayah. Aku juga mau tidur, besok harus bangun pagi-pagi untuk berangkat ke kantor.
Sesampainya di kamar, aku kembali mengobrol dengan nisa membahas tentang kondisi ayah.
Bagaimana mas tadi? Tanya istriku tampak antusias.
Ayah belum bisa melupakan ibu nis. Mas belum tau bagaimana caranya menghibur ayah. Kataku.
Andai saja nisa bisa membantu mas, nisa akan membantu. Tapi Nisa malu karena nisa menantu perempuan. Gak etis juga kan nisa bercadar asyik ngobrol dengan mertua laki-lakinya. Kesannya gak pantas juga. Kata nisa.
Iya mas tau nis. Menimpali dengan singkat.
*********
Malam ini aku kembali mengobrol dengan mas Toni tentang kondisi ayah. Bagaimana mas tadi ngobrol dengan ayah? Tanyaku.
Dari obrolan mas dengan ayah mas melihat kesedihan yang sangat dalam di wajah ayah. Mas takut di usianya yang semakin menua ayah drop karena belum mampu melepas kepergian ibu. Dan tentu saja selain mengganggu kesehatan fisik juga menggangu kesehatan mental ayah juga. Jawab mas Toni.
Mungkin memang butuh proses yang panjang mas, tapi pendapatku kesedihan ayah jangan sampai berlarut-larut. Ataukah mungkin ayah membutuhkan pendamping hidup lagi? Setidaknya bisa menjadi pelipur lara atas kehilangan ibu. Dan bisa merawat ayah di masa tuanya. Kataku.
Ide bagus nis, tapi bagaimana caranya bilang ke ayah? Dan kita jodohkan dengan siapa? Mas Toni sepertinya sependapat denganku. Karena hanya dengan cara itu, kesedihan ayah bisa terobati.
Eh sudah malam nis, mas Toni menggendongku ke dalam kamar.
Aw, aku digendong mas Toni dengan mengalungkan tanganku ke leher mas Toni.
Sesampainya di kamar mas Toni merebahkanku di atas ranjang. Mas Toni menindihku. Kita saling tatap lalu berciuman dengan panas.
Saat ini aku hanya memakai gamis panjang saja. Hijabku sudah terlepas semenjak aku dan mas Toni memasuki kamar.
Dengan cekatan mas Toni melepas gamisku secara perlahan dimulai dari menarik resleting di belakang punggungku. Mas Toni mencium pundakku, mengelusnya.
Lalu gamis semakin turun sampai tubuh bagian atasku terpampang. Mas Toni menindihku, tangan mas Toni merapikan rambut di telingaku. Wajah mas Toni mendekat lalu kita kembali berciuman.
Sekarang mas Toni menaikkan BHku, payudaraku yang tidak besar terpampang di depan mas Toni. Mas Toni melahapnya, seakan itu makanan enak.
Aku kegelian, bahkan cekikikan saat mas Toni membenamkan wajahnya di payudaraku yang tidak besar.
Ahhhh aku mendesis keenakan, mas Toni menjilati kulitku inci demi inci.
Saat aku dirangsang oleh mas Toni, tidak sengaja aku melihat seseorang sedang mengintip pergumulan kami. Aku menyalahkan diriku sendiri, kenapa aku ceroboh. Pintu kamarku masih terbuka.
Gamisku sudah terlepas dari tubuhku, mas Toni beralih ke selakanganku. Menciumi vaginaku yang masih tertutup celana dalam putih. Kupegang, kuremas rambut mas Toni yang berada di pangkal pahaku.
Ahhh mas, geli. Aku kegelian melihat rangsangan mas Toni.
Kucoba melirik ke arah pintu, orang itu adalah ayah.
Jantungku deg degan mengetahui sedang diintip oleh ayah. Dengan pinggul terangkat aku mencoba memberi isyarat mas Toni agar melepas celana dalamku. Mas Toni mengerti lalu melepas celana dalamku.
Vaginaku yang berwarna gelap kemerahan terpampang sudah di depan suamiku dan juga mertuaku. Aku menggigit bibirku, dengan tanganku meremas payudaraku sendiri. Dadaku semakin berdesir saat mas Toni menjilati vaginaku. Tubuhku melengking.
Ahhh mas, aku keluar. Aku orgasme yang pertamakali.
Kulihat ke arah pintu lagi, ayah melepas celananya. Sekarang terpampang penisnya yang hitam berurat panjang.
Aku ngos-ngosan melihat penampakan yang seharusnya tidak aku lihat. Kigigit kuku jariku.
Masukin mas masukin, rengekku.
Mas Toni mengangkat kakiku melingkar ke panggulnya lalu menggenjotku dengan tempo perlahan.
Tubuhku terlonjak-lonjak, mataku pun aku pejamkan. Tanpa sadar, aku teringat penis ayah. Dan sekarang ayah sedang mengintipku sedang bersenggama dengan mas Toni.
Aku keluar ayah, ahhhhh teriakku.
Mas Toni mencabut penisnya dalam vaginaku. Dan duduk di sebelahku.
Ayah? Apa maksudnya dek? Mas Toni menatapku tajam.
Aku jadi ketakutan melihat tatapan mas Toni seperti mau marah denganku.
Krompyang, guci depan pintu kamarku seperti pecah.
Mas Toni melihat ke arah pintu lalu buru-buru memakai celana dalamnya dan melihat apa yang ada di balik pintu.
Mas Toni terkejut melihat ayah yang kebingungan mau lari dalam kondisi tanpa celana.
Ayah, apa yang ayah lakukan?
A ayah. Ayah tergagap.
Bersambung...
Aku Toni umur 30 tahun dan istriku nisa umur 25 tahun yang sehari-harinya selalu memakai hijab dan cadar. Kita sudah membina rumah tangga sekitar 3 tahunan.
Kisah ini dimulai saat aku dan istriku mengobrol sebelum kita tidur.
Dek gimana ya, mas tidak tega melihat ayah selalu melamun di teras rumah sendirian? Tanyaku.
Adek juga memikirkan tentang hal itu, adek pikir dalam rentang waktu satu tahun ayah bisa melupakan ibu. Maksud adek, ayah sudah mengiklhaskannya karena memang sudah takdir Tuhan. Jawab nisa.
Iya dek, mungkin karena ayah cinta banget dengan ibu. Saking cintanya, kehilangan ibu tidak mudah. Ya mungkin dulu karena ibu berjuang dengan ayah sejak dari nol sampai seperti sekarang memiliki perusahaan di bidang jasa sebesar sekarang. Ibulah orang yang memberi dorongan semangat saat ayah putusasa karena banyak hambatan yang menghalangi. Mas tau karena ayah pernah cerita ke mas. Kataku.
Iya mas, jarang banget sekarang menemukan perempuan seperti ibu. Aku saja kalo aku tidak berkaca mungkin aku akan sama saja seperti perempuan-perempuan di luar sana mas. Jawab nisa sambil tersenyum simpul.
Enggak lah istri mas sama kok dengan almarhum ibu. Jawabku menghiburnya sambil mengusap-usap kepalanya yang tertutup hijab.
Makasih maskuh, nisa menggelendot manja kepadaku.
Akhirnya aku dan istriku tertidur setelah mengobrol tentang kondisi ayah.
************
Keesokan harinya aku berusaha menemani ayah di depan teras rumah mencoba menghiburnya. Dan semoga bisa menghapus kesedihannya.
Yah, sebelumnya maaf kalo lancang, beneran ayah sudah mengiklhaskan kepergian ibu? Tanyaku agak ragu-ragu takut ayah semakin sedih.
Jujur , ayah belum bisa melupakan ibu. Jawab ayahku yang langsung menunduk lesu.
Maaf yah, Toni gak bermaksud membuat ayah teringat ibu lagi.
Gapapa ton, ayah mengerti. Jawab ayahku.
Kupegang tangan ayahku, kalo ada apa-apa bilang ke Toni jangan dipendam sendiri. Toni cuma gak mau ayah memendam sendiri lalu mengganggu kesehatan ayah.
Terimakasih Ton sudah perhatian ke ayah. Kata ayahku tersenyum.
Yasudah hari sudah semakin larut, ayah tidur ya. Jaga kesehatan ayah. Aku juga mau tidur, besok harus bangun pagi-pagi untuk berangkat ke kantor.
Sesampainya di kamar, aku kembali mengobrol dengan nisa membahas tentang kondisi ayah.
Bagaimana mas tadi? Tanya istriku tampak antusias.
Ayah belum bisa melupakan ibu nis. Mas belum tau bagaimana caranya menghibur ayah. Kataku.
Andai saja nisa bisa membantu mas, nisa akan membantu. Tapi Nisa malu karena nisa menantu perempuan. Gak etis juga kan nisa bercadar asyik ngobrol dengan mertua laki-lakinya. Kesannya gak pantas juga. Kata nisa.
Iya mas tau nis. Menimpali dengan singkat.
*********
Malam ini aku kembali mengobrol dengan mas Toni tentang kondisi ayah. Bagaimana mas tadi ngobrol dengan ayah? Tanyaku.
Dari obrolan mas dengan ayah mas melihat kesedihan yang sangat dalam di wajah ayah. Mas takut di usianya yang semakin menua ayah drop karena belum mampu melepas kepergian ibu. Dan tentu saja selain mengganggu kesehatan fisik juga menggangu kesehatan mental ayah juga. Jawab mas Toni.
Mungkin memang butuh proses yang panjang mas, tapi pendapatku kesedihan ayah jangan sampai berlarut-larut. Ataukah mungkin ayah membutuhkan pendamping hidup lagi? Setidaknya bisa menjadi pelipur lara atas kehilangan ibu. Dan bisa merawat ayah di masa tuanya. Kataku.
Ide bagus nis, tapi bagaimana caranya bilang ke ayah? Dan kita jodohkan dengan siapa? Mas Toni sepertinya sependapat denganku. Karena hanya dengan cara itu, kesedihan ayah bisa terobati.
Eh sudah malam nis, mas Toni menggendongku ke dalam kamar.
Aw, aku digendong mas Toni dengan mengalungkan tanganku ke leher mas Toni.
Sesampainya di kamar mas Toni merebahkanku di atas ranjang. Mas Toni menindihku. Kita saling tatap lalu berciuman dengan panas.
Saat ini aku hanya memakai gamis panjang saja. Hijabku sudah terlepas semenjak aku dan mas Toni memasuki kamar.
Dengan cekatan mas Toni melepas gamisku secara perlahan dimulai dari menarik resleting di belakang punggungku. Mas Toni mencium pundakku, mengelusnya.
Lalu gamis semakin turun sampai tubuh bagian atasku terpampang. Mas Toni menindihku, tangan mas Toni merapikan rambut di telingaku. Wajah mas Toni mendekat lalu kita kembali berciuman.
Sekarang mas Toni menaikkan BHku, payudaraku yang tidak besar terpampang di depan mas Toni. Mas Toni melahapnya, seakan itu makanan enak.
Aku kegelian, bahkan cekikikan saat mas Toni membenamkan wajahnya di payudaraku yang tidak besar.
Ahhhh aku mendesis keenakan, mas Toni menjilati kulitku inci demi inci.
Saat aku dirangsang oleh mas Toni, tidak sengaja aku melihat seseorang sedang mengintip pergumulan kami. Aku menyalahkan diriku sendiri, kenapa aku ceroboh. Pintu kamarku masih terbuka.
Gamisku sudah terlepas dari tubuhku, mas Toni beralih ke selakanganku. Menciumi vaginaku yang masih tertutup celana dalam putih. Kupegang, kuremas rambut mas Toni yang berada di pangkal pahaku.
Ahhh mas, geli. Aku kegelian melihat rangsangan mas Toni.
Kucoba melirik ke arah pintu, orang itu adalah ayah.
Jantungku deg degan mengetahui sedang diintip oleh ayah. Dengan pinggul terangkat aku mencoba memberi isyarat mas Toni agar melepas celana dalamku. Mas Toni mengerti lalu melepas celana dalamku.
Vaginaku yang berwarna gelap kemerahan terpampang sudah di depan suamiku dan juga mertuaku. Aku menggigit bibirku, dengan tanganku meremas payudaraku sendiri. Dadaku semakin berdesir saat mas Toni menjilati vaginaku. Tubuhku melengking.
Ahhh mas, aku keluar. Aku orgasme yang pertamakali.
Kulihat ke arah pintu lagi, ayah melepas celananya. Sekarang terpampang penisnya yang hitam berurat panjang.
Aku ngos-ngosan melihat penampakan yang seharusnya tidak aku lihat. Kigigit kuku jariku.
Masukin mas masukin, rengekku.
Mas Toni mengangkat kakiku melingkar ke panggulnya lalu menggenjotku dengan tempo perlahan.
Tubuhku terlonjak-lonjak, mataku pun aku pejamkan. Tanpa sadar, aku teringat penis ayah. Dan sekarang ayah sedang mengintipku sedang bersenggama dengan mas Toni.
Aku keluar ayah, ahhhhh teriakku.
Mas Toni mencabut penisnya dalam vaginaku. Dan duduk di sebelahku.
Ayah? Apa maksudnya dek? Mas Toni menatapku tajam.
Aku jadi ketakutan melihat tatapan mas Toni seperti mau marah denganku.
Krompyang, guci depan pintu kamarku seperti pecah.
Mas Toni melihat ke arah pintu lalu buru-buru memakai celana dalamnya dan melihat apa yang ada di balik pintu.
Mas Toni terkejut melihat ayah yang kebingungan mau lari dalam kondisi tanpa celana.
Ayah, apa yang ayah lakukan?
A ayah. Ayah tergagap.
Bersambung...
Terakhir diubah: