Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Villa Naturis [Starring Ratu Vashti]

Gabungan keduanya hu dari tempat A kelihatannya kotor tidak terawat dan dijaga 3-5 orang bertampang preman tapi ada akses masuk lain seperti pantai dengan pelabuhan kapal pribadi/yatch atau jalan masuk melalui hutan yg di jaga 2 pemburu binatang berakhir masuk di dalam goa sebagai akses masuk dan tempat parkir mobil di dalam goa itu
 
Terakhir diubah:
Pemiliknya bule Aussie yg senang party dan swing
 
Chapter II dimari gengs

“Akhirnya sampai juga,” ucap diriku dalam hati. Aku pun mulai berjalan masuk ke dalam halaman villa itu. Dengan seksama kuperhatikan bagian depan villa itu yang terlihat lebih seperti rumah warga biasa. “Uhh, bener ini kah tempatnya?” gumam dalam hatiku. Aku pun mengecek Google Maps, tapi ternyata aku benar-benar sudah sampai disini.

Aku pun masuk melalui pintu utama villa tersebut. Ruang resepsionisnya terlihat sangat sederhana, hanya sebuah ruangan kotak dengan 2 sofa di kedua sisinya dan sebuah meja resepsionis kayu besar yang cukup berdebu. Tidak ada orang sama sekali yang menyambutku.

Aku pun berdegup. “Jangan-jangan salah ya, apa ketipu lagi nih?” ucapku dalam hati. Diriku mulai sedikit panik sembari men-scroll Google, berusaha mencari hotel alternatif lain. Tapi ketika diriku menscroll, tiba-tiba seorang lelaki datang menghampiriku.

“Oh halo Nyonya, sudah booking sebelumnya?” ucap lelaki tersebut dalam Bahasa Inggris dengan aksen Thailand yang sangat kental. Tubuhnya pendek dan kurus. Dari wajahnya, mungkin orang itu berusia sekitar 40 tahun-an. Dengan sedikit terbata-bata, aku pun menjawabnya.

“Oh, iya. Aku sudah pesan via aplikasi ini.” Jawabku sembari menunjukkan bukti booking dan payment pada HPku. Aku pun menaruh HPku di meja tersebut dan sekilas debu terlihat berterbangan. Sang bapak itu tersenyum.

“Okay, baik. Sudah terverifikasi ya.” Jawab sang bapak. Setelah ia selesai, ia pun memanduku masuk ke dalam villa tersebut. Kulihat sekelilingnya, ternyata villa ini memang benar-benar kecil, seluruh bangunannya terpampang sesuai di foto yang ku lihat. Hanya ada 1 bangunan lurus Panjang berisi ruang resepsionis dan 6 kamar. Sebuah kolam renang besar dan gazebo di sisinya. Tempat itu pun terlihat sangat sepi, seolah-olah hanya diriku yang datang.

Akhirnya sang bapak menuntunku ke kamarku. Ia membuka pintu kamarnya dan aku pun segera melirik ke dalamnya. “Phew, ini mah Oyo” ucapku dalam hati. Di kamar tersebut hanya ada 1 kasur dengan sprei yang terlihat murahan, 1 meja beserta kursi plastik, lemari dengan cermin besar yang melapisi pintunya, dan lampu kamar yang terlihat cukup mahal. Ruangan itu terlihat sedikit berdebu, dan aku pun terbatuk ketika memasukinya.

“Aku bisa bantu bersihin kamarnya ya Nyonya,” ucap lelaki itu. Aku pun tersenyum sembari menggelengkan kepala.

“Tidak usah,” jawabku kepadanya.

“Okay Nyonya, jika ada bantuan, panggil saja aku di depan. Namaku Chan,” jawab sang resepsionis. “Oh ya, tempat ini clothing optional, sesuai dengan iklan yang kami pasang, jadi jangan kaget ketika melihat pengunjung lain tanpa busana. Dan Pantai itu juga clothing optional,” ujarnya sembari menunjuk ke Pantai yang terletak persis di samping pantai ini.

“Baik terimakasih” ujarku. Chan pun segera meninggalkanku.

Aku pun terduduk. Ini jauh dari ekspektasiku sih. Konflik batin melanda diriku, apakah aku harus pindah dari tempat ini dan mencari hotel yang lebih layak, atau stay? Aku pun memilih untuk stay dulu untuk sementara waktu. Pikirku, dengan tempat yang sepi ini, aku bisa lebih pede untuk menanggalkan pakaianku dan tinggal sementara disini selayaknya seorang naturis. Kutaruh seluruh perlengkapanku dan aku pun segera berberes untuk Bersiap jalan-jalan sekeliling Phuket untuk sementara waktu.







Setelah puas berkeliling untuk sementara sembari mencari makan siang di Phuket, aku pun kembali ke villa. Jam menunjukkan pukul setengah 5 sore yang berarti ini waktu yang tepat untuk menunggu sunset. Aku pun masuk kembali ke villa dan seperti ekspektasiku, tempat ini terlihat sepi. Bahkan Chan pun tidak terlihat.

Aku segera masuk ke dalam kamarku dan bergegas untuk mandi. Untuk sementara waktu aku merenung di bawah gemercik air shower, memikirkan apa yang akan kulakukan setelah ini. “Fuck it, let’s do it!” pikirku. Aku segera mengeringkan tubuhku dengan handuk yang terasa agak apek dan berdebu dari hotel ini. Untuk sejenak, aku berdiri di depan cermin, melihati tubuh telanjangku dengan seksama. “Ah ayolah, tempat ini juga sepi kok, siapa yang bakal ngeliat?” ujarku dalam hati.

Kurapihkan rambut dan kukenakan sedikit make-up di wajahku dan segera kuambil HP dan headphoneku. Kubuka pintu kamarku dan kutoleh ke sekeliling villa ini. “Sial, ga ada orang samsek.” Aku pun memberanikan diri, dan akhirnya aku berhasil memaksa diriku untuk melangkah keluar dari kamarku, tanpa sehelai benang pun di tubuhku.

Aku pun duduk di kursi dipan yang terletak di pinggir kolam villa itu sembari mendengarkan musik favoritku dan membaca novel digital di HPku. Diriku terbenam dengan suasana syahdu pinggir Pantai, musik favorit, bacaan menarik dan nikmatnya sepoi angin yang menyentuh tubuhku sehingga aku mulai tidak sadar akan sekelilingku. Tiba-tiba saja aku merasakan suara decitan kayu di sampingku.

Aku menoleh ke samping dan aku pun sedikit terkejut. Seorang Wanita negro dengan tubuh sintal yang agak berotot yang terlihat sebaya dengan diriku terduduk di dipan disampingku. Ia menoleh ke arahku, matanya melirik ke tubuh telanjangku. Ku berganti melirik ke tubuhnya, terlihat ia mengenakan bikini hitam yang masih menutupi tubuhnya.

“Oh, hai!” ucap Wanita tersebut. Aku merasa sedikit canggung, terutama karena diriku yang telanjang bulat sementara ia masih mengenakan pakaian. “Jangan canggung, ini emang tempat clothing optional kok” balasnya sembari tertawa kecil. Aku pun menarik napas panjang, berusaha terlihat pede.

“Sendiri saja?” tanyaku kepada Wanita tersebut. Ia tersenyum, matanya menoleh ke samping kolam ke arah pintu masuk, mengisyaratkanku untuk menoleh kesana. Aku pun menoleh ke arah pintu masuk villa tersebut dan terlihat dua orang lelaki, satu orang negro dan satu orang kulit putih berjalan ke arah kami berdua. Mereka pun terlihat masih mengenakan t-shrit dan celana pendek, membuatku agak canggung.

Mereka pun terduduk di sampingku, tersenyum ke arahku. Aku bisa melihat dengan jelas mata mereka jelalatan melihati tubuhku. Si negro terlihat seperti orang berusia di awal 40-an tahun. Tubuhnya cukup atletis dan berbulu lebat. Si pria berkulit putih terlihat sedikit lebih muda, dengan tubuh yang terlihat biasa-biasa saja.

“Hey cantik” ucap sang pria kulit putih. Aku pun agak canggung dan hanya membalasnya dengan tawa kecil.

“Nggak nyangka ya kalo kita juga disini?” ucap sang Wanita tersebut. Aku mengangguk, mengiyakan dia.

Aku pun membalas, “Sejak kapan kalian disini?” tanyaku.

“Well…kita sebenarnya udah 2 hari disini.” Balas sang Wanita. Aku hanya mengangguk. Ia pun melanjutkan, “Oh namaku Sheena by the way, ini Steve, pacarku, dan whiteboy satu ini Bernama Mark”.

“Aku Vashti, senang bertemu dengan kalian” ucapku. Mereka pun tersenyum.

“Vashti, you got a really beautiful body” celetuk Mark secara tiba-tiba. Steve pun tertawa.

“Hey Mark, kamu gabisa langsung ngomong gitu, itu membuatmu terlihat sangat creepy” ucapnya. Aku hanya tertawa kecil bersama mereka.

“Oh ya maaf banget ya jika kita buat kamu merasa ga nyaman,” ucap Steve. Aku menggelengkan kepalaku.

“Oh engga, gapapa” balasku.

“Mungkin supaya suasananya lebih oke buat kita semua, ayo kita tanggalkan pakaian juga” ajak Sheena kepada teman-temannya.

Mereka pun mengiyakan dan segera menanggalkan pakaian mereka. Aku melihat ke arah Sheena yang menanggalkan bikininya. Toketnya berukuran besar, dengan putting hitam yang melingkar besar di pucuknya. Pantatnya pun terlihat besar, dan vaginanya tebal dengan jembut tipisnya. Aku pun menoleh ke arah Steve dan aku pun terkagum. Badannya berbentuk, dengan batang yang terlihat cukup besar, seolah seperti actor Blacked yang sering kutonton di rumah. Mark, walaupun memiliki badan yang biasa saja, namun memiliki batang yang lumayan “besar”. Aku merasa sedikit terangsang, namun aku berusaha terlihat polos di hadapan mereka.

….

Kita pun bercengkrama di pinggir kolam sembari melihat sunset. Mereka pun bercerita Panjang, menjelaskan bahwa mereka adalah orang-orang dari Amerika yang sedang berlibur ke Thailand. Steve dan Sheena bercerita bahwa mereka baru saja memulai hubungannya, sementara itu Mark, salah satu temannya, ikut karena ingin “mencicipi” gadis Thailand selama berlibur.

“Berapa lama kamu stay disini?” tanya Sheena.

“Oh, aku masih stay sampai 4 hari kedepan. Aku punya banyak waktu untuk bersantai disini” ucapku tersenyum.

“Nice, kita ada beberapa teman lagi sih di villa samping, jika kamu mau kita bisa main bareng”, ucap Mark. Aku pun mengangguk, menyetujui idenya.

Kita pun duduk ria sembari bercerita dan menonton tv series melalui laptop Steve di pinggir kolam itu. Chan pun datang, membawakan makanan pesanan Steve, satu paket ribs panggang dan satu bucket beer, satu paket coca cola dan sebotol Gin. Kita pun segera makan bersama-sama sembari minum minuman beralkohol yang telah disiapkan. Tubuhku mulai terasa tipsy dan mulai lepas. Kita pun bercerita Panjang lebar dan akhirnya aku pun bercerita tentang masalah yang kuhadapi.

“Oh sial, aku harap kamu merasa oke selama berlibur disini” ucap Mark.

“Iya, aku harap ini bisa memberikanmu rasa tenang, healing lah” ucap Sheena tersenyum sembari mencampurkan gin dengan coca-cola dan memberikannya kepadaku.

“Iya, syukurnya aku udah mulai merasa oke sekarang.” Balasku tersenyum sembari menyulangkan botolku ke botol Steve, Sheena dan Mark.

“Vashti, seseorang menelponmu” ucap Mark sembari menunjuk ke HPku. Aku pun segera mengambil HPku dari dipan. Ternyata, ibuku menelponku.

“Ahh, ibuku menelpon, aku harus ke kamar sebentar” ucapku.

Aku pun beranjak ke kamar, merapihkan diriku dan berusaha terlihat sober. Aku pun mengangkat telepon ibuku. Ia bertanya tentang liburanku dan aku bilang kalua aku stay di sebuah villa Bintang 4 di daerah Phuket. Kami pun bercerita Panjang dan aku harus memutar otakku untuk membuat cerita seolah-olah aku sedang dalam liburan normal. Tak terasa, ternyata aku menghabiskan 1.5 jam bertelepon bersama ibuku.

Aku pun kembali menanggalkan pakaianku dan beranjak keluar kamar, namun ternyata sudah kosong. Sisa makanan dan botol tergeletak rapi di salah satu dipan. Mungkin mereka sudah beristirahat, ucapku. Namun, jam masih menunjukkan pukul 10 malam. Menurutku, orang-orang seperti mereka tidak mungkin sudah beristirahat di jam yang tergolong masih pagi ini. Aku pun menoleh ke arah kamar mereka dan ternyata pintunya sedikit terbuka.

“Uhh,” gumamku sambil berjalan ke arah kamar mereka. Aku piker mereka mungkin memilih untuk bercerita di dalam kamar mereka karena udara sudah mulai dingin dan nyamuk sudah mulai bermunculan. Aku berjalan dengan perlahan, menoleh ke dalam melalui pintu yang seperempat terbuak itu, dan sedikit terkejut.

Aku melihat Steve dan Sheena sedang bersetubuh di atas Kasur mereka dalam posisi misionaris. Hentakan kuat Steve membuat Kasurnya bergoyang hingga kayunya berdecit. Aku hanya shock, berdiri di depan pintu itu. Aku sedikit canggung dang merasa ingin pergi, namun entah kenapa tubuhku bergetar hebat. Aku seolah-olah merasa terangsang. Tubuhku seperti “ngefreeze” tepat di depan pintu kamar mereka. Aku jadi teringat angan-anganku sebelum berangkat kesini. Tiba-tiba Steve menoleh ke arahku.

“Hey Vashti, maafkan kami. Sini masuk” ucapnya mengundangku untuk masuk, sembari ia masih menggempur kekasihnya itu. Sheena terlihat terlalu lemas di atas Kasur. Aku merasa canggung, “apakah masuk atau kabur saja?”, pikirku. Namun aku pun memberanikan diri untuk melangkah masuk ke kamar. Tiba-tiba, seseorang menggenggamku dari belakang pintu.

“AAAH” teriakku terkejut. Ternyata itu Mark. Steve dan Sheena tertawa terbahak-bahak. Mark pun terbahak bahak sembari menggenggam pundakku. Aku pun berusaha menyingkirkannya

“Oh Mark, sial kamu” ucapku sembari sedikit tertawa.

“Maafkan aku Vashti” ucapnya sembari tertawa kecil. Ia pun melepaskanku. Steve tertawa. Ia pun menyeletuk.

“Mark, jangan jadi orang aneh. Sumpah itu terlalu creepy, pantas saja kamu single” ucapnya sembari menggenjot Sheena. Pasangannya terlihat terkulai lemas, terbaring di atas Kasur.

“Maafkan aku ya beb” ucap Mark sembari tersenyum. Ia terlihat agak tipsy, tangannya membuka lebar, seolah ingin memelukku. Aku hanya tertawa kecil dan menyilahkannya memelukku. Aku juga merasa cukup tipsy. Sementara itu, diriku mulai terangsang kembali, entah mengapa.

“Oh ya, maafkan temanku yang bodoh satu ini, dia tiba-tiba kepikiran ingin ngewe, jadi ya sudahlah aku persilahkan mereka” lanjut Mark sembari tertawa kecil dan mengarahkanku untuk duduk di sofa yang terletak di pinggir kamar.

“Uhh it’s ok Mark” balasku.

“Kamu mau minum lagi atau apa?” ucapnya sembar membuka satu botol bir kembali, meneguknya sesegera mungkin.

“Ohh, aku rasa aku udah cukup minum malam ini” balasku. Aku melirik ke arah Mark. Matanya terlihat terpaku ke arahku, sesekali melirik ke arah tubuhku yang terpampang jelas di depannya. Senyum mulai merekah di wajahnya.

“Atau jangan-jangan kamu mau menikmati Steve seperti Sheena?” ucapnya sembari tertawa kecil. Wajahku memerah, agak tersipu malu, terlecehkan dan kesal dengan pernyataan itu. Namun dibalik itu, diriku merasa dorongan rangsangan yang sangat terasa.

“Ah gila kamu ya, be real deh!” balasku dengan kesal. Aku beranjak dari sofa itu, menaruh botol bir yang telah habis kuteguk ke sudut ruangan. Tubuhku terasa lebih ringan karena efek alcohol yang menumpuk. Mark mengikutiku.

“C’mon jangan malu lah, kita bebas disini. Hanya ada kita berempat disini, tidak ada siapa-siapa lagi, kecuali mungkin si Chan, tapi entah kemana..” ucapnya sebelum Steve memotong.

“Hey jangan paksa dia anjir, mesum banget kamu jadi orang” sahut Steve memotong. Ia tetap focus menggenjot pasangannya itu.

“Oh maaf, tapi nona ini sangat cantik sekali. Ia sudah siap, Lihat dia sudah telanjang bulat di hadapan kita” balas Mark dengan pedenya.

“Apakah itu benar?” tanya Steve kepadaku.

“Uh astaga apa-apaan sih kalian, dasar gila. Aku disini hanya untuk berlibur” ucapku dengan ketus, berusaha menghalangi perasaan yang sebenarnya kurasakan. Dibalik itu semua, tubuhku sudah mulai konak, dan angan anganku sebelum berangkat kesini pun kembali memutar di otakku. “Astaga, sialan” ucapku dalam batin.

“Okelah, maaf ya jika aku terlalu creepy” ucap Mark sembari duduk di sofa.

“Ehh…gapapa kok haha. It’s okay” balasku. Aku hanya tersenyum saja. Di dalam batinku, aku berharap dia berusaha untuk mengepush diriku lagi.

“Well, lihat, dia merasa oke kan? Berarti sebenarnya dia mau!” balas Mark kepada Steve disusul tawa mereka berdua. Aku pun ikut tertawa kecil, merasakan suasana yang mulai mengarah kesana. Dengan sigap aku pun mengambil inisiatif.

“Well, mungkin kita mulai dengan yang ringan-ringan dulu saja” balasku dengan memasangkan ekspresi nakal sebisa mungkin. Mataku menatap ke arah Mark, terkunci pada matanya. Aku melihat wajahnya merekah dengan senyum, dan ia pun dengan lambat mulai beranjak dari sofanya. Ia pun berjalan ke arahku.

“Ucapkan lagi, jadi benar kah hal itu?” tanya nya dengan lirih. Ia menatap ke arah wajahku dengan ekspresi datar. Ruangan tiba-tiba sunyi, aku melirik singkat ke arah Steve dan Sheena yang berhenti “bermain” untuk melihati ke arah kita berdua. Kuanggukkan kepalaku, menyetujui Mark.

“Okay”, balasnya. Dengan cepat ia mendekatkan wajahnya ke arah wajahku, sembari kedua tangannya menggenggam samping kepalaku. Tanpa basa basi ia pun melumati bibirku.

“Mmh”, desahku lirih. Bibirnya dengan pandai bersilat dengan bibirku. Lidahnya masuk ke dalam mulutku, menjilati lidahku dan berputar-putar riang di dalamnya. Aku berusaha melepaskan diriku, namun Mark menggenggamku dengan erat, dan aku pun terbawa dengan permainannya.

“Astaga, akhirnya ia mendapatkan apa yang ia inginkan” ucap Steve lirih ke Sheena. Aku mendengar pembicaraan mereka, sembari merasakan lumatan Mark yang cukup mematikan. Aku pun mulai terbawa suasana. Perasaan canggung yang aku miliki pun pudar, tergantikan oleh rangsangan dan kenakalan yang mulai memancar. Mark pun melepaskan ganggamannya.

“Kamu mau memberikanku sesuatu?” tanyanya sembari menatapku. Aku mengangguk, dengan lirih menjawab iya. Ia pun tersenyum.

“Kalau begitu, berikan apa yang kau mau berikan kepadaku” ucapnya sembari terduduk di pinggir Kasur. Tanpa berpikir Panjang, aku pun segera berlutut di depannya. Kakinya pun merekah, dan dengan jelas aku dapat melihat batang kontolnya yang terlihat setengah tegang. Aku hanya tersenyum, meraba dengan pelan batang tersebut, sebelum memasukkannya ke dalam mulutku.

“Ahh” desah Mark. Aku rapatkan bibirku sembari meningkatkan ritme kulumanku. Aku dapat merasakan batang itu semakin menegang dan memanjang. “Sial, Panjang juga” ucapku dalam batin sembari tetap mengulum batang itu. Tangan Mark pun meraih ke belakang kepalaku, dan dengan kuat mendorongkan agar seluruh batangnya masuk ke dalam mulutku.

“Uhugg…uhk..uhk,” ia meendeepthroatku, sementara tangannya yang lainnya mulai meraba-raba memekku yang perlahan mulai basah. “Sial, dia membuatku siap untuk diewek” pikirku. Tiba-tiba, ia mencabut batang penisnya dari mulutku, kemudian memberdirikanku sebelum mendorongku ke arah Kasur. Steve dan Sheena bergeser sedikit untuk memberikan cukup ruang, kemudian Steve segera mengewe Sheena dengan posisi Doggystyle. Aku pun merasakan Mark menarik pundakku, menyuruhku untuk ikut berposisi Doggy. Ia pun menggerakkan agar wajahku menghadap wajah Sheena sembari menghantam memekku dari belakang.

“Uh-uh” aku mendesah ketika merasakan nikmat dari hentakan Mark. Dengan cekatan ia menarik rambutku dengan kepalan tangannya. Aku dapat melihat Sheena dengan jelas di depanku. Wajahnya pun terlihat seolah sedang keenakan menikmati genjotan Steve.

“Gimana kalau kalian ciuman?” ucap Steve sembari menjambak Sheena, mengarahkan wajahnya ke arah wajahku. Ia menurut, wajahnya menghampiri wajahku. Aku hanya pasrah mengikuti alur permainan.

“Mmmh” kecupnya di bibirku. Dengan perlahan kumainkan bibir Sheena. Ku merasa tangan Mark kini mendorong wajahku maju. Memaksaku untuk menciumi Sheena. Mark dan Steve tertawa kecil.

“Mark, bagaimana kalau bertukar?” ucap Steve sembari tersenyum. Mark mengangguk, dan ia pun melepaskan diriku. Sesaat kemudian kita pun bertukar. Steve merangkulku, menggenggam erat pinggulku. Ia melihati wajahku untuk seksama, tersenyum ringan sebelum ia melumati bibirku. Aku dapat merasakan keahlian lidahnya berputar-putar di dalam mulutku. Ia pun memutarbalikkan badanku. Untuk sesaat, aku dapat melihat kontol 20cm itu sangat tegang dan siap. Aku Bersiap merasakan hunjamannya.


“Sleepp” aku dapat merasakan kontol Steve masuk merangsek ke memekku. “Uhh”, desahku sembari ia menghajarnya dengan semangat. Steve menggenjotiku dalam posisi Doggystlye, dan aku dapat merasakan bahwa ini jauh lebih nyaman dibandingkan milik Mark. Aku melihat Mark di hadapanku, kini menggenjot Sheena dalam posisi missionaris. Aku dapat merasakan memekku semakin basah, tubuhku mulai bergetar dan rasa nikmat dan nyeri yang dahsyat menyebar dari area pinggulku. “UUUH” desahku kuat ketika tubuhku mulai menegang. Aku pun tersadar bahwa aku telah mencapai titik orgasme.



“AAAH STEVE” pekikku ketika cairan-cairan lendir mulai bermuncratan dari memekku. Steve dan Mark tertawa, dan tiba-tiba Steve mencabut kontolnya dari memekku. Dengan cepat ia hunjamkan masuk ke mulutku dan aku dapat merasakan semburan cairan maninya di dalam mulutku. “Sial” ucapku sembari berusaha mencabut batang kontol itu dari dalam mulutku. Namun Steve dengan sigap menahan kepalaku dengan sangat kuat. Aku pun terpaksa menelan sperma Steve yang terasa sangat asin itu.

“Gluk” lirihku.
 
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd