begawan_cinta
Guru Semprot
- Daftar
- 27 Oct 2023
- Post
- 602
- Like diterima
- 10.468
•••••
Ibunya Yang Menggantikan
SUDAH menjadi kebiasaan ibu mertua saya, setiap kali ia datang ke rumah saya, pasti ia menyuruh istri saya mengerik.
Begitulah yang terjadi siang itu...
Mertua saya datang ke rumah saya diantar oleh suaminya, tetapi suaminya langsung pergi.
Wah, pasti minta kerokan lagi nih, batin saya, tetapi istri saya tidak ada di rumah. Istri saya keluar kota urusan kantor baru tadi pagi ia berangkat.
“Mike kemana, Mas?”
Nama saya Kiemas. Umur saya 30 tahun, sedangkan istri saya berumur 24 tahun. Kami menikah sudah berjalan setahun, tetapi istri saya belum kelihatan tanda-tandanya akan hamil.
“Pergi Mah, baru tadi pagi berangkat,” jawab saya.
“Pergi kemana? Jalan-jalan apa urusan kantor?”
“Urusan kantor.”
“Kapan pulang?”
“Katanya sih lusa, tapi pernah seminggu baru pulang. Mamah mau kerokan, ya?” saya nembak langsung ibu mertua saya.
“Iya...”
“Mike nggak ada bagaimana...? Saya panggilkan orang ngerikin Mamah ya," kata saya. “Di dekat sini ada orang tua yang bisa dipanggil kerokan atau ngurut.” kata saya lagi.
“Nggak ah, kamu aja." jawab ibu mertua saya. "Mama lebih percaya sama kamu daripada dikerik orang lain...”
“Yaudah kalau Mama mau saya yang kerik... Mama mau kerok di sini atau di kamar?” tanya saya.
"Di kamar saja," jawabnya.
Lalu saya pergi mengambil alat-alat kerokan yang biasa dipakai oleh istri saya.
Saya belum pernah mengerik ibu mertua saya. Ini baru pertama kali. Saya juga tidak pernah tau bagaimana istri saya mengerik ibunya. Saya belum pernah melihat. Istri saya juga tidak pernah bercerita pada saya, atau saya bertanya pada istri saya.
Saya membawa peralatan mengerik masuk ke kamar. Ternyata ibu mertua saya sudah duduk di tempat tidur dengan punggung telanjang siap untuk dikerik.
BH-nya tidak ia buka semuanya, hanya di bagian belakang saja. Sedangkan dadanya ia tutup dengan kaos yang dilepaskannya.
Saya risih dengan ibu mertua saya, karena selama saya menikah dengan anaknya baru siang ini saya sedekat ini dengan tubuhnya. Bisa saya lihat langsung dari dekat... bisa saya raba... bisa saya pegang...
"Biasanya Mama sama Mike, dipijit dulu nggak sebelum dikerik?" tanya saya dari belakang.
"Nggak..."
"Mamah mau saya pijit dulu?”
“Iya...” jawabnya. "Punggung saja, atau semuanya...?"
"Punggung saja dulu. Kalau Mamah mau pijit semuanya nanti setelah dikerik..." jawab saya memegang punggungnya yang telanjang dan masih mulus, kecuali di tempat ia mengaitkan BH terlihat sedikit memerah. "Panas, Mah..."
"Iya, semalam Mama sempat demam..." jawabnya.
Beberapa kali ia bertahak, uugg... uugg... uuggg... saat saya memijit punggungnya.
“Mamah masuk angin nih...” kata saya mengajak ia bicara untuk mencairkan suasana, supaya tidak menjadi tegang.
“Iya, padahal Mama sudah menghindar dari kamar ber-AC... kamar ber-AC ditiduri sama papamu dan sama Yulia kalau pulang dari kost, Mama tidur di kamar sebelah yang nggak ada AC-nya."
Kata-kata ibu mertua saya mengindikasikan ia pisah kamar dengan suaminya.
Apakah ia sudah tidak berhubungan intim dengan suaminya? Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari pikiran saya.
Wajar saja. Saya kira tidak hanya saya, karena umur ibu mertua saya masih umur produksif, baru 45 tahun, sedangkan bapak mertua saya umur 48 tahun.
Lalu kenapa Yulia tidur sekamar dengan papanya, padahal Yulia sudah mahasiswa, umur Yulia sudah 21 tahun.
Bisakah mereka... o.. o.. oo...
Saya ambil minyak lalu mengoles di pundak ibu mertua saya, meskipun di pundaknya masih ada tali BH, saya tidak berani menyingkirkan.
Ibunya Yang Menggantikan
SUDAH menjadi kebiasaan ibu mertua saya, setiap kali ia datang ke rumah saya, pasti ia menyuruh istri saya mengerik.
Begitulah yang terjadi siang itu...
Mertua saya datang ke rumah saya diantar oleh suaminya, tetapi suaminya langsung pergi.
Wah, pasti minta kerokan lagi nih, batin saya, tetapi istri saya tidak ada di rumah. Istri saya keluar kota urusan kantor baru tadi pagi ia berangkat.
“Mike kemana, Mas?”
Nama saya Kiemas. Umur saya 30 tahun, sedangkan istri saya berumur 24 tahun. Kami menikah sudah berjalan setahun, tetapi istri saya belum kelihatan tanda-tandanya akan hamil.
“Pergi Mah, baru tadi pagi berangkat,” jawab saya.
“Pergi kemana? Jalan-jalan apa urusan kantor?”
“Urusan kantor.”
“Kapan pulang?”
“Katanya sih lusa, tapi pernah seminggu baru pulang. Mamah mau kerokan, ya?” saya nembak langsung ibu mertua saya.
“Iya...”
“Mike nggak ada bagaimana...? Saya panggilkan orang ngerikin Mamah ya," kata saya. “Di dekat sini ada orang tua yang bisa dipanggil kerokan atau ngurut.” kata saya lagi.
“Nggak ah, kamu aja." jawab ibu mertua saya. "Mama lebih percaya sama kamu daripada dikerik orang lain...”
“Yaudah kalau Mama mau saya yang kerik... Mama mau kerok di sini atau di kamar?” tanya saya.
"Di kamar saja," jawabnya.
Lalu saya pergi mengambil alat-alat kerokan yang biasa dipakai oleh istri saya.
Saya belum pernah mengerik ibu mertua saya. Ini baru pertama kali. Saya juga tidak pernah tau bagaimana istri saya mengerik ibunya. Saya belum pernah melihat. Istri saya juga tidak pernah bercerita pada saya, atau saya bertanya pada istri saya.
Saya membawa peralatan mengerik masuk ke kamar. Ternyata ibu mertua saya sudah duduk di tempat tidur dengan punggung telanjang siap untuk dikerik.
BH-nya tidak ia buka semuanya, hanya di bagian belakang saja. Sedangkan dadanya ia tutup dengan kaos yang dilepaskannya.
Saya risih dengan ibu mertua saya, karena selama saya menikah dengan anaknya baru siang ini saya sedekat ini dengan tubuhnya. Bisa saya lihat langsung dari dekat... bisa saya raba... bisa saya pegang...
"Biasanya Mama sama Mike, dipijit dulu nggak sebelum dikerik?" tanya saya dari belakang.
"Nggak..."
"Mamah mau saya pijit dulu?”
“Iya...” jawabnya. "Punggung saja, atau semuanya...?"
"Punggung saja dulu. Kalau Mamah mau pijit semuanya nanti setelah dikerik..." jawab saya memegang punggungnya yang telanjang dan masih mulus, kecuali di tempat ia mengaitkan BH terlihat sedikit memerah. "Panas, Mah..."
"Iya, semalam Mama sempat demam..." jawabnya.
Beberapa kali ia bertahak, uugg... uugg... uuggg... saat saya memijit punggungnya.
“Mamah masuk angin nih...” kata saya mengajak ia bicara untuk mencairkan suasana, supaya tidak menjadi tegang.
“Iya, padahal Mama sudah menghindar dari kamar ber-AC... kamar ber-AC ditiduri sama papamu dan sama Yulia kalau pulang dari kost, Mama tidur di kamar sebelah yang nggak ada AC-nya."
Kata-kata ibu mertua saya mengindikasikan ia pisah kamar dengan suaminya.
Apakah ia sudah tidak berhubungan intim dengan suaminya? Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari pikiran saya.
Wajar saja. Saya kira tidak hanya saya, karena umur ibu mertua saya masih umur produksif, baru 45 tahun, sedangkan bapak mertua saya umur 48 tahun.
Lalu kenapa Yulia tidur sekamar dengan papanya, padahal Yulia sudah mahasiswa, umur Yulia sudah 21 tahun.
Bisakah mereka... o.. o.. oo...
Saya ambil minyak lalu mengoles di pundak ibu mertua saya, meskipun di pundaknya masih ada tali BH, saya tidak berani menyingkirkan.